2956 12260 1 PB
2956 12260 1 PB
Axel Giovannib
Management Study Program, Faculty of Economics, Tidar University, Indonesia
ARTICLES
ABSTRACT
INFORMATION
PENDAHULUAN
Kondisi keuangan merupakan aspek fundamental bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Kondisi
ini dapat direpresentasikan melalui kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Menurut Safitri
& Fitantina (2016), kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan menjadi salah satu penyebab
perusahaan ter-delisting dari pasar modal. Di Indonesia, pada tahun 2014-2018 terdapat sebanyak 15
perusahaan yang harus ter-delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 15 perusahaan yang
mengalami delisting 3 perusahaan berasal dari sektor industri dasar dan kimia, 2 perusahaan berasal dari
sektor industri barang konsumsi, 3 perusahaan berasal dari sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi,
2 perusahaan berasal dari sektor pertambangan, dan 1 sektor berasal dari sektor aneka industri. Kondisi
ini tentunya menjadi perhatian khusus bagi perusahaan-perusahaan publik pada sektor non-keuangan di
Indonesia, mengingat financial distress dapat terjadi pada seluruh sektor perusahaan meskipun
perusahaan tersebut merupakan perusahaan besar dan berada dalam kondisi keuangan yang sehat
(Opitalia & Zulman, 2019).
Memahami karakteristik dan potensi terjadinya financial distress pada setiap sektor perusahaan
merupakan kajian yang penting. Dilansir dari tirto.id (2020), kelesuan ekonomi nasional yang terjadi pada
bulan maret 2020 berdampak terhadap pelemahan IHSG serta indeks saham sektoral. Sebanyak delapan
indeks sektor industri mengalami pelemahan kecuali pada sektor aneka industri yang mengalami
penguatan indeks saham. Dari berbagai sektor tersebut, sektor yang berpotensi merugi yakni otomotif,
keuangan, pertambangan, transportasi, konstruksi dan pariwisata. Jika kondisi tersebut tidak dapat
dikelola dengan baik akan mengarahkan perusahaan pada terjadinya financial distress. Dengan demikian,
identifikasi kondisi kesulitan keuangan dilakukan untuk memetakkan kondisi financial distress pada
175
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
setiap sektor perusahaan sehingga dapat memberikan rambu-rambu bagi perusahaan terkait ketika sektor
perusahaan berada pada kondisi sehat, rawan bangkrut maupun berada pada kondisi financial distress.
Financial distress didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika perusahaan mengalami kesulitan
keuangan (Kisman & Krisandi, 2019). Veganzones & Severin (2020) mendefinisikan financial distress
sebagai kegagalan perusahaan yang ditinjau dari berbagai perspektif (misalnya keuangan, ekonomi,
ekonometri dan yuridis) yang merepresentasikan kegagalan perusahaan. Giannopoulos & Sigbjørnsen
(2019) mendefinisikan financial distress sebagai kegagalan ketika perusahaan tidak mampu memenuhi
kewajibannya kepada pemberi pinjaman, pemegang saham preferen maupun pemasok, tagihan yang
cukup tinggi atau dinyatakan bangkrut secara hukum. Definisi lain diungkapkan oleh Paule-Vianez et
al.(2019) yang menyatakan bahwa financial distress merupakan situasi ketika perusahaan memiliki
masalah solvabilitas pada berbagai level yang menyebabkan perusahaan tidak dapat menjalankan usaha
tanpa bantuan dari pihak eksternal serta menurunkan nilai perusahaan hingga mencapai fase
kebangkrutan bahkan keluar dari pasar. Dengan demikian, tujuan pemegang saham untuk
memaksimalkan nilai perusahaan tidak dapat tercapai.
Financial distress diartikan dari dua aspek yakni saham dan arus kas (Ross et al., 2013).
Kebangkrutan berbasis saham terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih negatif sehingga nilai
aset lebih rendah dari nilai utang perusahaan. Kebangkrutan berbasis arus kas terjadi ketika arus kas
operasional perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban lancar perusahaan. Mousavi et al.,
(2015) mengungkapkan bahwa kegagalan perusahaan terjadi karena adanya kerugian serius dan tidak
proporsionalnya kewajiban dengan aset perusahaan.
Financial distress sebagai bentuk kegagalan perusahaan dapat berdampak terhadap posisi
perusahaan serta menimbulkan biaya yang besar bagi lembaga-lembaga keuangan ketika terjadi
kehilangan baik sebagian maupun keseluruhan total pinjaman (Ben Jabeur, 2017). Karugu et al. (2018)
mengungkapkan bahwa konsekuensi ekonomi dari adanya financial distress yaitu ketidakmampuan
perusahaan akibat timbulnya biaya hukum yang tinggi sehingga perusahaan harus menjual asset dengan
harga yang tidak menguntungkan perusahaan. Dengan demikian kajian financial distress berguna untuk
mendeteksi gejala awal yang muncul sebelum suatu entitas atau perusahaan mengalami kebangkrutan
(Boratyńska & Grzegorzewska, 2018; García et al., 2019).
