Admin,+192 989 1 ED
Admin,+192 989 1 ED
265-276
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
1. Pendahuluan
Curah hujan adalah banyaknya jumlah air hujan yang turun selama periode waktu
tertentu di permukaan tanah [1]. Hujan juga merupakan suatu unsur yang sangat berdampak
pada cuaca dan iklim suatu daerah. Hujan yang turun di suatu kawasan tertentu akan
ditampung oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki kapasitas tertentu yang akan
mengaliri limpasan hujan tersebut menuju ke hilir DAS. [2]
Dalam segala perencanaan yang melibatkan data curah hujan sangat diperlukan data
hujan yang lengkap, tepat, dan akurat. Oleh karena itu, informasi kualitas data hujan
sangatlah penting. Namun, di Indonesia sistem penyebaran pos stasiun hujan di beberapa
daerah masih belum memadai seperti, jarak antar pos stasiun hujan yang sangat berjauhan,
banyak daerah sungai terpencil yang tidak terdapat pos stasiun hujan, dan lain sebagainya.
Hal tersebut menyebabkan sulitnya didapatkan hasil perhitungan hidrologi yang tepat,
sedangkan tingkat resiko yang mempengaruhi dalam analisis hidrologi pada suatu
perencanaan sangatlah tinggi.
Pada lokasi studi di Sub DAS Keduang, terletak di daerah terpencil yang memiliki
luasan sebesar 373,572 km2 dan hanya memiliki satu penakar hujan di dalam Sub DAS
tersebut yaitu stasiun Jatisrono. Hal tersebut tidak sesuai dengan standar ketentuan World
Meterogical Organization (WMO) yang telah menentukan suatu kerapatan jaringan stasiun
hujan idealnya mencakup wilayah 100 – 250 km2[3]. Oleh karena itu, digunakan stasiun
hujan terdekat untuk mempersempit luasan pengaruh pada stasiun hujan Jatisrono yang
merupakan satu – satunya stasiun hujan yang tersedia di dalam Sub DAS Keduang yang
tentunya akan mempengaruhi keakuratan dari data curah hujan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, teknologi sistem penginderaan jarak jauh (remote
sensing) dapat menjadi alternatif baru guna mengatasi permasalahan
ketersediaan data hujan. Satelit TRMM menjadi salah satu satelit meteorologi yang
memiliki kemampuan estimasi data hujan dengan cakupan wilayah yang cukup luas, secara
near real-time dengan resolusi spasial dan resolusi temporal setiap 3 jam, harian, hingga
bulanan. TRMM dapat dengan mudah di akses secara bebas kapan saja dan gratis dengan
akses yang cepat [4]. Namun, keakuratan data satelit masih harus dilakukan validasi
266
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.265-276
sebelum digunakan menjadi alternatif karena bagaimanapun data satelit diukur melalui
atmosfer sedangkan data pos stasiun hujan diukur melalui besar hujan yang ada di
lapangan. Data saelit TRMM perlu dilakukan validasi dengan data observasi agar dapat
mengetahui keakuratan data satelit terhadap data observasi dilapangan. Keakuratan data
satelit TRMM dilihat berdasaekan hasil koefisien korelasinya, apabila mendekati anka satu
maka data satelit mendekati data observasi dilapangan [4].
Belum dilakukan penelitian yang memvalidasi data satelit TRMM dengan data stasiun
hujan pada Sub DAS Keduang. Maka, penulis mengangkat permasalahan yang ada di Sub
DAS Keduang untuk dilakukannya penelitian validasi data curah hujan. Berdasarkan
keterbatasan stasiun hujan yang ada di Sub DAS Keduang dan adanya bantuan dua stasiun
hujan terdekat yaitu Stasiun Purwantoro dan Stasiun Tirtomoyo yang memberikan
pengaruh pada Sub DAS Keduang dirasa dapat mewakilkan Sub DAS Keduang untuk
dilakukan analisis validasi data satelit TRMM dengan data curah hujan.
