Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PROYEK

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

“Metode Konservasi Tanah dan Air di Bukit Bagir Kabupaten Tulungagung”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 1

KELAS : UB KEDIRI A

ASISTEN : Muhamad Rifqi Al Jauhary

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
Judul : Metode Konservasi Tanah dan Air di Bukit Bagir Kabupaten
Tulungagung
Penyusun : Kelompok 1
Kelas : UB Kediri A

Ketua kelompok : Doni Damara 195040200113001


Anggota Kelompok : Elsha Afry Raunica 195040200113002
Fitria Aryani Prayitno 195040200113003
Oky Tio Wijanarko 195040200113005
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................5
I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................6
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................61.2
Tujuan......................................................................................................................................7
II. PENDEKATAN METODE..........................................................................................................8
2.1 Identifikasi Kondisi Lahan...................................................................................................8
2.2 Analisis Permasalahan.........................................................................................................9
III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN...........................................................................................13
3.1 Kondisi Lahan.......................................................................................................................13
3.2 Potensi Lahan.......................................................................................................................15
3.3 Permasalahan Lahan..........................................................................................................20
IV. PERENCANAAN KONSERVASI..............................................................................................23
4.1 Rekomendasi Konservasi...................................................................................................23
V. KESIMPULAN...............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................29
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan..............................................................................9
Tabel 2 Tabel administratif Kecamatan Campurdarat..................................................................13
Tabel 3 Data curah hujan bulanan Kecamatan Campurdarat pada tahun 2020......................14
Tabel 4 Hasil Pengamatan pada masing-masing SPL.................................................................15
Tabel 5 Pendugaan erosi aktual pada masing-masing SPL.......................................................16
Tabel 6 KKL Satuan Petak Lahan 1...............................................................................................17
Tabel 7 KKL Satuan Petak Lahan 2...............................................................................................18
Tabel 8 KKL Satuan Petak Lahan 3...............................................................................................18
Tabel 9 Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi)..............................................................................25
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
Gambar 1. Nomograf LS.............................................................................................11
Gambar 2. Diagram fishbone.....................................................................................12
Gambar 3 Peta Administratif Kabupaten Tulungagung (sumber: BAPPEDA
KABUPATEN TULUNGAGUNG)................................................................................13
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas
dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief,
hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia di masa lalu dan sekarang; yang semuanya itu berpengaruh terhadap
penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa akan datang
(Tupi, et al. 2014). Berdasarkan pengertian tersebut, lahan dapat dipandang sebagai
suatu sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) komponen struktural yang sering disebut
karakteristik lahan; dan (2) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan.
Kualitas lahan merupakan sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat
kemampuan dan kesesuaian lahan bagi macam pemanfaatan tertentu.
Peningkatan jumlah manusia dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan
perubahan dalam pemanfaatan lahan dan selanjutnya akan menyebabkan
perubahan dalam kualitas lingkungan. Perubahan lingkungan ini sering merupakan
akibat pemanfaatan sumber daya alam sudah melampaui daya dukung lingkungan.
Dampak yang sering terlihat adalah bertambahnya lahan kritis, meningkatnya erosi
tanah dan sedimentasi serta terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau. Perubahan pemanfaatan lahan ini dalam jangka pendek
terlihat rasional secara ekonomis karena banyak nilai dan manfaat langsung yang
diperoleh tetapi pada sisi lain banyak manfaat dari perlindungan lingkungan dengan
adanya kawasan lindung yang tidak dihitung dalam pengambilan kebijakan untuk
penggunaan lahan (Juhadi, 2007).
Lahan pada kawasan perbukitan sebagai salah satu tipologi lahan usaha tani
yang diusahakan oleh petani, secara umum memiliki beberapa tipikal yang
berhubungan dengan ketersediaan air bagi tanaman, antara lain; 1) memiliki sumber
daya air yang terbatas, 2) mengandalkan pada air hujan dan 3) memiliki air tanah
yang relatif dalam dan 4) hilangnya air yang relatif cepat (fast-drain). Keterbatasan
sumber air tersebut menjadikan daerah pertanian lahan kering sangat rawan
terhadap kekeringan.
Intensitas pemanfaatan lahan pada kawasan perbukitan (upland area),
khususnya untuk sektor pertanian mengalami peningkatan seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk dan globalisasi perdagangan internasional, sehingga
berakibat pada perilaku pemanfaatan lahan yang kurang bijaksana untuk mengejar
kepentingan jangka pendek. Lebih memprihatinkan dan mengkhawatirkan perilaku
pemanfaatan lahan yang tidak didasarkan pada pola prinsip-prinsip kelestarian
sumber daya lahan, dan perilaku yang demikian itu tidak saja terjadi pada kawasan
budidaya namun juga telah terjadi pada kawasan yang seharusnya dikonservasi
(kawasan lindung).

Dampak dari degradasi lingkungan pada kawasan perbukitan (upland area) ini
secara potensial mempunyai dampak ikutan yang cukup luas, tidak hanya pada
sektor pertanian tetapi juga pada sektor lainnya (Sihite, 2001). Dampak ini
menyebabkan terjadinya erosi dan longsor lahan, serta berdampak pada kebijakan
dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan dan lingkungan. Fenomena
semacam itu telah merata terjadi di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk juga
daerah Bukit Bagir Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
Kegiatan ini lakukan untuk menganalisis kondisi lahan dan menyusun rekomendasi
konservasi yang tepat yang nantinya juga dapat diterapkan oleh petani di Bukit Bagir.

