Jurnal Ekotum PDF
Jurnal Ekotum PDF
Volume 8, Nomor 3
Halaman: 169-173
ISSN: 1412-033X
Juli 2007
ABSTRACT
An ecological research on some endangered medicinal plants in Ranu Pani, Senduro and Pronojiwo Resort, Bromo Tengger Semeru
National Park, East Java was conducted on July 2006. Nine study areas were chosen inside the forest of national park and one site at the
enclave area (non-forest area), covering a wide range of plant association, abundances, forest and habitat types, and altitudes. A
systematic parallel line sampling method using quadrat technique was employed and total area sampled were 1 ha. The total of 13
medicinal plant species were found in quadrats and there were three species i.e. Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn., Cinnamomum sintoc
Bl., and Alyxia reinwardtii Bl. known as endangered species which seemed to have a tendency for cluster distribution. Instead of being
discovered inside the conservation area, an endangered species, Pimpinella pruatjan Molkenb., was found at an agriculture land in the
adjacent area. The Shannon-Weaver diversity index was 1.10 with Evenness value of 0.99. Based on contingency table constructed from
the sampling result, we found no single association between the endangered medicinal plant species. Habitat, conservation status and
potential threats of the four endangered species are also briefly described.
2007 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Key words: endangered medicinal plant, ecology, diversity, conservation.
PENDAHULUAN
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
ditetapkan menjadi kawasan taman nasional sejak Oktober
1982 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian
Nomor 736/Mentan/X/1982. Kawasan ini ditetapkan
sebagai taman nasional karena memiliki potensi kekayaan
alam yang tidak saja besar namun juga unik. Kekayaan
alam tersebut berupa fenomena Kaldera Tengger dengan
lautan pasir yang luas, pemandangan alam dan atraksi
geologis Gunung Bromo dan Gunung Semeru, keragaman
flora langka dan endemik serta potensi hidrologis yang
tinggi termasuk keberadaan 6 buah danau alami yang indah
dan menjadi daerah tujuan wisata.
Kawasan Seksi Konservasi Wilayah II Senduro TNBTS
memiliki 6 resort, yaitu Resort Ranu Pani, Senduro,
Pronojiwo, Gucialit, Candipuro dan Pasrujambe (Anonim,
2001). Kawasan ini merupakan kawasan yang masih
memiliki luasan hutan yang cukup dan keanekaragaman
jenis flora yang tinggi.
Secara geografis, kawasan TNBTS terletak antara 7054
0
0
0
8 13 LS dan 112 51 113 04 BT yang dibagi menjadi 5
zonasi yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan
intensif, zona pemanfaatan tradisional dan zona rehabilitasi.
Dilihat dari ekosistemnya, Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru memiliki tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem sub-
Alamat Korespondensi:
Jl. Ir. Juanda No 13 PO. BOX 309, Bogor 16003
Telp.: +62-251-322187 Fax.: +62-251-322187
Email: [email protected]
170
systematic parallel lines. Metode ini dikerjakan pertamatama dengan memasang garis transek sebagai poros
utama sepanjang 100 m dengan arah tertentu yang dipilih
secara acak. Sepanjang transek tersebut dipasang 10 buah
plot bujursangkar berukuran 10 x 10 m yang diletakkan
berselang-seling di sebelah kiri dan kanan garis transek.
Ukuran plot ini diharapkan sudah cukup untuk mewakili
setiap habitus jenis-jenis tumbuhan obat yang akan ditemui
di lokasi. Dalam hal ini dibuat 10 transek pengamatan
sehingga luas total plot pengamatan adalah 1 ha. Adapun
kesepuluh transek tersebut tersebar di 7 blok pengamatan
yaitu masing-masing blok Lemah abang ( 2 transek=20
plot=0.2 ha), Pangungaan Gedok (2 transek= 20 plot=0.2
ha), Watu Supit (1 transek=10 plot=0.1 ha), Glendangan (1
transek=10 plot=0.1 ha), Ledok Malang (2 transek=20
plot=0.2 ha), Krepelan (1 transek=10 plot=0.1 ha) dan
Bantengan (1 transek=10 plot=0.1 ha). Sementara itu
pengamatan juga dilakukan tanpa melakukan plotting yaitu
di blok Ireng-ireng dan Ranu Darungan, serta di kawasan
non hutan Enclave Ranu Pani.
