Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 22

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DALAM PERSPEKTIF


SOSIAL-BUDAYA TERHADAP PENGEMBANGAN
NILAI MULTIKULTURAL
(Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa SMA Yos Sudarso
di Jeruklegi Kabupaten Cilacap)

SUPRIYONO
0808105

ABSTRACT
The study was based on the researcher’s concern on the phenomenon of lack of
appreciation towards ethnic and cultural differences in the association, which is feared
widespread among high school students. In addition, the researcher alsos saw the reality
of meaningless Civic Education learning because students have not been able to connect
what they have learned with the realities of everyday life.
Some of these factors raised in this study include concerns; substances,
approaches and learning strategies that less support. These include; materials, learning
activities, teaching and evaluating lessons of Civic Education, which are not optimal.
Departing from the statement, the purpose of this research is to get a view of the
influence of learning Civic Education in the socio-cultural perspectives on the
development of multicultural values.
The study was based on opinion (Lickona, 1992:6) that the concept and process
of Civic Education is a deliberate process designed and conducted to develop the
potential of individuals in interaction with the environment so as adults. Cultural diversity
as something positive is good to be appreciated, accepted, and maintained in their
community (Blum, 2001:20).
This study uses a quasi experimental design with nonequivalent control-group
design. The sampling technique used was purposive sampling. This technique was chosen
because the information about the characteristics of ethnic and cultural diversity in the
school is needed in researching multicultural. Data collection was conducted with pretest
and posttest, questionnaire, observation and documentation.
The results of this study indicate that the materials, learning and teaching
activities, and evaluation of Civic Education lessons significantly influences the
development of multicultural values. Effect of Civic Education learning materials for the
development of multicultural values in terms of male students, r=0.61; women r=0.77 and
parenting education, college students, r=0.925. Effect of teaching and learning of Civic
Education on the development of multicultural values in terms of male students, r=0.63;
women r=0.80 and parenting education, college students, r=0.988. Effect of evaluation of
learning Civic Education reviewed the development of multicultural values of male
students, r=0.50, women r=0.75 and female parent education college students, r=0.991.

Keywords: Civic Education, Social-Cultural, Multicultural.


Pendahuluan

1. Latar belakang masalah


Sebagai mahluk sosial, fitrah manusia menghajatkan hidup rukun
berdampingan tanpa adanya permusuhan yang terjalin dan terjamin dari rasa
kekeluargaan, persahabatan, tenggang rasa hormat-menghormati satu sama
lainnya. Sekarang ini gejolak ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian ganas
melalui multi media elektronik berikut tuntutan materiilnya yang cukup tinggi
melahirkan pola kehidupan (life style) yang pada akhirnya membawa kearah
rasionalisme, sukulerisme, dan egoistik. Tidak adanya sikap solidaritas dan
toleransi diantara sesama mengakibatkan perselisihan dalam pergaulan. Sebagai
contoh terbentuknya kelompok-kelompok dalam pergaulan siswa di sekolah yang
didasarkan pada kesamaan etnis-budaya dan agama mengakibatkan siswa yang
tidak masuk dalam kelompok dikucilkan.

Banyaknya penyimpangan perilaku siswa di sekolah maupun masyarakat


disebabkan demi menjaga gengsi atau kehormatan masing-masing, maka
persahabatan, toleran dan norma-norma menjadi sirna yang terjadi malah
sebaliknya ingin menang sendiri dan pahamnyalah yang harus dianggap benar.
Masing-masing kelompok dengan latar belakang suku, budaya dan agama yang
sama berusaha melakukan indoktrinasi untuk memperkuat fanatik golongan.
Berkurangnya tokoh teladan di sekolah maupun di masyarakat juga
mengakibatkan siswa kehilangan seorang figur teladan bagi hidupnya. Sekarang
banyak guru yang bukan mendidik melainkan hanya sekedar mengajar.

Sebagaimana diingatkan oleh pedagog klasik kenamaan Langeveld


(Suparman, Wardani, Winataputra, 2002:18) mengatakan ”... men kan niet
onderwijsen wan men will, men kan niet onderwijsen wnt men weet, men kan
alleen onderwijsen wat men is”. Seseorang tidak bisa mendidik karena ia sekedar
mau, juga orang tidak bisa mendidik karena ia sekedar tahu, tetapi seseorang
hanya bisa mendidik dengan baik apabila ia mampu menampilkan dirinya secara
utuh sebagai pendidik yang tahu dan mau dan berdedikasi secara nyata. Sikap
saling menghargai dalam masyarakat multi etnik sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya konfik yang terjadi dalam pergaulan. Keanekaragaman
etnik-budaya Indonesia hendaknya bukan faktor penentu pemecah belahan
kerukunan antar sesama, melainkan diharapkan mampu menjadi ”bumbu
kehidupan” bagi perekat dalam pergaulan di masyarakat untuk saling melengkapi.
Bertolak dari suatu pengertian sederhana (Blum, 2001:16) mengemukakan bahwa
pada hakekatnya multikultural merupakan ”.... pemahaman, penghargaan, dan
penilaian atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan
tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan-
kebudayaan orang lain, bukan berarti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan
tersebut melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu dapat
mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri”.

Jika dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki basis


multikultural setidaknya dapat mereduksi konflik-konflik sosial-budaya. Pada
dasarnya program Pendidikan Kewarganegaraan berupaya membina dan
menggali potensi siswa yang berhubungan dengan pengembangan sikap afektif.
Menurut (Djahiri, 1995:27) dalam buku VCT mengatakan bahwa guru di sekolah
memiliki peranan penting dalam membina sikap efektif peserta didik. Oleh karena
itu program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangatlah tepat
mengarahkan siswa untuk membina dan mengembangkan potensi yang ada pada
diri siswa.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi dan misi serta struktur
keilmuan. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2003:3) visi mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang
berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (motion and character
building) dan pemberdayaan warganegara. Sedangkan misinya adalah menjadikan
warganegara yang baik yakni warganegara yang memiliki kesadaran politik dan
kesadaran moral. Untuk mencapai visi dan misi tersebut maka Pendidikan
Kewarganegaraan tampil dengan paradigma baru struktur keilmuan mencakup
dimensi pengetahuan (Civic Knowledge), keterampilan kewarganegaraan (Civic
Skill) dan watak atau karakter kewarganegaraan (Civic Disposition). Cakupan
dimensi dalam struktur keilmuan yang lain meliputi politik, hukum dan moral.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka rumusan
masalah yang dapat penulis kemukakan adalah ”Bagaimana pengaruh
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam perspektif sosial-budaya
terhadap pengembangan nilai multikultural”.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diidentifikasi beberapa
permasalahan yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan terhadap
pengembangan nilai multikultural ?
b. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ?
c. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ?
d. Seberapa besar pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai
multikultural ?
e. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari
jenis kelamin siswa terhadap pengembangan nilai multikultural ?
f. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari
pendidikan orang tua siswa terhadap pengembangan nilai multikultural ?
g. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Kewarganegaraan ditinjau dari jenis kelamin siswa terhadap pengembangan
nilai multikultural ?
h. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Kewarganegaraan ditinjau dari pendidikan orang tua siswa terhadap
pengembangan nilai multikultural ?
i. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ditinjau dari jenis kelamin siswa terhadap pengembangan
nilai multikultural ?
j. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ditinjau dari pendidikan orang tua siswa terhadap
pengembangan nilai multikultural ?

3. Kerangka pemikiran

PROSE OUTP
INPUT S UT

Keragaman Etnik Siswa lebih


dan Budaya memahami Arti
keanekaragama
n etnik dan
Pembinaan dan
Hambatan dalam budaya
Pengembangan Nilai
Pengembangan Nilai Multikultural Melalui
Multikultural di Pembelajaran
Sekolah Pendidikan
Kewarganegaraan Menghargai dan
bangga dengan
etnik dan budaya
yang berbeda
Kurangnya Sikap
Menghargai
Perbedaan Etnik dan
Budaya dalam
Pergaulan Siswa KESIMPULAN

REKOMENDAS
I

Landasan Teori
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran di sekolah meliputi seluruh bidang kehidupan, salah satunya
adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kaitan dengan hal tersebut
(Djahiri, 2006:9) mengemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-
prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing)
serta memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi
warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional
bangsa/negara yang bersangkutan. Pendapat tersebut memposisikan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pokok dalam membentuk
warganegara Indonesia yang baik dan cerdas. Hal tersebut dapat terwujud apabila
dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa dibekali
pengetahuan untuk menjadi warganegara yang melek politik dan hukum serta
dilatih untuk menciptakan suasana kehidupan yang teratur serta mencerminkan
kehidupan warganegara Indonesia yang melek politik dan hukum sehingga dapat
melaksanakan hak dan keawjibannya sebagai warganegara.
Sekaitan dengan hal di atas, (Djahiri, 2006:10) mengemukakan tentang
karakteristik pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu secara pragmatik
memuat bahan ajar yang kafah/utuh berupa bekal pengetahuan untuk melek
politik dan hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Secara prosedural target sasaran pembelajarannya ialah menyampaikan
bahan ajar pilihan fungsional untuk membina, mengembangkan dan membentuk
potensi diri secara kafah serta kehidupan siswa dan lingkungannya yang humanis
dan fungsional. Dengan demikian bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah
program pendidikan yang bertujuan membentuk warganegara yang bersikap dan
berpikir cerdas, kritis serta serta berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap
diri, masyarakat dan negaranya. Fokus dan target utama dari pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembekalan pengetahuan dan membina
sikap dan perilaku serta keterampilan sebagai warganegara demokratis, taat
hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses belajar
siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi,
metoda media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.
a. Materi pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan komponen penting dalam semua proses
pembelajaran termasuk proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pembelajaran dapat berupa fakta, konsep, prinsip maupun prosedur
(Sadirman, 2003:162). Pemilihan materi harus spesifik agar lebih mudah
membatasi ruang lingkup dan agar lebih jalas dan mudah dibandingkan dan
dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya. Konsep dan proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan merupakan proses yang disengaja dirancang dan
dilakukan untuk mengembangkan potensi individu dalam interaksi dengan
lingkungan sehingga menjadi dewasa (Lickona, 1992:6). Hal ini sejalan dengan
pendapat (Collins, 1977:17) bahwa materi pendidikan memiliki suatu keunikan,
disuatu sisi merupakan bagian penanaman nilai kebudayaan, namun disisi lain
merupakan bentuk proses pembudayaan (enculturation) yang sifatnya spesifik
yang berbeda antara satu masyarakat dengan yang lainnya.
b. Metode pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan
penggunaanya bervariasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai setelah
kegiatan pembelajaran berakhir (Djamarah, 2001:72). Pemilihan metode yang
tepat dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan sangat membentu
guru maupun siswa untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang
dilaksanakan. Hal ini menguatkan pendapat (Gerlach dan Ely, 1971:25) bahwa
untuk menciptakan susana yang menumbuhkan gairah dalam belajar,
meningkatkan prestasi siswa maka diperlukan pengorganisasian proses belajar
yang baik yang meliputi; tujuan pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruang,
perlengkapan pelajaran di kelas dan pengelompokan siswa dalam belajar.
Berkaitan dengan hal tersebut (Nurhadi, 2004:102) mengemukakan
bahwa metode yang relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah yang berkarakteristik sebagai berikut:
1) menekankan pada pemecahan masalah;
2) dapat dijalankan dalam berbagai konteks;
3) dapat memberikan kemudahan dalam memahami pelajaran;
4) mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri;
5) mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa yang
berbeda;
6) mendorong siswa untuk merancang dan melakukan kegiatan ilmiah;
7) menumbuhkan kemampuan siswa berpikir ilmiah;
8) memotivasi siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari;
9) Memberikan pengalaman baru dalam belajar;
10) menerapkan penilaian otentil;
11) merangsang siswa untuk berpikir kritis;
12) menyenangkan dan
13) berkesinambungan
c. Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai
penyalur pesan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zain,
2002:139). Kerumitan materi yang akan disampaikan pada siswa dapat
disederhanakan dengan menggunakan media. Bahkan keabstrakan materi
pembelajaran dapat dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Media dapat
mewakili apa yang tidak dapat guru sampaikan dengan kalimat. Namun perlu
diingat, bahwa peranan media pembelajaran tidak akan terlihat apabila
penggunaanya tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
d. Sumber pembelajaran
Sumber belajar merupakan suatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
terdapatnya materi pembelajaran atau sumber belajar untuk seseorang
(Winataputra dan Ardiniwata, 1991:165). Dengan demikian, sumber belajar itu
merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung
hal-hal baru bagi siswa selaku peserta didik. Pemanfaatan sumber-sumebr belajar
tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebajikan
lainnya (Sadirman, 2003:25). Setidaknya terdapat lima macam sumber belajar
yaitu manusia, buku, media masa, lingkungan (lingkungan alam, lingkungan
sejarah dan lingkungan masyarakat) dan media pendidikan.
e. Evaluasi pembelajaran
Menurut (Djahiri, 2005:2) evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan momentum/instrument untuk mengukur/menilai
tingkat keberhasilan, kegagalan, kelebihan atau kekurangan proses dan hasil
belajar serta momentum untuk melakukan relearning yang bersifat kontinyu,
multidimensional dan terbuka. Dengan kata lain evaluasi merupakan media untuk
mengukur ketercapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus bersifat utuh, artinya evaluasi
pembelajaran dilakukan baik dalam proses maupun hasil belajar yang menyangkut
aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Al Muchtar, 2001:373). Lebih lanjut
(Cronbach, 1987:21) menjelaskan bahwa tujuan evaluasi ini adalah untuk
memperoleh informasi umum mengenai belajar siswa dan pembelajaran yang
telah di lakukan oleh guru, baik menggunakan penelitian data dengan cara
(pengamatan, penganalisaan data, penilaian penampilan atau proyek).

2. Landasan Perspektif Sosial-Budaya


Setiap orang mempunyai kedudukan yang berbeda antara satu dengan
yang lainya, serta mempunyai peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Sehingga akan menggolongkan orang tersebut kedalam kelas dan tingkatan yang
berbeda yang akhirnya akan membentuk masyarakat dengan tingkat kelas yang
berbeda. Dalam hal ini (Nimmo, 1989:161-162) mengatakan bahwa banyak cara
untuk menentukan kedalam kelas sosial, tetapi pada umumnya kelas merupakan
fungsi dari pekerjaan, pendapatan dan pendidikan seseorang. Anggota kelas atas
dan kelas menengah adalah orang dari pekerjaan professional managerial dengan
pendapatan tinggi dan pendidikan pendidikan akademis; anggota kelas menengah
bias pegawai administrasi atau pegawai keahlian (skilled) yang pendapatannya
relatif baik tetapi tidak selalu memiliki gelar akademis; kelas rendah mencakup
buruh kasar dengan pendidikan sekolah menengah atau yang lebih rendah,
pengangguran atau orang miskin.

Kriteria yang dapat mempengaruhi status sosial seseorang dalam


masyarakat adalah:

a. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan
perkembangan dalam hidupnya. Sebagaimana termuat dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 tentang “sistem pendidikan nasional” yang
menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekauatan spiritual
keagamaan, pengendaliaan diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta
keperluan yang diperlukan pada dirinya, masyarakat bangsa dan negaranya.

Dengan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi maka akan


mempengaruhi tingkat status seseorang dalam masyarakatnya.

b. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan yang dimiliki seseorang dapat memberikan gambaran dalam
menentukan kedalam strata/tingkatan, dimana seseorang dapat digolongkan
(rendah, sedang dan tinggi). Fungsi seseorang dalam pekerjaanya akan
memberikan kedudukan yang dipegang oleh orang tersebut dan hal tersebut juga
akan mempengaruhi terhadap status ekonominya dalam masyarakat. Pekerjaan
professional berbeda dengan buruh kasar, baik dari segi pendidikan maupun dari
besarnya pendapatan. Menurut (Nordohlt, 1992:133) bahwa daya guna fungsional
orang perorangan dalam hal pekerjaan, sebagai eksekutif, guru dan ilmuwan,
semuanya itu akan mempengari status sosial dalam masyarakat.

c. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapan yang diterima seseorang dapat mempengaruhi status
sosial ekonomi, karena pendapatan berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki.
Pendapatan adalah hasil pencaharian, perolehan, sesuatu yang didapatkan (kamus
bahasa Indonesia, 1999:209). Seseorang dipandang tinggi tingkat status
ekonominya dengan melihat jumlah pendapatan dan kekayaan, padahal pada
dasarnya harga diri, tatanan moral, etika dalam pergaulan dan partisipasi dan
partisipasi dalam keagamaan lebih penting daripada harta.

3. Pengembangan Nilai Multikultural


Istialah multikultural (multikulturalism) belumlah berumur lama, istilah ini
mulai berkembang sejak awal tahun 1970-an di negara liberal Barat. Dua negara
yang paling menonjol dalam mengembangkan multikultural adalah Kanada dan
Australia. Kini multikultural juga digunakan oleh banyak negara berkembang
sebagai salah satu wacana politik atau kebijakan. Multikultural dikembangkan
dari konsep pluralisme budaya (cultural pluralism) dengan menekankan
pentingnya kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat (Suparlan, 2005:98).
Secara eksplisit, (Blum, 2001:16) merumuskan multikulturalisme sebagai
berikut multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan
penilaian atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan
tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan-
kebudayaan orang lain, bukan berarti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-
kebudayaan tersebut., melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan
tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri. Dalam
pendekatan multikulturalisme tidak sesungguhnya berlandasan pada pemilikan
yang mengisyaratkan pada memiliki atau dimiliki budaya tertentu, tetapi
berlandasan pada kesadaran untuk menghargai dan menghormati yang mampu
bernegoisasi tentang rumusan-rumusan yang ada. Dalam multikulturalisme, setiap
orang tidak hanya dituntut untuk respek terhadap diferensiasi, tetapi meyakini
bahwa diferensisi tersebut diperlukan untuk membentuk masyarakat yang sehat.
Fenomena masyarakat yang kompleks kebudayaan yang masing-masing
plural (jamak) dan sekaligus heterogen itu tergambar dalam prinsip ”Bhinneka
Tunggal Ika”, yang berarti bercorak ragam kehidupan dan penghidupan, tetapi
terintegrasi dalam kesatuan (Kusumohamidjojo, 2000:45). Dalam pandangan
Geertz (Hardiman, 2002:4) menyatakan bahwa negeri ini bukan hanya multi etnis,
tetapi juga menjadi arena pengaruh multimental. Indonesia adalah sebuah bangsa
dengan ukuran dengan ukuran makna dan karakter yang berbeda-beda melalaui
narasi agung yang bersifat historis, ideologis, religius disambung menjadi struktur
ekonomis dan politis bersama. Menjadi berkah jika keragaman yang ada bergerak
menuju Indonesia yang satu tanpa menghilangkan karakter dan identitas masing-
masing. Namun, manakala keragaman itu bergerak tanpa arah dalam pengertian
tidak maju Indonesia yang satu karena lebih menonjolkan identitas masing-
masing (communitarian culture) dari keragaman itu niscaya akan mendatangkan
musibah yang besar. Pluralitas dan heterogenitas Indonesia dapat dipahami
sebagai suatu kekayaan dalam konteks keanekaragaman membentuk mozaik ke-
Indonesaan yang sangat indah dan mempesona (Supardan, 2008:133). Tetapi
dalam banyak urusan selebinya keanekaragaman itu lebih potensial untuk menjadi
batu sandungan, apalagi jika kenyataan itu dieksploitasikan secara sengaja dan
dengan demikian juga secara struktural. Ketidakmampuan dalam mengelola
keanekaragaman dpat mendorong terjadinya gejolak sosial politik yang bernuansa
suku, agama, dan ras antar golongan yang memperlemah proses nation building
(Supardan, 2008:133; Kusumohamidjojo, 2000:48).
Dalam dimensi terakhir, masyarakat dan kebudayaan Indonesia tidak
pernah berada dalam keadaan yang statis, tetapi selalu dalam proses yang dinamis.
Hal ini disebabkan dalam masyarakat selalu bekerja dua macam kekuatan, yaitu
kekuatan yang ingin menerima perubahan dan kekuatan yang menolak perubahan
(Harsojo, 1988:154). Kekuatan dalam masyarakat yang cenderung menerima
perubahan sering disebut sebagai kaum progresif dan mereka yang cenderung
menolak perubahan dan mempertahankan keadaan yang ada sering disebut kaum
konservatif (Kusumohamidjojo, 2000:51). Terlepas dari proses kebudayaan yang
melibatkan adu kekuatan, baik secara argumentatif, maupun secara fisik yang
mengiringi perubahan-perubahan masyarakat, perubahan masyarakat yang
mengiringi perubahan kebudayaan sebenarnya mempunyai satu anotomi tertentu
yaitu melalui proses discovery dan invention, difusi kebudayaan, inkulturasi yang
menyertainya, akulturasi dan asimilasi. Bhinneka Tunggal Ika secara hakiki
mengungkapkan kebenaran historis yang tidak dapat disangkal sejak zaman
kerajaan dahulu (Darmodihardjo, 1985; Supardan, 2008:135).

Metode Penelitian
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang datanya
berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik. Ada beberapa istilah
tentang pendekatan kuantitatif, Borg and Gall (Sugiyono, 2006:7-8) menyatakan
sebagai berikut Many labels have been used to distinguish between traditional
research methods and these new methods: positivistik versus postpostivistic
researc;, scientivic versus artistic research; confirmatory versus discovery-
oriented research;, quantitative versus interpretive researc;, quntitative versus
qualitativ research. The quantitative-qualitative distinction seem most widely
used. Both quantitative researchers and qualitative researcher go about inquiry
in different ways. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen.
Penggunaan metode eksperimen tersebut dicirikan dengan memisahkan kelompok
perlakuan (treatment) dan kontrol untuk kemudian diuji melalui Pretest maupun
Posttest. Disain kuasi eksperimen yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah disain Nonequivalent Control-Group Design. Pada desain ini kelompok
eksperimen maupun kontrol tidak dipilih secara rondom (Sugiyono, 2009:79).
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Yos Sudarso di Jeruklegi
Kabupaten Cilacap. SMA Yos Sudarso merupakan sekolah unggulan yang
dikelola oleh Yayasan Kristen. Dalam penelitian ini, peniliti mengambil 120
sampel, kelas X SMU Yos Sudarso di Jeruklegi. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling. Alasan pertimbangnnya bahwa dalam penelitian
multikultural, yang diperlukan informasi bagi peneliti adalah karakteristik
kemajemukan etnis dan budaya di sekolah itu.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket sekala Semantic
Defferential Scale dari Osgood yang sudah diadakan penyesuaian dengan
lingkungan budaya Indonesia untuk mengukur variabel pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Sedangkan untuk mengukur variabel kontrol digunakan
pengambilan data dari siswa dan orang tuanya. Pengukur variabel perkembangan
nilai multicultural digunakan Skala Sikap dari Likert. Selain itu teknik
pengumpulan data juga dilakukan dengan Tes Awal dan Tes Akhir (Pretest and
Posttest), observasi dan dokumentasi
Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis korelasi sederhana
dan ganda untuk mengetahui hubungan antar variabel X1 dengan Y, X2 dengan
Y, dan X3 dengan Y dan pada variabel control digunakan untuk mengetahui
hubungan Z1 dengan Y dan Z2 dengan Y. Analisis korelasi yang digunakan
adalah pearson product moment. Menguji dengan analisis jalur digunakan dalam
menguji besarnya konstribusi yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap
diagram jalur dari hubungan klausal antar variabel.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Hasil penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan, besar nilai koefisien terstandarisasi untuk
variabel materi pembelajaran PKn dan kegiatan belajar mengajar PKn serta
variabel evaluasi pembelajaran PKn terhadap variabel pengembangan nilai
multikultural dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini.
Tabel
Besar koefisien jalur dan signifikansinya

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 44.598 9.360 4.765 .000
Materi pembelajaran
1.069 .241 .394 4.441 .000
PKn
Kegiatan belajar
.662 .286 .222 2.311 .023
mengajar PKn
Evaluasi
.221 .273 .075 .811 .419
pembelajaran PKn
a. Dependent Variabel: Pengembangan nilai multikultural

Dari tabel di atas terlihat bahwa koefisien jalur terstandarisasi untuk pengaruh
materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1), kegiatan belajar
mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (X2) dan evaluasi pembelajaan
Pendidikan Kewarganegaraan (X3) terhadap pengembangan nilai multikultural (Y)
berturut-turut sebesar 0,394, 0,222 dan 0,075. Dengan demikian dapat ditafsirkan
bahwa materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap pengembangan nilai multikultural, disusul kemudian
dengan pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan.
Sedangkan pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
terhadap pengembangan nilai multikultural masih terlalu kecil.
Dilihat dari variabel kontrol yaitu berdasarkan siswa laki-laki dan
perempuan serta dilihat dari tingkat pendidikan orang tua siswa maka pengaruh
untuk materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) yaitu laki-laki
r=0,61, perempuan r=0,77, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi
r=0,925. Kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (X2) yaitu laki-
laki r=0,63, perempuan r=0,80, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan
tinggi r=0,988. Pengaruh evaluasi pembelajaan Pendidikan Kewarganegaraan (X3)
terhadap pengembangan nilai multikultural (Y) yaitu laki-laki r=0,50, perempuan
r=0,75, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi r=0,991. Dengan
demikian dapat ditafsirkan bahwa materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pengembangan nilai multikultural jika ditinjau dari anak perempuan dan
dari siswa yang orang tuanya tingkat pendidikannya perguruan tinggi.

Pembahasan Hasil Penelitian


Hasil penelitian tersebut dapat dianalisis sebagai berikut: Pertama,
Pengaruh materi pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan terhadap
pengembangan nilai multikultural begitu besar karena kemampuan guru dalam
mengemas penya Materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
muatanya begitu banyak harus dikemas menarik dengan penyampaian materi
dikaitkan dengan kehidupan siswa sehingga siswa tidak merasa bosan. Hal ini
sesuai dengan teori Osgood terutama dengan pengenalan budaya antar etnis
melalui identifikasi nilai-nilai Favourable and Unfavourable Evaluations disertai
humor-humor kecil, umumnya siswa merasa tertarik dan penuh antusias
mengikuti pembelajaran multikultural tersebut (Cadzen, 1986: 444; Walker, 1977:
208; Woods, 1976: 178). Siswa secara umum juga menyadari bahwa pengenalan
dan pengembangan budaya bangsa merupakan suatu aktivitas positif khususnya
dalam pergaulan lintas etnis. Hal ini sejalan dengan pendapat (Collins, 1977:17)
bahwa materi pendidikan memiliki suatu keunikan, disuatu sisi merupakan bagian
penanaman nilai kebudayaan, namun disisi lain merupakan bentuk proses
pembudayaan (enculturation) yang sifatnya spesifik yang berbeda antara satu
masyarakat dengan yang lainnya.

Kedua, Kegiatan belajar mengajar yang didalamnya memuat penggunaan


metode, media dan sumber belajar yang tepat membuat siswa termotivasi dalam
belajar dan mudah memahami materi pelajaran. Hal ini menguatkan pendapat
(Gerlach dan Ely, 1971:25) bahwa untuk menciptakan susana yang menumbuhkan
gairah dalam belajar, meningkatkan prestasi siswa maka diperlukan
pengorganisasian proses belajar yang baik yang meliputi; tujuan pengajaran,
pengaturan waktu, pengaturan ruang, perlengkapan pelajaran di kelas dan
pengelompokan siswa dalam belajar.

Ketiga, Pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


yang masih terlalalu kecil terhadap pengembangan nilai multikultural diakibatkan
oleh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh
guru belum optimal. Guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan hanya berpusat pada peserta didiknya saja. Disisi lain, evaluasi
terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru dan komponen penunjang
pembelajaran di kelas belum tersentuh dalam evaluasi pembelajaran pendidikan
kewarganegaran. Padahal menurut pendapat (Cronbach, 1987:21) bahwa tujuan
evaluasi ini adalah untuk memperoleh informasi umum mengenai belajar siswa
dan pembelajaran yang telah di lakukan oleh guru serta komponen penunjang
pembelajaran lainnya, baik menggunakan penelitian data dengan cara
(pengamatan, penganalisaan data, penilaian penampilan atau proyek).

Keempat, Pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi


pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai
multikultural ditinjau dari anak perempuan ternyata pengaruhnya lebih besar dari
pada anak laki-laki. Sikap dan perilaku seseorang dalam pergaulan sering kali
dipengaruhi oleh budayanya. Menurut (Koentjaraningrat, 1984:26) bahwa sikap
dan perilaku perempuan lebih peka sehingga mudah memahami konsep dan nilai-
nilai soaial-budaya ketika belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut (Capra,
1998:415) menjelaskan bahwa jiwa perempuan dapat menciptakan dunia batin
yang mencerminkan realitas lahir tetapi mempunyai eksistensi sendiri yang dapat
menggerakan untuk bertindak dalam dunia lahir. Lebih lanjut (Capra, 1998:415)
menjelaskan bahwa fenomena jiwa itu mencakup kesadaran diri, pemikiran
konseptual, bahasa simbolis, kreasi budaya, rasa nilai, minat terhadap masa
lampau dan perhatian terhadap masa depan. Prilaku manusia merupakan prodek
warisan sosial budaya, dan bukan produk faktor-faktor biologis yang diturunkan
lewat keturuan. Lingkungan sosial budaya merupakan faktor yang menentukan
sikap dan perilaku manusia yang dipengaruhi kebiasaan dan kepercayaan
budayanya.

Kelima, Pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi


pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai
multikultural ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua siswa maka siswa yang
orang tuanya pendidikannya perguruan tinggi pengaruhnya lebih besar. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka maka wawasan dan pengalamanya
makin banyak sehingga orang tersebut dapat besikap lebih dewasa. Tingkat
pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan
dalam hidupnya. Sebagaimana termuat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1
Pasal 1 Ayat 1 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” yang menjelaskan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekauatan spiritual keagamaan, pengendaliaan diri,
kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang diperlukan pada
dirinya, masyarakat bangsa dan negaranya. Dengan demikan orang yang tingkat
pendidikanya tinggi dapat menghindari konflik dalam masyarakat karena orang
tersebut dapat menempatkan dirinya sebagai mana mestinya dan mampu
menganalisis dapat dari setiap tindakan yang akan dilakukannya. Tingkat
pendidikan orang tua yang tinggi akan menumbuhkan motivasi bagi anaknya
untuk meniru prestasi dari orang tuanya. Hal ini sejalan dengan teori imitasi dari
(Bandura, 1941:43) dalam bukunya Social larning and imitation dikatakan bahwa
banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain.
Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar
mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan
orang lain model bagi dirinya.

Kesimpulan dan Rekomendasi


1. Kesimpulan
Atas dasar hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dirumuskan
sebagai berikut:

Pertama, Materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki


pengaruh terbesar terhadap pengembangan nilai multikultural. Hal ini karena
kemampuan guru dalam mengemas materi begitu menarik siswa. Materi
disampaikan dengan mengaitkan langsung terhadap kehidupan sehari-hari siswa
dan disertai humor-humor kecil, yang menyentuh akar sosial-budaya di
lingkungannya sehingga siswa merasa tertarik dan penuh antusias mengikuti
pembelajaran.
Kedua, Kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan yang
didalamnya memuat penggunaan metode, media dan sumber belajar yang tepat
membuat siswa termotivasi dalam belajar dan mudah memahami materi pelajaran.
Ketiga, Pengaruh evaluasi yang kecil dapat ditafsirkan bahwa evaluasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh guru belum
optimal. Guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan hanya berpusat pada peserta didiknya saja.
Keempat, Anak perempuan lebih besar pengaruhnya terhadap
pengembangan nilai multikultural karena sikap dan perilaku perempuan lebih
peka perasaannya sehingga mudah memahami nilai-nilai sosial-budaya dalam
materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Kelima, Siswa yang orang tuanya berpendidikan perguruan tinggi
pengaruhnya lebih besar terhadap pengembangan nilai multikultural. Hal ini
dikarenakan Hal ini terjadi karena anak akan mencontoh prestasi yang telah diraih
oleh orang tuanya sebagai motivasi dalam belajar bagi dirinya.

2. Rekomendasi
Merujuk kepada kesimpulan penelitian, rekomendasi ini dirumuskan dan
disampaikan kepada pihak-pihak yang dianggap memiliki kepentingan dengan
hasil penelitian ini.
Pertama, Pihak sekolah; kebijakan di lingkungan SMA khususnya, dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat mengakomodasi
pengembangan nilai-nilai pluralitas etnis dan budaya yang diperlukan untuk
kepentingan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sarana dan prasana
penunjang pembelajaran di sekolah perlu diperhatikan untuk dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Program pelatihan peningkatan
mutu kompetensi guru perlu dilakukan agar tenaga pendidik memiliki
kemampuan yang professional dibidang pengajaran.
Kedua, Guru Pendidikan Kewarganegaraan; guru hendaknya dalam
menunaikan tugas-tugas profesinya untuk tidak bosan-bosannya meningkatkan
pengetahuan melalui belajar. Keterampilan dalam mengajar harus dimiliki oleh
semua guru agar penyampaian materi pembelajaan dapat dikemas dengan menarik
sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pelajaran pendidikan kewarganegaran.
Guru harus memiliki kemampuan dalam penggunaan metode, media dan sumber
belajar yang relefan agar siswa memiliki kemampuan pengetahuan yang luas.
Ketiga, Kepada lembaga UPI; Para akademisi khsususnya staf pengajar
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dituntut untuk benar-benar peduli dan
memiliki kemampuan memberikan pencerahan alternatif-alternatif pemikiran
baru sebagai bagian integral solusi pemecahannya kepada mahasiswanya sebagai
bekal pengetahuan dan keterampilan bagi calon guru.

Daftar Pustaka

Al Muchtar, S. (2001) Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: Gelar


Pustaka Mandiri

Blum, L.A. (2001) Antirasisme, Multikultural dan komunitas antar ras ; tiga nilai
yang bersifat mendidik bagi sebuah masyarakat multicultural. Yogyakarta:
PT Tiara Wacana.

Budimansyah, D. dan Karim Suryadi. (2008) Pkn dan masyarakat multikultural.


Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.

Budimansyah, D. Syaifullah Syam. (2006) Pendidikan Nilai Moral dalam


Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pkn
FPIPS-UPI

Bandura, A. (1977) Social Learning Theory. Amerika: Psychological Association.

Capra. F. (1998) Titik Balik Peradaban; Sains Masyarakat dan kebangkitan


kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Collins, Randall. (1977) Some comperative Principls of Educational


Stratification. Harvard Educational Review.

Departemen Pendidikan Nasional (2003), “Undang-Undang No 20 tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional”, Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S.B dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Giroux, M. (1981) Ideology, Cultur and the Process of Schooling. London:
Falmer Press.

Kusumohamidjojo, B. (2000) Kebhinekaan Masyarakat Indonesia Suatu


Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasido.

Koncoroningrat. (1980) Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Lickona, Thomas (1992). ”Educating For Character How Our Schools Can
Teach Respect and Responsibility”, New York-Toronto-London-Sydney-
Auckland: Bantam Books.

Ridwan. (2005) Skala Pengukuran Fariabel-Fariabel Penelitian. Bandung: Al-


Fabeta.

Supardan, Dadang (2008) Peluang Pendidikan dan Hubungan Antar Etnik


Perspektif Pendidikan Kritis Poskolonialis. Laporan Kegiatan Dialog
Multikultural Untuk Membina Kerukunan Antar Umat Beragama.
Bandung: Program Studi PKn Pascasarjana UPI.

Supardan, Dadang. (2008) Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan


Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono. (2009) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Afabeta.

Tilaar, H.A.R. (2004) Multikultural; Tantangan-tantangan GlobalMasa Drepan


Dalam Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta Grasindo.

Winataputra dan Dasim Budimansyah. (2007) Civic Education; Konteks,


Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi PKn
SPs UPI.

You might also like