I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi lahan di Bukit
Bagir, Tulungagung, menganalisis permasalahan yang terjadi pada lahan, dan
menentukan rekomendasi tindakan konservasi yang dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan biofisik dan sosial ekonomi masyarakat.
II. PENDEKATAN METODE
2.1 Identifikasi Kondisi Lahan
Metode yang diterapkan dalam identifikasi kondisi lahan adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan pendapat Sugiyono
(2013), pendekatan deskriptif diterapkan untuk mengetahui skor dari tolak ukur
pengamatan yang memiliki satu atau lebih variabel dengan mencari korelasi antara
variabel tersebut. Sedangkan pendekatan kuantitatif menurut pendapat Sugiyono
(2017), membutuhkan akumulasi data menggunakan perangkat penelitian dan
analisisnya bercorak kuantitatif untuk meneliti populasi maupun sampel tertentu.
Data diperoleh dari observasi langsung dan wawancara. Pengambilan sampel dalam
penelitian menggunakan purposive sampling yang didasari seleksi khusus, artinya
peneliti membuat kriteria tertentu untuk informan, dalam hal ini ialah petani setempat.
Teknik purposive sampling menurut Ridwan (2015) dan Sugiyono (2016), perlu
mempertimbangkan hal-hal tertentu atas informan yang harus sesuai penelitian
dengan pendekatan kuantitatif. Adapun data yang dibutuhkan untuk menentukan
kelas kemampuan lahan (KKL) adalah kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman
efektif tanah, drainase, erosi, bahan kasar dalam tanah, batuan di permukaan tanah,
curah hujan dan ancaman banjir. Adapun data yang dibutuhkan untuk menentukan
erosi yang diperbolehkan (Edp) adalah kedalaman tanah, sub-ordo tanah, faktor
kedalaman tanah, umur kelestarian tanah dan skor BI tanah. Adapun data yang
dibutuhkan untuk menentukan erosi aktual (A) adalah curah hujan untuk mengetahui
erosivitas, indeks erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, vegetasi dan
pengelolaan.

Data identifikasi kondisi lahan diperoleh dari hasil survei lahan dengan lereng
yang berbeda di Bukit Bagir, Tulungagung, Jawa Timur dan wawancara petani pada
tanggal 6 November 2021, serta hasil sintesis artikel ilmiah dan data dari instansi
resmi seperti BPS dan pemerintah setempat. Berdasarkan hasil survei yang telah
dilakukan di Bukit Bagir, didapatkan data kondisi lahan berupa struktur tanah,
tekstur, panjang lereng, kemiringan lereng, tanaman, pengelolaan lahan, batuan,
bahan organik, banjir. Data lain yang dibutuhkan untuk mendukung identifikasi lahan
diperoleh dari hasil sintesis artikel ilmiah dan data pemerintah setempat serta
wawancara petani setempat.
2.2 Analisis Permasalahan
Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada pada
penggunaan lahan di Bukit Bagir Desa Pelem Kecamatan Campurdarat Kabupaten
Tulungagung adalah dengan mengelompokkan kriteria-kriteria lahan pada setiap
penggunaan lahan yang diperoleh, menentukan kelas dan sub kelas kemampuan
lahan berserta faktor penghambatnya pada masing-masing penggunaan lahan
berdasarkan hasil pengelompokan kriteria-kriteria penggunaan lahan serta faktor
penghambatnya, menyesuaikan kelas lahan pada penggunaan lahan yang telah
diterapkan oleh masyarakat setempat, serta menentukan arahan penggunaan lahan
yang tidak sesuai antara kelas kemampuan lahannya dengan pola penggunaan
lahannya dan merencanakan teknik konservasi yang tepat.
Klasifikasi kemampuan lahan (KKL) pada setiap penggunaan lahan di wilayah
penelitian dilakukan dengan berpedoman pada kriteria klasifikasi kemampuan lahan
modifikasi sistem USDA (Widiatmaka, 2015). Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
secara sistematik ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Kelas Kemampuan Lahan (KKL)
pembatas I II III IV V VI VII VIII
Tekstur t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
tanah lapisan
atas (40 cm)
Tekstur t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
tanah lapisan
bawah
Lereng I0 I1 I2 I3 (*) I4 I5 I6
permukaan
Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
Kedalaman k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)
efektif
Tingkat erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)
Kerikil/ b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3
batuan
Banjir o0 o1 o2 o3 o4 (*) (*) (*)
Keterangan :
(*) : Dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebh
rendah
(**) : Permukaan tanah selalu tergenang air
Selain penentuan kelas kemampuan lahan, metode yang digunakan dalam
analisis permasalahan di setiap satuan peta lahan (SPL) yang telah ditentukan
adalah metode USLE (Universal Soil Losses Equation) untuk pendugaan erosi.
Menurut Utami et al., (2019) metode ini dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi
tanah dalam waktu yang panjang dari suatu lahan tertentu. Memprediksi nilai erosi
dengan menggunakan metode USLE yang diperoleh dari hubungan antara beberapa
faktor penyebab dari erosi dapat ketahui dengan menggunakan rumus :
A = R.K.LS.C.P
Dengan A : Besarnya Kehilangan tanah persatuan luas lahan (ton/ha/tahun), R :
erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (rainfall-runoff erosivity), K : indeks
erodibilitas tanah (soil erodibility), LS : indeks panjang dan kemiringan lereng, C :
indeks penutupan lahan (cropping management), P : indeks upaya konservasi
tanah/lahan.
Menurut Liastuti et al., (2018) dalam pemakaian rumus USLE hal yang perlu
diperhatikan adalah USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur, dan
tidak erosi parit serta USLE tidak memperhatikan endapan sedimen, hanya
meperkirakan besarnya tanah yang mengalami erosi. Adapun langkah-langkah
dalam menentukan erosi menggunakan metode USLE adalah sebagai berikut :
a. Menentukan indeks erosivitas curah hujan (R)
Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau
menyebabkan erosi. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan
butiran air hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena limpasan
permukaan tanah. Kemampuan ari hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah
bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, di mana keduanya memengaruhi
besarnya energi kinetik air hujan. Penetapan indeks erosivitas hujan bulanan dapat
dihitung melalui persamaan yang dikemukakan oleh Utomo dan Mahmud (1984)
sebagai berikut :

Rb = 10,80+4,15 CHb
Keterangan :
Rb = Indeks erosivitas bulanan
CHb = Curah hujan bulanan (cm)
b. Menentukan indeks erodibilitas tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah akibat adanya energi kinetik air
hujan. Besarnya indeks erodibilitas tanah dapat diketahui dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

100k = 1,292 [2,1 M


1,14
( 10-4 ) ( 12-a ) + ( b-2 ) 3,25+ ( c-3 ) 2,5]
Keterangan :
K = erodibilitas tanah
M = parameter ukuran butiran tanah (%debu+%pasir sangat halus)
(100-%liat)
a = % bahan organik
b = kode struktur tanah
c = kode permeabilitas tanah
c. Menentukan indeks panjang dan kemiringan lereng (LS)
Pada kondisi aktual faktor panjang dan kemiringan lereng dapat disatukan
karena erosi akan bertambah besar dengan bertambahnya panjang dan kemiringan
lereng sehingga lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan
bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi (Susilowati et al., 2013). Nilai
indeks panjang dan kemiringan lereng ditentukan dengan menggunakan nomograf
LS sebagai berikut :
1. Panjang lereng (L) ditetapkan pada titik yang sesuai pada sumbu horizontal
nomograf.
2. Dari titik tersebut kemudian ditarik garis vertikal hingga memotong garis yang
menunjukan kemiringan lereng (S).
3. Dari titik perpotongan tersebut tarik garis horisontal hingga memotong sumbu
vertikal di mana nilai LS dapat dibaca.

