2331 4283 1 PB
2331 4283 1 PB
Nurhadi Siswanto *)
ABSTRACK
Java is so exotic. Java is beautiful. Being a Javanese as well as being any ethnicity, is
not a curse but a gift from God. Cultural values and wisdom not just tales of the parents alone,
but it is a fact. One thing that is quite interesting to examine the Javanese is the existence of an
heirloom called "keris". Keris has a long background history for the Javanese community. Keris,
in the past was made with full of philosophy, made with a hope, desire, or even an ideal of the-
buyer so that the keris as a final product reflects and represents all things non-objects of the
buyer. in Javanese keris contains many values and moral teachings. The values implicit in
Javanese keris, include : (1) the doctrine of religiousity and awareness of the limitations of
human power (2) subjects to be always humble an not arrogant (3) theaching to always live in
harmoni with nature (4) the doctrine for living in harmony with fellow human, and (5) the
doctrine of dynamism in life.
ABSTRAK
Jawa itu sangat eksotis. Jawa itu indah. Menjadi Jawa serta menjadi etnis manapun, bukanlah
kutukan tapi hadiah dari Tuhan. Nilai-nilai budaya dan kearifan bukan hanya cerita orang tua
saja, tapi itu adalah fakta. Satu hal yang cukup menarik untuk memeriksa orang Jawa adalah
adanya pusaka yang disebut "keris". Keris memiliki latar belakang sejarah yang panjang bagi
masyarakat Jawa. Keris, di masa lalu itu dibuat dengan penuh filsafat, dibuat dengan harapan,
keinginan, atau bahkan ideal-pembeli sehingga keris sebagai produk akhir mencerminkan dan
mewakili semua hal-hal non- benda pembeli. dalam keris Jawa mengandung banyak nilai-nilai
dan ajaran moral. Nilai-nilai yang tersirat dalam keris Jawa, meliputi: (1) doktrin religiusitas dan
kesadaran akan keterbatasan daya manusia (2) pelajaran untuk selalu rendah hati yang tidak
sombong (3) theaching untuk selalu hidup dalam harmoni dengan alam (4) doktrin untuk hidup
harmonis dengan sesama manusia, dan (5) ajaran tentang dinamika dalam kehidupan.
* Nurhadi Siswanto, Staf Pengajar Program Studi Kriya Seni, Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta
83
84 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
masih bisa diketahui jejak dan kekuatan alam raya yang terwujudkan
1
keberadaannya . Fakta yang telah dalam simbol-simbol keris hasil karyanya.
menghasilkan ribuan karya ilmiah dan Apa yang diciptakan oleh seorang empu
penelitian. Fakta yang telah dalam membabar (membuat) sebilah keris
menghantarkan ratusan orang menjadi adalah suatu cetusan daya cipta yang
sarjana, master dan doktor. Banyak hal diwujudkan oleh hentakan-hentakan palu
yang telah dikaji dan dikupas tentang Jawa, diatas paron, sehingga terwujudlah detil-
namun Jawa tidak pernah hilang daya detil manifestasi maksud yang dipadatkan
tariknya untuk terus dan terus dikaji dan dalam bentuknya yang abstrak pada
dipelajari. lempengan besi, baja, dan nikel (meteorik).
Salah satu hal yang cukup menarik Pemadatan kehendak yang dirangkum
untuk di kaji dan diteliti tentang orang dalam doa khusuk seorang ahli tapabrata
Jawa adalah keberadaan sebuah benda (pertapa), maka akan terlahirlah sutu bilah
pusaka yang bernama “keris”. Keris keris.