Harapan dari penelitian ini adalah data TRMM dapat menjadi alternatif kebutuhan data
curah hujan yang dapat memenuhi pengembangan pada Sub DAS Keduang, serta satelit
TRMM dapat menjadi alternatif pilihan data curah hujan pada suatu perencanaan dan
analisis hidrologi di seluruh wilayah Indonesia terutama pada daerah yang minim stasiun
hujan atau wilayah terpencil.
Gambar 1: Lokasi Studi Sub DAS Keduang dan Sebaran Pos Stasiun Hujan
267
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 265-276
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah validasi data curah hujan satelit
TRMM dengan data curah hujan pos stasiun hujan menggunakan data harian sepanjang 10
tahun dengan periode bulanan, 15 harian, dan 10 harian. Pos stasiun hujan yang terdapat
pada wilayah sekitar Sub DAS Keduang diantaranya adalah Stasiun hujan Jatisrono,
Stasiun hujan Purwantoro, dan Stasiun hujan Tirtomoyo.
Analisis ini didahului dengan menguuji kualitas data pada data curah hujan stasiun dan
curah hujan TRMM berupa uji konsistensi dan uji stasioner. Uji konsistensi dilakukan
untuk menguji keseimbangan atau konsistensi terhadap data curah hujan dengan
menggunakan metode Kurva Massa Ganda dan Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).
Sedangkan uji stasioner dilakukan untuk melihat kestabilan nilai varian (uji F) serta
kestabilan nilai rata-rata (uji t)[5].
Data curah hujan TRMM yang diunduh melalui website akan menghsilkan data yang
berbentuk hujan wilayah atau grid. Oleh sebab itu, data curah hujan stasiun yang diperoleh
sebelumnya diganti menjadi curah hujan rerata wilayah dengan menggunakan metode
Polygon Thiessen. Setelah di transformasikan menjadi curah hujan wilayah, dapat
dilanjutkan permodelan simulasi kalibrasi dan validasi data hujan lapangan dengan data
hujan TRMM.
Analisis validasi pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu perhitungan
analisis validasi data tidak terkoreksi dan perhitungan analisis validasi data terkoreksi.
Analisis validasi data tidak terkoreksi tidak melalui tahap kalibrasi, sedangkan analisis
validasi data terkoreksi akan melalui tahap koreksi data dengan proses kalibrasi yang
menggunakan analisis regresi dengan scatter plot terlebih dahulu.
Pada analisis validasi data terkoreksi, digunakan komposisi waktu kalibrasi dan
validasi yaitu 7:3, 8:2, dan 9:1 yang memiliki arti 7 tahun (tahun 2010 - tahun 2016) untuk
kalibrasi dan 3 tahun (tahun 2017 - tahun 2019) untuk validasi. Sedangkan pada analisis
validasi data terkoreksi digunakan komposisi waktu 10 tahun, tiga tahun, dua tahun, dan 1
tahun untuk melihat hasil validasi tersebut menghasilkan hasil yang baik apabila tidak
dilakukan tahap kalibrasi dan akan dibandingkan dengan analisis validasi data terkoreksi
yang melalui tahap kalibrasi. Pada umumunya, parameter yang digunakan pada analisis
validasi ialah Root Mean Squared Error (RMSE), Nash Sutcliffe Efficiency (NSE),
268
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.265-276
Koefisien Korelasi (R), dan Kesalahan Relatif (KR). Namun, terdapat banyak parameter
lainnya, tetapi yang akan digunakan pada stuni ini adalah keempat parameter tersebut.
2.3 Persamaan
2.3.1 Kalibrasi
Kalibrasi model adalah sebuah proses memilih kombinasi dari suatu tolok ukur untuk
mengembangkan lebih lanjut tingkat koherensi antara respon hidrologi DAS yang teramati
dan tersimulasi, dalam contoh studi kasus ini ialah data stasiun hujan dengan data satelit
TRMM [6]. Dalam analisis hidrologi model yang seringkali digunakan adalah analisis
regresi, dimana analisis tersebut dapat menghubungkan variabel satu dengan yang lainnya
[7]. Berikut adalah persamaan regresi untuk membuat hubungan antara dua variable yang
umum digunkan, antara lain [8]:
a. Fungsi eksponensial
̂ = bⅇax ……………………………………………………………………...Pers. 1
Y
Keterangan:
Ŷ = regresi eksponensial Y terhadap X (variabel tak bebas).
