Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Artikel Penelitian

PENGARUH HIPERKOAGULASI TERHADAP MORTALITAS


ASTROSITOMA PADA PEMANTAUAN 12 BULAN
EFFECT OF HYPERCOAGULABILITY TO ASTROCYTOMA MORTALITY WITHIN
12-MONTHS OF FOLLOW UP
Among Wibowo,* Tiara Aninditha,** Henry Riyanto Sofyan,** Rini Andriani***

ABSTRACT
Introduction: Astrocytoma is the most common primary brain tumor. Hypercoagulable state is one of brain tumor
complications which can cause vein thromboembolism (VTE). Vein thromboembolism incidence is increased in astrocytoma
patients. Hypercoagulable state in astrocytoma could lower patient’s survival.
Aim: To investigate the effect of hypercoagulable state on mortality within 12 months of follow up in astrocytoma
patients.
Methods: This study design was retrospective cohort. This research data was taken from medical records in Cipto
Mangunkusumo General Hospital and Dharmais Cancer Center Hospital on December 2017-February 2018. The subjects
were adult astrocytoma patients who had histopathology and hemostasis examination. The variables investigated in this
study were gender, age, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), and D-dimer. Data processed
descriptively and analytically using SPSS ver. 20 for Windows.
Results: There were 49 subjects in this research. Around 30 (61.2%) subjects were men and 20 (40.8%) subjects
aged >50 years old. High grade glioma was found in 39 (79.6%) subjects and hypercoagulable state was found in 34
(69.4%) subjects. There were 20 subjects deceased in 12-month follow-up. Subjects with hypercoagulable state had relative
risk (RR) of 3.97 more susceptible to die in 12-month follow-up compared to control (p=0.009).
Discussion: Hypercoagulation was a mortality risk factor in 12-month follow-up in patients with astrocytoma.
Keywords: Astrocytoma, hypercoagulation, mortality within 12-months of follow up
ABSTRAK
Pendahuluan: Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling sering ditemukan. Salah satu komplikasi
dari tumor otak adalah keadaan hiperkoagulasi. Keadaan hiperkoagulasi dapat menyebabkan tromboemboli vena. Insiden
tromboemboli vena meningkat pada astrositoma. Keadaan hiperkoagulasi pada astrositoma dapat menurunkan kesintasan
atau meningkatkan mortalitas pada pasien astrositoma.
Tujuan: Mengetahui pengaruh hiperkoagulasi pada mortalitas pasien astrositoma dalam 12 bulan pemantauan.
Metode: Penelitian kohort retrospektif terhadap pasien tumor otak jenis astrositoma yang dirawat oleh Divisi
Neuroonkologi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS Pusat Kanker Dharmais (RSKD) pada bulan
Desember 2017 hingga Februari 2018. Sumber data adalah data sekunder berupa rekam medis pasien dewasa yang telah
memiliki hasil pemeriksaan histopatologis dan hemostasis. Variabel yang diambil dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,
usia, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan D-dimer. Data diolah secara deskriptif dan
analitik bivariat menggunakan SPSS ver. 20 for Windows.
Hasil: Terdapat 49 subjek dalam penelitian ini yang mayoritas (61,2%) laki-laki, berusia <50 tahun (59,2%), dan
memiliki jenis high grade gliomas (75,8%). Sebagian besar subjek mengalami hiperkoagulasi (69,4%) dan dalam kondisi
hidup (59,2%) pada 12 bulan pascaperawatan. Subjek dengan hiperkoagulasi memiliki risiko relatif (RR) 3,97 kali lebih
rentan mengalami kematian setelah 12 bulan dibandingkan kontrol (p=0,009).
Diskusi: Hiperkoagulasi merupakan salah satu faktor risiko kematian dalam 12 bulan pada pasien astrositoma.
Kata kunci: Astrositoma, hiperkoagulasi, mortalitas 12 bulan
*FK Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin; **Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, ***SMF Neurologi RS Pusat Kanker Dharmais, Jakarta. Korespondensi: [email protected].

