Analisis Ekuitas Merek Sari Rotidi Bandung
Analisis Ekuitas Merek Sari Rotidi Bandung
Analisis Ekuitas Merek Sari Rotidi Bandung
Abstract
The baked goods industry in Indonesia has become increasingly competitive, so in this environment, creating
and maintaining brand equity is an important strategy to maintain a competitive advantage. This study aims
to empirically test and operationalize brand equity dimensions and how they interact within the context of
Sari Roti brand in Bandung. A total of 480 respondents were selected by a systematic random sampling
method. The questionnaire includes a set of questions intended to measure the different variables of the
model. Structural Equation Modelling (SEM) was used to test the hypotheses on the brand equity model.
The findings conclude that brand awareness, brand association, perceived quality and brand loyalty are
influential dimensions of brand equity. The intercorrelations between perceived quality and brand
association and brand loyalty, and the intercorrelations between brand awareness and brand association and
brand loyalty were positive and all significant. The Sari Roti should concentrate their efforts primarily on
perceived quality and brand loyalty, which have high importance and directly in the construct of brand
equity. However, it should not undervalue the effects of perceived quality and brand awareness.
Keywords: brand equity, brand awareness, brand equity, perceived quality, brand loyalty
cake 5 %, dan kue kering 10%. tersebut masih kalah jauh dari Negara tetangga
(www.bisnis.liputan6.com). Khusus mengenai roti, seperti Malaysia yang mencapai angka 57 %.
data Euromonitor International (Dunia Industri, Tingginya pertumbuhan itu diantaranya
2015) melaporkan bahwa pasar industri roti di karena tingkat konsumsi roti di Indonesia tergolong
Indonesia cukup besar dengan menawarkan masih rendah bila dibanding negara-negara lain,
pertumbuhan rata-rata tahunan yang cukup tinggi, sehingga menyimpan potensi besar ke depan.
yaitu diperkirakan mencapai Rp4,6 triliun pada Indonesia merupakan salah satu negara Asia
tahun 2013, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata dengan konsumsi roti per kapita terendah
majemuk tahunan (CAGR) sebesar 13% selama berdasarkan jumlah & penjualan, yaitu pada tahun
periode 2008-2013. 2010: 1,7 kilogram/tahun/kapita atau US$ 1,5/
Industri roti di Indonesia dibedakan tahun/kapita, dibandingkan dengan Singapura:
menjadi tiga segmen, yakni roti produksi rumahan, 14,7 kilogram/tahun/kapita atau US$ 31,1/tahun/
roti produksi masal (mass-market bread), dan roti kapita, Tiongkok: 13,1 kilogram/tahun/kapita atau
butik (boutique bakery) seperti BreadTalk, Holland US$ 25,2/ tahun), dan Jepang: 9,9 kilogram/
Bakery, dll. Roti rumahan biasanya dijual dengan tahun/kapita atau US$ 34,3/ tahun.
harga murah, dijual di pasar tradisional dan Prospek bisnis roti di Indonesia tersebut
warung-warung kelontong tidak jauh dari lokasi telah dimanfaatkan oleh pengusaha industry
produksi, dan tidak memiliki merk. Sementara roti bakeri, baik itu yang berskala besar, menengah,
yang diproduksi secara masal, dijual di warung kecil dan industry rumahan. Salah satu merek roti
kelontong, minimarket, hingga supermarket, di Indonesia yang diproduksi secara masal dan
dengan jangkauan yang lebih jauh (bisa ratusan modern adalah “Sari Roti”, diproduksi oleh PT
kilometer dari lokasi pabrik). Harganya sedikit Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), yaitu
lebih mahal dari roti rumahan, tapi setimpal dengan sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing
kualitasnya yang juga jauh lebih baik. Sementara (PMA). Didirikan pada tahun 1995, Perseroan ini
roti butik biasanya diproduksi dan dijual ditempat merupakan perusahaan manufaktur roti terbesar di
yang sama, yakni di toko atau mall-mall, dan Indonesia dengan kapasitas produksi lebih dari
harganya paling mahal dibanding dua segmen empat juta potong/hari (2014) yang terdiri atas 45
lainnya. Sebanyak 20% merupakan roti yang jenis roti/hari, dihasilkan dari 10 pabrik yang
diproduksi massal, sisanya sebesar 70 % dihasilkan tersebar di tiga pulau. Oleh karena itu tidak heran
oleh perusahaan kecil/industry rumahan, dan 10% apabila perseroan ini merupakan market leader di
lagi oleh roti butik yang menjalankan bisnisnya sektor ini dan diperkirakan menguasai sekira 80%-
dengan format franchising atau shop permanent. 90% pasar mass-market bread di Indonesia. Dalam
Namun demikian pangsa pasar roti produksi masal hal saluran distribusi, Sari Roti dipasarkan di sekira
56.000 gerai yang dimonitor dan dikendalikan
melalui penggunaan teknologi baru yang dapat memproduksi jenis roti beku yang sampai saat ini
melacak pola penjualan sehingga perseroan dapat belum banyak diproduksi di Indonesia. Berikutnya
mencapai wilayah-wilayah yang memiliki adalah PT Asa Foodenesia Abadi (Asa Foods) yang
permintaan potensial. menggandeng jaringan supermarket Super Indo.
