Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.

02 (2023) 89–96

TROPICAL PUBLIC HEALTH JOURNAL


Journal homepage: https://talenta.usu.ac.id/trophico

Analisis risiko kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerjaan


konstruksi pangadaan dan pemasangan intelligent transportation
system Kota Medan

Risk analysis of occupational health and safety in construction


procurement and installation of intelligent transportation system Medan
City

Erwin Febrian Nadeak Raja⁎1 , Kalsum2 , Mhd. Makmur Sinaga3 , Gerry


Silaban4
1,2,3,4
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Penulis Korespondensi: [email protected]

ARTICLE INFO ABSTRACT


Article history: The installation of Intelligent Transportation System that serves to integrate
Received 24 July 2023 road users, transportation systems and vehicles through information systems
Revised 01 August 2023 and communication technologies. Therefore, the purpose of this study is to
Accepted 30 September 2023 identify hazards and risk analysis of work accidents in the installation of
Available online
https://talenta.usu.ac.id/trophico
Intelligent Transportation System Medan. This type of research uses qualitative
research design to identify hazards and perform risk level analysis on
E-ISSN: 2797-751X Intelligent Transportation System (ITS) installations using the AS/NZS
P-ISSN: 2774-7662 4360:2004 framework on risk management, was conducted at Gatsu Sei
Wampu, Mayestik, and Merdeka Square intersection in February 2023 –
How to cite: completed. Data analysis methods, namely domain analysis. Based on the
Raja, E. F. N, Kalsum, Sinaga, results of the study obtained the potential hazards of Occupational Safety and
M.M., & Silaban, G. (2023). health contained in the installation location of The Intelligent Transportation
Analisis risiko kesehatan dan System (ITS) in the form of injury or cuts, hit by vehicles, noise, electric shock,
keselamatan kerja pada pekerjaan
falling, buried, inhaled particles of material, material crushed and falling from
konstruksi pangadaan dan
pemasangan intelligent a height. Hazard Control of Occupational Safety and health risks that can be
transportation system Kota Medan done is testing the tools to be used, preparation of workers 'competence and
tahun 2023. Tropical Public health, provision of PPE for workers, provision of safe areas and traffic
Health Journal, 3(2), 89-96. officers, implementing SOPs and installing K3 signs. Expected for all workers
at PT. Means of terrain traffic to be able to implement safe behavior while
working by always using PPE such as helmets, shoes, gloves, masks and vests
as well as other PPE such as earmuffs/earplugs if the noise exceeds the
threshold value (NAB).
This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International. Keywords: Hazard Risk, Construction Project, PPE.
http://doi.org/10.32734/trophico.v3i2.13208

1. Pendahuluan
Pekerjaan konstruksi selalu menyangkut dengan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan masyarakat
penyelenggara pekerjaan konstruksi itu sendiri. Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi ini, harus
mematuhi peraturan tentang keteknikan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), perlindungan karyawan, dan
lingkungan setempat agar dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi dengan baik. Dampak negatif dari proses
konstruksi adalah terjadiya kecelakaan kerja. Akibat dari suatu kecelakaan dapat berupa kerugian finansial,
kerugian sosial, kecacatan pribadi, bahkan kematian. Hal ini karena sebagian besar pekerjaan konstruksi
90
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

