26266-Article Text-85153-1-10-20190903
26266-Article Text-85153-1-10-20190903
26266-Article Text-85153-1-10-20190903
Abstract. A healthy diet can be done when the nutritional composition in the product consumed is
known clearly. Today, information regarding nutrients composition in processed food products are avai-
lable on the food label, particularly the nutrition fact. However, when the information is not used pro-
perly, then healthy diet also can not be done properly and may impact on health conditions. Unfortu-
nately, information regarding how often consumers Jakarta and the surrounding areas read the nutrition
fact is still unknown yet. Moreover, whether the correlation between reading frequency on nutrition fact
label and purchase decisions of biscuit-cookie products is also unknown. This study was conducted to
determine those correlations. The data were collected through an online survey upon 424 respondents in
Jakarta and the surrounding areas. The result showed that the reading frequency on nutrition fact label
was positively correlated to the purchase decision of biscuit-cookie products (Pearson correlation
0.447), which is mean the more often read the nutrition fact tend to take the decision in purchasing bis-
cuit-cookies products. However respondents were still more concern in the price and sensory charac-
teristics (taste, texture, aroma, etc.) of biscuit-cookies instead of the composition and nutrition fact.
Keywords: nutrition fact, purchase decision
Abstrak. Pengaturan pola makan yang sehat dapat dilakukan ketika komposisi nutrisi dalam produk
yang dikonsumsi diketahui secara jelas. Informasi mengenai jumlah gizi dalam produk pangan olahan
saat ini dapat dilihat pada label pangan, khususnya pada panel informasi nilai gizi. Namun, ketika
informasi yang ada tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka pengaturan pola makan juga tidak
dapat dilakukan dengan baik dan dapat berimbas pada kondisi kesehatan. Sayangnya, informasi terkait
seberapa sering konsumen Jakarta dan sekitarnya membaca informasi nilai gizi masih belum diketahui
secara pasti. Korelasi frekuensi membaca informasi nilai gizi terhadap keputusan pembelian biskuit dan
kukis juga belum banyak diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan korelasi diantara faktor-
faktor tersebut. Data dikumpulkan melalui survei online dari 424 responden di Jakarta dan sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi membaca label informasi nilai gizi berkorelasi positif
terhadap keputusan pembelian biskuit dan kukis (Pearson correlation 0.447) artinya semakin sering
membaca informasi nilai gizi kecenderungan untuk mengambil keputusan membeli produk biskuit dan
kukis semakin besar. Walaupun demikian, keputusan pembelian biskuit dan kukis masih lebih dominan
dipengaruhi oleh harga dan karaktersitik sensori produk.
Kata kunci: informasi nilai gizi, keputusan pembelian
Aplikasi Praktis: Hasil penelitian ini menyediakan data tentang frekuensi konsumen Jakarta dan
sekitarnya dalam membaca informasi nilai gizi pada produk biskuit dan kukis. Data mengenai prioritas
pengambilan keputusan pembelian produk biskuit dan kukis juga dapat dilihat pada hasil penelitian ini.
Data-data tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah, perusahan biskuit dan kukis, maupun
instansi terkait dalam menentukan kebijakan dan strategi pemasaran produk pangan, khususnya produk
biskuit dan kukis.
1
PENDAHULUAN asupan gizi untuk mengurangi risiko PTM dapat dila-
Salah satu cara untuk mengurangi risiko penyakit kukan dengan: 1) mengurangi asupan total lemak hingga
tidak menular (PTM) adalah dengan mengatur asupan <30% dari total asupan kalori, 2) mengurangi konsumsi
gizi harian. Berdasarkan rekomendasi WHO, pengaturan garam hingga <5g per hari, 3) mengurangi konsumsi
gula (free sugar) hingga <10% dari total asupan kalori,
dan 4) konsumsi buah dan sayur sebanyak 5 porsi (tidak
Korespondensi: [email protected]
138 ©JMP2016
Jurnal Mutu Pangan Vol 3(2): 138-144, 2016
kurang dari 400g) per hari (WHO 2015). Pengaturan melalui media internet. Media elektronik seperti di anta-
asupan gizi dapat dilakukan ketika masyarakat mengeta- ranya telepon seluler (handphone), tablet, dan kompu-
hui jumlah gizi yang terkandung dalam produk pangan ter/laptop digunakan sebagai media pengisian data pada
yang akan mereka konsumsi. Panel informasi nilai gizi kuesioner. Aplikasi IBMÓ SPSSÓ Statistics versi 20 dan
pada label pangan merupakan salah satu media yang Microsoft Excel 2010 digunakan dalam pengolahan data
dapat digunakan untuk mengetahui kandungan gizi pada statistik.
produk pangan, khususnya produk pangan olahan.