X = variabel bebas.
b = parameter.
e = bilangan pokok logaritma asli (logaritma Napir = 2,7183).
b. Linear sederhana
̂
Y = a1 X + b1 …………………………………………………………………Pers. 2
̂ = a2 Y + b2 …………………………………………………………………Pers. 3
X
Keterangan:
Ŷ = persamaan garis lurus Y terhadap X.
̂
X = persamaan garis lurus X terhadap Y.
a1, a2 = koef. regresi (koefisien arah dari garis regresi).
b1, b2 = koef. yang merupakan titik potong dari garis regresi.
c. Fungsi logaritma
Ŷ = b + a log X………………………………………………………………...Pers. 4
Keterangan:
Ŷ = regresi Y terhadap X.
X = variabel bebas (harus lebih besar nol).
a, b = parameter.
d. Fungsi polinomial
Y = bo+ b1X + b2X2 + b3X3 + ...+ bmXm ……………………………………..Pers. 5
Keterangan:
Y = regresi Y terhadap X.
X = variabel bebas.
b = parameter.
e. Fungsi berpangkat
Ŷ = bXa …………………………………………………………………….Pers. 6
Keterangan:
Ŷ = regresi eksponensial Y terhadap X.
X = variabel bebas.
269
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 265-276
2.3.2 Validasi
Validasi menggambarkan proses evaluasi atau penilaian terhadap suatu model untuk
mendapat gambaran tentang tingkat ketidak pastian yang dimiliki oleh suatu model dalam
memprediksi analisis hidrologi atau dalam artian memiliki tujuan untuk melihat sejauh
mana akurasi dari data TRMM apakah sesuai atau mendekati dengan curah hujan
permukaan [5]. Biasanya validasi menggunakan seluruh data yang berada di luar periode
data kalibrasi. Model ini biasanya dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu evaluasi model
statistic standar regresi, evaluasi model statistik tidak berdimensi, dan model evaluasi
statistik indeks kesalahan. Berikut merupakan beberapa indikator yang digunakan untuk
melihat hasil analisis validasi [7]:
a. Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE)
NSE memiliki tujuan untuk melihat seberapa besar ketelitian dari korelasi hubungan
yang terbentuk antara data observasi dan data perkiraan [9]. Sebuah model dapat
dikatakan bagus apabila menghasilkan nilai koefisien Nash mendekati satu [6].
N
∑i=1(Pi −Qi )2
NSE = 1 − ………………………………………………………Pers. 7
∑N (Pi −P
i=1
̅̅̅i )2
Keterangan:
Pi = data lapangan
Qi = data satellite
i = rerata data lapangan
N = banyak data
Tabel 1: Kriteria Nilai Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE)
NSE Intrepretasi
NSE > 0,75 Baik
0,36 < NSE < 0,75 Memenuhi
NSE < 0,36 Tidak Memenuhi
270
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.265-276
∑N
i=1(Pi −Qi )
KR = ∑N
× 100% …………………………………………………...Pers. 10
i=1 Pi
Keterangan:
Pi = data lapangan
Qi = data satellite
N = banyak data
271
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 265-276
Tabel 3 diatas merupakan hasil dari perhitungan uji konsistensi curah hujan stasiun
dengan metode kurva masa ganda dan curah hujan TRMM dengan metode RAPS yang
seluruh hasilnya menunjukkan keterangan yang konsisten. Maka, kedua macam curah
hujan yang digunakan memiliki data yang konsisten atau seimbang.