Walaupun Sari Roti merupakan market Uraian di atas menegaskan bahwa
leader sekaligus memiliki brand equity yang kuat, persaingan bisnis roti di Indonesia akan terus
bukan berarti tanpa ancaman serius. Dengan berlangsung sengit, dan lambat-laun dinamika
pangsa pasar hingga 80-90% di segmen-nya, maka merek-merek di pasar roti menunjukkan bahwa
Sari Roti sebenarnya bisa disebut sebagai kompetisi antar merek sedang terjadi dan semakin
perusahaan monopoli. Meski demikian, mengingat tinggi. Bukan hanya sesama kategori produk
tingkat konsumsi roti di Indonesia masih relatif namun juga dengan kategori produk lainnya. Oleh
rendah menyebabkan pasar roti di Indonesia masih karenanya untuk memenangkan persaingan
terbuka lebar dan prospektif. Akibatnya akan tersebut tentu saja strategi membangun merek yang
mengundang banyak pemain baru yang akan kuat harus menjadi perhatian setiap produsennya.
masuk dan menjadi pesaing potensial bagi Sari Padahal disisi lain pemilik merek dihadapkan
Roti. Ancaman terhadap eksisitensi Sari Roti tidak dengan biaya membangun merek yang semakin
main-main, beberapa pemain baru mulai memasuki tinggi, ditambah dengan tuntutan akuntabilitas
pasar roti di Indonesia. Sebut saja misalnya dalam bentuk return on investment telah
minimarket Alfamart yang berada di bawah menambah kerumitan menentukan ukuran
bendera Alfaria, kini mulai memproduksi roti kesuksesan merek baik dilihat dari sisi finansial
sendiri dengan merek Paroti. Padahal selama ini maupun persepsi konsumen. Tidak dipungkiri,
Alfamart merupakan kontributor terbesar (bersama investasi untuk membangun merek sangat besar
dengan Indomart) dalam memasarkan Sari Roti. sehingga para pemilik merek membutuhkan ukuran
Selain Alfamart, Alfaria sendiri tercatat sebagai kesuksesan sebuah merek di pasar.
pengelola gerai ritel Alfamidi dan kafetaria
minimarket berlabel Lawson di bawah bendera PT Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Midi Utama Tbk. Kemudian Ajinomoto Co Inc, Tidak dapat dipungkiri bahwa industry roti
produsen bahan makanan asal Jepang mulai masal pabrikan saat ini didominasi oleh PT Nippon
memasuki pasar roti di Indonesia dengan membuat Indosari Corpindo Tbk dengan merek Sari Roti.