Selama beberapa dekade terakhir, kajian financial distress menjadi isu menarik karena kontribusinya
bagi perusahaan, pemangku kepentingan serta pertumbuhan perekonomian (Balasubramanian et al.,
2019; Jayasekera, 2018; Geng et al., 2015; Chou et al., 2017). Kajian mengenai financial distress dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan, manajemen perusahaan, lembaga
keuangan, investor maupun otoritas pengatur (Khoja et al., 2019). Bagi perusahaan, prediksi financial
distress dapat digunakan untuk mendeteksi sedini mungkin kondisi keuangan perusahaan serta sebagai
acuan untuk mengambil keputusan agar probabilitas financial distress dapat diminimalisir dan tidak
mengarah pada kebangkrutan. Bagi investor, kajian mengenai financial distress memberikan gambaran
mengenai resiko keuangan atau cacat keuangan perusahaan (Shen et al., 2020). Investor dapat
memperoleh pemahaman mengenai kinerja perusahaan sebagai tolok ukur perolehan keuntungan dalam
perdagangan sekuritas serta dapat mempertimbangkan probabilitas terjadinya kebangkrutan (Hosaka,
2018). Bagi pemberi pinjaman baik lembaga keuangan seperti bank maupun kreditor, kajian financial
distress memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan mengenai pemberian kredit
agar potensi kerugian dapat diminimalisir (Ogachi et al., 2020).
Financial distress erat kaitannya dengan keputusan struktur modal. Teori struktur modal yang
diperkenalkan oleh Modigliani & Miller (1958; 1963) telah menjadi isu utama dalam literatur keuangan.
Pada tahun 1963, M&M mengembangkan kajian struktur modal dengan mempertimbangkan unsur pajak
sebagai kontributor penting bagi nilai perusahaan atau lebih dikenal dengan trade-off theory. Trade-off
theory menjelaskan mengenai manfaat serta biaya yang harus ditanggung perusahaan dari penggunaan
utang. Dengan penggunaan utang, timbul biaya bunga yang berkontribusi sebagai pengurang pajak.
Dalam hal ini, perusahaan memperoleh manfaat dari subsidi pajak atas pembayaran bunga serta tingkat
kapitalisasi yang lebih rendah dari manfaat yang diperoleh. M&M berasumsi bahwa perusahaan dapat
menurunkan tingkat kaitalisasi dan meningkatkan nilai perusahaan dengan menambahkan utang serta
menerima manfaat pajak. Akan tetapi, perusahaan tidak dapat menggunakan utang untuk memenuhi
176
RELEVANCE: Journal of Management and Bussines ▪ Vol.3 ▪ No.2 ▪ Hal. 175-188▪Desember 2020
seluruh pembiayaan investasi. Hal tersebut dikarenakan penggunaan utang yang terlalu besar
mengakibatkan probabilitas terjadinya financial distress semakin meningkat (Karugu et al., 2018).
Perkembangan teori tradisional telah mempertimbangkan financial distress cost (bankruptcy cost)
dan konflik agensi (Altman & Hotchkiss, 2006). Ketika penggunaan leverage meningkat, kemungkinan
terjadinya kebangkrutan akan meningkat. Ketika biaya kebangkrutan berdampak signifikan, maka adanya
kenaikan marjinal dari nilai yang diharapkan dengan adanya manfaat pajak akan menurunkan nilai
perusahaan. Altman (1968) mengukur biaya kebangkrutan melalui biaya langsung (misalnya biaya untuk
pengacara, akuntan dan biaya peluang yang hilang karena danya pengalihan manajemen dalam
menjalankan bisnis) serta biaya tidak langsung yang ditimbulkan akibat dari kehilangan penjualan dan
keuntungan serta peningkatan biaya dari kegiatan bisnis saat perusahaan berada dalam kondisi kesulitan
keuangan (misalnya biaya hutang yang lebih besar).