dilakukan di luar ruangan dan mudah diakses oleh berbagai orang dalam kondisi yang tidak sesuai dengan
aturan K3, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Salah satu contoh perkembangan infrastruktur adalah pemasangan Intelligent Transportation System
yang berfungsi untuk mengintegrasikan pengguna jalan, sistem transportasi dan kendaraan melalui sistem
informasi dan teknologi komunikasi. Dalam pemasangannya, terdapat beberapa potensi kecelakaan kerja
seperti tangan atau kaki tergores, cidera ringan sampai berat, terjatuh dari ketinggian, tertimbun galian,
hingga tersengat listrik.
Kerugian perusahaan akibat kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Kecelakaan dan
kerugian bermacam-macam, meliputi unsur manusia, mesin (material), dan lingkungan kerja. Orang-orang
yang terlibat dalam kecelakaan mengeluh dan menderita, yang seringkali mengakibatkan cedera bahkan
dapat mengakibatkan cedera pada korbannya (Suma'mur, 2013). Di beberapa negara, kecelakaan kerja juga
banyak terjadi di bidang konstruksi. Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri
Konstruksi (A2K4), kecelakaan kerja di sektor jasa konstruksi menyumbang mayoritas kecelakaan kerja di
Indonesia, dengan hampir 32 persen kecelakaan industri.
Berdasarkan penelitian Hidayat (2016) kecelakaan kerja yang utama terdiri atas 3, yaitu 38,1% kasus
tersengat listrik, 28,9% kasus tertimpa benda, dan 24,9% kasus terjatuh dari ketinggian. Hasil analisis
menunjukkan penyebab utama kecelakaan kerja adalah konstruksi yang tidak aman, tidak menggunakan
APD, dan tidak hati-hati.
Bekerja di ketinggian artinya bekerja di tempat tinggi yang mempunyai resiko cedera jika pekerja
terjatuh dari tempat tersebut (HSE UK, 2007). Dari semua pekerjaan di ketinggian, jasa konstruksi tertinggi
mempunyai resiko. Sedangkan menurut prosedur kerja di ketinggian PT. BBS, Pekerjaan di ketinggian
adalah pekerjaan yang dilakukan di luar pagar pelindung pada ketinggian minimal 2 meter dari permukaan
tanah.
Di Indonesia, identifikasi bahaya dan analisis risiko di tempat kerja mengacu pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia no. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3). Berdasarkan peraturan tersebut, identifikasi bahaya dan analisis risiko merupakan kegiatan
wajib yang harus dilakukan perusahaan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (OAI) serta mencapai tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif. Selain itu, identifikasi bahaya
dan analisis risiko merupakan salah satu bentuk perencanaan kesehatan dan keselamatan kerja yang
digunakan dalam program dan kebijakan K3. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun
2012).
Menurut laporan kecelakaan kerja yang diperoleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan, jumlah kecelakaan kerja meningkat dari 114.000 kasus pada 2019 menjadi 177.000 kasus
pada 2020. Jika angka tersebut dihitung berdasarkan jumlah klaim yang diajukan oleh pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja, artiya angka kecelakaan kerja yang sesungguhnya jauh leih besar, karena belum
semua tenaga kerja yang menjadi peserta BJPS Ketenagakerjaan.
Manajemen risiko diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan di tempat kerja, dan kegiatannya meliputi identifikasi bahaya, analisis risiko bahaya, penilaian
risiko, pengendalian risiko, serta pemantauan dan evaluasi. Manajemen risiko dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan menganalisa bahaya suatu pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendekatan penyebab
kecelakaan yang bermula dari adanya kondisi atau tindakan tidak aman saat melakukan suatu aktivitas. Oleh
karena itu, dengan mengidentifikasi bahaya di semua jenis pekerjaan, tindakan pencegahan yang tepat dan
efektif dapat dilakukan. (Ramli, 2010). Berdasarkan pengamatan selama survei pendahuluan oleh peneliti,
banyak tugas yang dilakukan diketinggian yang memiliki potensi terjatuh, dan terdapat berbagai potensi
risiko lain seperti terkena alat kerja manual, tangan terjepit, tersengat listrik dan lainnya. Selain itu, data
kecelakaan kerja yang telah terjadi tidak ada dengan dalih bahwa kecelakaan yang terjadi hanya kecelakaan
ringan.
Dari uraian di atas dilihat bahwa jumlah kecelakaan kerja di bidang konstruksi terus meningkat tanpa
penurunan, maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bahaya dan analisis risiko kecelakaan kerja pada
pekerjaan Pemasangan Intelligent Transportation System Kota Medan.

2. Metode
Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif untuk mengidentifikasi bahaya dan
melakukan analisis tingkat risiko pada instalasi Intelligent Transportation System (ITS) menggunakan
framework Guideline AS/NZS 4360:2004 tentang risk management.
Penelitian dilakukan di Persimpangan Gatsu Sei Wampu, Persimpangan Mayestik, dan Persimpangan
Lapangan Merdeka pada Februari 2023 – selesai. Penelitia ini menggunakan 2 orang informan yaitu kepala
91
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

proyek konstruksi dan pengawas pekerja. Metode pengumpulan data dengan wawancara terstruktur dan
metode analisis data menggunakan analisis domain.

