Fraud Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional Perpekstif: Kompetensi Auditor Internal Dengan Pendekatan Fenomenologi
Fraud Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional Perpekstif: Kompetensi Auditor Internal Dengan Pendekatan Fenomenologi
ABSTRACT
This study aims to analyze the competence of the Internal Auditor with a phenomenological
approach to preventing and detecting fraud in the JKN program at RSUD Andi Makkasau
Parepare. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach to the Internal
Supervisory Unit at Andi Makkasau Hospital Parepare by using documentation and interviews
with SPI, Internal Verifiers, and Koder. The researcher uses the internal auditor core competency
framework compiled by The Institute of Internal Auditors (IIA) to analyze descriptively with
Epoche, phenomenological reduction, imaginative variation, and draw conclusions on the ability
to prevent and detect JKN program fraud. The results showed that the Internal Auditor of SPI
RSUD Andi Makkasau Parepare in preventing and detecting fraud has not yet been tested for
quality because the competencies that have been mastered have not been utilized properly. The
Internal Auditor of SPI is still running other programs as the Healthcare Incentive Verification
Team during the pandemic. In practice, indications of fraud in the JKN program are primarily
disclosed by Internal Verifiers and Coders. However, the Fraud Team has not followed up on this
because they feel they have never found a fraud case that disrupted health services.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance dan Good Clinical Governance di Indonesia
diharapkan dapat mengatasi kompleksitas persoalan pelayanan publik. Permendagri No. 79 Tahun
2018 tentang BLUD menyatakan bahwa status BLUD sebagai sistem yang diterapkan oleh unit
pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan daerah pada umumnya (Saikhu & Sugiharto, 2017).
Salah satu SKPD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD adalah Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) yang diharapkan dapat menciptakan praktik bisnis yang sehat
berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu,
berkesinambungan dan berdaya saing guna peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini
sejalan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Paragraf 11 Pasal 29B yang
menyebutkan bahwa setiap Rumah Sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1684/Menkes/Per/XII/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit, maka dipandang perlu membentuk keberadaan suatu
Satuan Pengawasan Internal. Tujuan pokok dari suatu pemeriksaan internal adalah membantu
agar para anggota organisasi dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan optimal.
Hal ini didukung dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit. Dengan demikian, peran Auditor Internal di
Rumah Sakit menjadi semakin penting dalam upaya mencegah terjadinya fraud (Agiwahyuanto et
al., 2016).
Audit internal berperan penting dalam mendeteksi fraud di dalam organisasi karena mereka
memiliki tanggung jawab penting dalam tugas monitor dan investigasi (Adisasmito, 2016).
Apabila fraud tidak terdeteksi, artinya Auditor Internal tidak mengantisipasi fraud dengan
melakukan jenis pengujian tertentu (Bishop, 2004). Pemeriksa harus memperoleh pemahaman
STUDI LITERATUR
Teori Fraud Pentagon
Teori fraud pentagon merupakan peluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya
dikemukakan oleh Cressey dan teori fraud diamond yang sebelumnya dikemukakan oleh (Wolfe
& Hermanson, 2004). Teori fraud pentagon mengkaji lebih dalam mengenai penyebab fraud
dengan menambahkan satu elemen fraud lainnya yaitu arogansi (arrogance) (Herviana, 2017).
Sehingga Crowe (2014) menyatakan bahwa terdapat 5 faktor utama yang dapat mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan),
rationalization (rasionalisasi), competence (kompetensi) dan arrogance (arrogansi).
Definisi Kompetensi
Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2011) menyebutkan bahwa audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor. Menurut Aprilia (2021), kompetensi adalah suatu kemampuan, keahlian
(pendidikan dan pelatihan), dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan
jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
Menurut Agoes (2017) mendefinisikan kompetensi sebagai keharusan bagi auditor untuk
memiliki pendidikan formal dibidang auditing dan akuntansi, pengalaman praktik yang memadai
bagi pekerjaan yang sedang dilakukan, serta mengikut pendidikan profesional yang berkelanjutan.
Sedangkan menurut Mulyadi (2014), kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan sesuatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seseorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Definisi Fraud
Fraud banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut The Institute of Internal Auditors,
setiap tindakan ilegal yang bercirikan penipuan, penyembunyian, atau penyalahgunaan
kepercayaan (Herviana, 2017). Tindakan tersebut tidak terbatas pada ancaman atau pelanggaran
dalam bentuk kekuatan fisik saja. Kecurangan dapat dilakukan oleh pihak-pihak dan organisasi
untuk mendapatkan uang, aset, atau jasa; untuk menghindari pembayaran atau kerugian atas jasa
atau untuk memperoleh keuntungan pribadi atau bisnis.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
prilaku yang dapat diamati. Alasan digunakan pendekatan ini yaitu data yang akan diungkapkan
adalah dalam bentuk pendapat, pandangan, komentar, kritik, alasan dan lain sebagainya.