memiliki latar sejarah yang panjang bagi Tujuan pembuatan keris
masyarakat Jawa. Pulau Jawa yang dahulu bermacam-macam, ada keris yang dibuat
masih berbentuk kerajaan selalu memiliki dengan harapan agar pemiliknya selalu
benda-benda pusaka yang terdiri dari dalam kondisi kecukupan rejeki, ada pula
olahan “Wesi Aji”; baik terdiri dari emas, harapan akan status sosial yang baik, tidak
perak, tembaga dan jenis logam-logam jarang pula keris dibuat dengan harapan
lainnya. Wesi Aji yang berbentuk keris, agar si pemilik terhindar dari bencana atau
tombak dan benda lainnya sering disebut gangguan makhluk halus. Pembuatan keris
benda-benda pusaka yang dikeramatkan2. mungkin pula dilakukan untuk
Sejarah kepemimpinan dan kekuasaan memperingati suatu saat yang bersejarah
yang pernah terjadi di pulau Jawa atau mempunyai arti istimewa bagi
mencatat berbagai peristiwa perebutan pemesan atau pemiliknya, atau sebagai
kekuasaan di Jawa, hampir dapat tanda tali kasih maupun penghargaan dari
dipastikan bahwa perebutan kekuasaan si pemesan kepada orang lain yang telah
yang ada selalu ditandai hadirnya keris dianggap berjasa kepadanya. Oleh karena
atau benda pusaka lainnya, dalam konteks itulah keris-keris masa lalu selalu unik dan
ini, secara jelas, keris menjadi simbol tidak ada yang sama satu dengan lainnya.
kekuasaan3. Kalaupun mungkin ada kemiripan secara
Keris pada masa lalu dibuat dengan fisik, tetapi secara non-bendawi keris
penuh filosofi, dibuat dengan suatu tersebut pastilah berbeda.
harapan, keinginan, atau bahkan suatu
cita-cita dari si-pemesan sehingga keris PEMBAHASAN
sebagai suatu produk akhir mencerminkan
dan melambangkan semua hal non-benda A. Mencari Ajaran Moral dibalik Simbol
dari si pemesan tersebut. Pada masa Keris Jawa
lampau, empu pembuat keris sangat Kata moral (Inggris : moral), dari
dihormati dan dikenang orang sepanjang bahasa Latin moralis ----- mos, moris (adat,
zaman4. Empu keris mempersatukan istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku,
keinginan sang pemesan keris dengan kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan,
Nurhadi Siswanto, Ajaran Moral Keris Jawa [ 85
tabiat, watak, akhlak, dan cara hidup). dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
Istilah moral mengandung beberapa pandangan-pandangan moral. Etika adalah
pengertian yaitu (1) Menyangkut kegiatan- sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Antara
kegiatan manusia yang dipandang sebagai etika dan ajaran moral tidak berada pada
baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat. tingkat yang sama, yang menyatakan
(2) Sesuai dengan kaidah-kaidah yang bagaimana kita harus hidup, bukan etika
diterima menyangkut apa yang dianggap melainkan ajaran moral. Etika hendak
benar, bijak, adil dan pantas. (3) Memiliki mengerti mengapa kita harus mengikuti
kemampuan untuk diarahkan oleh ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita
(dipengaruhi oleh) keinsyafan akan benar dapat mengambil sikap yang
dan salah, serta memiliki kemampuan bertanggungjawab berhadapan dengan
untuk mengarahkan (mempengaruhi) berbagai ajaran moral7.
orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah Moralitas sebagai entitas abstrak
perilaku yang dinilai benar atau salah (4) merupakan potensi kerohanian dari
Menyangkut cara seseorang bertingkah kehidupan suatu masyarakat, yang
laku dalam hubungan dengan orang lain5. menjadikan masyarakat itu memiliki sistem
Filsafat Moral berarti filsafat nilai budaya (culture values system) yang
yang mengkaji tetang moral atau lebih merupakan petujuk setiap warga untuk
sering dikenal dengan istilah Etika. Etika bersikap dan bertingkah laku dalam
berasal dari bahasa Yunani ethikos, ethos kehidupan sehari-hari. Moralitas identik
(adat, kebiasaan, praktek). Secara dengan sistem nilai budaya yang berlaku
terminologi Etika menyangkut : (1). Nilai- dalam lingkungan masyarakat tertentu.
nilai (values) dan norma-norma (norms) yg Suatu sistem nilai budaya terdiri dari
menjadi pegangan bagi seseorang atau konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam
kelompok untuk mengatur tingkah lakunya. pikiran sebagian besar dari warga
(2). Kumpulan asas (principles) atau nilai masyarakat, mengenai hal-hal yang harus
moral (moral value) atau kode etik. (3). dianggap sangat bernilai dalam
8
Ilmu tentang yang baik atau buruk, kehidupan .