3. Hasil
Informan dalam penelitian ini yaitu kepala proyek konstruksi dan pengawas pekerja yang mencakup
wilayah instalasi Persimpangan Gatsu Sei Wampu, Persimpangan Mayestik, dan Persimpangan Lapangan
Merdeka yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Karakteristik Informan Penelitian
Informan Umur Jabatan Masa Kerja Pendidikan
Kepala Proyek
1 44 tahun 12 tahun S2
Konstruksi
2 29 tahun Pengawas 3 tahun S1
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa informan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
informan, yaitu satu informan bekerja sebagai kepala proyek konstruksi berumur 44 tahun dan sudah bekerja
selama 12 tahun dengan pendidikan terakhir S2 serta satu informan bekerja sebagai pengawas pekerja
berumur 29 tahun dan sudah bekerja selama 3 tahun dengan pendidikan terakhir S1.
Tahapan proses pekerjaan konstruksi pengadaan dan pemasangan Intelligent Transportation System
(ITS) digunakan untuk mengindentifikasi potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat
pada lokasi pemasangannya. Pekerjaan konstruksi pengadaan dan pemasangan Intelligent Transportation
System (ITS) di Kota Medan terbagi menjadi 12 tahapan kerja yang memiliki potensi bahayanya masing-
masing dan disetiap tahapan kerja terdapat penanggungjawab yaitu pengawas pekerja, pemberi kerja dan
HSE Officer (Ahli K3).
Setelah tahapan pekerjaan konstruksi pengadaan dan pemasangan Intelligent Transportation System
(ITS) diketahui, kemudian dilakukan identifikasi potensi bahaya dan penilaian risiko berdasarkan observasi
yang dilakukan dengan kepala proyek konstruksi. Identifikasi bahaya mengacu pada hasil kondisi di lokasi
konstruksi. Penentuan tingkat risiko diambil melalui wawancara dan verifikasi dengan kepala proyek
konstruksi dan pengawas pekerja. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko dipaparkan menggunakan
worksheet penilaian risiko yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
Aktifitas Pekerjaan Potensi Bahaya L S R
Persiapan pekerjaan Cedera atau luka sayat E 2 L
Pengukuran Cidera ringan D 2 L
Pengecekan kesesuaian lokasi kerja Tertabrak kendaraan E 4 H
Penggalian Tersetrum listrik E 4 H
Kebisingan A 2 H
Cedera atau luka sayat D 2 L
Terjatuh, tertimbun E 5 H
Urugan pasir bawah pondasi Terjatuh D 2 L
Tertabrak kendaraan E 4 H
Terhirup partikel material D 3 M
Galian jalur kabel dan tutup kembali Tersetrum listrik E 4 H
Terjatuh, tertimbun E 5 H
Tertabrak kendaraan E 4 H
Pemotong Jalan (Boring) Tersetrum listrik E 4 H
Kebisingan A 2 H
Cedera atau luka sayat D 2 L
Tertabrak kendaraan E 4 H
Pekerjaan Pondasi Beton Tertabrak kendaraan E 4 H
Terhirup partikel D 3 M
Cedera atau luka sayat D 2 L
Tertimbun material E 5 H
Pemasangan Tiang Kejatuhan, tertimpa material E 5 H
Kecelakaan lalu lintas E 5 H
Cedera atau luka sayat D 2 L
Pemasangan dan Pengaturan Perangkat Terjatuh dari ketinggian E 4 H
Lampu Lalu Lintas Cedera atau luka sayat D 2 L
Tersetrum listrik E 4 H
Pemasangan dan Penga-turan Control Tersetrum listrik E 4 H
92
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