entitas baru melalui anak usahanya, yakni Tetapi kemudian apakah penguasaan pasar itu
Ajinomoto SEA Regional Headquarters Co Ltd dan diikuti oleh ekutitas merek yang kuat? Sebab
Ajinomoto Bakery Co Ltd, dan mendirikan apabila tidak, dalam jangka panjang pangsa
perusahaan baru bernama PT Ajinomoto Indonesia pasarnya sedikit demi sedikit akan terkikis dengan
Bakery (ABI). Direncanakan ABI akan masuknya banyak pemain baru yang terus
bertambah setiap tahunnya. Dengan demikian komplek, yang terdiri atas: brand Awareness
masalah penelitian ini adalah seberapa besar (kesadaran merek), brand association (asosiasi
sebenarnya kekuatan merek Sari Roti, dan elemen merek), perceived quality (persepsi kualitas),
ekuitas merek mana yang paling mendukung? brand loyalty (loyalitas merek) dan other propiety
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi brand asset (aset-aset merek lainya). Empat
dan mendeskripsikan dimensi ekutitas merek Sari elemen pertama dikenal dengan elemen utama
Roti yang meliputi kesadaran merek, asosiasi brand equity. Sementara Keller (2002)
merek, persepsi merek dan loyalitas merek, serta mengelompokkan brand equity ke dalam dua
menguji signifikansi pengaruh setiap dimensi dimensi, yaitu brand awareness dan brand
tersebut terhadap ekuitas merek. Hasil penelitian association.
ini diharapkan berkontribusi dalam khazanah ilmu Beberapa keuntungan dapat diperoleh oleh
pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan perusahaan bila mampu membangun program
strategi permerekan (branding strategy). Bagi pemasarannya yang mengarah pada pembentukan
perusahaan hasil penelitian ini pun dapat dijadikan ekuitas merek pada level yang tinggi. Keuntungan
rujukan alternatif untuk merancang strategi tersebut diantaranya adalah mendorong pelanggan
pemasaran yang mengarah pada penguatan merek. untuk mau membayar dengan harga premium
(Anselmsson, Johansson, & Persson, 2007),
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS menarik pelanggan baru (Lemon, Rust, &
Ekuitas Merek Zeithaml, 2001), membangun market power
Hingga kini belum ada kesepakatan yang (Wood, 2000), meningkatkan kepercayaan dan
bulat diantara praktisi/akademisi mengenai makna perasaan senang yang dapat menghubungkan
ekuitas merek atau brand equity (Keller, 2002). Hal produk dengan konsumennya (Osenton, 2002), dan
ini dapat dipahami karena brand equity merupakan menjadikan merek lebih bernilai bagi pelanggan
konsep yang multidimensional dan fenomena yang (Van Osselaer & Alba, 2000). Ketika konsumen
komplek, serta dapat dilihat dari berbagai mengenal sebuah merek tertentu dan
perspektif (diantaranya finansial atau pelanggan). mendorongnya untuk membeli, kemudian merek
Aaker (1991, 1996) misalnya menyatakan bahwa tersebut dipandang memiliki kualitas, dan akhirnya
brand equity merupakan seperangkat aset atau mendorong konsumen untuk melakukan pembelian
nilai-nilai yang melekat pada merek tertentu, yang ulang, maka merek tersebut tergolong memiliki
dapat menambah atau mengurangi nilai atau brand equity yang kuat (Kurtz, 2008). Dengan
manfaat yang diberikan oleh sebuah produk/jasa demikian dari sudut pandang konsumen sebuah
tertentu bagi pelanggannya. Dalam sebuah merek merek dikatakan memiliki ekuitas merek yang kuat
terdapat sekumpulan dimensi penting yang apabila merek tersebut memiliki kesadaran merek
mengelompok ke dalam system merek yang
yang tinggi, dipersepsikan sangat berkualitas, dan merek yang disebut kedua, ketiga, dan seterusnya
loyalitas yang kuat. merupakan brand recall dalam benak konsumen;
mengenal merek (brand recognition) yaitu bila
Kesadaran Merek konsumen mampu mengidentifikasikan merek
Seorang konsumen tidak mungkin yang disebutkan dengan bantuan petunjuk, dan
membeli sesuatu merek apabila ia tidak tidak menyadari merek (unaware of brand) bila
mengenalnya (aware), oleh karenanya kesadaran konsumen masih ragu apakah sudah mengenal
merek merupakan determinan kunci untuk merek yang disebutkan atau belum. Merek yang
membangun ekuitas merek. Kesadaran merek memiliki kekuatan dalam brand recall dan top-of-
menunjukkan kesanggupan konsumen untuk mind akan mengarahkan pilihan konsumen sebuah
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu kategori produk tertentu (Kimpakorn & Tocquer,
merek merupakan bagian dari kategori (Aaker, 2010). Uraian di atas merupakan argumentasi
1993; Keller, 2002). Ketika produk berada pada teoritis yang mendorong penulis untuk mengajukan
tahap awal pertumbuhan, maka kesadaran merek hipotesis penelitian yang pertama, yaitu diduga
penting untuk mendorong pertumbuhan tersebut. kesadaran merek berpengaruh positif terhadap
(Peter & Olson, 2010; Kardes, Conrey, & Cline, ekuitas merek Sari Roti.