Tabel 4: Hasil Uji Stasioner
Tabel 4 merupakan hasil uji stasioner, seluruhnya menghasilkan yang stabil atau
homogen namun, pada stasiun Tirtomoyo didapatkan nilai stabil hanya pada periode
bulanan, maka dapat ditarik disimpulkan bahwa nilai rata-rata pada stasiun Tirtomoyo
periode 15 harian dan 10 harian tidak stabil atau heterogen.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kemungkinan kerusakan alat atau kesalahan
pencatatan data pada waktu tertentu, sehingga informasi curah hujan yang disajikan tidak
selaras dengan curah hujan yang turun. Karena hasil uji stasioner pada uji F dan uji t ketiga
periode sebagian besarnya tergolong stabil atau merupakan data homogen, hal tersebut
menyatakan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang sama dan dapat dilakukan
analisis selanjutnya.
Untuk melanjutkan perhitungan analisis validasi, data curah hujan stasiun perlu
ditransformasikan menjadi curah hujan rerata wilayah dengan metode Polygon Thiessen.
Karena data hujan TRMM yang diunduh adalah data hujan yang berwujud luasan maka
data hujan stasiun juga harus diubah menjadi curah hujan wilayah agar hasil analisisnya
bisa lebih sesuai atau mendekati. Gambar dari analisa Poligon Thiessen dapat dilihat pada
Gambar 2.
Berikutnya, setelah diapatkannya luas pengaruh dari masing-masing stasiun hujan,
dilakukan perhitungan faktor pengaruh pada setiap stasiun hujan terhadap Sub DAS
Keduang untuk manghitung perhitungan curah hujan rerata wilayah. Hasil perhitungannya
terdapat pada Tabel 5 berikut:
Luas
No Stasiun Kr
(Km2)
1 Purwantoro 2625,244 0,070
2 Jatisrono 28822,544 0,772
3 Tirtomoyo 5909,445 0,158
Luas Total 37357,233
272
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.265-276
NSE R
Periode RMSE Kr
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi
10 Tahun 116,956 0,996 Baik 0,237 0,745 Kuat
3 Tahun 117,147 0,329 Tidak Memenuhi 0,147 0,771 Kuat
Bulanan
2 Tahun 99,230 0,433 Memenuhi 0,077 0,904 Sangat Kuat
1 Tahun 48,403 0,482 Memenuhi 0,033 0,951 Sangat Kuat
10 Tahun 69,058 0,633 Memenuhi 0,258 0,659 Kuat
15 3 Tahun 68,847 0,273 Tidak Memenuhi 0,190 0,711 Kuat
Harian 2 Tahun 54,857 0,393 Memenuhi 0,124 0,842 Sangat Kuat
1 Tahun 48,403 0,440 Memenuhi 0,004 0,865 Sangat Kuat
10 Tahun 50,764 0,064 Tidak Memenuhi 0,295 0,569 Sedang
10 3 Tahun 49,728 0,156 Tidak Memenuhi 0,258 0,618 Kuat
Harian 2 Tahun 39,666 0,312 Tidak Memenuhi 0,180 0,772 Kuat
1 Tahun 37,199 0,346 Tidak Memenuhi 0,079 0,758 Kuat
Dari tabel 6 diatas, didapatkan hasil perhitungan dari keempat metode yang dipakai.
Pada periode bulanan menghasilkan nilai RMSE terbesar disbanding yang lainnya. Hal
273
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 265-276
tersebut terjadi karena data curah hujan bulanan memiliki nilai yang paling besar daripada
data curah hujan harian. Perhitungan NSE pada analisis ini menghasilkan 50% nilai yang
menunjukkan interprestasi tidak memenuhi atau nilai NSE < 3,60. Maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian dari perhitungan NSE pada data tidak terkoreksi adalah tidak memenuhi
persyaratan. Selanjutnya, pada perhitungaan kesalahan relatif analisis ini menghasilkan
nilai yang berkisar antara 0% - 30% yang dalam artian nilai kesalahan relatifnya terbilang
kecil. Berdasarkan metode koefisien korelasi, data hujan TRMM tidak terkoreksi tertinggi
juga dihasilkan oleh periode bulanan dan terendah dihasilkan oleh 10 harian. Apabila nilai
yang dihasilkan pada koefisien korelasi mendekati 1, maka akan semakin bagus atau sangat
kuat. Apabila hasil koefisien korelasi menunjukkan < 0,6 maka ikatan antara kedua ini,
curah hujan TRMM dan curah hujan pengukuran adalah sedang.