Aktifitas Pekerjaan Potensi Bahaya L S R


Center Tertimbun material E 5 H
Pembongkaran APILL lama dan Terjatuh dari ketinggian E 4 H
pembersihan lokasi pekerjaan Kecelakaan, tertimpa E 5 H
Cedera atau luka sayat D 2 L
Keterangan: H (Risiko tinggi), M (Risiko Sedang), dan L (Risiko Rendah)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 12 tahapan aktifitas kerja terdapat 32 potensi bahaya
yang dapat diidentifikasi terdapat 21 potensi bahaya risiko tinggi yang membutuhkan perhatian manajemen
puncak, terdapat 2 potensi bahaya risiko sedang yang tanggungjawab manajemen harus ditentukan, dan
terdapat 9 potensi bahaya risiko rendah yang pengelolaan dengan membuat prosedur rutin.
Pengendalian risiko didapatkan berdasarkan wawancara terstruktur dengan kepala proyek konstruksi.
Pernyataan informan mengenai keseringan dan keparahan risiko yang terjadi di pekerjaan konstruksi
pengadaan dan pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) Kota Medan ialah telah terdapat standar
operasional prosedur yang telah dilakukan oleh pihak manajemen pabrik kepada para pekerjanya, sehingga
jarang terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan yang pernah terjadi berupa jatuhnya material tiang diakibatkan
human error tanpa menyebabkan adanya korban. Selain menyediakan SOP, manajemen juga telah
menyediakan APD kepada pekerjanya berupa helm, sepatu, sarung tangan, masker pernafasan, dan rompi.
Pernyataan informan mengenai upaya pengendalian yang dilakukan pada tahapan pekerjaan konstruksi
pengadaan dan pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) Kota Medan ialah upaya pengendalian
telah dilakukan dari tahapan persiapan sampai akhir pengerjaan konstruksi. Pada tahap persiapan, dilakukan
pengujian alat yang akan digunakan, persiapan kompetensi dan kesehatan pekerja, serta penyediaan APD
bagi para pekerja. Pada tahap proses pengerjaan, disediakan area aman dan petugas lalu lintas untuk
mengatur agar tidak terjadi kecelakaan mengingat lokasi kerja yang berada di area jalan raya. Upaya
pengendalian lainnya yaitu dengan menerapkan SOP dan memasang rambu-rambu K3.

4. Pembahasan
Pada tahap persiapan, terdapat potensi bahaya rendah pada proses pengujian alat yaitu pekerja tidak
menggunakan sarung tangan dan safetyshoes yang berpotensi cedera atau luka sayat pada tangan atau
kaki. Terkait penggunaan sarung tangan, berdasarkan Permenakertrans (2010) Nomor
PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri menyebutkan bahwa sarung tangan berfungsi untuk
melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi
elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi
zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik. Dalam peraturan ini juga disebutkan pelindung kaki berupa
sepatu keselamatan pada pekerjaan konstruksi bangunan.
Pada tahapan pengukuran area kerja, terdapat potensi bahaya rendah yaitu berupa cidera ringan.
Cidera ringan disini bisa terjadi karena proses pengukuran dapat memakan waktu dan perlu
mempertimbangkan lokasi pekerjaan. Cidera ringan tidak menyebabkan kerus akan berarti pada jaringan
tubuh misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Menurut Graha (2019), cidera ringan tidak membutuhkan
penanganan khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat. Tahap pengecekan gambar teknis
terhadap kesesuaian lokasi kerja. Pada tahap ini, terdapat potensi bahaya tinggi pada lokasi kerja yang
dekat dengan jalan raya yaitu tertabrak kendaraan. Menurut Istiyanto dan Jannah (2020), adanya petugas
yang membantu dalam pengaturan lalu lintas dapat mengurangi risiko kemacetan dan risiko kecelakaan
di lokasi pengerjaan. Perlu adanya petugas yang ditugaskan secara khusus untuk pengatur lalu lintas
dengan dilengkapi pakaian dan peralatan yang telah disesuaikan dengan ketentuan.
Pada tahap penggalian, terdapat potensi bahaya tinggi pada instalasi listrik yaitu tersetrum listrik.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui pada tahapan ini pengendalian yang dilakukan yaitu adanya
SOP untuk mengatur kerja. Menurut Tolago (2019), perlu diadakan pemeriksaan dan pengujian secara
teratur terhadap penyalahgunaan, kerusakan atau pelaksanaan pemasangan instalasi listrik yang jelek,
termasuk sambungan-sambungan yang lepas serta pemasangan pengamanan yang cocok terhadap arus
bocor. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan b ahaya listrik serta
tindakan keselamatan kerja yaitu kabel, peralatan listrik, dan penyambungan peralatan listrik (Darma &
Erlina, 2018). Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, juga terdapat potensi bahaya tinggi yaitu
kebisingan pada pekerja yang tidak menggunakan earmuff/earplug. Menurut Arifin, Ernawati dan
Rachman (2019) menyebutkan bahwa mayoritas industry besar dalam memenuhi proses produksinya
pasti menggunakan peralatan atau mesin yang berkapasitas besar dan dalam proses kerjanya akan
menimbulkan keluaran negatif seperti suhu panas, getaran dan kebisingan.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, terdapat potensi bahaya sedang pada pekerja yang tidak
menggunakan masker berpotensi terhirup partikel material. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui
93
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