PENDAHULUAN Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan pasien tumor


Glioma merupakan tumor otak primer yang otak primer selama tahun 2011-2015 memiliki rerata
paling banyak ditemukan. Angka kejadian glioma usia 48 (18-74) tahun dengan mayoritas tumor primer
adalah sekitar 5,5 per 100.000 penduduk. Berdasarkan otak yang dijumpai adalah astrositoma (47%).3
klasifikasi histopatologinya, glioma terdiri dari Median kesintasan pasien glioma derajat
astrositoma, oligodendroglioma, dan ependimoma.1-2 tinggi atau high grade glioma (HGG) menurut Nayak
Data Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto dkk pada pasien glioblastoma multiform (GBM)

Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019 14


Artikel Penelitian
berdasarkan WHO grade IV adalah sekitar 16–18 pengaruh keadaan hiperkoagulasi terhadap mortalitas
bulan. Pasien dengan astrositoma anaplastik (WHO pasien astrositoma, sehingga perlu dilakukan
grade III) memiliki median kesintasan sekitar 2-5 penelitian ini.
tahun,1 sedangkan pada astrositoma derajat rendah TUJUAN
(WHO derajat II) atau low grade glioma (LGG)
Mengetahui pengaruh hiperkoagulasi pada
mencapai 10-14 tahun.4
mortalitas pasien astrositoma dalam pemantauan 12
Salah satu komplikasi yang sering ditimbulkan bulan.
pada tumor otak adalah keadaan hiperkoagulasi.
METODE
Keganasan menyebabkan gangguan hemostasis pada
Penelitian ini merupakan penelitian kohort
90% pasien dan merupakan komplikasi penyebab
retrospektif menggunakan data sekunder berupa
kematian terbanyak kedua setelah keganasan tersebut.
rekam medis pasien astrositoma yang dirawat oleh
Penelitian Budikayanti dkk di Departemen Neurologi
Divisi Neuroonkologi di RSCM dan RS Pusat Kanker
FKUI/RSCM menemukan 93% pasien dengan tumor
Dharmais (RSKD) pada bulan Desember 2017–
di susunan saraf pusat (SSP) mengalami keadaan
Februari 2018. Kriteria inklusi adalah pasien berusia
status hiperkoagulasi.5 Penelitian sebelumnya yang
18 tahun, terdapat hasil pemeriksaan histopatologis,
dilakukan oleh Tunjungsari dkk pada tahun 2016
dan telah dilakukan pemeriksaan laboratorium
mengenai profil koagulasi pada tumor otak primer
hemostasis. Subjek dieksklusi jika hamil, sepsis,
dan tumor otak sekunder menunjukkan koagulopati
memiliki kelainan perdarahan, dan tidak dapat
pada 79,4% subjek.5
dihubungi setelah 12 bulan.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan
Dilakukan pencatatan data derajat
kaitan antara tumor otak primer dengan gangguan
astrositoma, prothrombin time (PT), activated
koagulasi, khususnya kelompok astrositoma. Hal
partial thromboplastin time (aPTT), D-dimer, dan
ini diduga akibat astrosit merupakan salah satu jenis
mortalitas pada 12 bulan pascaperawatan di RS.
sel yang kaya akan tissue factor (TF), salah satu
Penelitian Tunjungsari mengkaji PT, aPTT, dan
komponen utama dalam aktivasi kaskade koagulasi.
D-dimer sebagai penanda hiperkoagulasi pada tumor
Penelitian Eddleston dkk pada tikus percobaan
otak primer dan sekunder.5 Keadaan hiperkoagulasi
menunjukkan bahwa astrosit merupakan sumber TF
ditandai dari pemendekan PT atau pemendekan aPTT
utama di susunan saraf pusat. Inflamasi terinduksi oleh
atau peningkatan D-dimer. PT dan aPTT dianggap
astrositosis dapat menyebabkan peningkatan kadar
memendek jika rasio PT atau APTT <0,8 terhadap
TF. Dengan demikian, diduga bahwa multiplikasi
kontrol. D-dimer dianggap meningkat jika >300μg/L
sel astrosit pada astrositoma dapat meningkatkan
atau >500ng/MI sesuai dengan nilai rujukan masing-
kadar TF dan menyebabkan gangguan koagulasi.4-5
masing laboratorium.
Pasien GBM memiliki risiko mengalami komplikasi
lebih besar mengalami tromboemboli vena dibanding Data dari penelitian diolah menggunakan SPSS
pasien pada umumnya.6 ver. 20 for Windows serta disajikan secara deskriptif
dan analitik. Uji Chi-square dilakukan untuk melihat
Komplikasi tromboemboli vena dapat
hubungan antara hiperkoagulasi dengan mortalitas
memengaruhi kesintasan pasien. Dalam telaah
dalam pemantauan 12 bulan. Jika syarat uji Chi-
sistematisnya, Renni dkk menemukan bahwa
square tidak terpenuhi akan dilakukan uji Fisher.
keadaan hiperkoagulasi merupakan faktor prediktor
Nilai p dianggap bermakna bila p<0,05.
luaran buruk kesintasan pasien.7 Penelitian Semrad
dkk menunjukkan bahwa pasien astrositoma yang HASIL
mengalami venous thromboemboli (VTE) memiliki Didapatkan 49 subjek (Tabel 1) yang mayoritas
angka kematian 30% lebih tinggi dibandingkan laki-laki (61,2%), berusia <50 tahun (59,2%), dan
kontrol.8 Namun, belum ada penelitian mengenai memiliki jenis high grade gliomas (75,8%). Sebagian

