47295-Article Text-219004-1-10-20230517
47295-Article Text-219004-1-10-20230517
Jurnal MinyakPertanian
Teknologi Industri Cengkeh33Pada EdibelApril
(1): 50-57, Talas …………
Film2023 Terakreditasi Peringkat 2
DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2023.33.1.50 SK Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin
Makalah: Diterima 26 November 2022; Diperbaiki 15 Februari 2023; Disetujui 10 Maret 2023
ABSTRACT
Edible film is one of the coating materials used to wrap food ingredients. The edible film can be used to
preserve food products, especially ready-to-eat foods. The process of making the edible film was carried out in
this study with the addition of clove oil, with the hope that it can become an antimicrobial on the edible film. The
addition of clove oil to edible film applied to wet cakes aims to determine the effect of clove essential oil as an
antimicrobial on edible film from taro starch base material. This study used a non-factorial Completely
Randomised Design (CRD) with the effect of essential oil concentration. Starch and glycerol were used in the same
concentration. The concentrations of clove oil used were 0% v/v, 0.5% v/v, 1% v/v and 1.5% v/v. The parameters
used in this study were thickness, Water Vapor Permeability (WVP), water absorption, Scanning Electron
Microcopies (SEM), Total Plate Count (TPC) test and water content. The results of this study showed that the
concentration of clove oil had no effect on the thickness and value of Water Vapor Permeability (WVP) but affected
the level of water absorption in edible film. The best edible film selected was the edible film added 0.5% essential
oil with a thickness of 0.030 mm, WVP of 2.874 x10 -11 kg.m/Pa.s.m2 and water absorption of 65.08% w/w. The
edible film was selected based on the smallest layer so that it can be applied to layer cakes, in the best experiment
it was stored for 4 days and then analysed for moisture content and TPC. The ability of edible film with 0.5% clove
oil concentration can inhibit bacterial growth and maintain product quality for four days.
Keywords: antimicrobial, edible film, clove oil, taro starch
ABSTRAK
Edible film merupakan salah satu bahan pelapis yang digunakan untuk membungkus bahan makanan. Edible
film ini dapat digunakan sebagai mengawetkan produk bahan pangan terutama pada makanan siap saji. Pada proses
pembuatan edible film yang dilakukan pada penelitian ini dengan penambahan minyak cengkeh, dengan harapan
dapat menjadi antimikroba pada edible film tersebut. Penambahan minyak cengkeh pada edible film yang
diaplikasikan pada kue basah yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh minyak atsiri cengkeh sebagai
antimikroba pada edible film dari bahan dasar pati talas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) non faktorial dengan pengaruh konsentrasi minyak atsiri. Pati dan gliserol yang digunakan dalam
konsentarasi yang sama. Konsentrasi minyak cengkeh yang digunakan yaitu 0%v/v, 0,5% v/v, 1% v/v dan 1,5%
v/v. Parameter yang digunakan pada penelitian ini yaitu ketebalan, Water Vapor Permeability (WVP), daya serap
air, Scaning Electron Microcopis (SEM), uji Total Plate Count (TPC) dan kadar air. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa konsentrasi minyak cengkeh tidak berpengaruh pada ketebalan dan nilai Water Vapor
Permeability (WVP) namun berpengaruh pada tingkat daya serap air pada edible film. Edible film yang terbaik
yang dipilih adalah edible film yang ditambahkan minyak atsiri 0,5% dengan ketebalan 0,030 mm, WVP sebesar
2,874 x10-11 kg.m/Pa.s.m2 dan daya serap air sebesar 65,08% b/b. Edibel film yang dipilih berdasarkan lapidan
terkecil sehingga dapat diaplikasikan pada kue lapis, pada percobaan terbaik disimpan selama 4 hari kemudian
dianalisis kadar air dan TPC. Kemampuan edible film dengan konsentrasi minyak cengkeh 0,5% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan menjaga kualitas produk selama 4 hari.