Dari hasil analisis validasi data tidak terkoreksi dapat dilihat, bahwa hasil analisis
menciptakan interpretasi yang kurang baik. Dapat dikatakan baik apabila nilai RMSE dan
kesalahan relatif yang kecil serta nilai NSE dan Koefisien korelasi yang besar. Maka, akan
dilakukan analisis validasi data terkoreksi untuk melihat perbandingan dari kedua analisis
tersebut. Apakah perhitungan yang dihasilkan terdapat perbedaan yang semakin membaik
atau tidak dengan melalui tahap kalibrasi.
3.3 Analisis Validasi Data TRMM Terkoreksi
Analisis ini dihitung menggunakan komposisi waktu yang terbagi dengan kalibrasi.
Sebelum menghitung analisis validasi data terkoreksi, akan dilakukn proses kalibrasi.
Komposisis perbandingan rentang waktu yang digunakan yaitu, 7:3, 8:2, dan 9:1. Yang
memiliki arti 7 tahun kalibrasi banding 3 tahun validasi, dan seterusnya.
Dengan diawali oleh proses kalibrasi yang memanfaatkan persamaan regresi sederhana
yang didapatkan dari hasil scatter plot untuk mencari faktor koreksi dengan memilih nilai
koefisien korelasi (R) terbesar dari kelima persamaan regresi sebagai persamaan terpilih
yang akan digunakan. Sama halnya dengan tahap kalibrasi, pada analisis validasi juga akan
dipilih nilai koefisien korelasi (R) terbesarnya dari kelima persamaan yang digunakan
seusai dengan rentang waktu yang dihitung. Setelah didapatkan nilai R terbesar dari
keduanya, maka akan dilakukan sinkronisasi pada kedua tahap. Apabila persamaan yang
dihasilkan berbeda, maka akan dihitung nilai NSE nya dari kedua persamaan tersebut dan
hasil NSE tertinggi yang akan menjadi persamaan akhir yang terpilih. Namun, apabila hasil
persamaan yang dihasilkan sama dapat langsung digunakan tanpa harus melihat nilai NSE
tertingginya. Berikut adalah hasil sinkronisasi nilai R dan persamaan terpilih pada Tabel 7.
Tabel 7: Hasil Sinkronisasi Jenis Persamaan Regresi Terpilih
274
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.265-276
Persamaan terpilih pada masing – masing periode dilihat nilai NSE tertingginya pada
tiap periode apabila hasil persamaan pada kedua tahap berbeda. Hasil akhir persamaan
terpilih didominasi oleh persamaan polinomial. Setelah didapatkan hasil akhir persamaan
terpilih, maka dapat dilanjutkan pada analisis validasi data terkoreksi yang hasil
perhitungannya terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8: Hasil Perhitungan Validasi Data Terkoreksi
NSE R
Periode RMSE Kr
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi
3 Tahun 90,986 0,595 Memenuhi 0,103 0,785 Kuat
Bulanan 2 Tahun 73,296 0,691 Memenuhi 0,276 0,906 Sangat Kuat
1 Tahun 34,953 0,917 Baik 0,025 0,958 Sangat Kuat
3 Tahun 57,292 0,497 Memenuhi 0,066 0,717 Kuat
15 Harian 2 Tahun 41,400 0,654 Memenuhi 0,160 0,842 Sangat Kuat
1 Tahun 38,853 0,639 Memenuhi 0,308 0,856 Sangat Kuat
3 Tahun 42,782 0,376 Memenuhi 0,062 0,632 Kuat
10 Harian 2 Tahun 32,426 0,540 Memenuhi 0,137 0,758 Kuat
1 Tahun 33,076 0,483 Memenuhi 0,281 0,751 Kuat
Dari Tabel 8 dapat dilihat, hasil dari perhitungan analisis validasi data terkoreksi jauh
lebih baik daripada analisis validasi data tidak terkoreksi. Nilai RMSE berkisar antara 32 –
90, nilai NSE meghasilkan interpretasi yang “Memenuhi” pada seluruh periode dalam
artian hasil nilai NSE > 0,36. Kesalahan relatif yang terjadi berkisar antara 0% - 30%, dan
nilai koefisien korelasi yang dihasilkan diatas 0,6 pada seluruh periodenya serta
menciptakan interpretasi yang sangat bagus.