Penelitian ini bertempat di RSUD Andi Makkasau Parepare yang beralamat di Jl. Nurussamawati
No.9, Bumi Harapan, Kec. Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Data penelitian yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa hasil wawancara yang
dilakukan ke narasumber RSUD Andi Makkasau Parepare. Data sekunder berupa dokumen yang
berkaitan dengan kerangka kerja kompetensi inti Auditor Internal IIA, struktur organisasi, dan
dokumen-dokumen lain, seperti visi dan misi organisasi, pedoman pelayanan rumah sakit, dan
pedoman pengorganisasian.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan Peneliti dalam penelitian ini dengan mengunjungi
secara langsung objek penelitian, yakni RSUD Andi Makkasau Parepare. Metode yang digunakan
yaitu metode dokumentasi dan wawancara kepada Satuan Pengawas Internal (SPI), Verifikator
Internal, dan Koder. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, Lichtman (2014)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif meliputi studi tentang kondisi sesungguhnya suatu
subyek penelitian untuk menjelaskan fenomena. Menurut Willig (2013) metode fenomenologi
untuk memperoleh pemahaman melibatkan tiga fase perenungan yang berbeda yaitu: 1) Epoche
merupakan fase yang membutuhkan penangguhan praanggapan dan asumsi, penilaian dan
interpretasi untuk memungkinkan sudut pandang peneliti menyadari sepenuhnya apa yang
sebenarnya dihadapkan. 2) Reduksi fenomenologi merupakan fase yang menggambarkan
fenomena yang muncul dengan sendirinya kepada peneliti dalam totalitasnya. Ini termasuk
karakteristik fisik seperti bentuk, ukuran, warna dan struktur, serta pengalaman seperti pikiran
dan perasaan yang muncul dalam kesadaran saat peneliti memperhatikan fenomena tersebut.
Melalui reduksi fenomenologis, peneliti mengidentifikasi konstituen dari pengalaman tentang
fenomena yang dialami. Dengan kata lain, menjadi sadar akan apa yang membuat pengalaman itu
seperti apa adanya. 3) Variasi imajinatif merupakan fase yang melibatkan upaya untuk mengakses
komponen struktural dari fenomena tersebut. Tujuan dari variasi imajinatif adalah untuk
mengidentifikasi kondisi yang terkait dengan fenomena dan tanpanya tidak akan seperti apa
adanya. Ini bisa melibatkan waktu, ruang atau hubungan sosial. Akhirnya, deskripsi tekstur dan
struktural diintegrasikan untuk sampai pada pemahaman tentang esensi fenomena.
HASIL
Hasil penelitian ini berupa hasil wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Auditor Internal diperlukan Piagam Internal
Audit (Internal Audit Charter) yang merupakan pernyataan tujuan, wewenang, dan tanggung
jawab dari Auditor Internal dalam memberikan jasanya di RSUD Andi Makkasau Parepare.
Piagam Internal Audit juga merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai efektifitas pelaksaan
fungsi pengawasan intern, selain kepatuhan Auditor Internal terhadap standar audit yang berlaku.
Tim yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian internal sesuai SK
Direktur RSUD Andi Makkasau Parepare Nomor 22 Tahun 2022 merupakan mutasi karyawan
dari bidang lain, bukan rekrutmen murni. Hal itu diungkapkan narasumber dalam wawancara
berikut.
“Kami sebenarnya melihat dari kebutuhan program SPI. Kalau secara sistem rekrutmen
belum ada. Misalnya kita butuh audit ini, ya kita butuh tenaga seperti ini karena terus
terang kami di sini berbagai macam basic pendidikan. Saya sendiri perawat, sekretaris
apoteker, anggota hukum yang masih rangkap jabatan.” (N1-4)
Namun Auditor Internal memahami bahwa pengalaman dan belajar dari tahap demi tahup
dapat membantu penugasan audit mereka. Hal itu diungkapkan narasumber dalam wawancara
berikut.
“Saya sudah mau 4 tahun jadi SPI. Pertamanya memang merangkap. Murninya sekitar 3
tahun, dari 2019. Kendalanya, pada saat permintaan data. Di situ lama baru ada.
Akhirnya program yang dikerjakan tidak tepat waktu. Ya, karena teman ji. Kalau orang
luar data cepat ji.” (N1-6)
Etika Profesional
Auditor Internal perlu untuk mempromosikan dan menerapkan etika profesional untuk
meyakinkan bahwa tugas dan tanggung jawabnya memiliki mutu. Hal itu diungkapkan
narasumber dalam wawancara berikut.