pada tahapan ini pengendalian yang dilakukan yaitu menyediakan APD berupa masker. Menurut
Widiasari, Puspandhani, dan Setiawan (2020), pekerja yang aktivitas pekerjaannya banyak terpapar oleh
partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel yang
kemungkinan dapat terhirup.
Pada tahap galian jalur kabel dan tutup kembali, terdapat potensi bahaya tinggi berupa instalasi
listrik yang berpotensi pekerja tersetrum listrik, tumpukan pasir yang berpotensi terjatuh dan tertimbu n,
serta lokasi kerja dekat dengan jalan raya yang berpotensi tertabrak kendaraan. Pembuatan SOP kerja
merupakan slah satu bentuk perlindungan tenaga kerja tentang keselamatan kerja dan jaminan kesehatan
(Gabriele, 2018).
Tahap pemotong jalan (boring jalan). berdasarkan hasil identifikasi bahaya, terdapat potensi bahaya
rendah yaitu pada pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan dapat berpotensi cedera atau luka
sayat. Potensi bahaya ini dapat dikendalikan dengan penyediaan APD berupa sarung tangan yang
memadai untuk proses kerja pemotongan jalan (boring jalan). Menurut Hidayat (2022), hasil analisis
risiko penggunaan mesin boring pada proyek konstruksi menunjukkan salah satu faktor risiko yang
signifikan adalah risiko akibat kontak dengan benda tajam selama proses boring jalan. Upaya untuk
mengatasi risiko yaitu dengan menggunakan sarung tangan dan kacamata pelindung selama proses kerja.
Tahap pekerjaan pondasi beton, berdasarkan hasil identifikasi bahaya, terdapat potensi bahaya
rendah yaitu pekerja yang tidak menggunakan masker sehingga berpotensi terhirup partikel material,
potensi bahaya sedang yaitu pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan berpotensi cedera atau luka
sayat, dan potensi bahaya tinggi yaitu lokasi kerja dekat jalan raya sehingga be rpotensi tertabrak
kendaraan, serta tumpukan material cor yang dapat berpotensi tertimbun material. Menurut Apriyan,
Setiawan dan Ervianto (2017), pekerjaan pengecoran pondasi beton menjadi salah satu kegiatan yang
dapat menyebabkan kecelakaan kerja yaitu pada proses persiapan atau pembersihan lapangan untuk
pengecoran, pengecoran dengan ready mix, serta pemerataan pengecoran beton.
Tahap pemasangan tiang, berdasarkan hasil identifikasi bahaya, ada dua jenis risiko bahaya yang
perlu diperhatikan yaitu risiko bahaya rendah dan tinggi. Risiko bahaya rendah pada tahap pemasangan
tiang terkait dengan kebiasaan pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan, sehingga berpotensi
terkena luka atau cedera akibat benda tajam. Sedangkan pada risiko bahaya tinggi terdap at kekurangan
pengendalian jarak pada material yang berpotensi jatuh, kemungkinan tertimpa material tiang, dan
kurangnya rambu larangan mendekat pada truck crane yang dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan
lalu lintas. Menurut Sitorus dan Sari (2018), pembatas jarak dan rambu larangan mendekat pada area
konstruksi dapat meminimalkan risiko bahaya pada tahap pemasangan tiang. Oleh karena itu, perlu
diterapkan langkah-langkah pengendalian risiko yang tepat dan memadai pada tahap pemasangan tiang
agar kecelakaan kerja dapat dihindari.
Pada tahapan pemasangan dan pengaturan perangkat lampu lalu lintas dapat dilihat dari hasil
identifikasi bahaya, terdapat potensi bahaya rendah yaitu pekerja yang tidak menggunakan sarung
tangan dan potensi bahaya tinggi yaitu pekerja yang tidak menggunakan bodyharness yang dapat
menyebabkan pekerja terjatuh dari ketinggian. Pekerjaan pada ketinggian memiliki tugas penting dalam
proses konstruksi. Penggunaan full bodyharness diwajibkan karena tingginya risiko dan bahaya yang
dapat terjadi. Upaya pengendalian yang bertujuan untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, salah
satunya dengan menggunakan full bodyharnes (Apsariningdyah, Amrullah, & Pristya, 2020).
Pada tahap pemasangan dan pengaturan control center dapat dilihat dari hasil identifikasi bahaya,
terdapat risiko bahaya tinggi yaitu tersetrum listrik karena terdapat instalasi listrik. Aktivitas
pemasangan instalasi listrik secara manual menimbulkan potensi pekerja tersetrum karena saat
melakukan aktivitas tersebut, tangan pekerja cenderung basah (Taher & Widiawan, 2023). Basah pada
tangan pekerja disebabkan karena pekerja berkeringat dan pekerja melakukan aktivitas lain yang
menyebabkan tangannya basah. Selain itu bisa juga dikarenakan pekerja yang tidak menggunakan alas
kaki
Risiko bahaya tinggi lainnya yang didapati pada tahap pemasangan dan pengaturan control center
yaitu tertimbun material karena adanya tumpukan material pada lokasi kerja. Menurut Widodo dan
Rosyidi (2018), salah satu penyebab terjadinya tertimbunnya material pada lokasi konstruksi adalah
kurangnya pengelolaan limbah konstruksi. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan manajemen
limbah konstruksi yang baik dan benar agar material yang digunakan pada tahap konstruksi tidak
menyebabkan risiko bahaya yang tinggi. Maka dari itu, penggunaan peralatan yang tepat serta
pengaturan yang baik dalam penyimpanan dan pembuangan material dapat mengurangi risiko bahaya
yang ditimbulkan oleh tumpukan material pada lokasi kerja.
94
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