4. Kesimpulan
Berdasarkan perbandingan antara hasil analisis validasi data tidak terkoreksi dan
analisis validasi data TRMM terkoreksi pada Sub DAS Keduang, dapat diperhatikan bahwa
banyak terjadi perubahan yang cukup signifikan apabila data hujan TRMM dilakukan
koreksi terlebih dahulu. Data hujan TRMM terkoreksi memiliki nilai yang lebih mendekati
atau memiliki hubungan yang cukup kuat dengan pos pengukuran stasiun hujan di lapangan
melalui keempat metode yang telah dianalisis yaitu RMSE, NSE, kesalahan relatif, dan
koefisien korelasi memiliki hasil yang cukup baik.
Nilai RMSE yang dihasilkan semakin rendah apabila data di koreksi terlebih dahulu,
sama halnya seperti NSE pada data terkoreksi menghasilkan nilai yang “Memenuhi” pada
seluruh perhitungannya. Nilai R yang dihasilkan pada data terkoreksi semakin meningkat
dan nilai kesalahan relatif yang terbilang stabil. Dari seluruh periode, hasil yang paling baik
ialah data dengan komposisi waktu 9:1 (kalibrasi 9 tahun dan validasi 1 tahun) periode
bulanan dengan hasil RMSE = 34,953, NSE = 0,917 dengan interpretasi “Baik”, Kesalahan
Relatif = 0,025 atau 0%, dan R = 0,958 dengan interpretasi “Sangat Kuat”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data hujan TRMM pada Sub DAS
Keduang dapat dijadikan alternatif data hujan apabila dilakukannya koreksi data terlebih
dahulu sehingga dapat dilihat keeratan hubungan antara hujan satelit dan hujan di lapangan
agar menghasilkan data yang maksimal keakuratannya.
275
Oktaverina, D.A.R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 265-276
Daftar Pustaka
[1] M. Ariffin, Modul Klimatologi. Jawa Timur: Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya, 2010.
[2] S. Sosrodarsono, Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Padnya Paramitha, 1993.
[3] D. S. Krisnayanti, “Evaluasi Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan Terhadap Ketelitian
Perkiraan Hujan Rancangan Pada SWS Noelmina di Pulau Timor,” J. Tek. Sipil FST
Undana, pp. 57–71, 2007.
[4] M. D. Syaifullah, “Validasi Data Trmm Terhadap Data Curah Hujan Aktual Di Tiga
Das Di Indonesia,” J. Meteorol. dan Geofis., vol. 15, no. 2, pp. 109–118, 2014, doi:
10.31172/jmg.v15i2.180.
[5] N. F. Rahma, E. Suhartanto, and D. Harisuseno, “Validasi Data Curah Hujan
TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan Pos Stasiun Hujan di Sub
DAS Sumber Brantas,” J. Mhs. Tek. Pengair. Univ. Brawijaya, vol. 2, no. 2, pp. 1–
13, 2019, [Online]. Available: https://jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp.
[6] Indarto, Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jember:
Bumi Aksara, 2010.
[7] N. M. Candra, E. Suhartanto, and D. Harisuseno, “Validasi Data Curah Hujan Trmm
( Tropical Rainfall Measurement Mission ) Sebagai Alternatif Data Hidrologi Di
Sub-Das Lesti,” p. 2, 2019, [Online]. Available:
https://jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp.
[8] Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid 2. Bandung: Nova, 1995.
[9] M. Attahirah, D. Harisuseno, and E. Suhartanto, “Validasi Data Curah Hujan
TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan Pos Stasiun Hujan di Sub
DAS Sumber Brantas,” J. Mhs. Tek. Pengair. Univ. Brawijaya, vol. 2, no. 2, pp. 1–
13, 2019.
[10] C. Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007.
276