15 Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019


Artikel Penelitian
besar subjek mengalami hiperkoagulasi (69,4%) Tabel 3. Profil Koagulasi pada Subjek (n=49)
dan dalam kondisi hidup (59,2%) pada 12 bulan Hemostasis n (%)
pascaperawatan. Pemendekan aPTT (n=48)
• Ya 10 (20,8)
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek (n=49)
• Tidak 38 (79,2 )
Karakteristik n (%)
Pemendekan PT (n=41)
Jenis Kelamin • Ya 0 (0)
• Laki laki 30 (61,2) • Tidak 41 (100)
• Perempuan 19 (38,8) Peningkatan D-dimer (n=39)
Rentang Usia • Ya 26 (66,7)
• 18-50 tahun 29 (59,2) • Tidak 13 (33,3)
• >50 tahun 20 (40,8) aPTT: activated partial thromboplastin time; PT: prothrombin time.
Jenis Tumor
1,05-14,99) kali pada 12 bulan pascaperawatan
• Low grade 10 (20,4)
• High grade 39 (79,6) secara bermakna dibandingkan pada subjek dengan
Hiperkoagulasi hiperkoagulasi (Tabel 4).
• Ya 34 (69,4)
PEMBAHASAN
• Tidak 15 (30,6)
Kondisi Sistem koagulasi adalah bagian dari jaringan
• Mati 20 (40,8) pengatur yang mengintegrasikan sel parenkim dengan
• Hidup 29 (59,2) respons vaskular dan inflamasi. Sementara pembekuan
Tabel 2 menunjukkan hubungan yang bermakna darah adalah manifestasi aktivitas koagulasi yang
antara kelompok usia dan jenis tumor dengan kejadian paling banyak diteliti. Hal ini merupakan ‘puncak
hiperkoagulasi. Subjek dengan usia >50 tahun gunung es’ biologis dalam konteks tumor otak,
dan jenis tumor high grade lebih cendrung untuk bahwa lingkungan koagulan dapat memainkan peran
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi (p=0,009 dan patogenetik yang masih harus dikaji lebih lanjut.9
p=0,033). Sistem koagulasi pada tumor menjadi isu
Tabel 2. Hubungan antara Hiperkoagulasi dengan yang menarik untuk dibahas dan telah banyak studi
Jenis Kelamin, Kelompok Usia, dan Jenis dilakukan di Indonesia. Pada Departemen Neurologi
Tumor (n=49)
RSCM, sudah ada beberapa studi yang mengevaluasi
Hiperkoagulasi
Total mengenai sistem koagulasi pada tumor SSP seperti
Variabel Ya Tidak p*
n (%) yang dilakukan oleh Budikayanti dkk, Tunjungsari
n (%) n (%)
Jenis Kelamin dkk, dan Aninditha dkk.5,10-11
• Laki laki 20 (58,8) 10 (66,7) 30 (100) 0,424 Penelitian ini mendapatkan 49 subjek
• Perempuan 14 (41,2) 5 (33,3) 19 (100)
astrositoma, namun belum memenuhi jumlah sampel
Kelompok Usia
• 18-50 tahun 16 (47,1) 13 (86,7) 29 (100) 0,009
minimal penelitian untuk membandingkan 2 proporsi
• >50 tahun 18 (52,9) 2 (13,3) 20 (100) yaitu 17 subjek pada kelompok dengan koagulopati
Jenis Tumor dan 17 subjek pada kelompok tanpa koagulopati.12
• Low grade 4 (11,8) 6 (40) 10 (100) 0,033 Sementara itu, penelitian kesintasan menggunakan
• High grade 30 (88,2) 9 (60) 39 (100)
metode uji log-rank dan regresi Cox beserta kurva
*Uji Chi-square.
kesintasan Kaplan-Meier tidak mampu laksana karena
Dari ketiga penanda hiperkoagulasi (Tabel 3), membutuhkan sampel yang sangat besar, yaitu 2200
hanya sebagian kecil yang mengalami pemendekan sampel dengan kejadian meninggal akibat VTE
aPTT dan PT, sementara sebagian besar mengalami minimal sebanyak 713 berdasarkan perhitungan jumlah
peningkatan nilai D-dimer (66,7%). sampel dari 2 literatur.13-14
Subjek yang tidak mengalami hiperkoagulasi Subjek penelitian ini lebih banyak laki-laki
mempunyai kemungkinan hidup 3,97 (IK 95% dibanding perempuan, sama dengan Nayak dkk

Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019 16


Artikel Penelitian
Tabel 4. Hubungan Hiperkoagulasi dengan Mortalitas (n=49)
Kondisi Klinis
RR
Hiperkoagulasi Meninggal Hidup p
(IK 95%)
n (%) n (%)
Ya 18 (52,9) 16 (47,1) 3,97
0,009
Tidak 2 (13,3) 13 (86,7) (1,05-14,99)
RR: risiko relatif; IK: interval kepercayaan.

mengenai studi tentang HGG yang jumlah laki laki grade, termasuk GBM, bukan hanya GBM.18
lebih banyak 1,6 kali dibandingkan perempuan.1 Terdapat kecenderungan koagulopati pada
Sesuai dengan hasil studi Central Brain Tumor laki-laki (58,8%) dibandingkan perempuan (42,4%)
Registry of the United States (CBTRUS) pada tumor meskipun tidak ada perbedaan proporsi yang
otak primer, terdapat predominasi jenis kelamin signifikan (p=0,424). Subjek berusia >50 tahun lebih
tertentu terhadap jenis tumor primer. Perempuan banyak mengalami koagulopati dibandingkan subjek
terutama ditemukan pada meningioma (81,8%) dan yang lebih muda (52,9% vs 47,1%; p=0,009). Hal
laki-laki pada astrositoma (63,6%) secara signifikan.15 ini sejalan dengan penelitian Budikayanti dkk yang
Menurut Bondy dkk, kejadian tumor otak menyatakan terdapat 72% subjek yang mengalami
primer di negara berkembang lebih banyak laki-laki koagulasi intravaskular di rentang umur yang sama.11
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:2,1 Pada penelitian ini didapatkan frekuensi
per 100.000 penduduk.16 Hal ini berbeda dengan kejadian HGG disertai hiperkoagulasi lebih
data dari Baglitbang RSKD tahun 2003-2007 yang banyak bermakna dibanding LGG yang mengalami
menyatakan jumlah pasien yang datang berobat ke hiperkoagulasi. Hal ini sesuai dengan Eppy dkk
RSKD lebih banyak perempuan daripada laki-laki bahwa kejadian hiperkoagulasi cenderung lebih
dengan perbandingan hampir 1:2.17 tinggi pada kelompok pasien dengan keganasan/
Sebagian besar subjek penelitian ini berusia stadium tinggi.19 Terdapat beberapa studi yang
18-50 tahun, sesuai dengan populasi pada Budikayanti menghubungkan keganasan dengan profil koagulasi.
dkk.11 Demikian pula sebagian besar pasien kanker Berdasarkan analisis pada seluruh subjek, didapatkan
di RSKD berusia >39 tahun (75,86%). Sebaran usia bahwa sebagian besar subjek mengalami koagulopati,
pasien kanker di RSKD menunjukkan peningkatan yaitu memiliki minimal salah satu penanda koagulasi
pada usia 25 tahun dengan puncak kasus usia 45 tahun yang abnormal.5 Penelitian Amer terhadap 1874
(15,41%) untuk perempuan dan 50 tahun (13,14%) pasien kanker, 16,4% diantaranya mengalami
untuk laki-laki. Terjadinya penurunan jumlah kasus perkembangan trombosis selama hidup.20 Di RSKD,
di Indonesia untuk perempuan menjadi 65 tahun dan dilakukan pengkajian koagulopati dengan aPTT dan
laki-laki 67 tahun dipengaruhi oleh angka harapan D-dimer pada pasien dengan astrositoma. Namun,
hidup pada astrositoma. belum ada pengkajian mengenai pembuluh darah
High grade glioma (79,6%) lebih banyak yang mengalami trombosis.17
ditemukan dibandingkan LGG (20,4%). Pada studi Hasil evaluasi terhadap subjek meninggal yang
tentang glioblastoma, sekitar 60% adalah high-grade disertai hiperkoagulasi sebanyak 90% mengalami
terutama pada usia dekade ke-5 sampai ke-7 yang hiperkoagulasi. Keadaan hiperkoagulasi lebih tinggi
insidennya meningkat seiring bertambahnya usia.1 ditemukan pada subjek yang mengalami kematian
Dalam penelitian ini ditemukan 69,4% subjek dibandingkan pasien yang masih hidup pada 12 bulan
mengalami hiperkoagulasi saat perawatan. Hasil pengamatan. Hal ini senada dengan Tehrani dkk
ini lebih rendah dibandingkan Tehrani dkk bahwa bahwa keempat pasien (100%) dengan astrositoma
92% pasien GBM ditemukan hiperkoagulasi, karena anaplastik yang baru didiagnosis yang disertai
subjek penelitian ini bercampur antara low dan high trombosis/koagulasi memiliki harapan hidup kurang