Tahap pembongkaran APILL lama dan pembersihan lokasi pekerjaan memiliki risiko bahaya yang
perlu diidentifikasi dan dikendalikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Menurut Umam dan Sanjaya (2022), APD sangat perlu diperhatikan untuk pengurangan akibat dari
kecelakaan kerja dan penitng dipersiapkan pada saat bekerja yang terdapat indikasi berbahaya. Selain
itu, dengan melihat SOP secara teliti dapat memperbaiki sikap dan posisi bekerja agar terhindar dari
kecelakaan kerja. Pemahaman K3 pada karyawan juga dapat dilatih dengan melakukan pelatihan K3
dengan jadwal rutin untuk meningkatkan pengetahuan sebagai landasan bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pengendalian risiko pada pekerjaan konstruksi pengadaan
dan pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) sudah dilakukan dari tahapan persiapan sampai
akhir pengerjaan konstruksi berupa pengujian alat yang akan digunakan, persiapan kompetensi dan
kesehatan pekerja, penyediaan APD bagi para pekerja, penyediaan area aman dan petugas lalu lintas,
menerapkan SOP serta memasang rambu-rambu K3.
Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dilakukan pengujian alat yang akan digunakan, persiapan
kompetensi dan kesehatan pekerja. Menurut Permanaker Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut menyebutkan bahwa setiap kegiatan
perencanaan, pembuatan, pemasangan dan/atau perakitan, pemakaian, atau pengoperasian, perbaikan,
perubahan atau modifikasi pesawat angkat dan pesawat angkut harus dilakukan pemeriksaan dan
pengujian. Pemeriksaan dan pengujian harus dilakukan oleh personal yang mempunyai kompetensi dan
kewenangan di bidang K3 pesawat angkat dan pesawat angkut.
Penyediaan APD harus diiringi dengan kemauan pekerja untuk menggunakan APD secara lengkap
di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa masih banyaknya pekerja yang enggan
untuk menggunakan APD. Hal ini dapat dikarenakan penggunaan APD yang dirasa kurang nyaman dan
masih belum adanya kesadaran bagi pekerja mengenai pentingnya penggunaan APD khususnya pada
proses kerja konstruksi. Menurut Risgiyanto, Sarkowi dan Septiana (2022), untuk menciptakan tempat
kerja yang sehat, aman dan nyaman serta menghindarkan tenaga kerja dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja perlu diterapkan penggunaan APD, yang mana dalam penerapan penggunaan APD ini
diperlukan kesadaran dari tenaga kerja. Untuk mengatasi ketidaksadaran tenaga kerja maka pihak
instansi/perusahaan perlu melakukan pengendalian dan pengawasan pekerjaan.
Pengawasan pekerjaan pada proses pekerjaan konstruksi pengadaan dan pemasangan intelligent
transportation system (ITS) didapati kurang memadai karena hanya ada 1 orang pengawas pada setiap
tahapan pekerjaan konstruksi. Hal ini juga menjadi salah satu alasan pekerja konstruksi yang tidak
menggunakan APD dengan baik. Menurut Rauzana dan Usni (2020), dalam pelaksanaan proyek
kontruksi diperlukan pengawasan, arahan, bimbingan dan instruksi yang diperlukan pada penyedia jasa
kontruksi atau perusahaan kontraktor untuk menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan d engan
baik, sesuai prosedur dan tepat kualitas sebagai upaya untuk menghindari kinerja mutu pada pekerjaan.
Penyediaan area aman dan penempatan petugas lalu lintas dapat membantu dalam pengaturan lalu
lintas di lokasi konstruksi, seperti mengurangi kemacetan dan risiko kecelakaan. Istiyanto dan Jannah
(2020) menekankan pentingnya penempatan petugas lalu lintas yang tepat dalam memastikan kelancaran
arus lalu lintas di sekitar lokasi konstruksi. Selain itu, petugas pengatur lalu lintas harus dapat mengatur
arah dan memberi aba-aba kepada operator alat berat agar lalu lintas tidak terhenti ketika pekerjaan
sedang berlangsung. Hal ini dapat menghindari terjadinya kecelakaan dan memastikan keselamatan
pekerja dan pengguna jalan di sekitar lokasi konstruksi. Oleh karena itu, perlu diterapkan langkah-
langkah pengaturan lalu lintas yang tepat dan memadai di sekitar lokasi konstruksi untuk memastikan
keselamatan dan kesehatan pekerja dan pengguna jalan.
Kepatuhan pekerja dalam mematuhi SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku dapat
mempengaruhi kejadian kecelakaan kerja. Ketidaktahuan pekerja dalam mengoperasikan teknologi
(mesin) serta batasan dalam menggunakannya menjadikan pekerja itu sendiri dalam bahaya. Selain itu,
kecelakaan kerja juga dapat terjadi karena pemasangan rambu-rambu K3 yang belum memenuhi standar.
Hal ini berguna untuk memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan ataupun sikap yang
tidak diperbolehkan serta membagikan pengarahan pada pengguna tangga supaya mengutamakan
keselamatan diri serta orang lain (Purba & Arifin, 2018).

