Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.

2 190-200

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI ANTARA SELEKSI BOBOT


BADAN FASE STARTER TERHADAP PRODUKSI
AYAM RAS PETELUR TIPE MEDIUM

(Regression and Correlation Analysis between Starter Body Weight Selection


Against Layer Medium Type Production)

Ericko Unutio1, Hamdan2 dan Tri Hesti Wahyuni2


1. Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara
2. Staf Pengajar Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This study aims to determine the relationship between starter body weight selection (1 week) on egg
production, first laying age, first egg weight and layer body weight 19 week. This study was conducted in CV.
PTB Poultry Farm in the village of Sei Limbat, District Selesai, Langkat Regency in April to August 2014. This
study used 200 DOC with initial body weight of 39.33+2.63g. Selection is done by weighing 100 starter (1
week) with the weight of 78.5+1.43g and 100 starter (1 week) non-selection with the weight of 68.83+5.87g for
comparison. The results showed that the selection of starter (1 week) body weight to first egg weight has the
highest value in the correlation value (r = 0.722) and the regression value (R=0.722). While the non-selection
of starter (1 week) body weight to first egg weight has the highest value on correlation value (r = -0.357) and
the regression value (R=0.357). The t-test results showed that there are no significant differences (p>0.05)
between selection and non-selection of starter (1 week) body weight on egg production, first laying age, first egg
weight and layer body weight 19 week. The conclusion of this study is with selection and non-selection of starter
(1 week) body weight gives non-significant results on egg production, first laying age, first egg weight and layer
body weight 19 week.

Keywords: Selection, non-selection, starter, body weight, regression and correlation analysis

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara seleksi bobot badan starter (1 minggu)
terhadap produksi telur, umur pertama bertelur, berat telur pertama dan bobot badan layer 19 minggu. Penelitian
ini dilaksanakan di CV. PTB Poultry Farm di Desa Sei Limbat, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat pada
bulan April sampai Agustus 2014. Penelitian ini menggunakan 200 DOC dengan bobot awal 39,33+2,63g.
Dilakukan seleksi dengan cara menimbang 100 starter (1 minggu) dengan bobot badan 78,5+1,43g dan 100
starter (1 minggu) non-seleksi dengan bobot badan 68.83+5.87g sebagai perbandingan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu terhadap berat telur pertama mempunyai nilai
tertinggi pada nilai korelasi (r = 0,722) dan nilai regresi (R=0,722). Sedangkan pada non-seleksi bobot badan
starter 1 minggu terhadap berat telur pertama mempunyai nilai tertinggi pada nilai korelasi (r = -0,357) dan nilai
regresi (R=0,357). Hasil uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) antara
seleksi dan non-seleksi bobot badan starter (1 minggu) terhadap produksi telur, umur pertama bertelur, berat
telur pertama dan bobot badan layer 19 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan adanya seleksi
dan non-seleksi pada bobot badan starter (1 minggu) memberikan hasil yang tidak jauh berbeda pada produksi
telur, umur pertama bertelur, berat telur pertama dan bobot badan layer 19 minggu.

Kata kunci: Seleksi, non-seleksi, bobot badan starter, analisis regresi dan korelasi