Kata kunci: antimikroba, edible film, minyak cengkeh, pati talas
film terus dikembangkan untuk menghasilkan sehingga lipid dapat menahan uap air dan hidrokloid
manfaat bagi bahan pangan yang dikemas agar bahan dapat mempertahankan edible film. Plastisizer adalah
tetap terjaga kualitasnya, umur simpan lebih lama dan bahan organik yang dapat memperlemah kekakuan
ramah lingkungan (Sucipta et al., 2017; Rosida et al., polimer dan dapat meningkatkan fleksibilitas dan
2018; Sulaiman, 2021). ekstensibilitas. Beberapa bahan plastizer yang sering
Salah satu bahan kemasan berbasis ediblel digunakan adalah gliserol, sorbitol, lilin lebah, asam
film dapat dibuat dari bahan dasar pati. Pati laurat, asam laktat, trietelin glikol dll.
merupakan salah satu hidrokoloid yang sering Beberapa penelitian sudah dilakukan
digunakan pada pembuatan edible film karena mudah terhaadap penggunaan minyak atsiri sebagai
diperoleh dan memiliki harga yang terjangkau antimikroba pada proses pembuatan edible film salah
dibandingkan dengan lipid dan protein. Salah satu satunya adalah penggunaan minyak cengkeh dalam
sumber dari pati ditemui dari bahan umbi-umbian bahan makanan sebagai (Fahrullah, 2021). Minyak
yang sering digunakan untuk pembuatan biskuit, atsiri (minyak cengkeh) dapat digunakan sebagai
dodol, kripik dan roti dan belum banyak digunakan antimikroba pada edible film. Konsentrasi minyak
sebagai sebagai bahan pembuatan edible film. atsiri berpengaruh terhadap sifat antimikroba dan
Menurut Pangesti et al. (2014); Amniyah, 2019, pati kualitas dari edible film yang dihasilkan
talas dapatdigunakan dalam pembuatan edible film
dengan konsentrasi pati talas 4% dan asam palmitat METODE PENELITIAN
15% akan menghasilkan edible dengan sifat fisik dan
mekanik yang baik. Edible film dapat dihasilkan Penelitian ini merupakan penelitian riset yang
sesuai dengan standar JIS tetapi memiliki kekurangan dilakukan di laboratorium Analisis Hasil Pertanian
pada sifat antimikroba pada edible film. dan merupakan salah satu penelitian dengan
Edible film dapat ditambahkan dengan bahan konsentrasi pati yang dilakukan dalam sebuah group
tambahan lain untuk menambah kualitas warna, penelitian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal
aroma dan tekstur produk. Bahan tambahan lain yang yang ada untuk dijadikan kemasan pengganti plastik
ditambahkan yaitu antibakteri seperti asam benzoat, dan pembungkus makanan alami yang dapat
asam sorbat dan bahan pangan yang mengandung digunakan dan di makan secara langsung, hasil
antibakteri. Antibakteri juga dapat ditemukan pada penelitian ini harapannnya dapat dimanfaatkan
bahan alami seperti jahe, lengkuas, bawang merah, langsung oleh pedagang dalam aplikasi bahan
bawang putih, cengkeh dan minyak atsiri lainnya kemasan berbasis edible film.
(Rachmayanti dan Kusumo, 2015). Cengkeh adalah
salah satu bahan alami yang memiliki manfaat Bahan dan Alat
sebagai antimikroba. Cengkeh memiliki senyawa Bahan baku yang digunakan adalah pati talas
fenol berupa eugenol sebanyak 85% yang dapat merek Rimba Food dari PT. Amerta Rimba Alam
digunakan sebagai antimikroba. Senyawa eugenol Bahagia Belitung, gliserol, minyak cengkeh merek
pada cengkeh lebih banyak dari bahan lain sehingga Qidanra dan aquades. Bahan yang digunakan pada
dapat menghambat bakteri patogen yang dapat analisis adalah BPW (Buffered pepton water) dan
merusak makanan seperti Escherichia coli, Bacillus media NA (Nutrient Agar).