“Budaya berakhlak, dengan bekerja sesuai dengan kode etika dan aturan-aturan yg
berlaku akan berhubungan atau mempengaruhi pekerjaan.” (N1-21)
Di sisi lain tugas dan tanggung jawab Verifikator Internal dan Koder saling mempengaruhi
dan membantu peran Auditor Internal SPI dalam mengimplementasikan PMK No. 16 Tahun 2019
Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada
Sistem Jaminan Sosial Nasional di RSUD Andi Makkasau Parepare. Hal itu didukung narasumber
dalam wawancara berikut.
“Budaya organisasi merupakan salah satu hal yg sedikit banyak dapat mempengaruhi
pekerjaan, budaya organisasi yg baik akan semakin mendukung pekerjaan sebagai
verifikator internal. Budaya organisasi yg tidak baik bisa saja mengganggu atau
menghambat pekerjaan, namun dengan integritas dan visi yang jelas, didukung dengan
pengetahuan dan kompetensi, maka pekerjaan sebagai verifikator internal tetap dapat
dijalankan dengan baik.” (N3-39)
Pernyataan yang disampaikan oleh narasumber juga didukung dokumen Keputusan Direktur
Tentang Pencegahan Fraud yang terdapat pada lampiran 7a. Keputusan tersebut memberikan
kejelasan tentang upaya pencegahan kecurangan (fraud) di lingkungan RSUD Andi Makkasau
Parepare oleh masing-masing penanggung jawab sesuai etika profesional.
“…Kendalanya, kalau minta data. Tetap ada tapi lambat. Kadang telat satu hari karena
mungkin ketersibukan teman-teman sehingga nanti harus diingatkan lagi baru mereka
kumpul datanya.” (N2-4)
“Awalnya dikira cari-cari kesalahan. Sekarang malah jadi tempat curhat. Jadi penengah
ketika ada masalah.” (N2-18)
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan Audit Internal SPI di
“Terkait dengan tugasnya ditetapkan dalam audit chartered. audit chartered itu ditanda
tangani oleh direktur dan dewas. Itu semua terkait dengan kedudukan SPI, tugas SPI,
wewenang SPI. Kita diwajibkan membuat program tahunan. Itulah yang jadi dasar
melakukan audit seperti pengawasan terkait aset, melihat persediaan RS,
ketenagakerjaan, keuangan. Sejauh ini, kami di SPI banyak berfokus di risiko-risiko
tinggi yang kira-kira terjadi fraud di RS seperti pengadaan barang dan jasa, farmasi,
logistik.” (N1-1)
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa Audit Internal SPI di lingkungan RSUD
Andi Makkasau Parepare telah memiliki pemahaman tentang kerangka praktik profesional yang
telah disesuaikan berdasarkan unit usaha organisasi melalui piagam audit internal yang disetujui
oleh Ketua Dewan Pengawas dan disahkan oleh Direktur RSUD Andi Makkasau Parepare pada
tanggal 9 Januari 2020.
“Ditempel di depan pintu kayak Stop Gratifikasi. Ada juga kami buka pengaduan terkait
dengan fraud.” (N1-10)
“Begitu pulang dari pelatihan kita langsung melapor. Ada juga kan namanya laporan
perjalanan dinas tentang rencana tindak lanjutnya apa kami sampaikan langsung ke
pimpinan. Nanti pimpinan yang sampaikan/umumkan.” (N2-3)
Jika dilihat pada program kerja yang disusun dalam dua tahun terakhir. Upaya tata kelola,
risiko, dan upaya pengendalian Auditor Internal RSUD SPI Andi Makkasau Parepare belum
optimal. Dari 6 enam program program kerja yang disusun di tahun 2020, masih diprogram
kembali di tahun 2021. Hal itu didukung dengan dokumen Program Kerja SPI RSUD Andi
Makkasau Tahun 2020 yang terdapat pada lampiran 7c dan Program Kerja SPI RSUD Andi
Makkasau Tahun 2021 yang terdapat pada lampiran 7d.
Berdasarkan wawancara dan dokumen tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
Auditor Internal RSUD Andi Makkasau Parepare belum optimal. Tata kelola, risiko, dan upaya
pengendalian perlu dievaluasi kembali agar ke depannya bisa fokus ke program yang baru.
Ketajaman Bisnis
Pemahaman yang kuat tentang bisnis bagi Auditor Internal RSUD Andi Makkasau Parepare
akan memberikan nilai kontribusi yang besar dalam mencegah kemungkinan terjadinya fraud. Hal
itu diungkapkan narasumber dalam wawancara berikut.