190
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, strain-strain DOC ayam petelur yang dikirim breeder ke peternak
sudah melalui seleksi yang ketat. Hanya saja, kita masih tetap perlu untuk melakukan seleksi
ketika DOC tersebut tiba. Bisa saja karena perlakuan selama pengiriman yang kurang baik,
DOC yang datang tersebut tidak dalam kondisi yang bagus. Sehingga jika tidak diseleksi dan
dipisahkan, maka bisa terjadi pertumbuhan yang tidak seragam atau mengalami kelainan.
Pengertian seleksi dalam dunia peternakan ayam petelur adalah memilih ayam yang
berkualitas bagus dalam suatu kelompok ayam dan memisahkan dengan ayam-ayam yang
kurang bagus kualitasnya. Seleksi pada ayam petelur biasanya didasarkan pada kriteria-
kriteria tertentu, antara lain : kecepatan dan pemerataan pertumbuhan, jumlah produksi,
konversi makanan, masa bertelur atau long lay (Kaderi, 2013).
Dalam beternak ayam ras petelur dikenal tiga fase pemeliharaan yaitu : pemeliharaan
fase starter (masa awal), fase grower dan fase layer (masa bertelur). Masa awal/starter
merupakan masa ketika anak ayam ras petelur sudah kuat untuk hidup layak, yaitu sejak anak
ayam berusia 1 hari – 6 minggu. Fase grower pemeliharaan ayam dari umur 7 sampai 20
minggu (awal bertelur). Pada fase layer, yaitu masa ayam bertelur dari umur 20 minggu
sampai 80 minggu atau (afkir) (Diana, 2011).
Ayam petelur modern saat ini merupakan ayam hasil rekayasa genetik dengan potensi
mampu menghasilkan telur dengan jumlah yang banyak dan bertahan (lama persistensi
produksi telur baik) dengan tingkat efisiensi yang semakin baik. Meskipun produktivitas
telurnya dibuat setinggi mungkin, namun berat badannya didesain dengan ukuran yang lebih
kecil dibandingkan generasi sebelumnya. Desain berat badan ayam petelur ini bertujuan
menekan kebutuhan nutrisi yang dipakai dalam proses maintenance (perawatan) tubuh
sehingga asupan nutrisi bisa lebih banyak diposisikan untuk pembentukan telur
(Adnan, 2011).
Fase kritis pemeliharaan ayam layer adalah saat di awal pemeliharaan. Faktor kritis
tersebut antara lain pencapaian berat badan sesuai standar dan uniformity (keseragaman),
frame size (ukuran kerangka) yang optimal, nutrisi yang benar, vaksinasi dan pengobatan
yang tepat serta stimulasi cahaya dalam peningkatan produktivitas ayam. Keberhasilan
menciptakan kondisi yang optimal bagi tumbuh kembang anak ayam hingga pullet menjadi
modal dasar suksesnya peternakan ayam petelur (Infovet, 2008).
Pencapaian bobot badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan untuk setiap strain
ayam ras petelur pada fase pertumbuhan merupakan salah satu indikator utama dalam
191
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

pencapaian produksi telur yang optimal pada saat berada pada fase produksi. Namun, respon
individu terhadap pakan, manajemen dan lingkungan yang berbeda pada fase pertumbuhan
menyebabkan besarnya variasi keragaman bobot badan pada saat mencapai dewasa kelamin.
Untuk itu perlu diketahui sejauh mana keragaman bobot badan pada fase starter
mempengaruhi performans produksi telur pada fase layer.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ayam Ras Petelur CV. PTB Poultry Farm di
Desa Sei Limbat, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. selama 5 bulan dimulai dari
tanggal 04 April sampai 04 Agustus 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain: 200 ekor anak ayam umur satu hari (DOC) dengan
bobot awal 39,33+2,63g dan Starter (7 hari) yaitu 10 bobot badan tertinggi dari 200 ekor
Starter (7 hari) tipe medium sebagai patokan seleksi yaitu 78,5+1,43g di CV.PTB Poultry
Farm yang melakukan manajemen seleksi terhadap ayamnya, yaitu dengan melakukan
kontrol bobot badan dan tidak melakukan kontrol bobot badan, air minum, obat-obatan dan
ransum komersial untuk ayam petelur sesuai dengan fase produksinya.
Alat yang digunakan antara lain: kandang baterai yang dilengkapi dengan penyekat,
pan feeder, tempat ransum memanjang, tempat air minum, timbangan digital, alat tulis,
kalkulator, kereta sorong sebagai alat pengangkut bahan pakan dan lampu sebagai alat untuk
penerang kandang, termometer untuk mengetahui suhu kandang.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengambil data dari CV. PTB
Poultry Farm yang melakukan manajemen seleksi bobot badan yang berbeda. Data yang
diperoleh berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pencatatan
(recording) yang dilakukan oleh peneliti. DOC yang digunakan memiliki tingkat
keseragaman yang tinggi pada saat pemasukan sehingga dilakukan seleksi dan non-seleksi
pada saat ayam berumur 1 minggu, pengelompokan berat badan disesuaikan berdasarkan 10
bobot badan ayam yang tertinggi dari 200 ekor ayam umur 7 hari setelah penimbangan, lalu
dicari rata-rata dan standar deviasinya agar dapat diketahui bobot badan ayam yang diseleksi
berdasarkan bobot badan standar deviasi tersebut. Sedangkan data sekunder merupakan data
pengamatan selama pelaksanaan penelitian yang merupakan kelanjutan dari data primer (pada
saat ayam berumur 0 minggu (1 hari) sampai dengan umur pertama kali ayam bertelur).