Objek yang diamati pada setiap plot adalah jenis-jenis
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan obat secara
lokal dan tumbuhan obat langka secara umum. Informasi
pemanfaatan tumbuhan sebagai obat diperoleh dari
pemandu lapangan yang merupakan penduduk asli
kawasan TNBTS. Individu dari tumbuhan tersebut dihitung
jumlahnya (dipisahkan antara semai, pancang dan
dewasanya) dan diukur diameternya (dbh) jika berupa
pohon. Data lingkungan yang dicatat antara lain adalah
suhu dan kelembaban udara, intensitas cahaya, pH dan
kelembaban tanah, jenis tanah, kemiringan lereng,
ketinggian tempat di atas permukaan laut, lokasi geografis
serta kondisi habitat.
Tingkat keragaman jenis tumbuhan obat di lokasi
pengamatan ditentukan dengan menghitung nilai indeks
keragaman
berdasarkan formula Krebs (1989), yaitu
dengan menggunakan rumus berikut.
H = - (pi log pi)
Keterangan:
H = indeks keragaman Shannon-Weaver
pi = abundansi proporsional (jumlah individu species ke-i
terhadap jumlah total individu dalam sample)
Selanjutnya penentuan ada tidaknya asosiasi vegetasi
sekitar tumbuhan obat langka target didasarkan pada
2
hitungan tabel contingency 2x2 dan nilai Chi-square ( )
2
2
(Ludwig and Reynolds, 1988). Bila nilai hitung > tabel
2
2
berarti terjadi asosiasi sebaliknya bila hitung < tabel
2
berarti tidak terjadi asosiasi. Nilai tabel dengan derajat
bebas 1 pada tingkat 5% adalah 3,84. Adapun untuk
menghitung nilai 2hitung dengan bantuan tabel sebagai
berikut:
JenisB +
-
hitung =
2
Jenis A
b (A tidak ada, B ada)
d (A dan B keduanya tidak ada)
+
a (A dan B ada)
c ( A ada, B
tidak ada)
N (ad-bc)
mnrs
H
< 0.75
0.75-1.50
1.51-2.25
2.26-3.00
>3.00
E
0-0.20
0.21-0.40
0.41-0.60
0.61-0.80
0.81-1.00
HIDAYAT dan RISNA Kajian ekologi tanaman obat langka di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
171
KELIMPAHAN
FR (%)
DENS/ha
FREQ
INDEKS KERAGAMAN H
Pi
Pi logPi
DR (%)
0.26
29.89
440
73.21
0.732113
0.01
1.15
0.17
0.001664
-0.228
-0.011
0.17
19.54
44
7.32
0.073211
-0.191
0.09
10.34
15
2.50
0.024958
-0.092
0.06
6.90
12
2.00
0.019967
-0.078
0.08
9.20
35
5.82
0.058236
-0.166
0.03
3.45
0.67
0.006656
-0.033
0.01
1.15
0.17
0.001664
-0.011
0.01
1.15
0.17
0.001664
-0.011
0.04
4.60
22
3.66
0.036606
-0.121
0.09
10.34
21
3.49
0.034942
-0.117
0.01
1.15
0.17
0.001664
-0.011
0.01
1.15
0.67
0.006656
-0.033
JUMLAH
0.87
100.00
601
100.00
-1.103
Keterangan:
Freq
: frekuensi atau kekerapan; FR : Frekuensi relatif;
Dens
: density atau kerapatan; DR : Kerapatan relatif;
H
: indeks keragaman Shannon-Weaver (Ludwig & Reynolds, 1988)
Tabel 2. Nilai hitung antar jenis tumbuhan obat di dalam plot pengamatan
Schefflera elliptica (Blume) Harms.
2,73
0,12
3,22
2,36
1,26
0,37
0,37
0,37
0,01
3,66
0,37
0,37
4,93
(+)
0,08
0,06
0,09
0,01
0,01
0,01
0,04
0,09
0,01
0,01
12,75
(+)
0,00
5
0,65
1,87
0,21
3,21
3,21
0,85
2,03
0,21
0,21
2,72
0,46
0,09
0,06
0,10
0,09
0,06
10,21
(-)
0,01
0,09
0,06
0,10
0,36
2,67
0,55
0,86
0,63
0,05
0,09
0,06
0,10
0,09
0,06
0,10
0,01
0,04
0,01
0,01
0,01
0.67
0,67
10,21
(-)
0,10
0,10
0,18
0,01
0,01
0,67
0,01
0,01
0,04
10,21
(-)
0,10
Peperomia pellucida
Schefflera elliptica
Persea excelsa.