Masalah keagenan pada paradigma agency theory pertama kali dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976). Paradigma agency theory memberikan penjelasan mengenai adanya pemisahaan dan
kontrol perusahaan. Konflik agensi merupakan konflik kepentingan yang terjadi antara jajaran
manajemen sebagai agen dengan pemilik perusahaan. Konflik antara pemegang saham dan pemegang
pada berbagai kelas utang menimbulkan biaya riil sebagai ancaman bertumbuhnya resiko kebangkrutan
perusahaan. Dengan proporsi leverage yang tinggi, mengubah asumsi "manager-only" menjadi
"manajer-owner" yang memberikan keuntungan keagenan positif dengan menghilangkan beberapa
konflik kepentingan antara pemilik dengan manajer. Shahwan (2015) mengungkapkan bahwa tata kelola
perusahaan yang buruk dapat meningkatkan probabilitas terjadinya financial distress.
Dalam literatur financial distress, berbagai faktor diselidiki untuk menjelaskan variabilitas financial
distress. Menurut Karugu et al. (2018), resiko terjadinya financial distress dapat meningkat ketika
perusahaan memiliki proporsi penggunaan utang yang lebih tinggi. Variabel yang diguna memiliki peran
dalam menjelaskan variabilitas financial distress antara lain karakteristik perusahaan (misalnya
profitabilitas, leverage, likuiditas, rasio modal kerja bersih terhadap total aset, rasio laba ditahan terhadap
total aset, perputaran persediaan, perputaran aset, ukuran perusahaan, kecenderungan untuk membayar
dividen) (Charalambakis & Garrett, 2019; Moch et al., 2019; Ogachi dkk., 2020; Kisman & Krisandi,
2019; Dewi & Wahyuliana, 2019; Tobback et al., 2017; Shrivastava et al., 2018; Yazdanfar & Öhman,
2020; Pham Vo Ninh et al., 2018), faktor pasar (seperti market value equity, volality equity dan price)
(Pham Vo Ninh et al., 2018), tata kelola perusahaan (seperti struktur dewan dan struktur kepemilikan)
(Liang et al., 2016), dan faktor makroekonomi (seperti variabel ekspor, tingkat pertumbuhan dalam PDB
riil dan krisis keuangan global) (Yazdanfar & Öhman, 2020; Pham Vo Ninh et al., 2018; Charalambakis
& Garrett, 2019).
Prediksi financial distress pertama kali diperkenalkan oleh Beaver (1966) dengan menggunakan
analisis univariat untuk mengidentifikasi pengaruh rasio keuangan terhadap financial distress. Kemudian
Altman (1968) mengembangkan kajian financial distress dengan menggunakan analisis diskriminan
multivariat. Model Altman (1968) merupakan model prediksi financial distress yang dapat
digeneralisasikan ke berbagai sampel dan periode waktu yang berbeda (Oz & Simga-Mugan, 2018).
Kemudian para peneliti mengembangkan kembali kajian mengenai financial distress dengan berbagai
metode pada berbagai negara. Pada kajian financial distress di berbagai negara, berbagai metode telah
dikembangkan untuk menganalisis kondisi financial distress antara lain menggunakan model logit
(Mselmi et al., 2017;), artificial neural networks (Mselmi et al., 2017; Choi et al., 2018; Barboza et al.,
2017), support vector machine (Mselmi et al., 2017; Choi et al., 2018), partial least square (Mselmi et
al., 2017;), model hybrid (Mselmi et al., 2017), model deep learning (Mai et al., 2018; Ogachi dkk.,
2020), discriminant analysis (Pham Vo Ninh et al., 2018; Svabova & Michalkova, 2020; Agrawal &
Maheshwari, 2019), distance-to-default (DD) models (Pham Vo Ninh et al., 2018), maximum weighted
count of errors and correct result (Choi et al., 2018), commercial version 4.5 (Choi et al., 2018), naïve
baves (Choi et al., 2018), logistic regression (Choi et al., 2018; Svabova & Michalkova, 2020; Agrawal
& Maheshwari, 2019; Shrivastava et al., 2018; Barboza et al., 2017), k-nearest neighbor (Choi et al.,
2018; ), multi-period logit model (Charalambakis & Garrett, 2019), multiple binary regression logistic
(Yazdanfar & Öhman, 2020), CART binominal tree method (Svabova & Michalkova, 2020), dan
decisions trees (Klepac & Hampel, 2017).
177
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
Di Indonesia, kajian mengenai financial distress telah banyak dikembangkan. Secara umum, kajian
financial distress di Indonesia masih terbatas pada kajian determinan financial distress dengan berbagai
metode statistic inferensial antara lain menggunakan teknik analisis regresi logistik (Dewi & Wahyuliana,
2019; Dance & Made, 2019; Moch et al., 2019), analisis regresi linier berganda (Moch et al. 2019;
Yadiati, 2017), analisis diskriminan (Kisman & Krisandi, 2019) dan analisis survival (Kulsum, 2020).