Panel informasi nilai gizi adalah daftar kandungan Penetapan Responden
zat gizi pangan yang disusun sesuai format yang diba- Survei online dilakukan kepada responden di Ja-
kukan (BPOM 2005). Pencantuman informasi nilai gizi karta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodeta-
pada produk pangan diharapkan dapat membantu konsu- bek). Survei dilakukan dari bulan Juni sampai September
men dalam mengatur asupan gizi mereka. Pemerintah 2016 dengan menggunakan jasa pihak ketiga, dalam hal
juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI ini Jajak Pendapat App (JakPat App). JakPat App meru-
Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi pakan salah satu platform survei online yang ada di
Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kese- Indonesia yang dikembangkan oleh Maria Regina Ang-
hatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Pera- git Tut Pinilih sejak tahun 2014. JakPat merupakan lem-
turan tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko PTM baga survei independen yang sudah banyak membantu
di Indonesia (Kemenkes 2013). perusahaan dalam melakukan survei terkait bisnis
Sayangnya, hasil review penelitian di Eropa menun- mereka. Telkom Indonesia, Nutrifood, Garuda Food,
jukkan bahwa jumlah konsumen yang melakukan penge- Nissin, Heinz, Indomaret, Tupperware, Mane, dan IKEA
cekan informasi nilai gizi masih rendah, seperti di anta- adalah beberapa contoh perusahaan yang sudah menggu-
ranya Denmark 30%, Itali 31%, Portugal 44%, Sweden nakan jasa JakPat dalam melaksanakan survei (Jajak
50%, Inggris 52%, Perancis 63%, dan Ireland 65% (Gru- Pendapat 2016).
nert dan Wills 2007). Frekuensi membaca informasi nilai Jumlah responden dihitung dengan menggunakan
gizi ternyata juga dipengaruhi oleh jenis produknya. rumus Slovin (Riadi 2015) pada taraf kepercayaan 95%.
Frekuensi membaca informasi nilai gizi tertinggi oleh Jumlah populasi berdasarkan data BPS (2010) di wilayah
konsumen di Inggris adalah pada produk yoghurt (38%) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabode-
dan sereal sarapan (34%), diikuti oleh makanan siap saji tabek) dengan umur 15 tahun ke atas adalah sebanyak 20
(ready meals) (28%), minuman ringan berkarbonasi 351 514 jiwa. Rumus Slovin:
(23%), cemilan/snack (22%) dan confectionery (16%)
(Grunert et al. 2010). Khusus untuk produk biskuit dan N 20 351 514
S= = = 399.9≈400 orang
kukis, penelitian terkait frekuensi membaca informasi N.d +1 (20 351 514 x 0.052 )+1
2
©JMP2016 139
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 3(2): 138-144, 2016
Uji beda antar peringkat menggunakan Friedman’s test label pangan (28.5%). Jumlah tersebut lebih banyak dari
dengan uji lanjut Least Significant Difference (LSD). hasil penelitian Sharif, et al. (2014) yang menyebutkan
bahwa ada 60% konsumen di Los Angeles Timur yang
HASIL DAN PEMBAHASAN membaca label pangan. Label pangan terdiri atas bebe-
rapa komponen, salah satunya adalah informasi nilai
Profil Responden
gizi. Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa respon-
Total responden yang terlibat dalam penelitian ini
den yang membaca informasi nilai gizi pada produk
sebanyak 424 orang terdiri dari 193 orang laki-laki
biskuit dan kukis ada sebanyak 77%, sedangkan sisanya
(45.5%) dan 231 orang perempuan (54.5%). Berdasarkan
sebanyak 23% tidak membaca informasi nilai gizi.
data sensus penduduk (umur 15 tahun ke atas) tahun
Persentase responden yang membaca dan tidak membaca
2010 di wilayah Jabodetabek, proporsi penduduk laki-
informasi nilai gizi dapat dilihat pada Gambar 3.
