Kelompok 3
Kelompok 3
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : 1
KELAS : UB KEDIRI A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Judul : Metode Konservasi Tanah dan Air di Bukit Bagir Kabupaten
Tulungagung
Penyusun : Kelompok 1
Kelas : UB Kediri A
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................5
I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................6
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................61.2
Tujuan......................................................................................................................................7
II. PENDEKATAN METODE..........................................................................................................8
2.1 Identifikasi Kondisi Lahan...................................................................................................8
2.2 Analisis Permasalahan.........................................................................................................9
III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN...........................................................................................13
3.1 Kondisi Lahan.......................................................................................................................13
3.2 Potensi Lahan.......................................................................................................................15
3.3 Permasalahan Lahan..........................................................................................................20
IV. PERENCANAAN KONSERVASI..............................................................................................23
4.1 Rekomendasi Konservasi...................................................................................................23
V. KESIMPULAN...............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................29
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan..............................................................................9
Tabel 2 Tabel administratif Kecamatan Campurdarat..................................................................13
Tabel 3 Data curah hujan bulanan Kecamatan Campurdarat pada tahun 2020......................14
Tabel 4 Hasil Pengamatan pada masing-masing SPL.................................................................15
Tabel 5 Pendugaan erosi aktual pada masing-masing SPL.......................................................16
Tabel 6 KKL Satuan Petak Lahan 1...............................................................................................17
Tabel 7 KKL Satuan Petak Lahan 2...............................................................................................18
Tabel 8 KKL Satuan Petak Lahan 3...............................................................................................18
Tabel 9 Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi)..............................................................................25
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
Gambar 1. Nomograf LS.............................................................................................11
Gambar 2. Diagram fishbone.....................................................................................12
Gambar 3 Peta Administratif Kabupaten Tulungagung (sumber: BAPPEDA
KABUPATEN TULUNGAGUNG)................................................................................13
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas
dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief,
hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia di masa lalu dan sekarang; yang semuanya itu berpengaruh terhadap
penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa akan datang
(Tupi, et al. 2014). Berdasarkan pengertian tersebut, lahan dapat dipandang sebagai
suatu sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) komponen struktural yang sering disebut
karakteristik lahan; dan (2) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan.
Kualitas lahan merupakan sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat
kemampuan dan kesesuaian lahan bagi macam pemanfaatan tertentu.
Peningkatan jumlah manusia dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan
perubahan dalam pemanfaatan lahan dan selanjutnya akan menyebabkan
perubahan dalam kualitas lingkungan. Perubahan lingkungan ini sering merupakan
akibat pemanfaatan sumber daya alam sudah melampaui daya dukung lingkungan.
Dampak yang sering terlihat adalah bertambahnya lahan kritis, meningkatnya erosi
tanah dan sedimentasi serta terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau. Perubahan pemanfaatan lahan ini dalam jangka pendek
terlihat rasional secara ekonomis karena banyak nilai dan manfaat langsung yang
diperoleh tetapi pada sisi lain banyak manfaat dari perlindungan lingkungan dengan
adanya kawasan lindung yang tidak dihitung dalam pengambilan kebijakan untuk
penggunaan lahan (Juhadi, 2007).
Lahan pada kawasan perbukitan sebagai salah satu tipologi lahan usaha tani
yang diusahakan oleh petani, secara umum memiliki beberapa tipikal yang
berhubungan dengan ketersediaan air bagi tanaman, antara lain; 1) memiliki sumber
daya air yang terbatas, 2) mengandalkan pada air hujan dan 3) memiliki air tanah
yang relatif dalam dan 4) hilangnya air yang relatif cepat (fast-drain). Keterbatasan
sumber air tersebut menjadikan daerah pertanian lahan kering sangat rawan
terhadap kekeringan.
Intensitas pemanfaatan lahan pada kawasan perbukitan (upland area),
khususnya untuk sektor pertanian mengalami peningkatan seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk dan globalisasi perdagangan internasional, sehingga
berakibat pada perilaku pemanfaatan lahan yang kurang bijaksana untuk mengejar
kepentingan jangka pendek. Lebih memprihatinkan dan mengkhawatirkan perilaku
pemanfaatan lahan yang tidak didasarkan pada pola prinsip-prinsip kelestarian
sumber daya lahan, dan perilaku yang demikian itu tidak saja terjadi pada kawasan
budidaya namun juga telah terjadi pada kawasan yang seharusnya dikonservasi
(kawasan lindung).