Sehingga masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai financial distress. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan bukti secara empiris mengenai fenomena financial distress di Indonesia
terutama pada sektor non-keuangan. Secara lebih lanjut, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi
serta memetakkan perusahaan-perusahaan pada setiap sektor kedalam kategori sehat, rawan bangkrut
(grey are) maupun kondisi mengalami financial distress.
METODE
Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang dirancang untuk mengumpulkan informasi guna
menjelaskan karakteristik suatu populasi baik berupa benda-benda (seperti organisasi), peristiwa maupun
situasi (Sekaran & Bougie, 2016; Donald R. Cooper & Pamela S. Schindler, 2014). Populasi penelitian
terdiri dari seluruh perusahaan non-keuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2018.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, terdapat 8 sektor non-keuangan yang terdiri dari sektor
agrikultur; industri dasar dan kimia; industri barang konsumsi; infrastruktur, utilitas dan transportasi;
pertambangan; aneka industri; properti, real estate dan konstruksi bangunan serta perdagangan jasa dan
investasi, dimana pengelompokkan sektor didasarkan pada klasifikasi industri. Pada setiap sektor,
memiliki core business yang berbeda, sehingga melatarbelakangi pengelompokkan perusahaan ke dalam
beberapa sektor usaha. Sampel penelitian diambil dengan metode purposive sampling. Metode ini dipilih
untuk memperoleh sampel sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Adapun kriteria pengambilan sampel
antara lain: a) Perusahaan non-keuangan yang listing di BEI tahun 2014-2018. b) Perusahaan non-
keuangan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit secara berturut-turut selama periode
2014-2018. c) Perusahaan non-keuangan memiliki data Altman Z-score lengkap periode 2014-2018.
Metode Altman Z-score dipilih karena metode tersebut merupakan model prediksi financial distress yang
dapat digeneralisasikan ke berbagai sampel dan periode waktu yang berbeda (Oz & Simga-Mugan, 2018),
serta paling akurat untuk memprediksi kondisi financial distress (Nirmalasari, 2016). Berdasarkan
kriteria tersebut, diperoleh sampel penelitian sebanyak 1.865 observasi dari 373 perusahaan. Hasil
estimasi sampel penelitian dapat disajikan pada tabel berikut:
178
RELEVANCE: Journal of Management and Bussines ▪ Vol.3 ▪ No.2 ▪ Hal. 175-188▪Desember 2020
Dimana X1 merupakan earning before interest and tax / total assets, X2 merupakan net working capital/
total assets, X3 merupakan sales/total assets, X4 merupakan market value of equity/book value of debt,
dan X5 merupakan accumulated retained earnings / total assets.
Jika nilai Z-score kurang dari sama dengan 1.81 ( Z ≤ 1.81) maka perusahaan masuk dalam kategori
bangkrut, jika nilai Z-score lebih besar sama dengan 2.99 ( Z ≥ 2.99) maka perusahaan masuk dalam
kategori tidak bangkrut dan jika nilai Z-score berada diantara 1.81 dan 2.99 ( 1.81 ≤ Z ≤ 2.99) maka
perusahaan masuk dalam zona abu-abu.
Dalam penelitian ini, data penelitian merupakan data sekunder yang mengacu pada informasi yang
telah tersedia. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi. Data penelitian diperoleh melalui
tinjauan laporan tahuanan maupun laporan keuangan yang dipublikasikan pada bursa efek Indonesia
maupun pada website masing-masing perusahaan terkait. Teknik analisis data dilakukan menggunakan
statistika deskriptif. Analisis statistika deskriptif dipilih untuk memberikan ringkasan serta penyajian data
yang informatif (Lind et al., 2019). Komponen statistika deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari nilai maksimum, nilali minimum, nilai standar deviasi serta nilai rata-rata.
Sektor Agrikultur
Nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi dan mean Altman Z-score pada sektor agrikultur
sebagai berikut:
179
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
Nurfajrina et al. (2016) yang mengungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan pada sektor agribisnis
tidak mengalami kondisi financial distress.
sehat sementara 11 perusahaan masuk dalam kategori mengalami financial distress. Temuan berbeda
diungkapkan oleh Asmarani & Lestari (2018), yang memberikan bukti bahwa sebagian besar perusahaan
sektor industri barang konsumsi berada pada kondisi financial distress. Secara lebih lanjut, Ginanjar
(2018) menyebutkan bahwa operating capacity berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada
perusahaan sektor barang konsumsi.
Nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi dan mean Altman Z-score pada sektor industri
barang konsumsi periode 2014 sampai dengan 2018 dapat ditunjukkan melalui tabel berikut:
Sektor Pertambangan
Nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi dan mean Altman Z-score pada sektor
pertambangan periode 2014 sampai dengan 2018 dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
181
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
182
RELEVANCE: Journal of Management and Bussines ▪ Vol.3 ▪ No.2 ▪ Hal. 175-188▪Desember 2020
Tabel 8. Hasil Statistika Deskriptif Sektor Properti, Real Estate dan Konstruksi Bangunan
Statistika Deskriptif 2014 2015 2016 2017 2018
Nilai Maksimum 18.55 23.51 23.93 26.18 76.83
Nilai Minimum -0.14 0.07 0.2 0.09 0.05
Standar Deviasi 3.03 3.89 3.81 3.92 10.73
Mean 3.39 3.29 3.22 2.83 3.73
Sumber: data diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel 8, dapat diketahui nilai maksimum Altman Z-score pada periode 2014
hingga 2018 secara berturut-turut sebesar 18.55, 23.51, 23.93, 26.18, 76.83. Nilai minimum Altman Z-
score periode 2014 hingga 2018 secara berturut-turut menunjukkan nilai sebesar -0.14, 0.07, 0.2, 0.09
dan 0.05. Nilai standar deviasi Altman Z-score periode 2014 hingga 2018 secara berturut-turut sebesar
3.03, 3.89, 3.81, 3.92 dan 10.73. nilai standar deviasi menunjukkan bahwa terdapat fluktuasi data Altman
Z-score yang semakin besar pada tahun 2014 sampai dengan 2018. Nilai mean secara berturut-turut pada
periode 2014 hingga 2018 sebesar 3.39, 3.29, 3.22, 2.83 dan 3.73. Pada tahun 2014, 2015, 2016 dan 2018
nilai mean Altman Z-score lebih besar dari 2.99. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan
sektor properti, real estate dan konstruksi bangunan berada pada kondisi sehat dan tidak mengalami
financial distress. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan sektor properti, real estate dan konstruksi
bangunan memiliki kinerja keuangan dan tata kelola perusahaan yang baik sehingga probabilitas
perusahaan mengalami financial distress cukup rendah. Hasil berbeda dengan analisis statistik deskriptif
yang dilakukan Opitalia & Zulman (2019) menunjukkan bahwa berdasarkan nilai mean financial distress,
perusahaan sektor properti berada pada kondisi bangkrut. Secara lebih lanjut Opitalia & Zulman (2019)
mengungkapkan bahwa leverage dan profitabilitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kondisi
financial distress pada perusahaan sektor properti.
183
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
Nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi dan mean dari Altman Z-Score pada sektor
perdagangan, jasa dan investasi periode 2014 sampai dengan 2018 dapat ditunjukkan melalui tabel
berikut:
3.38
3.28 3.12 3 2.86 3.16
2.86
3.01 2.92 2.78 2.85
2.65 2.65 2.64 2.68
2.54 2.54
2.38 2.33
2.03
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
Standar Deviasi Mean Standar Deviasi Mean
9.6
70.39
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
Standar Deviasi Mean Standar Deviasi Mean
Gambar 3. Sektor Industri Barang Konsumsi Gambar 4. Sektor Infrastruktur, Utilitas dan
Transportasi
184
RELEVANCE: Journal of Management and Bussines ▪ Vol.3 ▪ No.2 ▪ Hal. 175-188▪Desember 2020
10.73 423.62
Gambar 7. Sektor Properti, Real Estate dan Gambar 8. Sektor Perdagangan, Jasa dan
Konstruksi Bangunan Investasi
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis statistika deskriptif, temuan penelitian memberikan bukti bahwa
perusahaan yang berada pada kondisi financial distress secara umum yakni perusahaan sektor
infrastruktur, utilitas dan transportasi serta sektor aneka industri. Selanjutnya untuk perusahaan pada
sektor agrikultur, sektor industri dasar dan kimia, serta sektor pertambangan berada pada grey area atau
kondisi yang rentan mengalami financial distress, serta sektor properti, real estate dan konstruksi
bangunan berada pada kondisi keuangan yang baik. Pada sektor industri barang konsumsi serta sektor
perdagangan, jasa dan investasi berada pada kondisi keuangan yang amat baik dan memiliki probabilitas
mengalami financial distress yang sangat rendah. Dengan demikian tujuan penelitian untuk
mengidentifikasi dan memetakkan sektor perusahaan pada kondisi sehat, rawan bangkrut dan mengalami
financial distress telah tercapai.
Secara teoritis, penelitian ini memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran untuk
memperkaya konsep-konsep serta literatur keuangan literatur keuangan. Secara praktis, penelitian ini
memeberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan non-keuangan dalam
mengidentifikasi sedini mungkin potensi terjadinya financial distress serta sebagai pertimbangan investor
dalam pengambilan keputusan investasi. Penelitian ini terbatas pada analisis deskriptif untuk
memetakkan kondisi financial distress perusahaan.