“Kalau menolak pasien tidak ada ji. Aman di sini. Karena belum pernah ji ada informasi
kalau pasien ditolak, kemudian terlayani ji juga sesuai dengan haknya. Kalau ditolak
Kontribusi yang baik juga diberikan Rekam Medik sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas Klaim JKN dalam mempertajam bisnis RSUD Andi Makkasau Parepare. Hal itu
diungkapkan narasumber dalam wawancara berikut.
“Banyak sih. Klaimnya makin meningkat. Dari sisi pengklaiman sekarang lebih tertata
sejak 2020. Kemudian kasus-kasus pembahasan pending dan sebagainya Dokter jadi
tahu gitukan. Apanya aja nih yang ditunda pembayarannya. Kalau kasus pending bukan
cuman dari sisi kodingnya tapi dari sisi PMK No. 26, Permenkes No. 5 tentang PPK
Klinis bagi Dokter.” (N4-10)
Komunikasi
Pemeriksa harus membangun komunikasi yang efisien dan efektif di seluruh proses
pemeriksaan, supaya proses pemeriksaan berjalan dengan lancar dan hasil pemeriksaan dapat
dimengerti dan ditindaklanjuti oleh pihak yang bertanggung jawab dan/atau pemangku
kepentingan terkait. Berdasarkan penjabaran di atas, penting bagi Auditor Internal RSUD Andi
Makkasau Parepare memiliki kemampuan komunikasi agar prosedur pemeriksaan yang
dilaksanakan dapat terpenuhi. Tetapi terkadang, di lapangan tidak menunjukkan kondisi yang
sesuai harapan penugasan. Auditor Internal dianggap mencari kesalahan dari prosedur yang
mungkin dilakukan Auditee. Hal itu diungkapkan narasumber dalam wawancara berikut.
“…Kendalanya, kalau minta data. Tetap ada tapi lambat. Kadang telat satu hari karena
mungkin ketersibukan teman-teman sehingga nanti harus diingatkan lagi baru mereka
kumpul datanya.” (N2-4)
Komunikasi yang baik juga diberikan pihak Rekam Medik dalam upaya mencegah dan
mendeteksi fraud RSUD Andi Makkasau Parepare. Hal itu diungkapkan narasumber dalam
wawancara berikut.
“Pada saat kami verifikasi kemudian kita menemukan oh ternyata ada tindakan yang
tidak terkode tapi ada diagnosa kami biasaya pakai pesan kek sticky note dan sebagainya
pesan singkat atau bisa juga pake kertas isinya pesan singkat saja cek koding disgnosis
ini misal ada tindakananya tapi tidak ada terkoding. Biasa juga secara lisan langsung
disampaikan.” (N3-13)
Auditor Internal berupaya mewujudkan RSUD Andi Makkasau Parepare sebagai pelaksana
pelayanan publik yang bebas dari korupsi, fraud, gratifikasi, dan benturan kepentingan.
Pernyataan yang disampaikan oleh narasumber dia atas juga didukung oleh dokumen Keputusan
Direktur Tentang Pencegahan Fraud yang terdapat pada lampiran 7e.
Berdasarkan wawancara dan dokumen tersebut dapat disimpulkan bahwa Auditor Internal
RSUD Andi Makkasau Parepare memahami pentingnya persuasi dan kolaborasi. Dukungan dari
Direktur dan jajarannya menjadi tambahan semangat untuk mewujudkan lingkungan kerja yang
solid.
Pemikiran Kritis
Aktivitas audit internal memberi nilai tambah kepada organisasi (dan para pemangku
kepentingannya) pada saat memberikan asurans yang objektif dan relevan, serta memberi
kontribusi pada peningkatan efektivitas dan efisiensi proses tata kelola, manajemen risiko, dan
pengendalian. Dengan pemikiran kritis, audit internal dapat mendorong nilai bisnis dan
memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut diperlukan Auditor Internal RSUD Andi Makkasau
Parepare agar celah atau potensi fraud, pelemahan independensi atau objektivitas terhadap
pemeriksaan dapat dicegah lebih awal. Hal itu diungkapkan narasumber dalam wawancara
berikut.
“Kalau tidak efektif yah, biasanya kan ada verifikasi JKN dari BPJS. Artinya sudah 2
kali verifikasi, dari RS dan BPJS. Jadi misalnya ada dicurigai ketidak sesuaian. Mereka
pengembalian, kenapa begini kenapa begitu sehingga klaim pada akhirnya di pending.