laki : perempuan yaitu 51% : 49% (BPS 2010). Hal ini
Secara umum, alasan utama konsumen yang mem-
menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin responden
baca informasi gizi adalah untuk memilih produk yang
pada penelitian ini hampir mendekati proporsi jenis
lebih sehat (Castillo et al. 2015). Pada penelitian ini,
kelamin penduduk Jabodetabek 15 tahun ke atas, dengan
sebagian besar responden yang membaca informasi nilai
jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Respon-
gizi beralasan bahwa mereka membaca informasi nilai
den lebih banyak tersebar di wilayah Jakarta (sebanyak
gizi karena ingin mencari informasi kandungan gizi (277
72.2%), sehingga penelitian ini lebih cenderung memberi
orang), membatasi konsumsi komponen gizi (77 orang),
gambaran pada konsumen Jakarta.
dan untuk mengatur pola makan/diet (67 orang). Res-
Data BPS (2015) juga menunjukkan bahwa pendu-
ponden yang tidak membaca informasi nilai gizi bera-
duk berumur 15 tahun ke atas yang tidak buta huruf di
lasan bahwa informasi nilai gizi tidak menjadi perhatian
Indonesia sudah mencapai 95.88%, yang artinya hampir
atau mereka tidak tahu tentang informasi nilai gizi
semua penduduk Indonesia berumur 15 tahun ke atas
tersebut (70 orang), tidak sempat untuk membaca (28
sudah bisa menulis dan membaca. Data tersebut menjadi
orang), mengalami kesulitan membaca dan memahami
pertimbangan untuk melakukan pembatasan responden
informasi yang disajikan (26 orang), serta beberapa
pada kelompok umur 15 tahun ke atas. Latar belakang
alasan lainnya (3 orang). Jumlah responden yang memi-
pendidikan dari responden cukup tinggi, yaitu sebanyak
lih alasan membaca maupun tidak membaca informasi
96.2% merupakan lulusan minimal SMA/SMK, sehingga
nilai gizi dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Hasil survei
penyebaran kuisioner melalu internet bukan lagi menjadi
ini sesuai dengan penelitian Castillo et al. (2015) yang
kendala. Profil responden selengkapnya dalam penelitian
menyebutkan bahwa kurangnya waktu, kurang tertarik
ini dapat dilihat pada Tabel 1. Jika dilihat dari frekuensi
dan kesulitan dalam membaca informasi menjadi alasan
konsumsi biskuit dan kukis, mayoritas responden
yang paling sering disampaikan oleh konsumen Spanyol
(90.1%) membeli biskuit 0-3 kali per minggu dan lebih
ketika mereka tidak membaca label pangan.
dari setengah responden (57.5%) membeli 2-3 bungkus
Hasil pemeringkatan urutan pembacaan yang dilaku-
setiap pembelian. Nilai tersebut terbilang cukup tinggi
kan responden terhadap komponen label pangan dapat
mengingat berdasarkan data statistik konsumsi pangan
dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa
tahun 2015 diketahui konsumsi kue kering/biskuit/sem-
responden lebih memprioritaskan mencari informasi
prong/cookies sebesar 35.3 gr/kapita/minggu (Kementan
masa kadaluarsa dan brand/merek/nama produk, diban-
2015). Frekuensi dan jumlah pembelian biskuit dan/atau
dingkan informasi nilai gizi pada produk kukis dan
kukis yang dilakukan konsumen selama seminggu dapat
biskuit. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab
dilihat pada Gambar 1 dan 2.
jumlah responden yang membaca informasi nilai gizi
60% masih belum menyeluruh (baru mencapai 77%). Hasil
Jumlah responden (%)
50%
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Me-
nurut Alibabić et al. (2012) ada sekitar 62% konsumen
40%
yang memperhatikan umur simpan, 16% membaca infor-
30% masi gizi dan 27% membaca klaim kesehatan. Bandara
20% et al. (2016) juga menyebutkan bahwa keberadaan label
10% pangan bagi responden di Sabaragamuwa University of
0%
Sri Lanka adalah untuk mengetahui tanggal kadaluwarsa,
0-1 kali 2-3 kali 4-5 kali 6-7 kali lebih dari komposisi gizi, dan sebagai persyaratan legal.
7 kali Jenis kelamin, umur, riwayat kesehatan, dan besar-
Laki-laki Perempuan nya penghasilan ternyata tidak berkorelasi terhadap
frekuensi konsumen dalam membaca informasi nilai gizi
Gambar 1. Frekuensi rata-rata pembelian biskuit/kukis secara signifikan seperti terlihat pada Tabel 3. Hal ini
dalam 1 minggu
sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana
Perilaku Pembacaan Informasi Nilai Gizi disebutkan bahwa perempuan lebih sering membaca dan
Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar res- menggunakan label pangan (Stran dan Knol 2013;
ponden (71.5%) membaca label pangan pada produk Castillo et al. 2015; Lee-Kwan et al. 2016) dibandingkan
biskuit dan kukis, sedangkan sisanya tidak membaca laki-laki, baik terkait informasi kalori (Nikolaou et al.