Gambar 1. Nomograf LS
d. Menentukan indeks tutupan lahan (C) dan upaya konservasi tanah/lahan (P)
Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang
ditanami sesuatu jenis tanaman dengan erosi dari plot kontrol. Besarnya angka ini
ditentukan oleh kemampuan tanaman penutup tanah, maka akan lebih baik jika nilai
C dihitung secara berkala berdasarkan periode pertumbuhan. Di lapangan
perhitungan nilai C dapat dilakukan dengan cara pengamatan jenis-jenis tanaman
dominan. Nilai faktor P didapat dari membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi
perlakuan P dengan kehilangan tanah pada petak baku. Agar nilai P yang diperoleh
dari pengelolaan mempunyai nilai yang baku dan bersifat umum, metode
pengelolaan yang digunakan seharusnya bersifat baku.
Berdasarkan besarnya nilai erosi (A) pada setiap SPL juga digunakan metode
perhitungan Edp (erosi yang diperbolehkan untuk mengetahui ukuran kehilangan
tanah yang diizinkan (soil loss tolerance) atau besarnya erosi yang tidak melebihi laju
pembentukan tanah. Nilai erosi pada suatu satuan medan dapat diketahui dalam
kondisi baik atau kritis melalui perhitungan nilai erosi yang diperbolehkan (Edp).
Perhitungan Edp memerlukan data kepadatan tanah (bulk density), kedalaman
efektif tanah, serta nilai faktor kedalaman tanah (Hanafi dan Pamungkas, 2021). Laju
erosi yang diperbolehkan, dihitung dengan persamaan Hammer 1981) dengan
rumus:

[kedalaman efektif ( mm ) x faktor kedalaman]


EDP =
umur guna tanah mm/ th

Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi aktual
dengan erosi yang diperbolehkan. Apabila erosi aktual lebih kecil daripada erosi
yang diperbolehkan (A < Edp) maka daerah tersebut perlu dipertahankan agar
kondisinya tetap lestari. Sedangkan apabila erosi aktual melampaui erosi yang
diperbolehkan (A > Edp), maka daerah ini perlu perencanaan konservasi tanah dan
air dengan mempertimbangkan antara faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta
faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih
beberapa alternatif faktor C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan (Dewi et al., 2012).
Kemudian untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari permasalahan yang
ada, pada penelitian ini digunakan metode fishbone. Diagram fishbone adalah suatu
diagram yang menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu
masalah dan berguna dalam brainstorming karena dapat menyusun ide-ide yang
muncul (Fliedner, 2011). Menurut Susendi et al., (2021) Fishbone diagram dapat
menjadi kerangka teoritis yang komprehensif untuk mewakili dan menganalisis akar
penyebab. Diagram fishbone juga dapat menguraikan setiap masalah yang
diidentifikasi dan semua orang terlibat dapat memberikan saran yang mungkin
menjadi penyebab masalah. Prosedur yang digunakan untuk menganalisis akar
masalah menggunakan Fishbone diagram dalam identifikasi penyebab masalah
yaitu: menyiapkan diagram fishbone analysis, mengidentifikasi efek atau masalah,
mengidentifikasi kategori penyebab utama, menemukan penyebab potensial dengan
meminta saran, meninjau setiap kategori penyebab utama, menemukan konsensus
untuk kemungkinan penyebab, dan menerapkan hasil analisis. Berikut merupakan
gambaran fishbone diagram yang digunakan dalam penelitian ini :

Gambar 2. Diagram fishbone


Diagram fishbone pada gambar menunjukan faktor-faktor yang
mengakibatkan sebuah masalah. Enam buah faktor yakni 5M + 1E dituliskan pada
bagian tulang ikan dan permasalahan yang ingin diketahui penyebabnya terletak
pada bagian kepala ikan. Setiap faktor pada tulang memiliki akar permasalahannya
masing-masing. Melalui diagram fishbone akar-akar permasalahan mudah untuk
diketahui.
III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN
3.1 Kondisi Lahan
Kegiatan pengamatan praktikum dilaksanakan di Bukit Bagir Kecamatan
Campurdarat Kabupaten Tulungagung. Kondisi lahan memiliki kemiringan lahan
yang agak curam dengan ketinggian 90 sampai 230 mdpl dan beberapa merupakan
kawasan hutan produksi milik Perhutani serta terdapat beberapa lahan pertanian
milik masyarakat sekitar. Dibawah ini merupakan peta administratif dari Kabupaten
Tulungagung.

Gambar 3 Peta Administratif Kabupaten Tulungagung (sumber: BAPPEDA


KABUPATEN TULUNGAGUNG)
Pada tabel dibawah ini merupakan tabel administratif Bukit Bagir Kecamatan
Campurdarat Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sebagai berikut.

Tabel 2 Tabel administratif Kecamatan Campurdarat


No Uraian Keterangan
1, Letak Geografis : 111°53'31.73" Bujur Timur dan 8° 9'21.15"
Lintang Selatan
2. Batas Wilayah
Sebelah utara : Kecamatan Boyolangu
Sebelah selatan : Kecamatan Besuki
Sebelah barat : Kecamatan Pakel
Sebelah timur : Kecamatan Tanggunggunung
3. Luas Daerah : 39,56 km2
4. Letak Kecamatan ± 14 km dari Ibukota Kabupaten Tulungagung
Campurdarat
5. Topografi : Satuan perbukitan yang terletak pada
ketinggian antara 90 m - 230 meter diatas
permukaan air laut
6. Iklim dan Suhu : Tropis dan Suhu berkisar 28º-31ºC