2011). Kesadaran merek merupakan salah satu
indicator kinerja pemasaran selain penjualan dan Asosiasi Merek
pangsa pasar. Kesadaran merek dan loyalitas Kesadaran merek kemudian harus diikuti
merek yang tinggi akan mendorong ekuitas merek oleh terbentuknya kemampuan konsumen untuk
dengan segala keuntungan lanjutannya (Kotler, mengingat (berasosiasi dengan) bagian-bagian
Amstrong, Sander, & Wong, 2005), dan juga penting sebuah merek (Washburn & Plank, 2002).
merupakan landasan bagi terbangunnya brand Artinya asosiasi merek adalah semua kesan yang
equity (Kotler & Keller, 2016). Melalui muncul (positif atau negatif) dalam ingatan
peningkatan kesadaran merek maka keunggulan konsumen yang terkait dengan suatu hal (atribut)
diferensiasi akan tercipta dan pada gilirannya dapat tentang sebuah merek. Secara lebih operasional
meningkatkan pangsa pasar sekaligus laba (Kotler asosiasi merek adalah atribut merek yang
& Pfoertsch, 2010). Aaker (1996) membagi diingat/berkesan bagi konsumen, baik positif atau
tingkatan kesadaran merek ke dalam: Kesadaran negatif ketika merek tersebut disebutkan. Atribut-
puncak pikiran (top of mind), yaitu merek produk atribut tersebut umumnya dibedakan antara yang
yang pertama kali disebutkan konsumen secara berhubungan dengan kinerja produknya atau bisa
spontan; pengingatan kembali terhadap merek saja tidak berhubungan (Pappu, Quester, &
(brand recall) yaitu bila konsumen mampu Cooksey, 2005). Aosiasi merek yang positif akan
mengidentifikasi merek tanpa diberi petunjuk, memberikan beberapa nilai yang menguntungkan,
diantaranya adalah: memudahkan pelanggan basis kuat untuk melakukan perluasan merek.
memperoleh informasi tentang merek, Peningkatan dalam persepsi kualitas akan
mempengaruhi interpretasi pelanggan atas fakta memperkuat nilai (brand’s esteems) sebuah merek
mengenai merek, membedakan merek dari merek (Kurtz, 2008), dan itulah sebabnya mengapa
pesaing, memperkuat posisi merek di pasar, menurut logika matematis nilai sebuah merek dapat
memberikan alasan pelanggan untuk menggunakan diperoleh dengan cara mengalikan persepsi
merek, dan sebagai dasar untuk memperluas merek kualitas dengan harganya (Davidson, Keegan, &
(Kartajaya, 2010). Selain penjualan personal dan Brill, 2004). Persepsi kualitas merupakan salah
promosi penjualan, iklan sering diperhitungkan satu factor penentu bagi kinerja keuangan
sebagai factor yang dapat meningkat kesadaran perusahaan, atau menurut Ambler (2000) persepsi
merek adalah iklan (Hawkins & Mothersbaugh, kualitas merupakan cara terbaik untuk menjelaskan
2010; Mitchell & Valenzuela, 2005). Oleh keterkaitan (marketing metrics) antara aktivitas
karenanya beberapa merek terkenal mengeluarkan marketing dengan financial return sebuah
dana iklan dalam jumlah besar untuk membangun perusahaan (Hooley, Piercy, & Nicolaud, 2008).
kesadaran merek, preferensi dan loyalitas (Kotler, Persepsi kualitas juga akan menentukan seberapa
Amstrong, Sander, & Wong, 2005). Berdasarkan besar loyalitas pelanggannya (Thompson, 2003).