BPJS juga tidak semata-mata langsung dia terima saja. Jadi untuk risiko fraud sih
lumayan, ketat memang pencegahannya. Jadi yang dianggap efektif itu ketika klaimnya
layak oleh BPJS.” (N1-15)
Pemikiran kritis juga diberikan pihak Rekam Medik dalam upaya mencegah dan mendeteksi
fraud pada program JKN di RSUD Andi Makkasau Parepare. Hal itu diungkapkan narasumber
dalam wawancara berikut.
“Kadang secara medis bisa ditentukan diagnosa A tapi secara administrasi aturan
penunjangnya harus mendukung ini kalau ndak sampai begini ndak bisa. Contohnya
tipes, tipes itu ada tes widal namanya secara medis yah ada beberapa tipe yang diperiksa
kalau misalnya ada yang sudah mencapai 1/320 itu sudah mendukung tipes apalagi ada
klinisnya misalnya demam, sudah 1 minggu, itu sudah mendukung. Berarti berdasarkan
aturan yang ada dia harus salah satu titer yang disebutkan titer O itu yang harus 1/320,
kalau tidak sampai itu ndak bisa di moding titer tapi bagi dokter itu sudah termaksud
tipes.” (N3-27)
“Nah berbicara solusi ya tadi mungkin perlu ini pengkajian kembali mengenai aturan
koding diagnosa, tapi itu secara nasional mungkin. Misalnya dia ada beberapa kriteria
penggunaan diagnosis, misalnya ada 2 atau 3 memenuhi itu sudah bisa diagnosis.
Seperti itu ndak harus dipatok harus titer O-nya segini kalau titer H-nya yang begitu, kan
jadinya beda. Mankanya case by case ada orang yang sudah datang sudah mium obat
sebelumnya jadi bisa saja hasi labnya tidak mendukung tapi klinisnya mendukung.
Sebetulnya semua berkas kami periksa mulai dari gejala medis, kemudian pengkodingan
bahkan laporan tindakan kemudian sampai rincian rincian biaya rumah sakit pun kita
lihat juga, jadi semua dilihat sesuai tidak. Misalnya diresume tertulis ada terapi A kita
cari di rincian tapi ada tidak.” (N3-28)
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa Auditor Internal RSUD Andi
Makkasau Parepare telah menunjukkan pemikiran kritis melalui kontribusi pada peningkatan
efektivitas dan efisiensi proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian.
“Pedoman secara umum ji. Untuk pencegahan fraud ada sendiri khusus SK-nya sesuai
kebutuhannya program...” (N2-5)
“Terkait dengan tugasnya ditetapkan dalam audit chartered. audit chartered itu ditanda
tangani oleh direktur dan dewas. Itu semua terkait dengan kedudukan SPI, tugas SPI,
wewenang SPI. Kita diwajibkan membuat program tahunan. Itulah yang jadi dasar
melakukan audit seperti pengawasan terkait aset, melihat persediaan RS,
ketenagakerjaan, keuangan. Sejauh ini, kami di SPI banyak berfokus di risiko-risiko
tinggi yang kira-kira terjadi fraud di RS seperti pengadaan barang dan jasa, farmasi,
logistik.” (N1-1)
Salah satu program yang bermanfaat adalah ketika Auditor Internal RSUD Andi Makkasau
Parepare bekerjasama dengan BPKP Perwakilan Sul-Sel yang dampaknya memberikan
kesimpulan dan rekomendasi terkait Diagnostic Assessment Penerapan Fraud Control Plan (PCP).
Tentunya laporan ini akan memberikan perbaikan dalam mewujudkan tata kelola RS yang
Profesional dan Transparan. Hal itu diungkapkan oleh narasumber dalam transkripsi wawancara
di bawah ini dan didukung dokumen Laporan Diagnostic Assessment Penerapan (PCP) yang
terdapat pada lampiran 7f.
“…Kami pernah juga bekerja sama dengan BPKP untuk identifikasi risiko...” (N1-5)
“Begitu pulang dari pelatihan kita langsung melapor. Ada juga kan namanya laporan
perjalanan dinas tentang rencana tindak lanjutnya apa kami sampaikan langsung ke
pimpinan. Nanti pimpinan yang sampaikan/umumkan.” (N2-3)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkam bahwa Auditor Internal RSUD Andi
Makkasau Parepare menunjukkan komitmen dalam penciptaan inovasi melalui pengembangan
kompetensi Auditor Internal.