Adapun data curah hujan bulanan dari Kecamatan Campurdarat Kabupaten


Tulungagung tahun 2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3 Data curah hujan bulanan Kecamatan Campurdarat pada tahun 2020.
Jumlah Curah Hujan
Bulan Banyak Hari Hujan (Hari)
(mm)
Januari 16 202
Februari 20 451
Maret 20 247
April 14 269
Mei 11 152
Juni 9 96
Juli 4 4
Agustus - -
September 4 60
Oktober 11 126
November 15 214
Desember 14 167
Jumlah 138 1988
Rata” 12 166
(sumber: BPS Kabupaten Tulungagung, 2021)

Curah hujan merupakan jumlah jatuhnya air ke permukaan tanah selama


periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (Sasrodarsono, 2003).
Berdasarkan tabel di atas data jumlah hari hujan dan curah hujan tertinggi terdapat
pada bulan Februari yaitu jumlah hari hujan sebanyak 20 hari dan jumlah curah
hujan sebesar 451 mm. Sedangkan data jumlah hari hujan dan curah hujan terendah
terdapat pada bulan agustus yaitu jumlah hari hujan serta curah hujannya nol, atau
pada bulan tersebut diprediksi terjadi musim kemarau sehingga hujan tidak turun
pada bulan tersebut. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh data jumlah hari hujan
bulanan yaitu sebanyak 138 hari dan jumlah curah hujan sebesar 1.988 mm dengan
rata-rata sebesar 166 mm.
Pada lanskap yang kami amati dibagi menjadi tiga SPL, SPL tersebut
dibedakan berdasarkan besaran kemiringan lahannya. Pada SPL 1 memiliki
kemiringan lahan sebesar 53% dengan penggunaan lahan yaitu diperuntukkan untuk
hutan produksi oleh Perhutani yang didominasi oleh tanaman jati. Pada SPL 2
memiliki kemiringan lahan sebesar 70% dengan penggunaan lahan yaitu hutan
produksi yang didominasi tanaman sonokeling. Pada SPL 3 yang merupakan SPL
terakhir memiliki kemiringan lahan sebesar 46% dengan penggunaan lahan yaitu
lahan pertanian tanaman semusim dengan komoditas jagung yang dirotasi tanam
dengan komoditas kacang tanah dan singkong.

3.2 Potensi Lahan


Potensi dari suatu lahan dapat diketahui berdasarkan kemampuan lahan
tersebut, untuk itu perlu dilakukan pengamatan serta penentuan kelas kemampuan
lahan pada setiap SPL di Bukit Bagir untuk mengetahui potensi dari lahan tersebut.
Data-data yang diperlukan untuk penentuan kelas kemampuan lahan antara lain
yaitu faktor erosi (e), kelebihan air (w), hambatan perakaran (s), dan iklim (c) (Rayes,
2007). Sebelum menentukan kelas kemampuan lahan pada setiap SPL, terlebih
dahulu dilakukan pengamatan dan pendugaan faktor erosi. Pendugaan faktor erosi
yang dilakukan pada setiap SPL yaitu meliputi pendugaan erosi aktual (a) dan erosi
yang diperbolehkan (edp). Berdasarkan hasil survei dan evaluasi yang telah kami
lakukan, didapatkan data hasil pengamatan pada setiap SPL sebagai berikut.

Tabel 4 Hasil Pengamatan pada masing-masing SPL


No Kriteria Lahan Satuan Peta Lahan (SPL)
yang disurvey
1 2 3
1 Faktor R (cm) 836,9 836,9 836,9
2 Faktor K 0,07 0,04 0,38
3 Kemiringan Lahan (%) 53 70 46
4 Panjang lereng (m) 11,6 11,8 15,5
5 Kedalaman Efektif Tanah 105 105 105
(cm)
6 Tekstur tanah Lempung liat Liat berpasir Lempung
berpasir berdebu

7 Struktur tanah Granuler Granuler Granuler


sedang-kasar sedang-kasar sedang-kasar
8 Penggunaan lahan aktual Hutan Hutan Lahan
Produksi Produksi Pertanian
Sawah

9 Tutupan tanaman Jati dan Sonokeling Jagung


rerumputan dan
rerumputan

10 Pengelolaan Lahan Tidak Tidak Teras Gulud


Berteras berteras

3.2.1 Pendugaan Erosi


Pendugaan erosi pada lahan dilakukan dengan menggunakan metode USLE,
data-data yang diperlukan dalam pendugaan erosi dengan menggunakan metode
USLE yaitu faktor erosivitas (R), erodibilitas (K), kecuraman lereng (LS), tanaman
(C), dan tindakan konservasi tanah (P) (Sutrisno dan Heryani, 2013). Nilai dari setiap
faktor erosi pada ketiga SPL di Bukit Bagir yang telah diketahui dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 5 Pendugaan erosi aktual pada masing-masing SPL


Nilai Faktor Erosi dan Erosi Tanah
No Faktor USLE di Satuan Peta Lahan (SPL)
1 2 3
Pendugaan Erosi Aktual

1 R 836,9 836,9 836,9

2 K 0,07 0,04 0,38

3 Panjang Lereng (L) (m) 11,6 11,8 15,5

4 Kemiringan (S) (%) 53 70 46

5 LS 4,5 6,5 5

6 C 0,2 0,2 0,58

7 P 1 1 0,15

8 CP 0,2 0,2 0,087


Erosi aktual 52,72 43,52 138,34
9 (ton/ha/th)
Pendugaan Erosi yang dapat diperbolehkan (Edp)
Kedalaman Tanah
10 (cm) 105 105 105
11 Sub Ordo Tanah Orthent Orthent Orthent

12 Faktor Tanah 1 1 1
13 Umur Lahan 300 300 300
14 BI (kg/dm3) 1 1 1

15 Edp 35 35 35
(ton/ha/th)

Faktor kedalaman diperoleh dari data sekunder yaitu odo tanah kecamatan
Campurdarat, diketahui bahwa ordo tanahnya yaitu Inceptisol (Tjahjono, 2007).
Kemudian data ordo tersebut dianalisis menggunakan pedoman berupa Buku Kunci
Taksonomi Tanah sehingga didapatkan sub-ordo tanahnya yaitu Orthent (Soil
Survey Staff, 2014). Selanjutnya dicocokkan sub-ordo tanahnya dengan nilai faktor
kedalaman tanahnya.