bermoral atau tidak bermoral. Etika Secara harfiah keris diartikan
disebut sebagai moral philosophy. sebagai senjata tajam yang bilahnya
Etika berarti filsafat mengenai berlekuk-lekuk atau lurus, biasanya diberi
bidang moral, atau ilmu atau refleksi sarung dan dianggap bertuah. Kata keris
sistematik mengenai pendapat-pendapat, berasal dari awalan ke dan kata iris, yang
norma-norma dan istilah-istilah moral. bila digabungkan berarti alat untuk
Secara lebih luas etika merupakan memotong sesuatu. Keris adalah sejenis
keseluruhan norma dan penilaian yang senjata tajam tradisional di beberapa
dipergunakan oleh masyarakat yang daerah di Indonesia seperti Jawa, Madura,
bersangkutan untuk mengetahui Bali, Sumatra, Sulawesi Selatan, bermata
bagaimana manusia seharusnya tajam pada kedua belah sisinya. Keris Jawa
6
menjalankan kehidupannya . dianggap sebagai suatu lambang
9
Etika bukan suatu sumber kepahlawanan
tambahan bagi ajaran moral, melainkan Seorang bangsawan di
merupakan filsafat atau pemikiran kritis lingkungan keraton Surakarta, Pangeran
86 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
merupakan hasil olah rasa dan karsa sang dengan sikap dan pemahaman dari sang
empu sesuai permintaan sang pemesan empu maupun sang pemesan keris bahwa
dengan menggunakan cara-cara dan kekuatan yang dimiliki manusia sangatlah
kaidah-kaidah tertentu yang penuh simbol terbatas, sehingga dalam upaya
dan makna dalam kehidupan orang Jawa. mewujudkan keinginan dan harapannya
Hal ini menjadi dasar keyakinan bahwa manusia harusnya memohon petunjuk dan
didalam keris Jawa termuat berbagai keberkahan dari yang maha kuat.
ajaran dan pelajaran yang bersifat Bagi orang Jawa alam empiris
simbolis, termasuk didalamnya tentang berhubungan erat dengan alam meta
ajaran-ajaran moral bagi orang Jawa empiris (alam gaib), mereka saling
meresapi. Alam empiris selalu sudah
B. Ajaran Moral Keris Jawa diresapi oleh alam gaib. Alam inderawi bagi
Keris merupakan senjata tajam orang Jawa merupakan ungkapan alam
(tusuk), sebagai sebuah senjata tajam gaib, yaitu misteri berkuasa yang
maka keris mencerminkan sebuah mengelilingnya, daripadanya ia
kekuatan, keperkasaan, kegagahan, memperoleh eksistensinya dan ia
14
keberanian maupun kekuasaan. Bahkan bergantung .
senjata tajam juga menyimbolkan sebuah
kengerian dan keseraman, namun
memperhatikan bentuk keris berbagai
kesan tersebut menjadi tidak ada. Keris
yang dibentuk dengan berbagai model,
dengan berbagai hiasan dengan teknik
penggarapan yang luar biasa lebih
mengesankan keris sebagai sebuah benda
hiasan, kesan keris sebagai senjata
tajampun menjadi hilang. Hal ini tentunya
bukan merupakan hal yang bersifat
kebetulan, namun keris Jawa muncul
sebagai ekspresi budaya manusia Jawa
yang penuh dengan makna dan tanda.
Penulis dengan menggunakan metota
refleksi dan heuristika mencoba
merumuskan berbagai ajaran moral yang
terkandung dalam sebilah keris Jawa
sebagai berikut. Gambar 1.