cereus dan Staphylococcus (Winata, 2017). Eugenol Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah senyawa fenolik alami yang memiliki aktivitas adalah pencetak film ukuran 30 x 20 cm, beaker glass,
antibakteri yang sering digunakan sebagai bahan desikator, gelas arloji, gelas ukur, hot plate (PMC
disenfektan. Eugenol pada cengkeh juga memiliki Dataplate 721-720 series), magnetic strier,
banyak manfaat pada kesehatan manusia seperti micrometer (Peacock), neraca analitik, inkubator,
antioksidan dan antibakteri sehingga pada penelitian oven, spatula, termometer, cawan petri. Sedangkan
ini cengkeh digunakan sebagai bahan antibakteri alat yang digunakan pada analisis kue lapis adalah
edible untuk meningkatkan kualitas edible (Usmiati et tabung reaksi, rak tabung, laminar flow cabinet,
al., 2012). inkubator, autoclave, colony counter, spatula atau
Penggunaan edible film dapat mengurangi sendok dan Bunsen.
penggunaan plastik dialam karna bersifat Rancangan Percobaan
biogradeble. Edible film tersusun dari tiga komponen Penelitian akan dilakukan dengan
utama yaitu: hidrokoloid, lipid dan komposit. Edible menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
juga ditambahkan dengan plastisizer yang merupakan nonfaktorial. Rancangan hanya menggunakan faktor
komponen terbesar dan juga bahan tambahan seperti konsentrasi minyak cengkeh yang memiliki 4 taraf
antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna. yaitu: M0= 0%, M1= 0,5%, M2= 1% dan M3= 1,5%,
Hidrokoloid adalah suatu protein atau polisakarida penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan.
tetapi yang biasa digunakan dalam edible film yaitu Apabila uji perlakuan menunjukkan adanya pengaruh
karbohidrat berupa pati, pektin dan gum arab. Lipid nyata atau sangat nyata antar perlakuan, maka
yang digunakan dalam pembuatan edible film seperti diteruskan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil
gelatin dan asam lemak. Komposit adalah suatu (BNT) pada taraf 5%.
gabungan dari komponen hidrokoloid dan lipid
dianalisis atau dihitung dengan menggunakan rumus: Pada pengaplikasian edible film ini dilakukan dari
Colony forming units = formulasi yang paling baik yaitu dengan konsentrasi
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑎𝑡𝑒 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡 (𝑇𝑃𝐶)
0,5 % minyak cengkeh. Hal ini dikarenakan hasil dari
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 1 edible film dengan konsentrasi minyak atsiri 0,5%
= 𝑥
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 10−1 memiliki tingkat daya serap air yang baik dan tingkat
kelarutan yang baik. Kue lapis yang dilapisi edible
Analisis Kadar Air (AOAC, 2005) film diuji kadar air dan TPC selama 4 hari. Hasil
Adapun prosedur analisisnya yaitu ditimbang kadar air dan TPC kue lapis menurun seiring dengan
2 g sampel kemudian dimasukan kedalam oven bertambahnya hari yang dapat dilihat pada Tabel 2.
dengan suhu 1050C selama 3 jam. Kemudian
Ketebalan
dinginkan dan masukkan kedalam desikator lalu Ketebalan edible film adalah suatu parameter
ditimbang. Diulangi pengeringan hingga berat sampel yang mempengaruhi kualitas jenis produk yang akan
konstan dan ditimbang berat akhir dengan rumus dibungkus. Ketebalan edible film akan mempengaruhi
sebagai berikut :
permeabilitas uap air yaitu pada umumnya semakin
𝑐−(𝑎−𝑏) tebal edible film maka permeabilitas uap air akan
Kadar air (%bb) = 𝑐
× 100%
semakin kecil sehingga dapat melindungi produk
Keterangan : yang dikemas dengan lebih baik, namun pada
a = berat cawan dan sampel akhir (g) ketebalan 0,040 mm permeabilitas uap air semakin
b = berat cawan (g) meningkat hal ini disebabkan adanya batas tertentu
c = berat sampel awal (g) sehingga tingkat permabilitas meningkat. Sebaliknya
semakin tipis edible film semakin besar permeabilitas
HASIL DAN PEMBAHASAN uap air sehingga produk yang dikemas kurang baik
(Manuhara et al., 2009). Menurut Japanese Industrial
Hasil dari penelitian ini ditemui bahwa edible Standard (JIS) ketebalan edible film yaitu berkisar <
film dicampurkan dengan 4 perlakuan yaitu 4 250 µm atau 0,25 mm. Analisis sidik ragam
konsentasi minyak cengkeh dengan menguji tingkat menunjukkan bahwa konsentrasi minyak cengkeh
ketebalan, WVP dan daya serap air seperti pada Tabel tidak berpengaruh nyata (P≥0.05) terhadap ketebalan
1. edible film. Hasil penelitian diperoleh ketebalan
Tabel 1. Nilai rata rata uji edible film dengan edible film berkisar 0,02 - 0,04 mm dengan rerata
tambahan minyak cengkeh 0,03 mm sehingga memenuhi standar JIS. Hal ini
dikarenakan konsentrasi minyak yang dipakai tidak
Konsentrasi WVP
Daya mempengaruhi ketebalan pada edible film.