Dampak dari degradasi lingkungan pada kawasan perbukitan (upland area) ini
secara potensial mempunyai dampak ikutan yang cukup luas, tidak hanya pada
sektor pertanian tetapi juga pada sektor lainnya (Sihite, 2001). Dampak ini
menyebabkan terjadinya erosi dan longsor lahan, serta berdampak pada kebijakan
dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan dan lingkungan. Fenomena
semacam itu telah merata terjadi di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk juga
daerah Bukit Bagir Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
Kegiatan ini lakukan untuk menganalisis kondisi lahan dan menyusun rekomendasi
konservasi yang tepat yang nantinya juga dapat diterapkan oleh petani di Bukit Bagir.
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi lahan di Bukit
Bagir, Tulungagung, menganalisis permasalahan yang terjadi pada lahan, dan
menentukan rekomendasi tindakan konservasi yang dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan biofisik dan sosial ekonomi masyarakat.
II. PENDEKATAN METODE
2.1 Identifikasi Kondisi Lahan
Metode yang diterapkan dalam identifikasi kondisi lahan adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan pendapat Sugiyono
(2013), pendekatan deskriptif diterapkan untuk mengetahui skor dari tolak ukur
pengamatan yang memiliki satu atau lebih variabel dengan mencari korelasi antara
variabel tersebut. Sedangkan pendekatan kuantitatif menurut pendapat Sugiyono
(2017), membutuhkan akumulasi data menggunakan perangkat penelitian dan
analisisnya bercorak kuantitatif untuk meneliti populasi maupun sampel tertentu.
Data diperoleh dari observasi langsung dan wawancara. Pengambilan sampel dalam
penelitian menggunakan purposive sampling yang didasari seleksi khusus, artinya
peneliti membuat kriteria tertentu untuk informan, dalam hal ini ialah petani setempat.
Teknik purposive sampling menurut Ridwan (2015) dan Sugiyono (2016), perlu
mempertimbangkan hal-hal tertentu atas informan yang harus sesuai penelitian
dengan pendekatan kuantitatif. Adapun data yang dibutuhkan untuk menentukan
kelas kemampuan lahan (KKL) adalah kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman
efektif tanah, drainase, erosi, bahan kasar dalam tanah, batuan di permukaan tanah,
curah hujan dan ancaman banjir. Adapun data yang dibutuhkan untuk menentukan
erosi yang diperbolehkan (Edp) adalah kedalaman tanah, sub-ordo tanah, faktor
kedalaman tanah, umur kelestarian tanah dan skor BI tanah. Adapun data yang
dibutuhkan untuk menentukan erosi aktual (A) adalah curah hujan untuk mengetahui
erosivitas, indeks erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, vegetasi dan
pengelolaan.
Data identifikasi kondisi lahan diperoleh dari hasil survei lahan dengan lereng
yang berbeda di Bukit Bagir, Tulungagung, Jawa Timur dan wawancara petani pada
tanggal 6 November 2021, serta hasil sintesis artikel ilmiah dan data dari instansi
resmi seperti BPS dan pemerintah setempat. Berdasarkan hasil survei yang telah
dilakukan di Bukit Bagir, didapatkan data kondisi lahan berupa struktur tanah,
tekstur, panjang lereng, kemiringan lereng, tanaman, pengelolaan lahan, batuan,
bahan organik, banjir. Data lain yang dibutuhkan untuk mendukung identifikasi lahan
diperoleh dari hasil sintesis artikel ilmiah dan data pemerintah setempat serta
wawancara petani setempat.
2.2 Analisis Permasalahan
Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada pada
penggunaan lahan di Bukit Bagir Desa Pelem Kecamatan Campurdarat Kabupaten
Tulungagung adalah dengan mengelompokkan kriteria-kriteria lahan pada setiap
penggunaan lahan yang diperoleh, menentukan kelas dan sub kelas kemampuan
lahan berserta faktor penghambatnya pada masing-masing penggunaan lahan
berdasarkan hasil pengelompokan kriteria-kriteria penggunaan lahan serta faktor
penghambatnya, menyesuaikan kelas lahan pada penggunaan lahan yang telah
diterapkan oleh masyarakat setempat, serta menentukan arahan penggunaan lahan
yang tidak sesuai antara kelas kemampuan lahannya dengan pola penggunaan
lahannya dan merencanakan teknik konservasi yang tepat.