3.2.2 Penentuan Kelas Kemampuan Lahan (KKL)


Dalam menentukan potensi suatu lahan dapat dilihat dari kelas kemampuan
lahannya (KKL). Penentuan kelas kemampuan lahan dilakukan dengan
menggunakan metode modifikasi sistem USDA (Arsyad, 2010). Kelas kemampuan
lahan (KKL) pada masing-masing SPL dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6 KKL Satuan Petak Lahan 1


FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN
SPL 1
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Lapisan Lempung liat berpasir t2 / I
Tanah Atas

Lereng 53% l5 / VII

Drainase Baik d0 / I

Kedalaman Efektif >100 cm k0 / I

Tingkat Erosi
17,72 II
(ton/ha/tahun)

Permeabilitas Agak cepat p4 / III

Batu/Kerikil Sedang b2 / V
Bahaya Banjir Tidak ada o0 / I

Kelas Kemampuan Lahan+ Faktor Pembatas VIIe

Tabel 7 KKL Satuan Petak Lahan 2


FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN
SPL 2
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Lapisan Liat berpasir t2 / I
Tanah Atas

Lereng 70% l6 / VIII

Drainase Baik d0 / I

Kedalaman Efektif >100 cm k0 / I

Tingkat Erosi
8,52 I
(ton/ha/tahun)

Permeabilitas Agak cepat p4 / III

Batu/Kerikil Sedang b2 / V

Bahaya Banjir Tidak ada o0 / I

Kelas Kemampuan Lahan + Faktor Pembatas VIIIe

Tabel 8 KKL Satuan Petak Lahan 3


FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN
SPL 3
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Lapisan Lempung berdebu t3 / I
Tanah Atas
Lereng 46% I5 / VII

Drainase Agak baik d0 / II

Kedalaman Efektif >100 cm k0 / I

Tingkat Erosi
103,34 III
(ton/ha/tahun)

Permeabilitas Sedang p3 / I

Batu/Kerikil Sedikit b1 / I

Bahaya Banjir Tidak ada o0 / I

Kelas Kemampuan Lahan + Faktor Pembatas VIIe

Berdasarkan data yang diperoleh dari data sekunder dan pengamatan yang
telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada SPL 1, SPL 2 dan SPL 3 ketiganya
memiliki faktor pembatas yang sama yaitu berupa kemiringan lereng. Kelas
kemampuan lahan dari SPL 1, SPL 2 dan SPL 3 berturut-turut adalah kelas VII, VIII
dan VII. Berdasarkan hasil analisis klasifikasi kemampuan lahan pada masing-
masing SPL di Bukit Bagir, dapat diketahui bahwa ketiga SPL tersebut berpotensi
sangat sesuai digunakan untuk kawasan hutan lindung yang didominasi dengan
tanaman permanen khususnya pada SPL 2 yang memiliki kemiringan lahan sebesar
70%. Pada SPL 1 dan SPL 3 berpotensi sangat sesuai digunakan untuk hutan
lindung dan agak sesuai untuk digunakan sebagai hutan produksi namun tidak
sesuai digunakan untuk budidaya tanaman semusim. Meskipun demikian
penggunaan lahan aktual pada salah satu dari ketiga SPL tersebut masih terdapat
lahan pertanian semusim yaitu pada SPL 3. Pada SPL 3 lahan tersebut digunakan
untuk budidaya tanaman jagung yang dirotasi tanam dengan komoditas kacang
tanah dan singkong. Dengan penggunaan lahan yang kurang sesuai pada SPL 3
dikhawatirkan menyebabkan terjadinya erosi yang dapat mangakibatkan kerusakan
lahan. Pada SPL 3 erosi berpotensi besar dapat terjadi karena tanaman semusim
memiliki kanopi yang sempit sehingga dapat meloloskan banyak air hujan yang
mengakibatkan kerusakan pada tanah (Subagyono et al., 2003).
Pada SPL 1 dan 2 penggunaan lahan aktualnya adalah sebagai hutan produksi
dengan komoditas jati pada SPL 1 dan komoditas sonokeling pada SPL 2, keduanya
merupakan tanaman tahunan yang dibudidayakan oleh Perhutani. Kondisi aktual
pada SPL 1 dan 2 yang masing-masing memiliki tingkat kemiringan lahan sebesar
53% dan 70% sangat memerlukan adanya tanaman tahunan. Lereng yang memiliki
kemiringan yang curam akan semakin meningkatkan kecepatan pengangkutan
material oleh air yang jatuh pada lahan yang mengakibatkan semakin besar material
tanah yang berpindah (Tarigan dan Mardiatno, 2013). Tanaman tahunan memiliki
kanopi yang lebar sehingga dapat mengurangi energi kinetik dari air hujan yang jatuh
pada lahan yang dapat merusak agregat tanah dan menutup pori tanah sehingga
mencegah adanya infiltrasi (Subagyono et al., 2003). Salah satu tanaman tahunan
selain dari komoditas utama yang ditanam pada kedua SPL tersebut adalah tanaman
akasia. Tanaman akasia mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi dan
merupakan spesies eksotik yang biasanya digunakan untuk kegiatan reboisasi dan
penghijauan (Setiawan, 2006). Selain dari penggunaan lahan aktual yang sudah
disebutkan sebelumnya, pada daerah di dekat SPL 1 dan SPL 3 ditemukan
penggunaan lahan aktual lain yaitu berupa tempat rekreasi. Tempat rekreasi yang
terdapat di sekitar daerah SPL tersebut yaitu Watu Payung yang letaknya di bawah
SPL 1 dan tempat perkemahan yang letaknya di dekat SPL 3. Dengan kondisi lahan
yang tidak terlalu tinggi yaitu berada di ketinggian antara 90 – 200 mdpl yang kualitas
udaranya masih bersih dan terdapat pemandangan atau view yang indah berpotensi
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