penegasan teoritis ini, penulis mengajukan Berdasrkan kajian teoritis di atas, penulis
hipotesis penelitian kedua, yaitu diduga asosiasi mengajukan hipotesis ketiga, yaitu diduga persepsi
merek berpengaruh positif terhadap ekuitas merek kualitas berpengaruh positif terhadap ekuitas
Sari Roti. merek Sari Roti
diduga loyalitas merek berpengaruh positif tahun 2005, pabrik ketiga pada tahun 2008 yang
terhadap ekuitas merek Sari Roti. juga berlokasi di Kawasan Industri Jababeka
Cikarang, dan disusul dengan pembangunan pabrik
METODE PENELITIAN di Semarang, Medan dan Cikarang Barat pada
Uji reliabilitas menggunakan kriteria tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012, dibangun
Cronbachs Alpha dan dilengkapi dengan kembali 2 pabrik baru yang berlokasi di Palembang
Confirmatory Factor Analysis (CFA) mengingat dan Makassar, dan pada tahun 2013 dua pabrik
koefisien Cronbach Alpha sendiri tidak cukup baru (double capacity) di bangun di Cikande
untuk mengakses ketunggalan dimensi (Banten) dan Purwakarta (Jawa Barat). Terakhir,
(unidimensionality) sebuah variable (Byrne, 2010). pada tahun 2014 perseroan mengoperasikan dua
Dalam menggunakan CFA, penelitian ini pabrik berkapasitas ganda di Cikande dan
mengaplikasikan Composite Reliability (CR) dan Purwakarta. Sebelumnya pada tahun 2010,
Variance Extracted (VE) dengan kriteria CR ≥ 0.60 perseroan secara resmi mencatatkan saham di
dan VE ≥ 0,50. Pengujian hipotesis dilakukan Bursa Efek Indonesia dan menjual kepada public.
dengan menggunakan model persamaan structural, PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk
dan menetapkan kesadaran merek, asosiasi merek, memiliki visi: Tumbuh dan mempertahankan
persepsi kualitas dan loyalitas merek sebagai posisi sebagai perusahaan roti terbesar di
variable eksogen (yang semuanya saling Indonesia melalui variasi dan diversifikasi produk,
berkorelasi), sementara ekuitas merek merupakan serta penetrasi pasar yang lebih dalam dan luas
variable endogen. Kriteria dalam pengukuran dan melalui jaringan distribusi yang mencapai
model structural adalah: (χ2)/df ≤ 3,0, goodness of konsumen di seluruh kepulauan Indonesia.
fit (GFI) > 0,90, adjusted goodness of fit (AGFI) ≥ Sedangkan Misi-nya yaitu: Senantiasa
0,80, comparative fit index (CFI) 0,90, root mean memproduksi roti yang halal, berkualitas, higienis
square residual (RMR) ≤ 0,1, dan root mean square dan terjangkau oleh konsumen Indonesia.
error of approximation (RMSEA) ≤ 1,0. Kemajuan perusahaan juga ditandai oleh
diraihnya beberapa penghargaan dan legalitas
HASIL DAN PEMBAHASAN kualitas dalam berbagai bidang. Tahun 2006
Profil Singkat PT Nippon Indosari Corpindo Perseroan mendapatkan sertifikat HACCP (Hazard
Produk Sari Roti dihasilkan PT. Nippon Analysis Critical Control Point) yaitu sertifikat
Indosari Corpindo Tbk sebuah perusahaan jaminan keamanan pangan sebagai bukti komitmen
Penanaman Modal Asing (PMA) yang didirikan Perseroan dalam mengedepankan prinsip 3H
pada tahun 1995 di kawasan Industri Jababeka, (Halal, Healthy, Hygienic) pada setiap produk Sari
Cikarang Jawa Barat, dan kemudian baru Roti. Selain itu, seluruh produk Sari Roti telah
beroperasi secara komersial pada tahun 1997. terdaftar melalui Badan BPOM Indonesia dan
Kemudian pabrik kedua di Pasuruan didirikan pada
memperoleh sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh merupakan segmen penting bagi program
Majelis Ulama Indonesia. Sebagai produsen roti pemasaran produsen roti.