Klasifikasi kemampuan lahan (KKL) pada setiap penggunaan lahan di wilayah
penelitian dilakukan dengan berpedoman pada kriteria klasifikasi kemampuan lahan
modifikasi sistem USDA (Widiatmaka, 2015). Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
secara sistematik ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Kelas Kemampuan Lahan (KKL)
pembatas I II III IV V VI VII VIII
Tekstur t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
tanah lapisan
atas (40 cm)
Tekstur t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
tanah lapisan
bawah
Lereng I0 I1 I2 I3 (*) I4 I5 I6
permukaan
Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
Kedalaman k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)
efektif
Tingkat erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)
Kerikil/ b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3
batuan
Banjir o0 o1 o2 o3 o4 (*) (*) (*)
Keterangan :
(*) : Dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebh
rendah
(**) : Permukaan tanah selalu tergenang air
Selain penentuan kelas kemampuan lahan, metode yang digunakan dalam
analisis permasalahan di setiap satuan peta lahan (SPL) yang telah ditentukan
adalah metode USLE (Universal Soil Losses Equation) untuk pendugaan erosi.
Menurut Utami et al., (2019) metode ini dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi
tanah dalam waktu yang panjang dari suatu lahan tertentu. Memprediksi nilai erosi
dengan menggunakan metode USLE yang diperoleh dari hubungan antara beberapa
faktor penyebab dari erosi dapat ketahui dengan menggunakan rumus :
A = R.K.LS.C.P
Dengan A : Besarnya Kehilangan tanah persatuan luas lahan (ton/ha/tahun), R :
erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (rainfall-runoff erosivity), K : indeks
erodibilitas tanah (soil erodibility), LS : indeks panjang dan kemiringan lereng, C :
indeks penutupan lahan (cropping management), P : indeks upaya konservasi
tanah/lahan.
Menurut Liastuti et al., (2018) dalam pemakaian rumus USLE hal yang perlu
diperhatikan adalah USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur, dan
tidak erosi parit serta USLE tidak memperhatikan endapan sedimen, hanya
meperkirakan besarnya tanah yang mengalami erosi. Adapun langkah-langkah
dalam menentukan erosi menggunakan metode USLE adalah sebagai berikut :
a. Menentukan indeks erosivitas curah hujan (R)
Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau
menyebabkan erosi. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan
butiran air hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena limpasan
permukaan tanah. Kemampuan ari hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah
bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, di mana keduanya memengaruhi
besarnya energi kinetik air hujan. Penetapan indeks erosivitas hujan bulanan dapat
dihitung melalui persamaan yang dikemukakan oleh Utomo dan Mahmud (1984)
sebagai berikut :
Rb = 10,80+4,15 CHb
Keterangan :
Rb = Indeks erosivitas bulanan
CHb = Curah hujan bulanan (cm)
b. Menentukan indeks erodibilitas tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah akibat adanya energi kinetik air
hujan. Besarnya indeks erodibilitas tanah dapat diketahui dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Gambar 1. Nomograf LS
d. Menentukan indeks tutupan lahan (C) dan upaya konservasi tanah/lahan (P)
Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang
ditanami sesuatu jenis tanaman dengan erosi dari plot kontrol. Besarnya angka ini
ditentukan oleh kemampuan tanaman penutup tanah, maka akan lebih baik jika nilai
C dihitung secara berkala berdasarkan periode pertumbuhan. Di lapangan
perhitungan nilai C dapat dilakukan dengan cara pengamatan jenis-jenis tanaman
dominan. Nilai faktor P didapat dari membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi
perlakuan P dengan kehilangan tanah pada petak baku. Agar nilai P yang diperoleh
dari pengelolaan mempunyai nilai yang baku dan bersifat umum, metode
pengelolaan yang digunakan seharusnya bersifat baku.
Berdasarkan besarnya nilai erosi (A) pada setiap SPL juga digunakan metode
perhitungan Edp (erosi yang diperbolehkan untuk mengetahui ukuran kehilangan
tanah yang diizinkan (soil loss tolerance) atau besarnya erosi yang tidak melebihi laju
pembentukan tanah. Nilai erosi pada suatu satuan medan dapat diketahui dalam
kondisi baik atau kritis melalui perhitungan nilai erosi yang diperbolehkan (Edp).