3.3 Permasalahan Lahan


Permasalahan lahan pada di setiap SPL dapat dianalisis berdasarkan data
kondisi lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data kondisi lahan merupakan
data yang terdiri dari data hasil survei, nilai erosi aktual (A), nilai erosi yang
diperbolehkan (Edp), dan kelas kemampuan lahan (KKL). Sedangkan kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar mempengaruhi terhadap bentuk pengelolaan lahan dan
tindakan konservasi yang dilakukan di masing-masing SPL. Pada SPL 1
penggunaan lahan aktualnya adalah hutan produksi dengan komoditas tanaman
utamanya adalah tanaman jati. Nilai erosi aktual yang berhasil di identifikasi adalah
sebesar 52,72 ton/ha/tahun di mana nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
nilai erosi yang diperbolehkan (Edp) yaitu sebesar 35 ton/ha/tahun. Tingginya nilai
erosi aktual daripada nilai Edp pada SPL 1 beberapa diantaranya ditentukan oleh
tingkat kemiringan lahan yang curam sebesar 53% dan panjang lereng sebesar 11,6
m dimana dalam pengelolaannya tanpa ada bangunan teknis pengendali erosi
seperti teras ataupun sejenisnya. Kemudian hal ini didukung juga dengan tingkat
tutupan lahan yang cukup rendah pada permukaan tanah dan kerapatan kanopi dari
tanaman pohon jati yang belum optimal karena diperkirakan pohon jati baru berumur
± 3 tahun terlebih jarak tanam yang cukup berjauhan. Kerapatan vegetasi sangat
berperan dalam mengurangi daya rusak air hujan terhadap tanah melalui mekanisme
perlindungan oleh kanopi dan hasil seresah yang dapat melindungi sekaligus
sebagai input bahan organik pada tanah. Kelas kemampuan lahan pada SPL 1
termasuk kelas VII dengan tingkat erosi sebesar 17,72 ton/ha/tahun atau termasuk
kategori erosi ringan menurut Permenhut No. P32/Menhut-11 (2009).

Selaras dengan SPL 1 penggunaan lahan aktual pada SPL 2 adalah hutan
produksi dengan komoditas yang ditanam adalah tanaman sonokeling. Memiliki
karateristik kemiringan lahan yang yang sangat curam sebesar 70% dan panjang
lereng 11,8 m mengklasifikasikan kelas kemampuan lahanya termasuk kelas VIII.
Nilai erosi aktual terindentifikasi sebesar 43,52 ton/ha/tahun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai Edp sebesar 35 ton/ha/tahun. Apabila dibandingkan
dengan SPL 1 tingkat erosi yang terjadi sangat ringan yaitu sebesar 8,52
ton/ha/tahun. Hal ini disebabkan oleh tingkat kerapatan dan diversitas vegetasi pada
SPL 2 lebih rapat dan beragam jika dibandingkan dengan SPL 1 sehingga
kemampuan melindungi tanah dari daya rusak air hujan yang dapat menimbulkan
erosi jauh lebih tinggi. Meskipun demikian lahan dengan kelas VIII menurut (Sigit dan
Istika, 2014) dalam pemanfaatannya tidak sesuai untuk hutan produksi dan harus
dibiarkan dalama keadaan alami).

Pada SPL 3 penggunaan lahan aktualnya adalah lahan pertanian sawah


kering dengan komoditas tanaman utama yang dibudidayakan adalah jagung.
Dengan karateristik kemiringan lereng yang curam sebesar 46% dan panjang lereng
15,5 m mengklasifikasikan kelas kemampuan lahannya termasuk kelas VII. Dalam
praktik pemanfaatan lahan yang mengkedepankan konservasi seharusnya lahan
tersebut tidak sesuai untuk penggunaan lahan pertanian yang intensif. Beberapa
faktor mempengaruhi besarnya nilai erosi aktual pada lahan sebesar 138,84
ton/ha/tahun yang melebihi nilai Edp sebesar 35 ton/ha/tahun adalah rendahnya
vegetasi dan pengolahan tanah intensif yang ada pada lahan, sehingga
mempengaruhi nilai erodibilitas tanah menjadi lebih tinggi yang menunjukan
tanahnya mudah untuk tererosi. Tercatat besarnya tingkat erosi adalah 103,34
ton/ha/tahun atau termasuk erosi sedang yang menunjukan besarnya potensi erosi
pada SPL 3 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan SPL lainya.

IV. PERENCANAAN KONSERVASI


4.1 Rekomendasi Konservasi
Konservasi merupakan suatu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk dapat
menjaga atau memperbaiki suatu keadaan hingga dapat dimanfaatkan secara terus
menerus. Konservasi sumberdaya lahan dan air mempunyai tujuan utama untuk
mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya. Konservasi
tersebut dilakukan melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan banjir, sehingga
lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk kemakmuran
rakyat. Upaya tersebut harus sesuai dengan kondisi yang ada dilahan sehingga tidak
menambah kerusakan dan mampu memberikan pertimbangan yang lebih baik. Pada
project kali ini, terdapat tiga SPL yang diamati yaitu SPL 1 dengan vegetasi pohon
Jati, SPL 2 dengan vegetasi pohon Sonokeling, dan SPL 3 vegetasi tanaman
semusim (Jagung). Kelas kemampuan lahan ketiga SPL yang diamati masing-
masing adalah SPL 1 VIIe, SPL 2 VIIIe, dan SPL 3 VIIe. Kemampuan lahan yang
berbeda mempengaruhi rekomendasi konservasi yang sesuai bagi lahan tersebut.

Meninjau dari kondisi lahan aktual, konservasi yang dapat diterapkan pada
ketiga SPL yaitu konservasi vegetasi dan mekanik. Konservasi vegetasi merupakan
suatu cara pengelolaan lahan menggunakan tanaman atau tumbuhan atau sisa
tumbuhan yang dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak
oleh air hujan yang jatuh dan aliran permukaan atau runoff (Hadi, 2009). Konservasi
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cover crop, multiple cropping,
rotation cropping, residue management sebagai mulsa, dan wana tani atau
agroforestri. Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan
bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan
organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi
temperatur tanah. Sedangkan konservasi tanah mekanik menurut Wahyudi (2014),
adalah sebuah metode teknik sipil yang melibatkan seluruh kegiatan fisik seperti
pembuatan teras, bangunan pengendali, bangunan penahan sedimen yang ditujukan
untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas
kemampuan tanah.
SPL 1
Pada SPL 1 memiliki erosi aktual lebih besar yaitu 52,72 ton/ha/tahun dari
pada erosi yang diperbolehkan yaitu 35 ton/ha/tahun. Rekomendasi konservasi yang
dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan tanaman penutup tanah berupa rumput
gajah. Menurut Satriagasa et al. (2020) tutupan vegetatasi utama rumput ampuh
kaitannya dalam pengurangan erosi dengan mekanisme mengintersepsi, menyerap,
dan mereduksi energi dari agen erosi yakni butiran hujan serta numput ini pula dapat
menambah kekasaran permukaan yang berimplikasi pada pengurangan laju dan
menyaring partikel tanah dalam limpasan permukaan.