terbesar di Indonesia Perseroan telah meraih
Tabel 1
beragam penghargaan, antara lain Top Brand dan
Karakteristik responden
Top Brand for Kids sejak 2009 hingga sekarang,
Karakteristik N %
Marketing Award 2010, Original Brand 2010, Jenis Kelamin
Investor Award 2012, hingga penghargaan dari Perempuan 247 51,0
Laki-laki 233 49,0
Forbes Asia. Sepanjang tahun 2014, Perseroan Usia
18-23 185 38,0
dianugerahi beragam penghargaan bergengsi,
24-29 142 30,0
diantaranya Asia’s Best Companies 2014 dari >29 153 32,0
Frekuensi konsumsi roti
Finance Asia, Top Brand Award 2014, Peringkat
Sering 185 39,0
ke-4 Bidang makanan & Minuman (Anugerah Jarang 295 61,0
Sering konsumsi roti-JK
Perusahaan Tbk Indonesia 2014), dan Perusahaan
Perempuan 117 63,2
Masal Roti Terbesar dan Kandungan Gizi Terbaik Laki-laki 68 26,8
Sering konsumsi roti-Usia
(Anugerah Perusahaan Tbk Indonesia 2014.
18-23 63 34,1
24-29 59 31,8
>29 63 34,1
Profil Responden
Dilihat dari jenis kelamin responden
Uji Validitas dan Reliabilitas
mengindikasikan bahwa umumnya penikmat roti
Untuk meningkatkan konsistensi internal masing-
disukai oleh kaum perempuan maupun laki-laki.
masing satu indikator dikeluarkan dari variable
Dari sisi usianya, sebagian besar responden
kesadaran merek, asosiasi merek dan equitas
penikmat roti adalah kelompok usia 18-23 tahun,
merek. Hasil akhirnya koefisien Cronbach’s alpha
atau dari sisi psikologis perkembangan termasuk
untuk kesadaran merek yaitu 0.72, asosiasi merek
pada kelompok remaja (young adulthoold).
0,70, persepsi kualitas 0,71, loyalitas merek 0,74
Berikutnya diihat dari frekuensi mengkonsumsi
dan ekuitas merek 0,73. Berikutnya dilakukan
roti, 61,4% responden tergolong mereka yang
analisis factor konfirmatori (CFA) untuk menguji
sering mengkonsumsi roti, dan yang paling banyak
model pengukuran, dan hasilnya (goodness-of-fit)
diantaranya adalah laki-laki (57,2%). Sedangkan
semua kriteria dapat dipenuhi ((χ2)/df = 2.86;
dari sisi usia, ternyata yang paling sering
GFI=0.92; AGFI = 0.86; CFI = 0.91; RMR = 0.05,
menkonsumsi wafer adalah kelompok usia 18-23
and RMSEA = 0.08).
tahun (40,9%). Fakta ini mengindikasikan bahwa
kelompok konsumen laki-laki berusia muda
Semua factor loading signifikan secara statistik, pengenalan responden terhadap roti tawar merek
bervariasi dari nilai 0,60 sampai dengan 0,81 dan Sari Roti (aided), kesadaran merek Sari Roti
memenuhi kriteria validitas yang disyaratkan. tergolong tinggi. Dari gambar berikut tampak
Reliabilitas komposit (CR) bervariasi antara nilai bahwa Sari Roti merupakan merek roti tawar yang
0,61 sampai dengan 0,77 atau berarti memenuhi paling diingat pertama oleh sekira 74% responden,
telah kriteria ≥ 0,60. Begitu juga dengan VE yang diikuti berikutnya oleh Garmelia, Sharon dan
nilainya berkisar antara 0,52 sampai dengan 0,70, Breadtalk (gambar 1a). Selebihnya 14% lagi
atau berarti memenuhi kriteria ≥ 0,50. Selain itu, merupakan merek roti tawar lainnya yang dalam
validitas diskriminan semua kombinasi variable penelitian ini jumlahnya tidak kurang dari 25
secara berpasangan telah memenuhi persyaratan merek, dan sebagian besar merupakan hasil
yaitu ditandai oleh nilai χ2 yang signifikan. produksi local Bandung yang bersifat industry
rumahan. Tingginya angka kesadaran merek Sari
Deskripsi Kesadaran Merek Roti Hal ini didukung juga didukung oleh tingkat
Dari indicator merek roti tawar yang paling diingat keterkenalannya yang mencapai angka 72%
secara spontan (unaided) dan sejauhmana
3%
4% 14% 28%
72%
5% 74%
Gambar 1. Distribusi brand unaided merek roti (a) dan tingkat brand recall Sari Roti (b)
menempatkan Sari Roti sebagai TOP Brand Dalam penelitian tentang asosiasi merek
peringkat pertama pada kategori Roti Tawar. ini adalah untuk mengungkapkan atribut Sari Roti
Misalnya Frontier Consulting Group secara mana yang paling diingat oleh responden, dan
berturut-turut pada 2012-2 menetapkan Sari Roti apakah ingatannya itu berhubungan dengan sisi
pada TOP Brand dengan skor 71.2% tahun 2013-2 negatipnya, netral atau positif (positive brand
dengan skor 73,2%, tahun 2014-2 dengan skor associations). Secara keseluruhan, asosiasi merek
77,1% dan 2015-2 dengan skor 74.0%. Temuan Sari Roti tergolong sangat tinggi, yaitu
penelitian ini pun sama dengan hasil Frontier diasosiasikan secara positif oleh sekira 94,1%
Consulting Group, yaitu menempatkan Breadtalk responden (gambar 2). Kekuatan merek Sari Roti
sebagai ancaman potensial bagi Sari Roti yang ternyata diasosiasikan terhadap iklannya, dan
peringkatnya terus mengalami peningkatan. Ketika bahkan berada pada posisi pertama dalam hal
tahun 2012-2 Breadtalk menempatkan posisi ke-7 asosiasi positifnya (dinyatakan oleh 100%
dalam Top Brand, maka pada tahun 2015-2 naik ke responden). Pihak Sari Roti tampaknya berhasil
peringkat ke-2. BreadTalk termasuk roti butik yang merancang dan memfungsikan sebuah iklan
merupakan jaringan roti yang berasal dari dengan tepat, yaitu memengaruhi atau membujuk
Singapura dan saat ini cabangnya telah tersebar di konsumen sekaligus menciptakan kesan positif
wilayah Asia Tenggara sampai timur tengah. sehingga menjadi bagian dari ingatan responden.
responden yaitu karena kemasannya sederhana, rasa Sari Roti yang dipersepsikan paling
artinya kemasan Sari Roti dinilai cenderung berkualitas yaitu dinilai lebih enak, lebih gurih,
melewatkan disain yang rumit, baik itu yang terkait lebih khas, dan lebih lembut dibandingkan dengan
dengan bentuk maupun elemen visual seperti merek lainnya oleh sekira 74% responden (gambar
fotografi dan ilustrasinya. 3). Urutan berikutnya adalah atribut ukuran roti
(size) yang dinilai lebih pas (tidak terlalu besar atau
Deskripsi Persepsi Kualitas terlalu kecil) dibandingkan dengan merek lain oleh
Dalam penelitian ini persepsi kualitas diukur sekira 60% responden. Sementara kualitas atribut
berdasarkan evaluasi responden mengenai kualitas kemasan dan keawetan dinilai positif oleh sekira
Sari Roti relative terhadap merek lain, yang 56% dan 30% responden.
berhubungan dengan atribut rasa, keawetan,
ukuran, kemasan, dan ketersediaan. Kualitas Deskripsi Loyalitas Merek
dirangkum dalam tiga sebutan kualitas, yaitu merek Sari Roti tergolong loyalitas tinggi (skor =
negative (kualitasnya lebih rendah dibandingkan 0,66). Hal ini terutama didukung oleh indicator niat
dengan merek lain), netral (kualitasnya sama konsumen untuk tetap memilih Sari Roti walaupun
dengan merek lain), dan positif (kualitasnya lebih harganya sedikit naik, yang termasuk kategori
tinggi dibandingkan dengan merek lain merek loyalitas sangat tinggi (gambar 4).
lain).