2014) maupun informasi trans fat (Jasti dan Kovacs
140 ©JMP2016
Jurnal Mutu Pangan Vol 3(2): 138-144, 2016
Tabel 1. Profil responden berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, domisili, dan pendidikan
Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
193 231 425 45.4% 54.4% 100.0%
Kelompok umur
* 15-24 tahun 83 98 181 19.6% 23.1% 42.7%
* lebih dari 24 tahun 110 133 243 25.9% 31.4% 57.3%
Status
* Belum menikah 134 141 275 31.6% 33.3% 64.9%
* Menikah 59 90 149 13.9% 21.2% 35.1%
Domisili
* Jakarta 141 165 306 33.3% 38.9% 72.2%
* Bogor 6 13 19 1.4% 3.1% 4.5%
* Depok 8 8 16 1.9% 1.9% 3.8%
* Tangerang 25 26 51 5.9% 6.1% 12.0%
* Bekasi 13 19 32 3.1% 4.5% 7.5%
Pendidikan
* SD / Elementary 0 0 0 0.0% 0.0% 0.0%
* SMP / Junior High 7 8 15 1.7% 1.9% 3.5%
* SMA/K / High School 99 90 189 23.3% 21.2% 44.6%
* D1 / Diploma 1 Year 2 5 7 0.5% 1.2% 1.7%
* D2 / Diploma 2 Year 0 1 1 0.0% 0.2% 0.2%
* D3 / Diploma 3 Year 15 19 34 3.5% 4.5% 8.0%
* S1 / Bachelor 67 99 166 15.8% 23.3% 39.2%
* S2 / Master 3 8 11 0.7% 1.9% 2.6%
* Lain-lain 0 1 1 0.0% 0.2% 0.2%
50%
membeli suatu produk pangan.
Jumlah
40%
30%
20%
44%
10% 23% 77%
22%
0% 11%
0-1 2-3 4-5 6-7 lebih dari
bungkus bungkus bungkus bungkus 7 bungkus
Laki-laki Perempuan
Tidak Baca Jarang Sering Selalu
Gambar 2. Jumlah rata-rata biskuit/kukis yang dibeli dalam Gambar 3. Persentase responden yang membaca dan tidak
sekali pembelian membaca informasi nilai gizi
©JMP2016 141
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 3(2): 138-144, 2016
60
tusan membeli produk biskuit dan kukis semakin besar.
(orang)
50
40
28 26
30 7% 8%
20
1% Sangat Setuju
10 3
Setuju
0
Tidak menjadi Tidak sempat Kesulitan Lain-lain Ragu-ragu
perhatian / tidak untuk membaca membaca dan
tahu memahami Tidak Setuju
informasi yang 40% 44%
disajikan Sangat Tidak Setuju
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengam- Gambar 6. Persepsi responden terhadap pernyataan
bahwa biskuit dan kukis adalah pangan sehat
bilan keputusan pembelian berkorelasi positif terhadap
frekuensi membaca informasi nilai gizi (Pearson corre-
lation 0.447). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin Hubungan persepsi dan pembelian juga dapat dilihat
sering membaca informasi nilai gizi kecenderungan pada beberapa penelitian sebelumnya. Perhatian terhadap
142 ©JMP2016
Jurnal Mutu Pangan Vol 3(2): 138-144, 2016
©JMP2016 143
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 3(2): 138-144, 2016
Boztuğ Y, Juhl HJ, Elshiewy O, Jensen MB. 2015. Consu- Liu R, Hoefkens C, Verbeke W. 2015. Chinese consumers’
mer response to monochrome guideline daily amount understanding and use of a food nutrition label and
nutrition labels. Food Policy 53: 1-8. their determinants. Food Qual and Pref 41: 103-111.
Burton MM, Wei Chun Wang WC, Anthony Worsley A. McCann MT, Wallace JMW, Robson PJ, Rennie KL, Mc
2015. Demographic and psychographic associations of Caffrey TA, Welch RW, Livingstone MBE. 2013.
consumer intentions to purchase healthier food pro- Influence of nutrition labelling on food portion size
ducts. Preventive Medicine Reports 2: 21-26. consumption. Appetite 65: 153-158.