minyak Ketebalan (kg.m/Pa.s.m2
cengkeh (% (mm) )
Serap Air Penambahan minyak cengkeh tidak berpengaruh
(% b/b) terhadap total padatan pada suspensi edible film
v/v) X 10-11
0 0,038 3,599 72,191 sehingga tidak menyebabkan bertambahnya
0,5 0,030 2,874 65,079 ketebalan edible film. Hasil penelitian yang didapat
1 0,032 2,978 59,432 bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
1,5 0,040 4,230 51,387 oleh (Warkoyo et al., 2014) yang mengatakan bahwa
ketebalan edible film berpengaruh pada jenis
Edible film yang di hasilkan kemudian antimikroba yang digunakan. Hal ini diduga karena
diaplikasikan pada kue lapis yang dengan cara sifat dan karekteristik dari antimikroba yang dipakai
dibungkus atau dilapisi sebagai kulit dari kue lapis. berbeda
a b c d
Gambar 1. Analisis SEM pada pembesaran 5000 x dari konsentrasi minyak cengkeh a) konsentrasi
0%, b) konsentrasi 0,5 %, c) konsetrasi 1% dan d) konsentrasi 1,5%
dari formulasi yang dianggap baik pada formula Total Plate Count (TPC)
terbaik yaitu dengan konsentrasi 0,5% minyak Penentuan angka lempeng total atau TPC perlu
cengkeh. Hal ini dikarenakan hasil dari edible film dilakukan untuk memastikan suatu bahan pangan
dengan konsentrasi minyak atsiri 0,5% memiliki layak atau tidak untuk dikonsumsi sesuai dengan
tingkat daya serap air yang baik dan tingkat kelarutan jumlah koloni pada bahan pangan tersebut. Penentuan
yang baik. Oleh karena itu edible film yang angka lempeng total dalam penelitian ini dilakukan
diaplikasikan yaitu edible film dengan konsentrasi dengan metode total plate count (TPC) secara pour
minyak atsiri 0,5%. Setelah selesai dibungkus dan plate.(Yunita et al., 2015; Indrawati & Fakhrudin,
diuji kadar air dan Total plate count (TPC), untuk 2016) Analisis pengujian dilakukan pada hari ke 0, 1,
melihat perkembangan mikroba yang terjadi pada 2, 3 dan 4 hari pada suhu ruang. Uji TPC dilakukan
kemasan edible film dan efek yang terjadi terhadap pada kue lapis yang sudah dibungkus dengan edible
bahan makanan yang dilapisi oleh lapisan edible film. film pada media nutrient Agar (NA) dengan
pengeceran yang diambil 10-8 sampai 10-10.