Perhitungan Edp memerlukan data kepadatan tanah (bulk density), kedalaman
efektif tanah, serta nilai faktor kedalaman tanah (Hanafi dan Pamungkas, 2021). Laju
erosi yang diperbolehkan, dihitung dengan persamaan Hammer 1981) dengan
rumus:
Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi aktual
dengan erosi yang diperbolehkan. Apabila erosi aktual lebih kecil daripada erosi
yang diperbolehkan (A < Edp) maka daerah tersebut perlu dipertahankan agar
kondisinya tetap lestari. Sedangkan apabila erosi aktual melampaui erosi yang
diperbolehkan (A > Edp), maka daerah ini perlu perencanaan konservasi tanah dan
air dengan mempertimbangkan antara faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta
faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih
beberapa alternatif faktor C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan (Dewi et al., 2012).
Kemudian untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari permasalahan yang
ada, pada penelitian ini digunakan metode fishbone. Diagram fishbone adalah suatu
diagram yang menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu
masalah dan berguna dalam brainstorming karena dapat menyusun ide-ide yang
muncul (Fliedner, 2011). Menurut Susendi et al., (2021) Fishbone diagram dapat
menjadi kerangka teoritis yang komprehensif untuk mewakili dan menganalisis akar
penyebab. Diagram fishbone juga dapat menguraikan setiap masalah yang
diidentifikasi dan semua orang terlibat dapat memberikan saran yang mungkin
menjadi penyebab masalah. Prosedur yang digunakan untuk menganalisis akar
masalah menggunakan Fishbone diagram dalam identifikasi penyebab masalah
yaitu: menyiapkan diagram fishbone analysis, mengidentifikasi efek atau masalah,
mengidentifikasi kategori penyebab utama, menemukan penyebab potensial dengan
meminta saran, meninjau setiap kategori penyebab utama, menemukan konsensus
untuk kemungkinan penyebab, dan menerapkan hasil analisis. Berikut merupakan
gambaran fishbone diagram yang digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3 Data curah hujan bulanan Kecamatan Campurdarat pada tahun 2020.
Jumlah Curah Hujan
Bulan Banyak Hari Hujan (Hari)
(mm)
Januari 16 202
Februari 20 451
Maret 20 247
April 14 269
Mei 11 152
Juni 9 96
Juli 4 4
Agustus - -
September 4 60
Oktober 11 126
November 15 214
Desember 14 167
Jumlah 138 1988
Rata” 12 166
(sumber: BPS Kabupaten Tulungagung, 2021)
5 LS 4,5 6,5 5
7 P 1 1 0,15
12 Faktor Tanah 1 1 1
13 Umur Lahan 300 300 300
14 BI (kg/dm3) 1 1 1
15 Edp 35 35 35
(ton/ha/th)
Faktor kedalaman diperoleh dari data sekunder yaitu odo tanah kecamatan
Campurdarat, diketahui bahwa ordo tanahnya yaitu Inceptisol (Tjahjono, 2007).
Kemudian data ordo tersebut dianalisis menggunakan pedoman berupa Buku Kunci
Taksonomi Tanah sehingga didapatkan sub-ordo tanahnya yaitu Orthent (Soil
Survey Staff, 2014). Selanjutnya dicocokkan sub-ordo tanahnya dengan nilai faktor
kedalaman tanahnya.
Drainase Baik d0 / I
Tingkat Erosi
17,72 II
(ton/ha/tahun)
Batu/Kerikil Sedang b2 / V
Bahaya Banjir Tidak ada o0 / I
Drainase Baik d0 / I
Tingkat Erosi
8,52 I
(ton/ha/tahun)
Batu/Kerikil Sedang b2 / V
Tingkat Erosi
103,34 III
(ton/ha/tahun)
Permeabilitas Sedang p3 / I
Batu/Kerikil Sedikit b1 / I
Berdasarkan data yang diperoleh dari data sekunder dan pengamatan yang
telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada SPL 1, SPL 2 dan SPL 3 ketiganya
memiliki faktor pembatas yang sama yaitu berupa kemiringan lereng. Kelas
kemampuan lahan dari SPL 1, SPL 2 dan SPL 3 berturut-turut adalah kelas VII, VIII
dan VII. Berdasarkan hasil analisis klasifikasi kemampuan lahan pada masing-
masing SPL di Bukit Bagir, dapat diketahui bahwa ketiga SPL tersebut berpotensi
sangat sesuai digunakan untuk kawasan hutan lindung yang didominasi dengan
tanaman permanen khususnya pada SPL 2 yang memiliki kemiringan lahan sebesar
70%. Pada SPL 1 dan SPL 3 berpotensi sangat sesuai digunakan untuk hutan
lindung dan agak sesuai untuk digunakan sebagai hutan produksi namun tidak
sesuai digunakan untuk budidaya tanaman semusim. Meskipun demikian
penggunaan lahan aktual pada salah satu dari ketiga SPL tersebut masih terdapat
lahan pertanian semusim yaitu pada SPL 3. Pada SPL 3 lahan tersebut digunakan
untuk budidaya tanaman jagung yang dirotasi tanam dengan komoditas kacang
tanah dan singkong. Dengan penggunaan lahan yang kurang sesuai pada SPL 3
dikhawatirkan menyebabkan terjadinya erosi yang dapat mangakibatkan kerusakan
lahan. Pada SPL 3 erosi berpotensi besar dapat terjadi karena tanaman semusim
memiliki kanopi yang sempit sehingga dapat meloloskan banyak air hujan yang
mengakibatkan kerusakan pada tanah (Subagyono et al., 2003).