Keris merupakan pe-ngejawantahan-an dari filosofi
Ke-Tuhan-an orang Jawa dengan adanya istilah
1. Ajaran Tentang Religiusitas dan
“curigo manjing warangka warangka manjing
Kesadaran akan Keterbatasan curiga” sebuah seni bangun yang indah dan
Kekuatan Manusia mengandung makna “kemanungnggalan Kawulo-
Kuatnya nuansa religius keris Jawa Gusti”
telah tercermin dalam awal pembuatan-
nya. Proses pembuatan keris diawali
88 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
Keris dalam budaya Jawa dipandang yang asalnya dari angkasa (batu meteor)
sebagai sebuah pusaka yang dicampur, dijadikan satu, dikawinkan
mencerminkan filsafat ketuhanannya. Keris dengan besi yang asalnya dari bumi. Maka
merupakan pe-ngejawantahan-an dari dari itu, pembuatan keris merupakan suatu
filosofi Ke-Tuhan-an orang Jawa dengan perbuatan mistik sakral, yang harus
adanya istilah “curigo manjing warangka” dikerjakan dengan segala ketekunan dan
(bilah bersatu dengan sarung keris) dan pengabdian. Maka keris Jawa merupakan
“warangka manjing curiga” (sarung keris simbol bersatunya yang gaib dengan yang
menyatu dengan bilahnya), sebuah seni fisik, manunggalnya yang fisik dengan yang
bangun yang indah dan mengandung meta-fisik, dan mengandung tanda-tanda
makna “kemanungnggalan Kawulo-Gusti” kebesaran Tuhan yang Maha Kuasa.
(bersatunya hamba dengan Tuhannya). Manusia dalam kehidupannya
Menyatu dengan Tuhan dapat tidaklah akan mampu mengatasi
diartikan sebagai pengakuan dan persoalannya yang dihadapinya tanpa
kesadaran tentang keberadaan dan kemurahan dari Tuhannya, sehingga
kemahakuasaan Tuhan. Sudah seharusnya ingatan dan gambaran bahwa manusia
manusia menyatukan dirinya dengan hidup seperti sedang mengarungi lautan
Tuhannya, menyamakan kehendak dirinya yang luas juga menjadi simbolisasi dari
dengan kehendak Tuhannya. Mengenal keris Jawa. Tanpa kekuatan dan keteguhan
Tuhan sesungguhnya mengenal dirinya terhadap keimanan dan ketuhanan
sendiri dan orang yang tidak mengenal manusia akan terus terombang-abing
dirinya tidak akan pernah mengenal dalam kehiidupan dunia, sehingga manusia
Tuhannya, sehingga manusia hendaklah harusnya selalu eling dan wasdapa
selalu mengingat Tuhannya, karena dengan terhadap yang transenden.
mengingat Tuhan itulah manusia baru bisa Tuhan adalah penguasa dari segala
menjadi manusia. yang ada, karena segala yang ada, ada
Falsafah Jawa mengajarkan bahwa karena kehendak-Nya, maka dalam
“weruh marang pangeran iku, ateges menjalani kehidupannya sudah seharusnya
weruh marang awake dhewe, lamun during manusia menyadari tentang kelemahan
weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh dan ketidakberdayaannya, dengan
marang pangeran…Gusti iku dumunung memohon bantuan pada Tuhanlah segala
ana jeneng sira pribadi, dene ketemune persoalan kehidupan akan dapat
gusti lamun sira tansah eling” . Mengenal terpecahkan. Hajad dan keinginan manusia
adanya Tuhan berarti sudah mengenal hendaklah diselaraskan dengan ketentuan
dirinya sendiri, jikalau belum mengenal Tuhan, hal ini akan bisa terjadi bila manusia
dirinya sendiri, mustahil dapat mengenal selalu mendekat pada Tuhannya.