Cannoosamy K, Pugo-Gunsam P, Jeewon R. 2014. Consu- Miller LMS, Cassady DL. 2015. The effects of nutrition
mer knowledge and attitudes toward nutritional labels. knowledge on food label use. A review of the litera-
J Nut Edu and Behavior 46(5): 334-340. ture. Appetite 92: 207–216.
Castillo LP, Bordonada MAR, Geromini AM. 2015. Infor- Morley B, Scully M, Martin J, Niven P, Dixon H, Wake-
mation search behaviour, understanding and use of field M. 2013. What types of nutrition menu labelling
nutrition labeling by residents of Madrid, Spain. Public lead consumers to select less energy-dense fast food?
Health 129: 226-236. An experimental study. Appetite 67: 8-15.
Cioffi CE, Levitsky DA, Pacanowski CR, Bertz F. 2015. A Nikolaou CK, Lean MEJ, Hankey CR. 2014. Calorie-
nudge in a healthy direction. The effect of nutrition labelling in catering outlets: Acceptability and impacts
labels on food purchasing behaviors in university on food sales. Preventive Medicine 67: 160-165.
dining facilities. Appetite 92: 7-14. Nurgiyantoro B, Gunawan, Marzuki. 2015. Statistik
Cooke R, Papadaki A. 2014. Nutrition label use mediates Terapan untuk Penelitian Ilmu Sosial: Teori dan Prak-
the positive relationship between nutrition knowledge tik dengan IBM SPSS Statistic 21. Gadjah Mada Uni-
and attitudes towards healthy eating with dietary qua- versity Press, Yogyakarta.
lity among university students in the UK. Appetite 83: Riadi E. 2015. Metode Statistika: Parametrik dan Nonpara-
297-303. metrik. Pustaka Mandiri, Tangerang.
Geaney F, Fitzgerald S, Harrington JM, Kelly C, Greiner Seenivasan S, Thomas D. 2016. Negative consequences of
BA, Perry IJ. 2015. Nutrition knowledge, diet quality nutrition information disclosure on consumption beha-
and hypertension in a working population. Preventive vior in quick-casual restaurants. J Econ Psyc 55: 51-60.
Medicine Reports 2: 105–113.
Sharif MZ, Rizzo S, Prelip ML, Glik DC, Belin TR, BA
Grunert KG, Wills JM, Celemı´n LF. 2010. Nutrition Langellier, Kuo AA, Garza JR, Ortega AN. 2014. The
knowledge, and use and understanding of nutrition association between s label utilization and compre-
information on food labels among consumers in the hension among latinos in two east Los Angeles
UK. Appetite 55: 177–189. neighborhoods. J Acad Nut and Diet 114(12): 1915-
Grunert KG, Wills JM. 2007. A review of European 1922.
research on consumer response to nutrition information Stran KA, Knol LL. 2013. Determinants of food label use
on food labels. J Public Health 15: 385-399. differ by sex. J Acad Nut and Diet 113(5): 673-679.
Hobin E, Lillico H, Zuo F, Sacco J, Rosella L, Hammond Temple JL, Johnson KM, Archer K, LaCarte A, Yi C,
D. 2016. Estimating the impact of various menu Epstein LH. 2011. Influence of simplified nutrition
labeling formats on parents’ demand for fast-food kids’ labeling and taxation on laboratory energy intake in
meals for their children: An experimental auction. adults. Appetite 57(1): 184-192.
Appetite 105: 582-590.
Usman H, Akbar PS. 2011. Pengantar Statistika. PT Bumi
Jajak Pendapat. 2016. Client-Brief-Jakpat (Company Pro- Aksara, Jakarta. ISBN: 979-526-222-X
file). Sumber dari Perusahaan.
Walters A, Long M. 2012. The Effect of food label cues on
Jasti S, Kovacs S. 2010. Use of trans fat information on perceptions of quality and purchase intentions among
food labels and its determinants in a multiethnic high-involvement consumers with varying levels of
college student population. J Nut Edu and Behavior nutrition knowledge. J Nut Edu and Beha-vior 44(4):
42(5): 307-314. 350-354.
Lee-Kwan SH, Liping Pan L, Leah M. Maynard LM, Lisa JMP-01-17-001- Naskah diterima untuk ditelaah pada 21 Januari 2016.
C. McGuire LC, Sohyun Park S. 2016. Factors Asso- Revisi makalah disetujui untuk dipublikasi pada 14 Juni 2016. Versi Online:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmp
ciated with self-reported menu-labeling usage among
US adults. J Acad Nut and Diet 116(7): 1127-1135.
144 ©JMP2016