Saran
Penelitian ini hanya menggunakan nilai Altman Z-score untuk mengidentifikasi serta memetakkan
kondisi financial distress antar sektor. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan
aspek behavior finance seperti managerial overconfidence untuk memprediksi kondisi financial distress.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, D. S., & Sari, P. A. (2019). Pengaruh Likuiditas, Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional dan
Ukuran Perusahaan terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmiah Akuntansi Universitas Pamulang, 7(2), 119–
127.
Agrawal, K., & Maheshwari, Y. (2019). Efficacy of industry factors for corporate default prediction. IIMB
Management Review, 31(1), 71–77. https://doi.org/10.1016/j.iimb.2018.08.007
Altman, E. I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis And The Prediction Of Corporate Bankcrupty. The
Journal of Finance, XXIII(1), 589–609. https://doi.org/10.1111/j.1540-6261.1946.tb01544.x
Altman, E. I., & Hotchkiss, E. (2006). Corporate Financial Distress and Bankruptcy: Predict and Avoid
Bankruptcy, Analyze and Invest in Distressed Debt. In Wiley Finance (Third Edit). Wiley Finance.
https://doi.org/10.1561/0500000009
Asmarani, S. A., & Lestari, D. (2018). Analisis Pengaruh Likuiditas , Leverage dan Profitabilitas Terhadap
185
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
Financial Distress ( Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang
Terdaftar di BEI Pada Periode Tahun 2014-2018 ). Jurnal Administrasi Bisnis, 9(3), 369–379.
Balasubramanian, S. A., Radhakrishna, G. S., Sridevi, P., & Natarajan, T. (2019). Modeling corporate financial
distress using financial and non-financial variables: The case of Indian listed companies. International
Journal of Law and Management, 61(3–4), 457–484. https://doi.org/10.1108/IJLMA-04-2018-0078
Barboza, F., Kimura, H., & Altman, E. (2017). Machine learning models and bankruptcy prediction. Expert
Systems with Applications, 83, 405–417. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2017.04.006
Beaver, W. H. (1966). Financial Ratios As Predictors Of Failure. Journal of Accounting Research, 4(1966), 71–
111.
Ben Jabeur, S. (2017). Bankruptcy prediction using Partial Least Squares Logistic Regression. Journal of Retailing
and Consumer Services, 36(February), 197–202. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2017.02.005
Boratyńska, K., & Grzegorzewska, E. (2018). Bankruptcy Prediction In The Agribusiness Sector: Lessons From
Quantitative And Qualitative Approaches. Journal of Business Research, 89(February), 175–181.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.01.028
Charalambakis, E. C., & Garrett, I. (2019). On corporate financial distress prediction: What can we learn from
private firms in a developing economy? Evidence from Greece. Review of Quantitative Finance and
Accounting, 52(2), 467–491. https://doi.org/10.1007/s11156-018-0716-7
Choi, H., Son, H., & Kim, C. (2018). Predicting financial distress of contractors in the construction industry using
ensemble learning. Expert Systems with Applications, 110, 1–44. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2018.05.026
Chou, C. H., Hsieh, S. C., & Qiu, C. J. (2017). Hybrid genetic algorithm and fuzzy clustering for bankruptcy
prediction. Applied Soft Computing Journal, 56, 298–316. https://doi.org/10.1016/j.asoc.2017.03.014
Damayanti, N. D., & Kusumaningtyas, R. (2020). Pengaruh Corporate Governance terhadap Financial Distress
pada Sektor Perusahaan Jasa Infrastruktur, Utilitas dan TRansportasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-
2017. AKUNESA: Jurnal Akuntansi Unesa, 8(3).
Dance, M., & Made, S. I. (2019). Financial Ratio Analysis in Predicting Financial Conditions Distress in Indonesia
Stock Exchange. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences, 86(2), 155–165.
https://doi.org/10.18551/rjoas.2019-02.18
Dewi, A. R. S., & Wahyuliana, E. (2019). Analysis of profit performance and asset management to financial
distress bakrie group company listing in Indonesia stock exchange. International Journal of Scientific and
Technology Research, 8(3), 106–110.
Donald R. Cooper, & Pamela S. Schindler. (2014). Business Research Methods (Twelfth Ed). McGraw-Hill/Irwin.