KESADARAN
KESADARAN MEREK
MEREK
H1
H1
= 0,22*)
0,41**
0,41**
= 0,24*) ASOSIASI
ASOSIASI MEREK
MEREK
H2
H2
*)
= 0,22 0,30**
0,30**
= 0,29*) EKUITAS
EKUITAS MEREK
MEREK
= 0,20*) H3
H3
PERSEPSI
PERSEPSI KUALITAS
KUALITAS 0,84**
0,84**
*)
= 0,35 H4
H4
0,70**
0,70**
LOYALITAS
LOYALITAS MEREK
MEREK
XX22/df
/df == 2,85
2,85 CFI
CFI == 0,91
0,91
GFI
GFI == 0,91
0,91 RMR
RMR == 0,05
0,05
AGFI
AGFI == 0,85
0,85 RMSEA
RMSEA == 0,09
0,09
equity (2nd ed.). Upper Saddle River, NJ: Improving the measurement–empirical
Pearson Education. evidence. Journal of Product and Brand
Kimpakorn, N., & Tocquer, G. (2010). Service Management, 14(3), 143-154.
brand equity and employee brand Peter, J. P., & Olson, J. C. (2010). Consumer
commitment. Journal of Services behavior and marketing strategy (9th ed.).
Marketing, 24(5), 378-388. New York: The McGraw-Hill Companies,
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). A framework for Inc.
marketing management. Edirnbugh Gate, Ratneshwar, S., Mick, D. G., & Huffman, C.
England: Pearson Education. (2005). The why of consumption:
Kotler, P., & Pfoertsch, W. (2010). Ingredient Contemporary perspectives on consumer
branding: Making the invisible visible. motives, goals, and desires. London:
London: Springer Heidelberg Dordrecht. Taylor & Francis Group.
Kotler, P., Amstrong, G., Sander, J., & Wong, V. Rowley, J. (2005). The four Cs of customer loyalty.
(2005). Principle of marketing (4th ed.). Marketing Intelligence & Planning,,
European Edition: Prentice Hall. 23(6/7), 574-582.
Kurtz, D. L. (2008). Contemporary marketing Solomon, M., Bamossy, G., Askegaard, S., &
(13rd ed.). South-Western: Cengage Hogg, M. K. (2006). Consumer behavior:
Learning. A European Perspective (3rd ed.). Harlow:
Lemon, K. N., Rust, R. T., & Zeithaml, V. A. Pearson Education Limited.
(2001). What Drives Customer Equity? Thompson, H. (2003). Who stole my customer:
Marketing Management, 20-25. Winning strategies for creating and
Lindstrom, M. (2005). Brand sense build powerful sustaining customer loyalty. Upper Saddle
brands through touch, taste, smell, sight, River, NJ: PEARSON EDUCATION,
and Sound. New York: The Free Press. INC.
MacInnis, D. J., & Park, C. W. (2005). The Ties Thunderhead. (2012, May). Building trust (and
That Bind: Measuring the Strength of loyalty) in retail banking: The critical role
Consumers’ Emotional Attachments to of customer communications
Brands. Journal of Consumer Psychology, management. White Papers.
15(1), 77-91. Thunderhead,2012.
McMullan, R., & Gilmore, A. (2008). Customer Van Osselaer, S. M., & Alba, J. W. (2000).
loyalty: An empirical study. European. Consumer learning and brand equity.
Journal of Marketing, 42(9/10), 1084- Journal of Consumer Research, 27(1), 1-
1094. 16.
Mitchell, A., & Valenzuela, A. (2005). How banner Washburn, J. H., & Plank, R. E. (2002). Measuring
ads affect brand choice without click- brand equity: An evaluation of a
through. In C. P. Haugtvedt, K. A. consumer-based brand equity scale.
Machleit, & R. F. Yalch, Online consumer Journal of Marketing Theory and Practice,
psychology: Understanding and 101(1), 46-62.
influencing consumer behavior in the Wood, L. (2000). Brands and brand equity:
virtual world (pp. 125-165). London: Definition and management. Management
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Decision, 38(9), 662-669.
Osenton, T. (2002). Customer share marketing.
New Jersey: Prentice Hall.
Pappu, R., Quester, P. G., & Cooksey, R. W.
(2005). Consumer-based Brand Equity:
J U JU ZU C HR IA T US OB A H H S | 111