“…biasanya kan ada verifikasi JKN dari BPJS. Artinya sudah 2 kali verifikasi, dari RS
dan BPJS. Jadi misalnya ada dicurigai ketidak sesuaian. Mereka pengembalian, kenapa
begini kenapa begitu sehingga klaim pada akhirnya di pending. BPJS juga tidak semata-
mata langsung dia terima saja. Jadi untuk risiko fraud sih lumayan, ketat memang
pencegahannya. Jadi yang dianggap efektif itu ketika klaimnya layak oleh BPJS.” (N1-
15)
Meskipun pihak RSUD Andi Makkasau Parepare memiliki mekanisme audit investigasi.
Namun, hal tersebut belum ditindaklanjuti oleh tim fraud karena merasa belum pernah
menemukan kasus fraud yang menyebabkan terganggunya pelayanan kesehatan. Mekanisme
pencegahan dan penyelesaian fraud didukung dalam dokumen Mekanisme Pencegahan Fraud
yang terdapat pada lampiran 7g dan Mekanisme Penyelesaian Fraud yang terdapat pada lampiran
7h.
Berdasarkan hasil tersebut, Auditor Internal SPI RSUD Andi Makkasau Parepare telah
menunjukan pemahaman dan upaya mengenai pencegahan dan pendeteksian fraud yang berkaitan
dengan program JKN. Peneliti menyimpulkan bahwa Auditor Internal SPI RSUD Andi Makkasau
Parepare dan Tim fraud belum siap melaksanakan prosedur audit yang berkaitan dengan
mekanisme pencegahan dan pendeteksian fraud khususnya program JKN. Hal ini diungkapkan
dan dibuktikan dalam hasil wawancara dan dokumentasi, Auditor Internal SPI masih menjalankan
program lain sebagai Tim Verifikator Insentif Nakes semasa pandemi. Tambahan beban kerja dan
fokus ke program tersebut menjadi kendala yang membuat program kerja utama yang
direncanakan tidak berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa Auditor Internal SPI kurang menguasai
kompetensi tata kelola, manajemen risiko, dan upaya pengendalian. Oleh karena itu, kemampuan
Auditor Internal SPI RSUD Andi Makkasau Parepare dan Tim Fraud dalam mencegah dan
mendeteksi fraud pada program JKN masih belum teruji kualitasnya karena kompetensi inti
menurut The Institute of Internal Auditors yang telah dikuasai belum dimanfaatkan dengan baik
sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16
Tahun 2019.
PEMBAHASAN
Analisis terhadap Perspektif Teori Kompetensi
Audit internal berperan penting dalam mendeteksi fraud di dalam organisasi karena mereka
memiliki tanggung jawab penting dalam tugas monitor dan investigasi (Aresteria, 2018). Apabila
fraud tidak terdeteksi, artinya Auditor Internal tidak mengantisipasi fraud dengan melakukan jenis
pengujian tertentu (Bishop, 2004). Oleh karena itu, Auditor Internal dituntut memiliki kompetensi
sebagai kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan atau tugas yang meliputi seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang ditentukan oleh profesi tertentu (Klamut, 2018).
Lee (2009) berpendapat bahwa hasil audit harus independen, objektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga memberikan tingkat assurance yang tinggi bagi manajemen
organisasi sebagai pemakai informasi laporan internal agar keputusan yang diambil tepat sasaran.
The Institute of Internal Auditors menyusun kerangka kerja kompetensi audit internal untuk
memberikan ukuran mutu minimal dalam melaksanakan dan meningkatkan berbagai bentuk
layanan pengawasan Intern (Naheem, 2016). Kerangka tersebut digunakan untuk menganalisis
penggunaan sepuluh keahlian yaitu Etika profesional, Manajemen audit internal, Pemahaman
Kerangka Praktik Profesional, Tata kelola, manajemen risiko, dan upaya pengendalian,
Ketajaman bisnis, Komunikasi, Persuasi dan kolaborasi, Berpikir kritis, Pelaksanaan audit
internal, dan Peningkatan dan inovasi yang dimana harus dimiliki oleh Auditor Internal dalam
mencegah dan mendeteksi fraud program JKN.
Etika Profesional
Audit internal harus menyadari adanya tanggung jawab pada publik, pada klien, pada sesama
rekan praktisi, dan pimpinan, termasuk perilaku yang terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti
harus melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi (Arens et al., 2016). Berdasarkan hasil
wawancara yang diungkapkan narasumber bahwa hasil koding yang dilakukan oleh Koder akan
diverifikasi lagi oleh Verifikator Internal sebelum diajukan ke BPJS sehingga potensi pending
dapat dicegah atau diminimalisir sekecil mungkin. Pihak manajemen juga berupaya bekerja sama
memperbaiki dan memenuhi atas klaim pending yang terjadi untuk diajukan kembali sehingga
klaim dapat diterima oleh BPJS. Selain itu, narasumber juga mengungkapkan bagaimana mereka
memahami dan menaati budaya organisasi dalam menjalankan tugasnya. Dari pernyataan tersebut
dapat dipahami bahwa auditor internal, verfikator internal, dan koder telah berupaya menjalankan
tanggung jawabnya berdasarkan norma/aturan yang berlaku kepada manajemen dan pihak klien.