García, V., Marqués, A. I., Sánchez, J. S., & Ochoa-Domínguez, H. J. (2019). Dissimilarity-Based Linear Models
for Corporate Bankruptcy Prediction. Computational Economics, 53(3), 1019–1031.
https://doi.org/10.1007/s10614-017-9783-4
Geng, R., Bose, I., & Chen, X. (2015). Prediction of financial distress: An empirical study of listed Chinese
companies using data mining. In European Journal of Operational Research (Vol. 241, Issue 1). Elsevier
B.V. https://doi.org/10.1016/j.ejor.2014.08.016
Giannopoulos, G., & Sigbjørnsen, S. (2019). Prediction of Bankruptcy Using Financial Ratios in the Greek Market.
Theoretical Economics Letters, 09(04), 1114–1128. https://doi.org/10.4236/tel.2019.94072
Ginanjar, Y. (2018). Financial Distress pada Perspektif Operating Capacity, Profitabilitas dan Leverage (Studi
pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2013-2015. MAKSI: Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi, 5(2), 91–100.
Harianti, R., & Paramita, R. A. S. (2019). Analisis faktor internal terhadap financial distress sektor perdagangan,
jasa, dan investasi yang go public pada periode 2013 - 2017. Jurnal Ilmu Manajemen, 7(4), 984–993.
Hosaka, T. (2018). Bankruptcy prediction using imaged financial ratios and convolutional neural networks. Expert
Systems with Applications, 117, 287–299. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2018.09.039
Jayasekera, R. (2018). Prediction Of Company Failure: Past, Present And Promising Directions For The Future.
International Review of Financial Analysis, 55, 196–208. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2017.08.009
Karugu, C., Achoki, G., & Kiriri, P. (2018). Capital Adequacy Ratios as Predictors of Financial Distress in Kenyan
Commercial Banks. Journal of Financial Risk Management, 07(03), 278–289.
186
RELEVANCE: Journal of Management and Bussines ▪ Vol.3 ▪ No.2 ▪ Hal. 175-188▪Desember 2020
https://doi.org/10.4236/jfrm.2018.73018
Khoja, L., Chipulu, M., & Jayasekera, R. (2019). Analysis of financial distress cross countries: Using
macroeconomic, industrial indicators and accounting data. International Review of Financial Analysis,
66(February), 101379. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2019.101379
Kisman, Z., & Krisandi, D. (2019). How to Predict Financial Distress in the Wholesale Sector: Lesson from
Indonesian Stock Exchange. Journal of Economics and Business, 2(3), 569–585.
https://doi.org/10.31014/aior.1992.02.03.109
Klepac, V., & Hampel, D. (2017). Predicting financial distress of agriculture companies in EU. Agricultural
Economics (Czech Republic), 63(8), 347–355. https://doi.org/10.17221/374/2015-AGRICECON
Kulsum, M. puji. (2020). Nominal: Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen. Nominal: Barometer Riset
Akuntansi Dan Manajemen, 9(1), 19-29.
Liang, D., Lu, C. C., Tsai, C. F., & Shih, G. A. (2016). Financial Ratios And Corporate Governance Indicators In
bankruptcy Prediction: A Comprehensive Study. European Journal of Operational Research, 252(2), 561–
572. https://doi.org/10.1016/j.ejor.2016.01.012
Lind, D. A., Marchal, W. G., & Wathen, S. A. (2019). Basic Statistics for Business & Economics (Ninth Edit).
McGraw-Hill Education.
Mahaningrum, A. A. I. A., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2018). Pengaruh Rasio Keuangan pada Financial Distress.
E-Jurnal Akuntansi, 30(8), 1969–1984. https://doi.org/10.24843/EJA.2020.v30.i08.p06
Mai, F., Tian, S., Lee, C., & Ma, L. (2018). Deep learning models for bankruptcy prediction using textual
disclosures. European Journal of Operational Research, 274(2), 743–758.
https://doi.org/10.1016/j.ejor.2018.10.024
Moch, R., Prihatni, R., & Buchdadi, A. D. (2019). The effect of liquidity, profitability and solvability to the
financial distress of manucatured companies listed on the Indonesia stock exchange (IDX) period of year
2015-2017. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, 23(6), 1–16.
Modigliani, F., & Miller, M. H. (1958). The Cost of Capital, Corporation Finance and the Theory of Investment:
Reply. The American Economic Review, 55(3), 524–527.
Modigliani, F., & Miller, M. H. (1963). Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction. The
American Economic Review, 53(3), 433–443.
Mousavi, M. M., Ouenniche, J., & Xu, B. (2015). Performance Evaluation Of Bankruptcy Prediction Models: An
Orientation-Free Super-Efficiency DEA-Based Framework. International Review of Financial Analysis, 42,
64–75. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2015.01.006
Mselmi, N., Lahiani, A., & Hamza, T. (2017). Financial distress prediction: The case of French small and medium-
sized firms. International Review of Financial Analysis, 50, 67–80.
https://doi.org/10.1016/j.irfa.2017.02.004
Nirmalasari, L. (2016). Analisis Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property, Real Estate dan Konstruksi
Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia (JMBI), 1, 46–61.