Tuhan…Tuhan itu ada dalam dirimu sendiri Kesadaran manusia akan
dan pertemuan dengannya akan terjadi jika keterbatasan kekuatan yang dimilikinya,
engkau senantiasa ingat kepadanya. sehingga selalu menyertakan kekuatan
Seorang empu keris yang membuat yang lain (Tuhan), merupakan bekal hidup
pusaka, dianggap melaksanakan yang paling baik untuk keselamatan badan,
perkawinan antara bapa angkasa (ayah jiwa dan ruh manusia. Tujuan hidup
angkasa) dan ibu pratala (ibu bumi). Pamor didunia yang sekedar mampir ngombe atau
Nurhadi Siswanto, Ajaran Moral Keris Jawa [ 89
sementara akan menjadi lebih bermakna 2. Ajaran Tentang Rendah Hati dan
bila selalu menyertakan yang transenden Ketidak-sombongan
dalam kehidupannya. Bentuk keris Jawa yang dibuat indah
Keberadaan dapur dan pamor keris penuh pesona dengan berbagai hiasan
yang mengisyaratkan adanya tuah (dapur dan pamor) telah menghilangkan
tertentu, sesungguhnya adalah sebuah kesan keseraman dan kegagahan dari
pengakuan kelemahan kekuatan manusia, sebuah senjata tajam, hal inimerupakan
serta pengakuan dan pengharapan pesan simbolis yang mengajarkan bahwa
limpahan kekuatan transenden. Sang empu manusia Jawa hendaklah selalu menjadi
pembuat keris hanyalah berikhtiyar dengan manusia yang rendah hati, dan tidak
segenap laku spiritual memohon kepada bersifat atau bersikap sombong dengan
penguasa alam agar keris ciptaannya memamerkan kehebatan dan kekuatan
diberikan kekuatan yang bisa memberikan yang dimilikinya. Orang yang baik adalah
kebaikan bagi sang pemesan. Kesadaran ini orang yang selalu berpenampilan dan
tentunya sebagai upaya pengakuan bahwa berperilaku indah, artinya bahwa setiap
ketentuan penguasa alam tidak ada yang keinginan, kekuatan, kemampuan yang
bisa menandinginya. “Ora ana kasekten dimilikinya bukan untuk dipamer-
sing madhani papesthen, awit papesten iku pamerkan, melainkan sedapat mungkin
wis ora ana sing bisa murungake” (tidak disamarkan dengan sifat dan sikap yang
ada kesaktian yang bisa menyamai lemah lembut dan rendah hati.
kepastian Tuhan, karena tidak ada yang
dapat menggagalkan kepastian Tuhan.
Ajaran pentingnya sikap dan sifat
religius juga tercermin dari peran dan
fungsi keris pada asal muasalnya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-
bab sebelumnya, bahwa salah satu fungsi
keris adalah sebagai benda sesaji.
Keberadaan benda sesaji memberikan
pengetahuan bahwa manusia Jawa
mengakui keberadaan kekuatan diluar
dirinya, untuk memperoleh keamanan,
kenyamanan dan keselamatan maka
manusia hendaklah menyelaraskan diri dan
kekuatannya dengan kekuatan diluar
dirinya. “Pangeran iku dudu dewa utawa
manungsa, nanging sakabehing kang ana
iki, uga dewa lan manungsa, asale saka
Gambar 2.
Pangeran” (Tuhan itu bukan dewa atau
Wujud keris yang indah menghilangkan kesan
manusia, namun segala yang ada ini, kekerasannya sebagai benda tajam. Hal ini
termasuk dewa dan manusia, itu berasal mengajarkan tentang pentingnya rendah hati
dari Tuhan).
90 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
keretakan dalam masyarakat dapat dibandingkan dengan orang lain, tidak akan
dihindari. Setiap manusia mempunyai memberikan manfaat kecuali kecelakaan
tempatnya dan nasib tertentunya sendiri, dan bahaya baginya dalam mengarungi
dan dengan segala kesibukannya tidak bisa lautan kehidupan yang sangat luas ini.
mengubah apa-apa padanya. Mampu Hulu keris yang merupakan stilisasi
menahan diri dan mawas diri merupakan dari bentuk manusia pada umumnya
suatu keutamaan atau tindakan yang baik. dibentuk dengan kepala menunduk, hal ini
Ajaran untuk tidak sombong dan mengajarkan kepada manusia Jawa,
tidak suka pamer, juga tersirat dalam sikap hendaklah mengarungi lautan kehidupan
dan perilaku orang Jawa terhadap keris. dengan menunduk. Hidup menunduk dapat
Tabu bagi seseorang untuk mengetahui dipahami sebagai simbolisasi dari sikap dan
atau milihat keris yang dimiliki orang lain. sifat untuk selalu rendah hati, juga dapat
Bila seseorang karena berbagai hal ingin dipahami sebagai simbolisasi agar manusia
mengetahui atau melihat keris yang dimiliki selalu melihat orang-orang dibawahnya
seseorang maka ia harus minta izin terlebih sehingga bisa menjadi orang yang selalu
dahulu untuk diperkenankan melihat, bila bersyukur.