17 Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019


Artikel Penelitian
dari 1 tahun, secara signifikan lebih pendek dari dapat berpengaruh pada kelangsungan hidup yang
harapan hidup biasanya untuk penyakit ini. Sebagian kurang baik, yang menunjukkan adanya hubungan
besar penelitian menganalisis kelangsungan hidup antara koagulasi dan agresivitas penyakit.9
subjek astrositoma anaplastik antara 24 dan 48 Penelitian ini merupakan penelitian pertama
bulan.21 Dari 32 subjek anaplastik astrositoma tanpa pengaruh koagulasi pada mortalitas pasien glioma
disertai trombosis, hanya enam yang meninggal yang mengklasifikasikan glioma berdasarkan
dalam waktu 1 tahun (19%).19 Hal ini memperlihatkan derajatnya. Namun, terdapat keterbatasan jumlah
bahwa koagulopati pada pasien dengan HGG dapat sampel dan tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan
menyebabkan penurunan kesintasan. ketiga marker hemostasis. Selain itu, belum dilakukan
analisis kesintasan menggunakan kurva Kaplan-
Penelitian Semrad dkk pada 9.849 pasien Meier dan regresi Cox. Faktor-faktor lain seperti
astrositoma menyatakan bahwa terdapat 7,5% insiden komorbiditas dan pengobatan yang berpengaruh
kumulatif VTE pada glioma maligna. Terdapat terhadap hemostasis belum diinvestigasi. Metode
peningkatan rasio hazard kematian 2-tahun sebesar analisis kesintasan dan faktor-faktor yang belum
30% pada pasien yang mengalami VTE.8 Sementara dimasukkan dalam penelitian ini dapat diteliti pada
itu, Lim dkk menyatakan tidak ada perbedaan penelitian selanjutnya.
bermakna antara pasien GBM dengan atau tanpa KESIMPULAN
VTE. Meskipun tidak ada perbedaan bermakna,
Pasien astrositoma dengan hiperkoagulasi
median kesintasan pasien tanpa VTE dalam
berisiko untuk mengalami kematian 3,97 kali lebih
penelitian tersebut adalah 15,2 bulan dan dengan
tinggi pada 12 bulan pascaperawatan dibandingkan
VTE 11,6 bulan. Nilai uji log-rank dalam penelitian
tanpa hiperkoagulasi.
tersebut juga mendekati kemaknaan (p=0,06).13
DAFTAR PUSTAKA
Dapat disimpulkan VTE pada pasien glioma dapat 1. Nayak L, Reaedon DA. High grade gliomas.
meningkatkan mortalitas. Continuum Life Long Learning in Neurology.
Terdapat faktor-faktor lain yang memengaruhi 2017;23(6):1548-63.
mortalitas pada pasien dengan glioma. Komorbiditas 2. Groot JF. High grade glioma. Continuum: American
Academy of Neurology. 2015;21(2):332-44.
seperti hipertensi, diabetes mellitus (DM), keganasan
3. Aninditha T, Ranakusuma TAS. Tumor otak primer.
darah, sindrom metabolik, dan penyakit kronik Dalam: Aninditha T, Wiratman W, penyunting.
lainnya dapat memengaruhi mortalitas dan status Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Penerbit Kedokteran
hiperkoagulasi pasien. Usia, status merokok, dan Indonesia; 2017.
status pengobatan yang memengaruhi hemostasis 4. Khazatsin HA. Gambaran status metilasi gen
berperan dalam kesintasan pasien.8,13 Namun, hal ini promoter methylguanine deoksiribonucleic acid
methyltrasferase pada Astrositoma dan faktor-faktor
belum terlaksana dalam penelitian ini karena data yang mempengaruhi. Jakarta: Universitas Indonesia;
retrospektif yang kurang memadai. 2014.
Tingkat oklusi pembuluh darah pada pasien 5. Tunjungsari D. Perbandingan profil koagulasi pada
GBM yang sangat tinggi di dalam tumor (di atas 90%) tumor otak primer dan tumor otak sekunder. Jakarta:
Universitas Indonesia; 2016.
dan berkorelasi dengan area karakteristik hipoksia
6. Edwin NC, Elson P, Ahluwalia MS, Khorana
dan nekrosis untuk keganasan tanpa memandang AA. Venous thromboembolism in patients with
usia. Hingga saat ini belum diketahui trombosis glioblastoma: Risk factors and prognostic importance.
intravaskular sebagai penyebab atau konsekuensi J Clin Oncol. 2018;33(Suppl 15).
dari perubahan nekrotik. Mekanisme hubungan 7. Renni MJP, Cerqueira MH, Trugilho IA, Junior
antara kejadian vasooklusi dengan trombosis vena MLCA, Marques MA, Koch HA. Mechanisms of
venous thromboembolism in cancer: A literature
perifer masih belum jelas. Meskipun mikrotrombus review. J Vasc Bras. 2016;16(4):308-13.
pada astrositoma anaplastik (yang berlanjut ke GBM) 8. Semrad TJ, O’Donnell R, Wun T, Chew H,
tidak memprediksi kejadian VTE, namun hal tersebut Harvey D, Zhou H, dkk. Epidemiology of venous

Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019 18


Artikel Penelitian
thromboembolism in 9489 patients with malignant patients with pilocytic astrocytoma. J Neurosurg.
glioma. J Neurosurg. 2007;106(4):601-8. 2003;98(6):1170-4.
9. D’Asti E, Fang Y, Rak J. Brain neoplasms and 16. Bondy ML, Scheurer ME, Malmer B, Barnholtz-
coagulation-lessons from heterogeneity. Rambam Sloan JS, Davis FG, Il’yasova D, dkk. Brain tumor
Maimonides Med J. 2014;5(4):e0030. epidemiology: Consensus from the Brain Tumor
10. Aninditha T. Peran hemostasis pada pertumbuhan Epidemiology Consortium. Cancer. 2008;113(7
tumor. Neurona. 2012;29(3). Suppl):1953-68.
11. Budikayanti A, Ranakusuma TAS, Bustami M, 17. Registry RS Kanker Dharmais. Kementerian
Prihartono J. Penilaian status koagulasi dan profil Kesehatan Republik Indonesia. 2012.
karotis sebaggai komplikasi serebrovaskular pada 18. Kurniawan A. Patogenesis, diagnosis dan
tumor susunan saraf pusat. Neurona. 2009;26(2). penatalaksaan tromboemboli vena pada kanker.
12. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi Indonesian Journal of Cancer. 2013;7(3).
penelitian klinis. Edisi ke-5. Jakarta: Sagung Seto; 19. Eppy, Harsal A, Amin Z. Hypercoagulation among
2014. non-small cell lung carcinoma patiens. Majalah
13. Lim G, Ho C, Roldan Urgoti G, Leugner D, Easaw Keodkteran Indonesia. 2007;57(2).
J. Risk of venous thromboembolism in glioblastoma 20. Amer MH. Cancer-associated thrombosis: Clinical
patients. Cureus. 2018;10(5):e2678. presentation and survival. Cancer Manag Res.
14. Schoenfeld DA. Sample-size formula for the 2013;5:165-78.
proportional-hazards regression model. Biometrics. 21. Tehrani M, Friedman TM, Olson JJ, Brat DJ.
1983;39(2):499-503. Intravascular thrombosis in central nervous system
15. Burkhard C, Di Patre PL, Schuler D, Schuler G, malignancies: A potential role in astrocytoma
Yasargil MG, Yonekawa Y, dkk. A population- progression to glioblastoma. Brain Pathol.
based study of the incidence and survival rates in 2008;18(2):164-71.

19 Neurona Vol. 37 No. 1 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai