Studi Pembesaran Kerapu Macan Di Pulau Puhawang Lampung Selatan Oleh Indra Gumay Yudha
Studi Pembesaran Kerapu Macan Di Pulau Puhawang Lampung Selatan Oleh Indra Gumay Yudha
Studi Pembesaran Kerapu Macan Di Pulau Puhawang Lampung Selatan Oleh Indra Gumay Yudha
Kata kunci: kerapu macan, laju pertumbuhan, survival rate, food convertion ratio,
analisis usaha
ABSTRAK
This study was held on May 2002 until March 2003 at Puhawang Island, Lampung
Selatan. The objective of this research is to know growth rate of grouper (kerapu macan,
Epinephelus fuscoguttatus) during its cultured. The result of this study could be used by
government to develop grouper culture in Lampung Province.
The number of young grouper (2.6-2.9 g) in this experiment was 1000, that be enclosed
in 4 cage nets. Each cage net contained 250 of test fishes. In everyday test fishes was
fed twice with unimportant fish meat. Feeding was done approximately 15% of biomass
in early culture, and then decreases about 5% while it was finished. In every month the
biomass of fishes test was weigh, amount of food and dead test fishes were recorded in
order to know its growth rate, food conversion ratio (FCR), and survival rate (SR).
The results of this experiment were known that the growth rate model for grouper was
lnWt= 2.033 + 0.502t or Wt = 7.637 * e0.502t ; FCR was 8.2; and SR was 67.9%. Then,
based on economic analysis, it was found that benefit rate of this business was 43.65%.
So, it was a great opportunity to improve grouper husbandry for supporting regional
development
1. PENDAHULUAN
Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir
sekitar 16.625,3 km2 (mengacu pada pasal 3 UU No. 22/1999) merupakan salah satu
propinsi dengan keragaman potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup
besar. Keragaman potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang,
ubur-ubur, udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang
tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung dan Teluk
Semangka. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah memberi dampak diperlukannya sistem pengelolaan sumberdaya laut
dan perikanan yang lebih efisien dan efektif yang dapat menjamin peningkatan
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 1
pendapatan asli daerah (PAD) dan sekaligus menjamin kelangsungan hidup
masyarakatnya. Hal ini mendorong diperlukannya suatu aktivitas bidang kelautan dan
perikanan di masa mendatang yang dapat menghasilkan nilai tambah produksi yang
tinggi melalui upaya pengembangan industri kelautan dan perikanan yang terintegrasi
dengan pengembangan wilayah. Upaya tersebut diharapkan dapat menarik minat
investor di sektor kelautan dan perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan bersama-
sama dengan lembaga terkait di daerah diharapkan dapat berfungsi menjadi fasilitator
dalam upaya pengintegrasian pengelolaan sumberdaya laut untuk mencapai hasil yang
optimal.
Pengembangan budidaya laut (marine culture) di Propinsi Lampung, terutama
untuk ikan-ikan karang bernilai ekonomis tinggi, memiliki keunggulan dibandingkan
dengan daerah lainnya di Indonesia. Faktor yang mempercepat perkembangan tersebut
antara lain adanya Balai Budidaya Laut (BBL) yang terletak di Desa Hanura, Kecamatan
Padang Cermin, Lampung Selatan. Selain itu, kondisi lingkungan pesisir di Propinsi
Lampung dengan banyaknya pulau-pulau kecil (69 pulau) juga sangat mendukung untuk
pengembangan budidaya ikan karang. Menurut Sunyoto (1993), wilayah pesisir
Lampung memiliki areal terluas dibandingkan dengan daerah lainnya, yaitu sekitar 800
ha, untuk pengembangan budidaya ikan karang dengan metode keramba jaring apung
(KJA).
Saat ini di Propinsi Lampung telah banyak pengusaha yang bergerak dalam
budidaya ikan kerapu macan dan kerapu bebek. Menurut Sudjiharno (2002) saat ini
terdapat lebih kurang 30 usaha budidaya ikan kerapu yang sebagian besar lokasinya
berada di sekitar perairan Tanjung Putus, Pulau Puhawang, Bawang, Piabung, Ringgung,
Pulau Tegal, Mutun, Pulau Pasaran, Pulau Kubur, Pulau Balak, serta Pulau Condong.
Oleh karena usaha budidaya kerapu telah mulai berkembang dengan pesat di Propinsi
Lampung, maka diperlukan beberapa penelitian yang diharapkan dapat mendukung
kelanjutan usaha budidaya tersebut. Beberapa penelitian sudah banyak dilakukan,
terutama oleh BBL, perguruan tinggi maupun instansi pemerintah lainnya yang turut
menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan budidaya laut di Propinsi Lampung.
Penelitian mengenai pertumbuhan dan beberapa aspek budidaya ikan kerapu macan
ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pembangunan perikanan. Dengan diketahuinya
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 2
laju pertumbuhan ikan kerapu macan selama masa budidaya dapat dijadikan acuan untuk
lebih mengoptimalkan masa budidaya, sehingga dapat diperoleh hasil panen yang
maksimal.
2. METODE PENELITIAN
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 3
2.3 Tahapan Penelitian
.Sebanyak 1.000 ekor benih ikan kerapu macan ditempatkan dalam 4 petak jaring,
sehingga masing-masing petak jaring berisi 250 ekor. Ikan-ikan yang dipelihara diberi
makan dengan ikan rucah yang telah dihaluskan dengan gilingan daging sebanyak 15%
dari bobot total. Pemberian pakan ini dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari.
Setiap bulan dihitung bobot ikan dengan cara menimbangnya secara keseluruhan dan
dirata-ratakan. Ikan yang mati juga dicatat untuk perhitungan SR (survival rate, tingkat
kelulushidupan). Untuk mengukur laju pertumbuhan ikan kerapu macan selama 10
bulan, dilakukan dengan menimbang bobot ikan yang dipelihara setiap bulan selama
masa budidaya hingga panen. Selanjutnya melalui pendekatan model matematika dapat
diketahui persamaan laju pertumbuhan. Salah satu model laju pertumbuhan yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut (Effendie, 1997):
Wt = W0 egt atau ln Wt = ln W0 + gt
dimana Wt adalah bobot ikan pada waktu t, W0=berat awal, e=dasar logaritma natural dan
g=koefisien pertumbuhan. Dengan model pertumbuhan tersebut, maka dapat diketahui
laju pertumbuhan ikan kerapu macan selama masa budidaya hingga panen, sehingga
dapat dilakukan pendugaan yang lebih baik untuk perhitungan biaya operasional
(investasi). Beberapa faktor lainnya yang penting juga turut diamati, seperti perhitungan
SR (survival rate, tingkat kelangsungan hidup) hingga panen, jenis-jenis penyakit yang
menyerang, dan FCR (food conversion ratio, rasio konversi pakan).
Hasil pengukuran bobot rata-rata ikan kerapu macan setiap bulan selama 10 bulan
masa pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan nilai rata-rata bobot ikan kerapu
macan pada tabel tersebut dapat diketahui persamaan laju pertumbuhannya dengan
pendekatan garis regresi setelah nilai rata-rata tersebut ditransformasikan dalam fungsi ln.
Persamaan laju pertumbuhan tersebut adalah: ln Wt = 2.033 + 0.502t atau
Wt = 7.637 * e0.502t. Adapun grafik laju pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1.
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 4
Tabel 1. Bobot rata-rata ikan kerapu macan selama 10 bulan
800
700
600
BOBOT (GRAM)
500
400 Wt=7.637*e0.502t
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
MASA PEMELIHARAAN (BULAN)
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 5
bulan 5 hingga bulan 10 terus meningkat dengan pesat. Dari data tersebut dapat
diketahui pula bahwa sebaiknya panen dilakukan di atas bulan ke-9, karena bobot ikan
yang dipanen sudah mencapai ukuran konsumsi (di atas 500 gram). Dibandingkan dengan
bulan ke-9, maka panen pada bulan ke-10 diperkirakan lebih menguntungkan lagi, karena
pertambahan bobot ikan kerapu akan lebih meningkat pesat hanya dalam waktu 1 bulan.
Oleh karena pertumbuhan yang pesat sudah dimulai sejak bulan ke-5, maka sebaiknya
pemberian pakan juga lebih diintensifkan lagi sejak bulan tersebut.
Dibandingkan dengan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis), maka
pertumbuhan ikan kerapu macan yang dibesarkan pada lokasi dan dengan ukuran awal
yang sama ternyata lebih cepat. Untuk mencapai ukuran konsumsi, ikan kerapu macan
dapat pelihara selama 9 bulan; sedangkan ikan kerapu bebek lebih lama lagi, yaitu sekitar
16 bulan (Yudha, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang
menyatakan bahwa faktor keturunan merupakan salah satu faktor internal yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan, dan faktor tersebut merupakan hal yang sulit untuk
dikontrol.