sang pemilik tidak berkenan maka tabu Keris adalah simbol dari kekuatan
baginya untuk memaksakan keinginan dan dan kekuasaan, namun tangkai keris
kehendaknya. bentuk stilisasi orang yang menundukkan
Akibat negatif yang ditimbulkan kepala, hal ini tentunya juga merupakan
dengan sikap suka pamer terhadap pusaka sebuah ajaran bahwa setiap manusia yang
keris yang dimiliiki juga tercermin pada berkuasa atau memiliki kekuatan maka
berbagai kisah yang menggambarkan sendaklah kekuatan atau kekuasaan itu
dampak negatif yang ditimbulkan bila dipegang dengan kepala menunduk. Hal ini
seseorang sombong dengan keris yang berarti mengandung ajaran bahwa setiap
dibawa atau dimilikinya. Sebagai contoh orang yang berkuasa jangan lah sombong,
kisah kesombongan dan suka pamer yang jalankan dan peganglah kekuasaan dengan
dilakukan oleh Kebo Ijo sahabat Ken Arok kepala yang menunduk atau dengan
ketika dipinjami Keris Empu Gandring, sifat kerendahatian, maka kekuasaan itu akan
suka pamer itu telah mengakibatkan ia aman baik bagi yang memegang ataupun
harus menerima hukuman dalam kasus bagi orang disekitarnya. “ Ratu kang
terbunuhnya Akuwu Tunggul Ametung. ngegungake pepak gegamane ora kajan
Walaupun Kebo Ijo tidak melakukan uripe, marga kawulane wedi yen dipateni”
perbuatan tersebut namun ia terkena (penguasa yang hanya membanggakan
dampak dari perbuatannya yang sombong kekuatan persenjataan tidak akan
dan suka pamer keris yang bukan miliknya. terhormat hidupnya, karena rakyatnya
Manusia dalam kehidupannya, takut kalau dibunuh).
hendaklah selalu bersikap rendah hati, Pemimpin harus patuh kepada raja
karena dengan rendah hati itu pula yang ada dalam dirinya, yaitu hati. Hati
manusia akan bisa hidup harmonis dengan adalah raja tubuh manusia yang amat
manusia lainnya. Kesombongan dan menentukan segalanya, karena itu seorang
keangkuhan karena merasa memiliki pemimpin perlu memperhatikan penyakit
kehebatan dan kekuatan yang lebih hati yang mungkin timbul. Diantara
92 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
penyakit hati tersebut antara lain nafsu hati, alam adalah tempat manusia hidup
ingin berkuasa terus menerus, kumingsun dan memperoleh kehidupan, sehingga
(sombong diri), dan ingin menag sendiri. keseimbangan dan kelestarian alam
Tindakan semacam ini, bukan dilandasi hati haruslah terus dijaga dan dipertahankan
yang terdalam (nurani)16. bukan untuk dirusak dan dipergunakan
secara semena-mena. Memanfaatkan apa
3. Ajaran tentang Keselarasan Hidup yang ada di alam secara baik dan tidak
Filsafat hidup orang Jawa bertolak dari berlebih-lebihan merupakan hal yan sangat
pemikiran cinta pada kesempurnaan, penting agar kehidupan manusia tidak
sehingga filsafat Jawa merupakan sarana merugi. Kehebatan yang dimiliki manusia
bagi manusia Jawa untuk mencapai tidaklah sebanding dengan kehebatan alam
kesempurnaan hidup. Esensi dari filsafat semesta sehingga rasa ingin menguasai
hidup orang Jawa adalah bahwa manusia alam justru berakibat buruk bagi manusia.