Pada SPL 1 dan 2 penggunaan lahan aktualnya adalah sebagai hutan produksi
dengan komoditas jati pada SPL 1 dan komoditas sonokeling pada SPL 2, keduanya
merupakan tanaman tahunan yang dibudidayakan oleh Perhutani. Kondisi aktual
pada SPL 1 dan 2 yang masing-masing memiliki tingkat kemiringan lahan sebesar
53% dan 70% sangat memerlukan adanya tanaman tahunan. Lereng yang memiliki
kemiringan yang curam akan semakin meningkatkan kecepatan pengangkutan
material oleh air yang jatuh pada lahan yang mengakibatkan semakin besar material
tanah yang berpindah (Tarigan dan Mardiatno, 2013). Tanaman tahunan memiliki
kanopi yang lebar sehingga dapat mengurangi energi kinetik dari air hujan yang jatuh
pada lahan yang dapat merusak agregat tanah dan menutup pori tanah sehingga
mencegah adanya infiltrasi (Subagyono et al., 2003). Salah satu tanaman tahunan
selain dari komoditas utama yang ditanam pada kedua SPL tersebut adalah tanaman
akasia. Tanaman akasia mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi dan
merupakan spesies eksotik yang biasanya digunakan untuk kegiatan reboisasi dan
penghijauan (Setiawan, 2006). Selain dari penggunaan lahan aktual yang sudah
disebutkan sebelumnya, pada daerah di dekat SPL 1 dan SPL 3 ditemukan
penggunaan lahan aktual lain yaitu berupa tempat rekreasi. Tempat rekreasi yang
terdapat di sekitar daerah SPL tersebut yaitu Watu Payung yang letaknya di bawah
SPL 1 dan tempat perkemahan yang letaknya di dekat SPL 3. Dengan kondisi lahan
yang tidak terlalu tinggi yaitu berada di ketinggian antara 90 – 200 mdpl yang kualitas
udaranya masih bersih dan terdapat pemandangan atau view yang indah berpotensi
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Selaras dengan SPL 1 penggunaan lahan aktual pada SPL 2 adalah hutan
produksi dengan komoditas yang ditanam adalah tanaman sonokeling. Memiliki
karateristik kemiringan lahan yang yang sangat curam sebesar 70% dan panjang
lereng 11,8 m mengklasifikasikan kelas kemampuan lahanya termasuk kelas VIII.
Nilai erosi aktual terindentifikasi sebesar 43,52 ton/ha/tahun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai Edp sebesar 35 ton/ha/tahun. Apabila dibandingkan
dengan SPL 1 tingkat erosi yang terjadi sangat ringan yaitu sebesar 8,52
ton/ha/tahun. Hal ini disebabkan oleh tingkat kerapatan dan diversitas vegetasi pada
SPL 2 lebih rapat dan beragam jika dibandingkan dengan SPL 1 sehingga
kemampuan melindungi tanah dari daya rusak air hujan yang dapat menimbulkan
erosi jauh lebih tinggi. Meskipun demikian lahan dengan kelas VIII menurut (Sigit dan
Istika, 2014) dalam pemanfaatannya tidak sesuai untuk hutan produksi dan harus
dibiarkan dalama keadaan alami).