Ketajaman Bisnis
Ketajaman bisnis adalah kecepatan dalam memahami serta dapat menetukan situasi atau
kondisi dalam bisnis. Orang yang memiliki ketajaman bisnis dapat memperoleh informasi penting
tentang situasi, fokus pada tujuan utama bisnis, memilih tindakan yang tepat dan memulai
rencana implementasi dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan. Ketajaman bisnis merupakan
kompetensi yang harus dimiliki Audit internal dengan menunjukkan pemahaman tentang jenis-
jenis pelayanan dan pemanfaatannya, tata kelola manajemen dan pengendalian risiko, serta
budaya organisasi dengan harapan dapat memberikan saran atau rekomendasi untuk mencapai
visi dan misi organisasi keduanya (Sudarmanto et al., 2022). Adanya pemahaman dan kesadaran
tentang ketajaman bisnis dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi klaim-klaim pending
Rumah Sakit. Hal tersebut telah ditegaskan oleh narasumber dalam wawancara. Selain itu,
manajemen Rumah Sakit berkomitmen memberikan pelayanan prima sekalipun terkadang ada
klaim yang ditanggung Rumah Sakit karena pemberian obatnya diluar formularium nasional. Hal
inilah yang menjadi salah satu kendala karena tidak semua obat yang dibutuhkan ada dalam
formularium nasional. Serta, Auditor Internal juga menampik adanya rujukan semu seperti yang
disebutkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 lampiran Bab II.C2.
Komunikasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Komunikasi dapat berupa lisan maupun tulisan. Dengan adanya komunikasi yang jelas
maka pihak auditee mudah memahami proses pemeriksaan. Data-data dan bukti yang diperlukan
sesuai rencana pemeriksaan dapat dipenuhi guna menghasilkan informasi yang cukup, handal,
relevan dan bermanfaat. Komunikasi antar bidang organisasi RSUD Andi Makkasau Parepare
sudah berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pengungkapan hasil wawancara narasumber
bahwa kehadiran Auditor Internal sudah pelan-pelan mulai dirasakan manfaatnya. Selain itu,
komunikasi Verifikator Internal dengan Koder, Koder dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien,
dan Verifikator Internal dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien juga baik seperti komunikasi
kelengkapan resume klaim, tulisan dokter yang sulit dibaca, salah koding diagnosa, dan tindakan
yang belum terkoding.
Pemikiran Kritis
Berpikir kritis berarti memiliki sikap skeptisisme profesional. Menurut (Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, 2007) sikap skeptisisme profesional berarti Pemeriksa membuat penilaian
kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan dan ketepatan bukti yang diperoleh
selama pemeriksaan. Dengan berpikir kritis maka kontribusi pada peningkatan efektivitas dan
efisiensi proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian bisnis dapat terwujud. Auditor
Internal, Verifikator Internal, dan Koder mesti berupaya memahami kompetensi pemikiran kritis.
Berdasarkan hasil wawancara yang diungkapkan Auditor Internal bahwa efektif atau tidaknya
klaim dapat dilihat dari jumlah klaim pending RSUD Andi Makkasau Parepare dari BPJS.
Besarnya klaim pending beberapa disebabkan karena ketidakcukupan dan ketidaktepatan bukti
yang dikoding. Sedangkan pemikiran kritis yang diungkapkan oleh Verifikator Internal adalah
perlunya pengkajian terkait koding diagnosa yang ada di INA-CBG yang kadang berbeda di
lapangan. Kasus seperti inilah yang sering membuat klaim pending menjadi banyak. Di satu sisi,
Koder mengungkapkan apa yang sudah dicapai masih terdapat kekurangan dan tentunya
diimbangi dengan kompetensi melalui pelatihan berkelanjutan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi yang mengacu pada masalah dan tujuan
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Kompetensi Auditor Internal SPI RSUD Andi
Makkasau Parepare dalam mencegah dan mendeteksi fraud pada program JKN masih belum
teruji kualitasnya karena kompetensi inti menurut The Institute of Internal Auditors yang telah
dikuasai belum dimanfaatkan dengan baik. Auditor Internal SPI masih menjalankan program lain
dan sebagai Tim Verifikator Insentif Nakes semasa pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa
Auditor Internal SPI kurang menguasai kompetensi tata kelola, risiko, dan upaya pengendalian. 2)
Belum ada sistem rekrutmen yang dibuat sehingga terjadi kesenjangan kompetensi yang dikuasai
Auditor Internal SPI RSUD Andi Makkasau Parepare. Perekrutan dilakukan atas dasar kebutuhan
Tim. Dari 3 personil yang dibentuk tidak satupun yang memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi. Sekalipun demikian, personil aktif melakukan pelatihan dan pengembangan
kompetensi. Serta berupaya mengemban penugasan yang berindikasi fraud. 3) Indikasi fraud
program JKN lebih banyak diungkapkan oleh Verifikator Internal dan Koder. Namun, hal
tersebut belum ditindaklanjuti oleh Tim Fraud karena merasa belum pernah menemukan kasus
REFERENSI
Adisasmito, W. (2016). Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle Dalam Kebijakan Pencegahan
Fraud Terhadap Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSUP Nasional Cipto
Mangunkusumo. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(2).