3.3 Survival Rate (SR) dan Food Convertion Ratio (FCR)
Survival rate atau tingkat kelulushidupan ikan kerapu macan yang dipelihara dalam
KJA selama 10 bulan dalam penelitian ini adalah 67.9%. Rendahnya tingkat
kelulushidupan ini dikarenakan pada saat pemeliharaan mengalami serangan penyakit,
sehingga mengalami kematian. Penyakit yang banyak menyerang antara lain dari jenis
crustacea (Nerocila sp), cacing (Diplectanum sp), dan protozoa (Cryptocaryon sp).
Beberapa jenis bakteri juga menyerang bersamaan dengan serangan penyakit tersebut,
seperti bakteri finrot, sehingga ikan yang terserang mengalami kerusakan sirip yang
cukup parah, badan mengalami luka dan borok, serta dapat menyebabkan kematian.
Tindakan pencegahan sudah dilakukan, seperti perendaman rutin setiap seminggu sekali
terhadap ikan yang dipelihara dalam air tawar ataupun air laut yang telah diberi formalin
dan metilen blue. Pengobatan terhadap ikan yang sakit juga telah dilakukan, namun tidak
banyak ikan yang tertolong.
Rasio konversi pakan (FCR) selama masa budidaya adalah 8.2 Perhitungan secara
jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai FCR 8.2 berarti bahwa untuk menaikkan 1
gram bobot ikan dibutuhkan 8.2 gram pakan. Dibandingkan dengan ikan kerapu bebek,
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 6
ikan kerapu macan memiliki FCR yang lebih baik. Nilai FCR ikan kerapu bebek
berdasarkan penelitian Yudha (2003) selama masa pemeliharaan 14 bulan dengan
pemberian pakan ikan rucah adalah 11.1. Menurut Sunyoto (1993) nilai konversi pakan
berbeda tergantung jenis pakan, spesies, ukuran ikan, dan suhu perairan. Sebagai contoh,
ikan kerapu lumpur yang diberi ikan rucah mempunyai konversi pakan sekitar 5-8,
sedangkan ikan kerapu sunuk antara 8-12. Terdapat kecenderungan bahwa dalam usaha
budidaya kerapu, ikan-ikan yang berharga lebih tinggi mempunyai laju pertumbuhan
yang lebih lambat serta konversi pakan yang lebih tinggi.
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 7
4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
a. Laju pertumbuhan ikan kerapu macan selama masa budidaya 10 bulan mengikuti
model laju pertumbuhan Wt = 7.637 * e0.502t .
b. Rasio konversi pakan ikan kerapu macan selama masa budidaya dengan pakan ikan
rucah adalah 8.2.; sedangkan tingkat kelulushidupan (SR) selama masa budidaya
adalah 67.9%.
c. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan sektor perikanan di Propinsi
Lampung, terutama budidaya ikan karang ekonomis tinggi.
4.2. Saran
Beberapa hal yang perlu disarankan untuk kemajuan pengembangan budaya ikan kerapu
macan, antara lain:
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa aspek budidaya ikan
kerapu macan, seperti peningkatan daya tahan terhadap penyakit, pencegahan
penyakit serta pengobatan yang efektif, sehingga dapat meningkatkan SR.
b. Perlu dilakukan studi lanjutan tentang laju pertumbuhan ikan kerapu macan hingga
diperoleh gambaran kurva pertumbuhan yang lebih lengkap (bentuk sigmoid), untuk
keperluan pengelolaan sumberdaya perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. dan Sudaryanto. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Macan. Penebar
Swadaya. Jakarta. 104 hal.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163
hal.
Sudjiharno. 2002. Peran Balai Budidaya Laut Lampung dalam Pengembangan Budidaya
Laut di Indonesia. Makalah Seminar sehari Pengembangan Teknologi Budidaya
Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung, 2 Juli 2002. Kerjasama Departemen
Kelautan dan Perikanan dengan JICA. 11 hal.
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 8
Sunaryat dan Salam. 1998. Laporan Hasil Pengujian Penggelondongan Kerapu Macan
(Ephinephelus fuscogutatus) di Kurungan Apung. Laporan Tahunan Balai
Budidaya Laut T.A 1997/1998. Lampung. 8 hal.
Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Penebar
Swadaya. Jakarta. 65 hal.
Suwirya, K. 2002. Pakan dalam Budidaya Laut. Makalah Seminar sehari Pengembang-
an Teknologi Budidaya Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung, 2 Juli 2002.
Kerjasama Departemen Kelautan dan Perikanan dengan JICA. 9 hal.
Yudha, I.G. 2003. Studi Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dalam
Karamba Jaring Apung (KJA) di Pulau Puhawang, Kabupaten Lampung Selatan
Prosiding Seminar Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian Dosen Universitas Lampung
dalam rangka Dies Natalis Universitas Lampung ke-38, tanggal 19-20 September
2003. Hal. 215-222.
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 9
Lampiran 1. Perhitungan menentukan persamaan laju pertumbuhan ikan kerapu
macan
Bulan(x) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ulangan
1 2.6 9.2 26.3 55.3 95.4 160 226.8 280.3 386.6 504.8 597.4
2 2.7 9.4 27.1 57.2 97.3 154.9 220.1 298.4 403.5 529.3 610.3
3 2.7 10.5 28.6 59.7 98.5 163.2 231.6 301.5 410.2 550.7 645.4
4 2.9 8.9 26.2 56.1 96.8 161.6 218.4 276.9 397.1 513 589.7
Rata-rata 2.73 9.50 27.05 57.08 97.00 159.93 224.23 289.28 399.35 524.45 610.70
ln Wt (y) 1 2.251 3.298 4.044 4.575 5.0747 5.413 5.6674 5.9898 6.262 6.4146
intercept 2.03
slope 0.5
r2 0.91
Total 3358799.95
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 10
Lampiran 3. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Macan
Harga
No Bahan/Uraian Volume Satuan satuan Jumlah
I. Investasi
A. Pembuatan jaring apung
1. Bahan jaring:
jaring bagan: 16x8 m 128 m 2500 320000
jaring trawl 3/4": 2x8x3 kg 50 kg 45000 2250000
jaring trawl 1 1/4" : 2x8x3 kg 50 kg 35000 1750000
2. Tali Temali:
Tali 6 mm: 6 roll x 15 kg 90 kg 17000 1530000
Tali 8 mm: 2x2rollx15 kg 60 kg 17000 1020000
Tali jangkar 16 mm 20 kg 17500 350000
Tali jahit: 3x20 ikat 60 ikat 2500 150000
Jarum karung utk menjahit jaring 10 buah 1500 15000
3. Pemberat:
Jangkar: 4x30 kg 120 kg 5500 660000
Bandul pemberat (semen cor)
- semen 1 zak 27000 27000
- pasir 0.5 kubik 65000 32500
4. Rakit Apung:
Batang kelapa 3 batang 80000 240000
Papan (kayu bayur) 2 kubik 600000 1200000
Kayu kaso 20 batang 5000 100000
Paku papan 5 kg 3500 17500
Paku senta 5 kg 3500 17500
Semen putih 5 kg 7500 37500
Lem aibon 1 kaleng 11000 11000
Baut 20 cm 36 buah 2500 90000
Karbit 1 kg 5500 5500
Kunci pas no.19 4 buah 5000 20000
Pelampung (drum plastik) 15 buah 90000 1350000
5. Upah Pembuatan:
Pembuatan jaring I (bagan) 16 buah 15000 240000
Pembuatan jaring II (trawl 3/4") 16 buah 20000 320000
Pembuatan jaring III (trawl 1
1/4") 8 buah 30000 240000
Pembuatan rakit 1 unit 500000 500000
Jumlah biaya (A) 12493500
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 11
Timbangan 1 buah 50000 50000
Jumlah biaya (B) 1145000
Total biaya (A+B) 13638500
B. Biaya variable
1. Pengadaan benih 1000 ekor 5500 5500000
2. Pembelian pakan 3358.80 kg 2000 6717599.9
3. Pembelian es 10 bulan 100000 1000000
4. Obat-obatan 1 paket 500000 500000
5. Upah tenaga kerja: 1 org x 10 bln 10 org.bln 350000 3500000
Jumlah biaya variable 17217599.9
III Penerimaan:
Hasil produksi per musim tanam: 414.67 kg x Rp 75000 = Rp. 31099897.5
Indra Gumay Yudha: Studi Pembesaran Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus di Perairan Pulau Puhawang, Lampung Selatan 12