Nurfajrina, A., Siregar, H., & Saptono, I. T. (2016). Financial distress. 20(3), 448–457.
Ogachi, D., Ndege, R., Gaturu, P., & Zoltan, Z. (2020). Corporate Bankruptcy Prediction Model, a Special Focus
on Listed Companies in Kenya. Journal of Risk and Financial Management, 13(3), 47.
https://doi.org/10.3390/jrfm13030047
Opitalia, M., & Zulman, M. (2019). Determinan Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Riset Ekonomi Dan Bisnis, 12(3), 167–179.
Oz, I. O., & Simga-Mugan, C. (2018). Bankruptcy Prediction Models’ Generalizability: Evidence From Emerging
Market Economies. Advances in Accounting, 41(February), 114–125.
https://doi.org/10.1016/j.adiac.2018.02.002
Paule-Vianez, J., Gutiérrez-Fernández, M., & Coca-Pérez, J. L. (2019). Prediction of financial distress in the
Spanish banking system. Applied Economic Analysis, 28(82), 69–87. https://doi.org/10.1108/aea-10-2019-
0039
Pham Vo Ninh, B., Do Thanh, T., & Vo Hong, D. (2018). Financial Distress And Bankruptcy Prediction: An
Appropriate Model For Listed Firms In Vietnam. Economic Systems, 42(4), 616–624.
187
Financial Distress Phenomenon of Non-financial Companies in Indonesia
https://doi.org/10.1016/j.ecosys.2018.05.002
Pradana, R. S. (2020). Analisis Financial Distress pada Perusahaan Pertambangan Batu Bara yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2017-2018. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis: Jurnal Program Studi Akuntansi,
6(1), 36–45. https://doi.org/10.31289/jab.v6i1.2825
Ross, S. A., Westerfield, R. W., Jaffe, J., & Jordan, B. D. (2013). Corporate Finance (Tenth Edit). McGraw-Hill
Education.
Safitri, E., & Fitantina. (2016). Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah STIE MDP, 6(1), 16–28.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). International Standard Classification of Occupations (ISCO). In Encyclopedia
of Quality of Life and Well-Being Research (Seventh Ed). John Wiley and Sons. https://doi.org/10.1007/978-
94-007-0753-5_102084
Selvytania, A., & Rusliati, E. (2019). UKURAN PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP TERJADINYA KONDISI FINANCIAL DISTRESS. Jurnal Riset Bisnis Dan Manajemen,
12(2), 70–76.
Shahwan, T. M. (2015). The Effects of Corporate Governance on Financial Performance and Financial Distress:
Evidence from Egypt. Historia de La Nación y Del Nacionalismo Español, 15(5), 543–562.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/CG-11-2014-0140
Shen, F., Liu, Y., Wang, R., & Zhou, W. (2020). A dynamic financial distress forecast model with multiple forecast
results under unbalanced data environment. Knowledge-Based Systems, 192.
https://doi.org/10.1016/j.knosys.2019.105365
Shrivastava, A., Kumar, K., & Kumar, N. (2018). Business distress prediction using bayesian logistic model for
Indian firms. Risks, 6(4). https://doi.org/10.3390/risks6040113
Svabova, L., & Michalkova, L. (2020). The impact of Data structure on classification ability of financial failure
prediction model. SHS Web of Conferences, 74. https://doi.org/10.1051/shsconf/20207405024
Tirto.id. (2020). Mereka yang Untung dan Buntung Tatkala Pandemi COVID-19. https://tirto.id/mereka-yang-
untung-dan-buntung-tatkala-pandemi-covid-19-eL5l.
Tobback, E., Bellotti, T., Moeyersoms, J., Stankova, M., & Martens, D. (2017). Bankruptcy prediction for SMEs
using relational data. Decision Support Systems, 102, 69–81. https://doi.org/10.1016/j.dss.2017.07.004
Veganzones, D., & Severin, E. (2020). Corporate failure prediction models in the twenty-first century: a review.
European Business Review. https://doi.org/10.1108/EBR-12-2018-0209
Yadiati, W. (2017). The Influence Of Profitability On Financial Distress: A Research On Agricultural Companies
Listed In Indonesia Stock Exchange. Journal of Scientific & Technology Research, 6(11), 233–237.
Yazdanfar, D., & Öhman, P. (2020). Financial Distress Determinants Among SMEs: Empirical Evidence From
Sweden. Journal of Economic Studies, 47(3), 547–560. https://doi.org/10.1108/JES-01-2019-0030
188