Homalomena pendula
Cinnamomum sintoc
Schefflera samoensis
Medinilla verrucosa
Alyxia reinwardtii
Piper coducibracteum
Myristica cf. teysmanii
Eurya acuminata
Amorphophallus
paeoniifolius
Euchresta horsfieldii
Nama Jenis
0,01
Keterangan : tanda (+) dan (-) menunjukkan asosiasi positif dan asosiasi negatif
172
HIDAYAT dan RISNA Kajian ekologi tanaman obat langka di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
173
KESIMPULAN
Ditemukan 13 jenis tumbuhan obat dalam plot sampling,
tiga jenis diantaranya termasuk kategori tumbuhan obat
langka yaitu pronojiwo (Euchresta horsfieldii), pulosari
(Alyxia reinwardtii) dan sintok (Cinnamomum sintoc). Satu
jenis tumbuhan obat langka lainnya yaitu purwoceng
(Pimpinella pruatjan) ditemukan di perkebunan penduduk.
Indeks kesamaan (IS) jenis tertinggi dengan nilai
73,68% diperoleh antara blok Watu Gupit dan Ledok
Malang yaitu lokasi ditemukanya jenis sintok, sedangkan
indeks terendah dengan nilai13.79% diperoleh antara blok
Lemah Abang (lokasi ditemukannya pronojiwo) dan
Krepelan (lokasi ditemukannya pulosari).
Ketiga jenis tumbuhan obat langka tersebut memiliki
pola distribusi mengelompok. Tidak terjadi asosiasi antara
jenis-jenis tumbuhan obat langka. Berdasarkan kelas
kualitas, dapat dikatakan bahwa lokasi survei termasuk ke
dalam kawasan hutan dengan kelas 2 (kurang) dari segi
keragaman tumbuhan obatnya (H=1,103) dan kelas 5 (baik)
dari segi kemerataannya (e=0,99).
DAFTAR PUSTAKA
Andrade-Neto VL, Brandao MGL, Stehmann JR, Oliveira LA, and Krettli AU.
Antimalarial activity of
Cinchona-like plants used to treat fever and malaria in Brazil. J. of
Ethnopharmacology 87 : 253-256.
Carter R, and Diggs, CL. 1977. Plasmodia of rodents. Parasitic Protozoa vol.
III. Academic Press. New York.
Cuilei, J. 1982. Methodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Ministry
of Chemical Industry, Bucharest, Rumania, pp 1-67.
Hidayat S. 2003. Picrasma javanica Blume. In : RHML Lemmens and N
Bunyapraphatsara. Medicinal and Poisonouus Plants 3. Plant
Resources of South-East Asia no 12(3).
Khan MR, Kihara M, and Omoloso AD. 2001. Antibacterial activity of
Picrasma javanica. Fitoterapia 72 (4) :406-408.
Kim H-S., Shibata Y., Ko N., Ikemoto N., Ishizuka Y., Murakami N., Sugimoto
M., Kobayashi M.,
Wataya Y. 2000. Potent in-vivo antimalarial activity of 3,15-di-Oacetylbruceolide against Plasmodium berghei infection in mice.
ParasitologyInternational 48 :271-274.
Koch A, Tamez P, Pezzuto J and Soejarto D. 2005. Evaluation of plants
used for antimalarial treatment by the Maasai of Kenya. J. of
Ethnopharmacology 101 :95-99.
Nooteboom HP. 1972. Simaroubaceae. In : van Steenis. Flora Malesiana
vol. 6. Wolters-Noordhoff Publishing, Groningen.
Pavanand K, Yongvanitchit K, Webster HK, Dechatiwongse T, Nutakul W,
Jewvachdamrongkul Y, and Bansiddhi J. 2006. In vitro antimalarial
activity of a Thai medicinal plant Picrasma
javanica Bl. Phytotheraphy Research 2(1) : 33-37. Published online 11
January 2006.
Perez H, Diaz F, Medina JD. 1997. Chemical investigation and in vitro
antimalarial activity of Taebuina ochracea ssp. neochrysantha.
International Journal of Pharmacognosy 35(4) : 227-231.
Sanchez BAM, Mota MM, Sultan AA and Carvalho LH. 2004. Plasmodium
berghei parasite transformed with green fluorescent protein for
screening blood schizontocidal agents. Int. J. of Parasitology 34 : 485490.
Trape JF, Pison G, Speigel A, Enel C and Rogier C. 2002. Combating
malaria in Africa. Trends in Parasitology 18 : 224-230.
Tyler VE, LR Brady, JE Robbers. 1988. Pharmacognosy 9 th Ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
Wright, CW. 2005. Traditional antimalarials and the development of novel
antimalarial drugs. J. Of Ethnopharmacology 100 : 67-7