5. Kesimpulan
Tahapan proses pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) terdiri dari 12 tahapan pekerjaan
yaitu persiapan pekerjaan, pengukuran, pengecekan gambar teknis terhadap kesesuaian lokasi kerja,
penggalian, urugan pasir bawah pondasi, galian jalur kabel dan tutup kembali, pemotongan jalan (boring
jalan), pekerjaan pondasi beton, pemasangan tiang, pemasangan dan pengaturan perangkat lampu lalu lintas,
95
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

pemasangan dan pengaturan control center, serta pembongkaran APILL lama dan pembersihan lokasi
pekerjaan. Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat pada lokasi pemasangan Intelligent
Transportation System (ITS) yaitu berupa cedera atau luka sayat, tertabrak kendaraan, kebisingan, tersetrum
listrik, terjatuh, tertimbun, terhirup partikel material, tertimpa material dan terjatuh dari ketinggian. Risiko
bahaya yang terdapat pada lokasi pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) yaitu 21 risiko bahaya
tinggi, 2 risiko bahaya sedang dan 9 risiko bahaya rendah. Pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan
kerja pada lokasi pemasangan Intelligent Transportation System (ITS) yang dapat dilakukan yaitu pengujian
alat yang akan digunakan, persiapan kompetensi dan kesehatan pekerja, penyediaan APD bagi para pekerja,
penyediaan area aman dan petugas lalu lintas, menerapkan SOP serta memasang rambu-rambu K3.
Diharapkan bagi semua pekerja di PT. Sarana Lalu Lintas Medan untuk dapat menerapkan perilaku
aman saat bekerja dengan selalu menggunakan APD seperti helm, sepatu, sarung tangan, masker dan rompi
serta APD lainnya seperti earmuff/earplug jika kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB). Diharapkan
bagi manajemen PT. Sarana Lalu Lintas Medan untuk dapat memperhatikan manajemen risiko selama
pengerjaan konstruksi masih berjalan dengan menyediakan rambu-rambu K3 sesuai lokasi kerja dan
penyediaan petugas lalu lintas yang telah terlatih.