Kadar Air Jumlah bakteri tertinggi terjadi pada hari-0
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat yang tidak dikemas edible film (kontrol) dan
dalam suatu bahan pangan yang terikat secara fisik mengalami penurunan sampai pada hari ke-3 dan
maupun kimia. Kadar air adalah suatu komponen kembali naik di hari ke-4 dengan kue lapis yang
penting dalam suatu bahan makanan. Kadar air dalam dilapisi edible film. Jumlah total plate count (TPC)
bahan pangan dapat menentukan daya terima, tertinggi terdapat pada kue lapis yang tidak dikemas
kesegaran, dan daya tahan bahan terhadapap (kontrol) dengan waktu penyimpanan hari ke-0,
kerusakannya (Winarno, 1984). Kandungan air pada sedangkan total plate count (TPC) terendah terdapat
suatu bahan dapat menentukan penampakan, tekstur, pada kue lapis yang dilapisi edible film cenderung
dan kemampuan bahan tersebut terhadap menurun. Jumlah total plate count (TPC) kue lapis
kerusakannya. Hal ini dapat disebabkan oleh mikroba yang tidak dikemas dan dikemas edible film hari ke
karena jumlah air yang banyak dimanfaatkan mikroba 0, 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan 19 x109 CFU/g, 8x109
untuk pertumbuhannya. Kadar air yang tinggi CFU/g, 3x109 CFU/g, 3x109 CFU/g dan 3x109 CFU/g
mengakibatkan mudahnya mikroba berkembangbiak (Tabel 3). Kue lapis yang dikemas dengan edible film
sehingga akan terjadi kerusakan dan perubahan pada dan ditambahkan minyak cengkeh 0,5% berpengaruh
bahan pangan. Edible film dapat memberikan efek dalam pertumbuhan mikroba. Kue lapis yang dilapisi
yang penting untuk mempertahankan kadar air suatu edible film memiliki jumlah mikroba yang lebih
bahan. rendah dibandingkan kue lapis yang tidak dibungkus
Kadar air pada kue lapis memiliki rata rata edible film. Hal ini dikarenakan edible film yang
berkisar antara 52,29%b/b - 54,31%b/b. Pada hari 0 ditambahkan minyak cengkeh memiliki kandungan
kue lapis tidak dilapisi oleh edible film dan memiliki eugenol sebagai antimikroba alami yang diduga dapat
nilai tertingi dari hari berikutnya yaitu 54,31% b/b. menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini
Pada hari ke 1, 2, 3 dan 4 nilai kadar airnya menurun kandungan bakteri pada kue lapis semakin banyak.
yaitu secara berturut turut 52,68%b/b, 52,54%b/b, Menurut (Korlis et al., 2015) pembentukan zona
52,50%b/b dan 52,29%b/b (Tabel 2). Edible film yang hambat efektivitas antibakteri dipengaruhi oleh
digunakan memiliki kemampuan menyerap air yang beberapa faktor seperti suhu inkubasi, waktu
tinggi sehingga kadar air yang ada pada kue lapis inkubasi, homogenitas dan kepekatan mikroba. Ada
terserap ke lapisan pembungkus, namun proses ini juga faktor lain yang dapat mempengaruhi ukuran
terjadi secara konstan selama 4 hari. Penurunan kadar zona hambatan yaitu seperti kekeruhan suspensi
air terjadi secara perlahan dari hari pertama, kedua, bakteri, waktu pengeringan/peresapan kedalam media
ketiga dan seterus nya sampai kadar air yang agar, tebalnya agar-agar dan jarak antar.
dihasilkan konstant.
Kadar Air
54.50
Nilai kadar air(%bb)
54.00
53.50
53.00
52.50
52.00
51.50
51.00
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 2. Perubahan kadar air pada kue lapis dari 0 hari sampai 4 hari
Winarti C, Miskiyah dan Widaningrum. 2012. Conference Series: Earth and Environmental
Teknologi Produksi dan aplikasi pengemas Science. 951(1):012057. DOI: 10.1088/1755-
edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang 1315/951/1/012057.
Pertanian. 31(3):85–93. Yunita M, Hendrawan Y, Yulianingsih R, dan
Winata WA. 2017. Potensi Aktivitas Antibakteri Žumbakys Ž. 2015. Analisis kuantitatif
campuran minyak Atsiri Cengkeh (Syzygium mikrobiologi pada makanan penerbangan
Aromaticum) dan Kitosan Untuk Pengawetan (Aerofood Acs) garuda indonesia berdasarkan
Daging Ayam Aseptis. Universitas TPC (Total Plate Count) dengan betode pour
Muhammaddiyah Purwokerto. Available: pPlate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
https://repository.ump.ac.id/2881/. Biosistem. 3(3):237–248.
Yanti NR, Andika M, Maulida S, Riani, Sulaiman I,
Erfiza NM. 2022. Utilization of areca nut
(Arecha chatechu L.) extract for tannin based
colorimetric indicator in smart packaging. IOP