http://dx.doi.org/10.7454/eki.v1i2.1871
Agiwahyuanto, F., Sudiro, S., & Hartini, I. (2016). Upaya Pencegahan Perbedaan Diagnosis
Klinis Dan Diagnosis Asuransi Dengan Diberlakukan Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) Dalam Pelayanan Bpjs Kesehatan Studi Di Rsud Kota Semarang. Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia, 4(2), 84–90. https://doi.org/10.14710/jmki.4.2.2016.84-
90
Agiwahyuanto, F., Widianawati, E., Wulan, W. R., & Putri, R. B. (2020). Tarif Rumah Sakit
dengan Tarif Ina-CBGs Pasien Rawat Inap. HIGEIA (Journal of Public Health Research
and Development), 4(4), 520–532. https://orcid.org/0000-0002-0094-4269
Agoes, S. (2017). Auditing (Petujuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Pubik) Buku 1;
Ed. 5.
Albrecht, W. S., Albrecht, C. O., Albrecht, C. C., & Zimbelman, M. F. (2012). Fraud
Examination (Fourth Edi). USA: South-Western.
Alim, S. (2022). Analisis Al-Maslahah Al-Mursalah terhadap Peran Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam Melakukan Operasi Tangkap Tangan menurut undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan korupsi. UIN Sunan Ampel Surabaya.
http://digilib.uinsby.ac.id/52172/
Aprilia, K. N. (2021). Analisis Kompetensi Auditor Internal Terhadap Kemampuan Mencegah
Dan Mendeteksi Fraud Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Kasus di
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta). Accounting and Business Information Systems
Journal, 9(2). https://journal.ugm.ac.id/abis/article/view/65895
Arens, A. A., Elder, R. J., Beasley, M. S., & Hogan, C. E. (2016). Auditing and assurance
services. Auditing and Assurance Services.
Aresteria, M. (2018). Peran Audit Internal Dalam Pencegahan Fraud di Perguruan Tinggi:
Literature Review. Jurnal Akuntansi, Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 6(1), 45–53.
https://103.209.1.42/index.php/JAEMB/article/view/810
Bierstaker, J. L., Brody, R. G., & Pacini, C. (2006). Accountants’ Perceptions Regarding Fraud
Detection And Prevention Methods. Managerial Auditing Journal.
https://doi.org/10.1108/02686900610667283
Bishop, T. J. F. (2004). Preventing, Deterring, And Detecting Fraud: What Works And What
Doesn’t. Journal of Investment Compliance. https://doi.org/10.1108/15285810410636073
Crowe, H. (2014). Putting The Freud In Fraud: Why The Fraud Triangle Is No Longer Enough.
IN Howart, Crowe.
Djasri, H., Rahma, P. A., & Hasri, E. T. (2016). Korupsi dalam Pelayanan Kesehatan di Era
Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem Pengendalian Fraud.
Integritas: Jurnal Antikorupsi, 2(1), 113–133. https://doi.org/10.32697/integritas.v2i1.127
Djordjevic, M., & Đukić, T. (2016). Contribution of Internal Audit in the Fight Against Fraud.
Facta Universitatis. Series: Economics and Organization, 297–309.
http://casopisi.junis.ni.ac.rs/index.php/FUEconOrg/article/view/1333
Hassink, H., Meuwissen, R., & Bollen, L. (2018). Fraud Detection, Redress and Reporting by
Auditors. Managerial Auditing Journal. https://doi.org/10.1108/02686901011080044
Herviana, E. (2017). Fraudulent Financial Reporting: Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode
2012-2016. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/41104
Hidayati, B. (2019). Analisis Kompetensi Auditor Internal Terhadap Kemampuan Pendeteksian
Fraud. Universitas Gadjah Mada.
http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/178635