SPL 2
Pada SPL 2 memiliki erosi aktual lebih besar yaitu 43,52 ton/ha/tahun dari
pada erosi yang diperbolehkan yaitu 35 ton/ha/tahun. Namun, erosi tersebut masih
tergolong ringan karena solum tanah pada SPL 2 lebih dari 90 meter yaitu 105
meter. Selain itu, SPL 2 juga memiliki faktor pembatas lereng yang sangat curam
yaitu 70%. Rekomendasi konservasi yang disarankan yaitu tetap membiarkan lahan
tersebut dalam keadaan alami. Penggunaan lahan pada SPL 2 sebagai hutan
produksi cukup sesuai, ditambah dengan adanya semak dibawahnya yang berfungsi
sebagai penutup lahan dan tidak boleh dihilangkan. Namun, lahan pada kemiringan
lebih dari 60% cocok digunakan sebagai hutan lindung.

SPL 3
Pada SPL 3 nilai erosi aktual lebih besar yaitu 138,34 ton/ha/tahun
dibandingakan dengan erosi yang diperbolehkan yaitu 35 toh/ha/tahun, dengan
kemiringan 46%. Rekomendasi konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggati tanaman semusim dengan agroforestri tanaman kopi dengan tanaman sela
jahe dan pohon jati. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), pertanaman sela adalah
pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem
ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi
permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan,
pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya. Dari
segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi
dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan
secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman
tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk
tanaman semusim.
Untuk pengelolaan lahan dilakukan dengan cara mengubah teras gulud
menjadi teras bangku dengan penggarapan tenaga manusia. Fungsi utama dari
teras bangku antara lain memperlambat aliran permukaan, menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan
laju infiltrasi dan mempermudah pengolahan tanah. Penambahan tanaman penguat
teras juga diperlukan yaitu dengan tanaman rumput gajah. Mekanisme rumput gajah
dalam konservasi tanah guna mengurangi erosi karena rumput gajah memiliki
pertumbuhan akar berserat dan rimpang. Selain itu, tanaman ini memiliki ciri
pertumbuhan anakan akar-akar yang menyebar dengan cepat secara dangkal (pada
kedalaman tanah 0-30 cm) di atas area yang luas. Fungsi dari akar ini adalah
memperkuat tanah di sekitar dan perakaran serta adanya peningkatan ikatan kohesi
(Siregar, R. 2008).

Tabel 9 Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi)


SPL A (Aktual) A (Rekomendasi)
1 52,72 26,36
2 43,52 4,35
3 138,34 1,33
Tabel 9. Merupakan tabel perbandingan nilai A pada kondisi aktual dan
rekomendasi. Nilai pada rekomendasi mengalami penurunan di setiap SPL. Pada
SPL 1 A actual dari 52,72 menjadi 26,36. SPL 2 dari A aktual dari 43,52 menjadi 4,35
dan SPL 3 dari A aktual 138,34 menjadi 1,33. Rekomendasi yang diusulkan bukan
hanya memiliki keuntungan pada tingkat ekonomi dan ekologi. Namun, rekomendasi
tersebut juga memiliki keuntungan karena mampu membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar sehingga mampu membantu masyarakat keluar dari tingkat
kemiskinan meskipun tidak secara langsung.

4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi


Berdasarkan hasil rekomendasi pada lahan pengamatan terdapat beberapa
rekomendasi yang dapat diterapkan pada lahan tersebut yakni pada SPL 1
direkomendasikan dengan penambahan tutupan lahandengan rumput gajah; SPL 2
dengan tetap membiarkan lahan tersebut dalam keadaan alami dan semak
dibawaknya tetap dijaga; serta SPL 3 dengan rekomendasi perubahan penggunaan
lahan menjadi agroforestri kopi dan jahe serta permbuatan teras bangku dengan
tenaga manusia dan penambahan tanaman penguat teras yaitu rumput gajah.

Kelebihan rekomendasi pada SPL 1 yaitu tanaman rumput gajah selain dapat
digunakan sebagai tanaman penutup juga dapat dijadikan pakan ternak. Pada SPL 2
lahan tetap dibiarkan alami yaitu tanaman perkebunan dengan tanah tertutup baik.
Hal tersebut dikarenakan SPL 2 memiliki kemiringan yang sangat curam yang
seharusnya hanya digunakan sebagai hutam alami. Sedangkan, kelebihan
rekomendasi pada SPL 3 yaitu pergantian menjadi agroforestri kopi dan jahe lebih
menguntungkan dibandingkan dengan tanaman semusim jagung. Tanaman kopi
memiliki harga jual yang cukup tinggi sekitar Rp25.000 sampai Rp250.000
tergantung pada jenis kopi yang ditanam. Pemanfaatan tanaman jahe selain
digunakan sebagai bumbu masak, jahe jugadimanfaatkan pada industri obat,minyak
wangi, industri jamu tradisional, asinan jahe, pestisida alami, minyak atsiri, dan lain –
lain (Titasari, 2015).
V. KESIMPULAN

Hasil identifikasi kondisi lahan didapatkan kelas kemampuan lahan dari setiap
SPL. SPL 1 yang diperuntukkan sebagai hutan produksi jati dengan kemiringan
lahan 53% tergolong kelas VII dengan faktor pembatas erosi. SPL 2 yang
diperuntukkan sebagai hutan produksi sonokeling dengan kemiringan lahan 70%
tergolong kelas VIII dengan faktor pembatas erosi. SPL 3 yang diperuntukkan
sebagai lahan tanaman semusim dengan kemiringan lahan 53% tergolong kelas VII
dengan faktor pembatas erosi. Sehingga ditinjau dari kelas kemampuan lahannya,
SPL 1 memiliki masalah berpeluang terjadi erosi karena tidak adanya bangunan
pengendali erosi dan rendahnya tutupan lahan. Permasalahan SPL 2 yakni
penggunaan lahan tidak sesuai kelas kemampuan lahan dan berpeluang terjadi erosi
ringan. Permasalahan pada SPL 3 yakni penggunaan lahan tidak sesuai kelas
kemampuan lahan dan tingkat erosi yang paling tinggi.