itu harus mampu menjaga dan menjalin Bagi orang Jawa, untuk
keharmonisan antara hubungan manusia mempertahankan kehidupannya, orang
dengan manusia, hubungan manunia tidak dapat melepaskan dirinya dari
dengan alam semesta lingkungannya, dan lingkungan tempat hidupnya. Ia akan selalu
hubungan antara manusia dengan tuhan bergantung dan berinteraksi dengan
Yang Maha Esa. Ajaran filsafat hidup ini lingkungan hidupnya secara terus
juga tersimbolkan dalam keris jawa. menerus. Sejak kecil orang Jawa telah
Keharmonisan hubungan manusia dengan akrab bergaul dengan alam yang
Tuhan tercermin dari ajaran religiusitasnya, melingkupi dirinya, lewat proses belajar
sedangkan ajaran tentang keharmonisan dan pengalamannya, disadarinya bahwa
manusia dengan alam serta keharmonisan alam dapat mengancam dan
manusia dengan manusia tergambarkan menghancurkan kehidupannya. Orang
sebagai berikut : harus menyadari bahwa keberhasilan
hidupnya tergantung dari kekuatan-
a. Ajaran untuk Hidup Selarah dengan kekuatan alam, sehingga orang Jawa
Alam mengajarkan bahwa alam bukan untuk
Wujud, bagian, dan nama-nama dikuasai, tetapi orang harus menyesuaikan
keris Jawa selalu identik dengan keadaan dirinya dengan kehidupan alam yang serba
atau fenomena dan nama-nama alam gaib, serta harus menjaga keselarasan atau
disekitar. Istilah-istilah yang digunakan harmoni dengan alam.
pada keris maupun ricikannya juga nama- Kehidupan manusia akan menjadi
nama benda baik makhluk hidup maupun lebih baik dalam artian tenteram dan
benda mati yang dari alam yang ada di nyaman bila manusia bisa menyelaraskan
sekitar. Hal yang demikian mengajarkan diri dan kehidupannya dengan alam
kepada kita bahwa manusia Jawa adalah dimana ia tinggal. Pengetahuan dan
manusia yang harus menyelaraskan diri pemahaman tentang fenomena dan gejala
dan hidupnya dengan alam semesta. alam sangatlah penting, sehingga orang
Alam semesta dalam pandangan Jawa memiliki berbagai rumus dan
orang Jawa bukanlah sesuatu yang harus perhitungan tersendiri tentang alam,
dikuasai sehingga bisa dieksploitasi sesuka musim dan sebagainya.
Nurhadi Siswanto, Ajaran Moral Keris Jawa [ 93
Dapur, pamor, ricikan keris dibuat cara berbicara dan membawa diri
dengan selalu mengambil dari fenomena seseorang selalu menunjukkan sikap
alam sekitar tentunya bukan hal yang hormat terhadap orang lain, sesuai dengan
kebetulan, namun hal tersebut dipilih dan derajat dan kedudukannya. Prinsip
dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu kerukunan dan menghormati merupakan
serta menyimbolkan sesuatu yang memiliki kerangka normatif yang menentukan
makna dan tujuan yang tertentu pula. bentuk-bentuk nyata semua interaksi.
Keadaan keris yang demikian tentunya hal Prinsip kerukunan bertujuan untuk
tersebut mengajarkan bahwa orang Jawa menciptakan masyarakat yang harmonis.
umumnya atau pemilik keris khususnya Rukun berarti berada dalam keadaan
haruslah menyelaraskan dirinya dengan selaras, tenang, dan tenteram, tanpa
alam. perselisihan dan pertentangan, serta
Kecintaan dan kesadaran untuk bersatu untuk bermaksud saling
berselaras dengan alam amat sangat membantu. Rukun adalah keadaan ideal
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup yang diharapkan dapat dipertahankan,
manusia sekarang dan anak-turun manusia dalam semua hubungan sosial, keluarga,
yang akan datang. Tanpa adanya kesadaran rukun tetangga, di desa, dalam setiap
ini maka manusia akan bersikap dan pengelompokan tetap. Berperilaku rukun
berperilaku seenaknya terhadap alam berarti menghilangkan tanda-tanda
semesta, eksploitasi dan pengrusakan alam ketegangan dalam masyarakat atau
akan semakin tidak terkendali, dan semua diantara pribadi-pribadi, sehingga
hal itu akan merugikan manusia itu sendiri. hubungan-hubungan social kelihatan
Eksploitasi alam secara berlebihan selaras dan baik-baik saja17.