Meninjau dari kondisi lahan aktual, konservasi yang dapat diterapkan pada
ketiga SPL yaitu konservasi vegetasi dan mekanik. Konservasi vegetasi merupakan
suatu cara pengelolaan lahan menggunakan tanaman atau tumbuhan atau sisa
tumbuhan yang dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak
oleh air hujan yang jatuh dan aliran permukaan atau runoff (Hadi, 2009). Konservasi
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cover crop, multiple cropping,
rotation cropping, residue management sebagai mulsa, dan wana tani atau
agroforestri. Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan
bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan
organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi
temperatur tanah. Sedangkan konservasi tanah mekanik menurut Wahyudi (2014),
adalah sebuah metode teknik sipil yang melibatkan seluruh kegiatan fisik seperti
pembuatan teras, bangunan pengendali, bangunan penahan sedimen yang ditujukan
untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas
kemampuan tanah.
SPL 1
Pada SPL 1 memiliki erosi aktual lebih besar yaitu 52,72 ton/ha/tahun dari
pada erosi yang diperbolehkan yaitu 35 ton/ha/tahun. Rekomendasi konservasi yang
dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan tanaman penutup tanah berupa rumput
gajah. Menurut Satriagasa et al. (2020) tutupan vegetatasi utama rumput ampuh
kaitannya dalam pengurangan erosi dengan mekanisme mengintersepsi, menyerap,
dan mereduksi energi dari agen erosi yakni butiran hujan serta numput ini pula dapat
menambah kekasaran permukaan yang berimplikasi pada pengurangan laju dan
menyaring partikel tanah dalam limpasan permukaan.
SPL 2
Pada SPL 2 memiliki erosi aktual lebih besar yaitu 43,52 ton/ha/tahun dari
pada erosi yang diperbolehkan yaitu 35 ton/ha/tahun. Namun, erosi tersebut masih
tergolong ringan karena solum tanah pada SPL 2 lebih dari 90 meter yaitu 105
meter. Selain itu, SPL 2 juga memiliki faktor pembatas lereng yang sangat curam
yaitu 70%. Rekomendasi konservasi yang disarankan yaitu tetap membiarkan lahan
tersebut dalam keadaan alami. Penggunaan lahan pada SPL 2 sebagai hutan
produksi cukup sesuai, ditambah dengan adanya semak dibawahnya yang berfungsi
sebagai penutup lahan dan tidak boleh dihilangkan. Namun, lahan pada kemiringan
lebih dari 60% cocok digunakan sebagai hutan lindung.
SPL 3
Pada SPL 3 nilai erosi aktual lebih besar yaitu 138,34 ton/ha/tahun
dibandingakan dengan erosi yang diperbolehkan yaitu 35 toh/ha/tahun, dengan
kemiringan 46%. Rekomendasi konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggati tanaman semusim dengan agroforestri tanaman kopi dengan tanaman sela
jahe dan pohon jati. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), pertanaman sela adalah
pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem
ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi
permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan,
pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya. Dari
segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi
dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan
secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman
tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk
tanaman semusim.
Untuk pengelolaan lahan dilakukan dengan cara mengubah teras gulud
menjadi teras bangku dengan penggarapan tenaga manusia. Fungsi utama dari
teras bangku antara lain memperlambat aliran permukaan, menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan
laju infiltrasi dan mempermudah pengolahan tanah. Penambahan tanaman penguat
teras juga diperlukan yaitu dengan tanaman rumput gajah. Mekanisme rumput gajah
dalam konservasi tanah guna mengurangi erosi karena rumput gajah memiliki
pertumbuhan akar berserat dan rimpang. Selain itu, tanaman ini memiliki ciri
pertumbuhan anakan akar-akar yang menyebar dengan cepat secara dangkal (pada
kedalaman tanah 0-30 cm) di atas area yang luas. Fungsi dari akar ini adalah
memperkuat tanah di sekitar dan perakaran serta adanya peningkatan ikatan kohesi
(Siregar, R. 2008).
Kelebihan rekomendasi pada SPL 1 yaitu tanaman rumput gajah selain dapat
digunakan sebagai tanaman penutup juga dapat dijadikan pakan ternak. Pada SPL 2
lahan tetap dibiarkan alami yaitu tanaman perkebunan dengan tanah tertutup baik.
Hal tersebut dikarenakan SPL 2 memiliki kemiringan yang sangat curam yang
seharusnya hanya digunakan sebagai hutam alami. Sedangkan, kelebihan
rekomendasi pada SPL 3 yaitu pergantian menjadi agroforestri kopi dan jahe lebih
menguntungkan dibandingkan dengan tanaman semusim jagung. Tanaman kopi
memiliki harga jual yang cukup tinggi sekitar Rp25.000 sampai Rp250.000
tergantung pada jenis kopi yang ditanam. Pemanfaatan tanaman jahe selain
digunakan sebagai bumbu masak, jahe jugadimanfaatkan pada industri obat,minyak
wangi, industri jamu tradisional, asinan jahe, pestisida alami, minyak atsiri, dan lain –
lain (Titasari, 2015).
V. KESIMPULAN
Hasil identifikasi kondisi lahan didapatkan kelas kemampuan lahan dari setiap
SPL. SPL 1 yang diperuntukkan sebagai hutan produksi jati dengan kemiringan
lahan 53% tergolong kelas VII dengan faktor pembatas erosi. SPL 2 yang
diperuntukkan sebagai hutan produksi sonokeling dengan kemiringan lahan 70%
tergolong kelas VIII dengan faktor pembatas erosi. SPL 3 yang diperuntukkan
sebagai lahan tanaman semusim dengan kemiringan lahan 53% tergolong kelas VII
dengan faktor pembatas erosi. Sehingga ditinjau dari kelas kemampuan lahannya,
SPL 1 memiliki masalah berpeluang terjadi erosi karena tidak adanya bangunan
pengendali erosi dan rendahnya tutupan lahan. Permasalahan SPL 2 yakni
penggunaan lahan tidak sesuai kelas kemampuan lahan dan berpeluang terjadi erosi
ringan. Permasalahan pada SPL 3 yakni penggunaan lahan tidak sesuai kelas
kemampuan lahan dan tingkat erosi yang paling tinggi.
Hanafi, F., Pamungkas, D. 2021. Jurnal Geografi. Aplikasi Model Rusle untuk
Estimasi Kehilangan Tanah Bagian Hulu di Sub Das Garang, Jawa Tengah.
18(1): 30-36.
Nurmani, U., et. al. 2016. INDEKS BAHAYA EROSI (IBE) PADA BEBERAPA
PENGGUNAAN LAHAN DI DESA MALEI KECAMATAN BALAESANG
TANJUNG KABUPATEN DONGGALA. e-J. Agrotekbis 4 (2) :186-194. ISSN :
2338-3011
Susendi, N. Andrian dan Sopyan, Iyan. 2021. Kajian Metode Root Cause Analysis
yang Digunakan dalam Manajemen Resiko di Industri Farmasi. Majalah
Farmasetika. 6(4): 310-321.
Susilowati, Sobriyah, Nugraheni, A. 2013. Perbandingan Hasil Prediksi Laju Erosi
Dengan Metode USLE, MUSLE, di DAS Keduang. Jurnal Matriks Teknik Sipil.
1(3). DOI: https://doi.org/10.20961/mateksi.v1i3.37537
Sutrisno, N. dan N. Heryani. 2013. Teknologi Konservasi Tanah dan Air untuk
Mencegah Degradasi Lahan Pertanian Berlereng. Jurnal Litbang Pertanian 32
(3): 122-130.
Taiyeb, A., Neni Sri W. N. dan Abdul Wahid. 2019. KONDISI MORFOLOGI TANAH
DI BAWAH TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) DI KELURAHAN BAIYA
KECAMATAN TAWAELI KOTA PALU. PROSIDING SEMNAS BIODIVERSITY
CONSERVATION. ISSN : 978-602-6619-69-3. Hal. 88-95.
Tarigan, D. R. dan D. Mardiatno. 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap
Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa
Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Juenal Bumi Indonesia
1 (3).
Tjahjono, H. 2007. LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2007. Pemerintah Kabupaten
Tulungagung
Tupi, Rio Diharjo. 2014. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dan Keunggulan Wilayah Untuk
Pengembangan Kacang Tanah (Arachis Hypogeae L). Di Wilayah Gorontalo
Utara Provinsi Gorontalo. Tesis. Universitas Negeri Gorontalo.
Utami, K.A., Sujatmoko, B., Fauzi, N. 2019. Jurnal Teknik. Kajian Sedimentasi pada
DAS Sail Pekanbaru dengan menggunakan SIG dan Metode Usle. 13(1): 43-
60.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Siregar, R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar Dan Efisiensi Penggunaan Air Pada
Rumput Gajah Dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah.
Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 3. No. 1. Hal 29- 35.