Rekomendasi konservasi yang dapat diterapkan pada SPL 1 adalah metode


vegetatif dengan menanam tanaman penutup berupa rumput gajah yang dapat
dijadikan pakan ternak. Rekomendasi konservasi yang dapat diterapkan pada SPL 2
adalah membiarkan lahan tersebut dalam keadaan alami agar menjadi penyangga
ekosistem. Rekomendasi konservasi yang dapat diterapkan pada SPL 3 adalah
metode vegetatif dan mekanis dengan mengganti penggunaan lahan menjadi
agroforestri kopi, menanam tanaman sela berupa jati dan jahe, mengubah teras
gulud menjadi teras bangku dengan penambahan tanaman penguat teras berupa
rumput gajah. Keuntungan melakukan agroforestri dapat menambah penghasilan
masyarakat,
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi Lembaga
Sumberdaya, IPB. Bogor, Hal. 2, 12, 13, 17, 121, 194, dan 356.

BPS. 2021. KABUPATEN TULUNGAGUNG DALAM ANGKA 2021. ISSN: 0215-


5885. Penerbit BPS Kabupaten Tulungagung/BPS-Statistic of Tulungagung
Regency.
Dewi, U., Trigunasi, M., Kusmawati, T. 2012. Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah
Aliran Sungai Saba. 1(1). ISSN: 2301-6515

Hanafi, F., Pamungkas, D. 2021. Jurnal Geografi. Aplikasi Model Rusle untuk
Estimasi Kehilangan Tanah Bagian Hulu di Sub Das Garang, Jawa Tengah.
18(1): 30-36.

Juhadi. 2007. Pola-Pola Pemanfaatan Lahan dan Degradasi Lingkungan Pada


Kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi UNNES. Vol 4 (1) 11-24.
Kasmawati, et. al. 2016. PREDIKSI EROSI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN
LAHAN DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN
DONGGALA. e-J. Agrotekbis 4 (6) : 659 – 666. ISSN : 2338-3011.

Nurmani, U., et. al. 2016. INDEKS BAHAYA EROSI (IBE) PADA BEBERAPA
PENGGUNAAN LAHAN DI DESA MALEI KECAMATAN BALAESANG
TANJUNG KABUPATEN DONGGALA. e-J. Agrotekbis 4 (2) :186-194. ISSN :
2338-3011

Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta. Penerbit


ANDI.

Riduwan. (2015). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung: Alfabeta.
Setiawan, Agus, 2006. Nilai Konservasi Keanekaraga-man dan Rosot Karbon Pohon
pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota: Studi Kasus pada Ruang Terbuka Hi-
jau (RTH) Kota Bandar Lampung. Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sihite. J. 2001. Evaluasi Dampak Erosi Tanah Model Pendekatan Ekonomi


Lingkungan dalam Perlindungan DAS: Kasus Sub-DAS Besai – DAS Tulang
Bawang, Lampung. Disertasi Doktor Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. ICRAF SE-Asia Southeast Asian Regional Research Programme PO
Box 161 Bogor 16001 Indonesia.
Sosrodarsono, Suyono, Kensaku Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya
Paramita, Jakarta.
Subagyono, K., S. Marwanto, dan U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara
Vegetatif. Bogor. Balai Penelitian Tanah.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.CV.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT


Alfabet.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV.

Susendi, N. Andrian dan Sopyan, Iyan. 2021. Kajian Metode Root Cause Analysis
yang Digunakan dalam Manajemen Resiko di Industri Farmasi. Majalah
Farmasetika. 6(4): 310-321.
Susilowati, Sobriyah, Nugraheni, A. 2013. Perbandingan Hasil Prediksi Laju Erosi
Dengan Metode USLE, MUSLE, di DAS Keduang. Jurnal Matriks Teknik Sipil.
1(3). DOI: https://doi.org/10.20961/mateksi.v1i3.37537
Sutrisno, N. dan N. Heryani. 2013. Teknologi Konservasi Tanah dan Air untuk
Mencegah Degradasi Lahan Pertanian Berlereng. Jurnal Litbang Pertanian 32
(3): 122-130.
Taiyeb, A., Neni Sri W. N. dan Abdul Wahid. 2019. KONDISI MORFOLOGI TANAH
DI BAWAH TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) DI KELURAHAN BAIYA
KECAMATAN TAWAELI KOTA PALU. PROSIDING SEMNAS BIODIVERSITY
CONSERVATION. ISSN : 978-602-6619-69-3. Hal. 88-95.
Tarigan, D. R. dan D. Mardiatno. 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap
Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa
Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Juenal Bumi Indonesia
1 (3).
Tjahjono, H. 2007. LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2007. Pemerintah Kabupaten
Tulungagung
Tupi, Rio Diharjo. 2014. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dan Keunggulan Wilayah Untuk
Pengembangan Kacang Tanah (Arachis Hypogeae L). Di Wilayah Gorontalo
Utara Provinsi Gorontalo. Tesis. Universitas Negeri Gorontalo.

Utami, K.A., Sujatmoko, B., Fauzi, N. 2019. Jurnal Teknik. Kajian Sedimentasi pada
DAS Sail Pekanbaru dengan menggunakan SIG dan Metode Usle. 13(1): 43-
60.

Widiatmaka, Ambarwulan, W., Purwanto, J.Y.M., Setiawan, Y., Efendi, H. 2015.


Jurnal Manusia dan Lingkungan. Daya Dukung Lingkungan Bebasis
Kemampuan Lahan di Tuban Jawa Timur. 22(2): 247-259.

Balai Penelitian Tanah. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Hadi, M. 2009. Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengelolaan Lingkungan.


Universitas Diponegoro: Lab Ekologi & Biosistematik Jurusan Biologi.

Wahyudi, 2014. Teknik Konservasi Tanah serta Implementasinya pada Lahan


Terdegradasi dalam Kawasan Hutan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan
6 (2): 71-85.

Siregar, R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar Dan Efisiensi Penggunaan Air Pada
Rumput Gajah Dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah.
Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 3. No. 1. Hal 29- 35.

Satriagasa, Muhammad & Suryatmojo, Hatma. 2020. Efektivitas Tutupan Rumput


Gajah (Pennisetum purpureum) dalam Mitigasi Erosi Tanah oleh Air Hujan.
Jurnal Agritech. 40. 141-149. 10.22146/agritech.50290.

Anda mungkin juga menyukai