akan menimbulkan dampak negatif yang Ada dua hal yang perlu diperhatikan
luar biasa bagi hajad hidup manusia. dalam tuntutan kerukunan. Pertama,
Kerusakan alam lingkungan yang semakin bagaimana menciptakan suatu keadaan
menjadi mengakibatkan berbagai bencana untuk tidak mengganggu suatu keselarasan
yang merugikan umat manusia, oleh yang diandaikan sudah ada. Ketenangan
karenanya berlaku bijak terhadap alam dan keselarasan sosial yang dapat dianggap
dengan mengutamakan keselarasan hidup normal apabila tidak ada pihak-pihak yang
dengan alam sangatlah berfaedah bukan diganggu. Kedua, menjaga keselarasan
sekedar terhadap pelestarian alam dalam pergaulan dengan melihat dan
semesta, namun juga terhadap memperhitungkan posisi dan kedudukan
ketentraman dan kenyamanan hidup umat masing-masing.
manusia. Simbolisasi yang ada pada keris Jawa
b. Ajaran keselarasan hidup sesama banyak yang mengarah pada ajaran
manusia keselarasan hidup sesama manusia.
terdapat dua kaidah dasar Sebagaimana contoh adalah pada keris-
kehidupan dalam pola pergaulan, dalam keris yang mengunakan dapur Pudhak
kehidupan sosial masyarakat Jawa, yaitu : Sategal. Simbolisasi pudhak sategal adalah
(1) Hendaklah seseorang dapat bersikap ajaran moralitas pada orang Jawa agar bisa
sedemikian rupa sehingga tidak sampai seperti pohon atau daun pudhak (pandan)
menimbulkan konflik; (2) bagaimana dalam satu kebun. Daun pandan yang nampak
94 ] CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 2 No.1, Mei-Oktober 2013
Catatan:
16
Endraswara., S., 2010, Falsafah Hidup
1
Daryono, 2007, Etos Dagang Orang Jawa Jawa, Menggali Mutiara Kebijakan dari
Pengalaman Raja Mangkunagara IV, Intisari Filsafat Kejawen, Cakrawala,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta., hal V Yogyakarta, hal 172
17
Magnes Suseno, ibid, hal 38
2
Hadisiswaya, AM., 2009, Filosofi Wahyu 18
Endraswara., S., 2010, lok.cit., hal 23
Keraton Rahasia Dibalik Cerita, Simbolis
dan Lambang Keraton Jawa, C.V.
Sahabat, Klaten., hal 130
3
Djoko Sukiman, 1983, Keris: Sejarah dan
Fungsinya, Javanologi,
Yogyakarta, hal 23
4
Gustami, S.P., 2007, Butir-Butir Mutiara
Estetika Timur, Ide Dasar Penciptan Seni
Kriya Indonesia, Prasista, Yogyakarta, hal
17
5
Loren Bagus, 2005, Kamus Filsafat,
Gramedia, Jakarta, hal 672
6
Magnis-Suseno, F, 2003, Etika Jawa:
Sebuah Analisa Falsafah tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa., Gramedia,
Jakarta, cet. 9, hal 6
7
Magnis-Suseno, F, 2003, ibid, hal 14
8
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan
Mentalitet dan Pembangunan,
Gramedia, Jakarta, hal 32
9
Hasan Sadhily, 1990, Ensiklopedia
Indonesia, PT Ichtiar Baru, Jakarta, jilid 3,
hal 1756
10
Soesmoro, K H., 2010, Keris Jawa
Tradisional di Daerah Yogyakarta dan
Surakarta, Kontinuitas dan
Perubahannya, (Disertasi) Pascasarjana
UGM, Yogyakarta, hal 118
11
Budisutrisna, 2009, Gambaran Manusia
Dalam Keris, dalam Joko Siswanto (ed),
Kearifan Nusantara, Kepel Press,
Yogyakarta, hal 50
12
Harsrinuksmo, B., 2004, Ensiklopedia
Keris, , Gramedia, Jakarta, cet.1
hal 27
13
Gustami, Lok.cit, hal 56
14
Magnis Suseno, lock cit., hal 86
15
Magnis Suseno, 1984, Ibid, hal 39