Daftar Pustaka
Apriyan, J., Setiawan, H., & Ervianto, W. I. (2017). Analisis Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek
Bangunan Gedung dengan Metode FMEA. Jurnal Muara Sains, 115-123.
Apsariningdyah, R., Amrullah, A. A., & Pristya, T. Y. (2020). Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Penggunaan Full Body Harness di Proyek Pembangunan Apartemen oleh PT. X. Jurnal Kesehatan,
11(3).
Arifin, R., Ernawati, M., & Rachman, T. Z. (2019). Faktor Pendorong Terkait Perilaku Patuh Karyawan PT
Pupuk Kalimantan Timur dalam Menggunakan Alat Pelindung Telinga. Jurnal Promkes, 7(1), 88-99.
Darma, T., & Erlina. (2018). Sosialisasi Bahaya dan Keselamatan Penggunaan Listrik di Kelurahan Duri
Kosambi. Jurnal Terang, 1(1).
Gabriele. (2018). Analisis Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di PT Cahaya Indo Persada.
Jurnal Manajemen AGORA, 6(1).
Graha, A. S. (2019). Manfaat Istirahat pada Pasca Cedera. Medikora, 49-55.
Hidayat, B. (2016). Kecelakaan Kerja Proyek Konstruksi di Indonesia Tahun 2005-2015 : Tinjauan Content
Analysis Dari Artikel Berita. Padang: Universitas Andalas.
Hidayat, A. (2022). Studi Analisis Pencegahan Kecelakaan Kerja Menggunakan Metode Construction Safety
Analysis Pada Pekerjaan Pondasi Bored Pile Jalan Layang Tol Solo-Jogja. Tugas Akhir Universitas
Islam Indonesia.
Istiyanto, B., & Jannah, R. (2020). Tinjauan Aspek Keselamatan Pelaksanaan Pekerjaan Peningkatan
Kapasitas Jalan. Jurnal Teknologi Transportasi dan Logistik, 1(1), 1-10.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Nomor : 50 Tahun 2012. Tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.
Permenakertrans. (2010). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia.
Permenaker. (2020). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 8 Tahun 2020 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut. Kemenakertrans RI.
Purba, M., & Arifin, Z. (2018). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerja dengan Metode Fault Tree Analysis di PT Sumber Sukses
Ganda. Jurnal Sigma Teknika, 1(2), 252-260.
Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta:
Dian Rakyat
Rauzana, A. & Usni, D. A. (2020). Kajian Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Kinerja Mutu pada Proyek
Konstruksi. Media Komunikasi Teknik Sipil. 26(2): 267-274.
Risgiyanto, Sarkowi. M., & Septiana, T. (2022). Penerapan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai
Upaya Perlindungan dalam Pelaksanaan Pembangunan Gedung Pemerintah di Pemerintahan Kabupaten
Way Kanan. Prosiding Seminar Nasional Insinyur Profesional (SNIP).
Sitorus, H., & Sari, A. (2018). Evaluasi Kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek
Pembangunan Gedung. Jurnal Teknik Sipil, 122-130.
Taher, C., & Widiawan, K. (2023). Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko di Pabrik
Roti PT X. Jurnal Titra, 11(1), 57-64.
96
TROPHICO: Tropical Public Health Journal Vol.03, No.02 (2023) 89-96

Tolago, A. I. (2019). Pemeliharaan, Perbaikan Instalasi Listrik pada Tempat Ibadah Asrama Mahasiswa
UNG. Laporan Pengabdian Mandiri Universitas Negeri Gorontalo.
Umam, M. I., & Sanjaya, G. A. (2022). Analisa Risiko Kecelakaan Kerja Karyawan pada Pekerjaan dalam
Keadaan Bertegangan Menggunakan Metode Hazard and Operability (HAZOP). Jurnal Sains,
Teknologi dan Industri, 19(2), 161-171.
Widiasari, S., Puspandhani, M. E., & Setiawan, D. (2020). Penggunaan Masker dengan Keluhan Subjektif
Sistem Pernafasan pada Pekerja Home Industry Mebel di Desa Cikeduk Kabupaten Cirebon. Jurnal
Health Sains.
Widodo, J., & Rosyidi, C. N. (2018). Analisis Manajemen Limbah Konstruksi pada Pembangunan Gedung di
Surabaya. Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-12.

Anda mungkin juga menyukai