192
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Dilakukan uji korelasi dan regresi pada data yang diperoleh untuk mengetahui
hubungan antara seleksi bobot badan ayam fase starter (7 hari) terhadap produksi telur.
Sebelum dianalisis data penelitian ditransformasi dengan program komputer.
Analisis Data
Sifat Kuantitatif
Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X), simpangan
baku (s) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik berikut menurut Walpole
(1995) :
2
x= s= KK = s (100%)
n n-1 x

Keterangan :
x : rata-rata
s : simpangan baku
xi : ukuran ke-i dari peubah x
n : jumlah sampel yang diambil dari populasi
KK : koefisien keragaman

Untuk membandingkan seleksi : non-seleksi dilakukan uji-t dengan menggunakan rumus


sebagai berikut Walpole (1995) :
th = x1 - x2

∑(x1j-x1)2 + ∑(x2j-x21)2
n1(n1-1) n2 (n2-1)

Keterangan :
th : Nilai t hitung
x1 : rataan sampel pada kelompok ke-1
x2 : rataan sampel pada kelompok ke-2
x1j : nilai pengamatan ke-j pada kelompok pertama
x2j : nilai pengamatan ke-j pada kelompok kedua
n1, n2 : jumlah sampel pada kelompok ke-1 dan ke-2

Analisis Regresi
Regresi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi.
Analisis yang digunakan antara hubungan bobot badan terhadap produksi telur, yaitu
menggunakan analisis regresi secara sederhana (Hasan, 2001). Sifat-sifat yang diduga
memiliki hubungan fungsional (sebab akibat) peubah terikat terhadap beberapa peubah bebas.
Persamaan regresi linear sederhana dengan beberapa peubah bebas adalah :

193
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Ỷ = a + bX
Keterangan :
Ỷ seleksi = peubah terikat (umur pertama bertelur, produksi telur, berat telur pertama,
bobot badan minggu 19 seleksi)
Y non-seleksi = peubah terikat (umur pertama bertelur, produksi telur, berat telur pertama,
bobot badan minggu 19 non-seleksi)
X seleksi = peubah bebas (bobot badan starter 1 minggu)
X non-seleksi = peubah bebas (bobot badan starter 1 minggu)
a = besarnya Y jika X = 0
b = nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) terhadap nilai Y

Koefisien Regresi (b1)


Σxy – (Σx) (Σy)
b1 = n
. Σx² – (Σx)²
n

Keterangan :
n = banyaknya pasangan data x dan y
Σx = total jumlah dari variabel x
Σy = total jumlah dari variabel y
Σx2 = kuadrat dari total jumlah variabel x
Σy2 = kuadrat dari total jumlah variabel y
Σxy = hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan variabel y

Korelasi
Korelasi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
derajat keeratan atau tingkat hubungan antar variabel-variabel. Mengukur derajat hubungan
dengan metode korelasi yaitu dengan koefisien korelasi r. Rumus yang dipergunakan untuk
menghitung koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut (Rumus ini disebut dengan Pearson
Product Moment) :
r= nΣxy – (Σx) (Σy)
. {nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Keterangan :
n = banyaknya pasangan data x dan y
Σx = total jumlah dari variabel x
Σy = total jumlah dari variabel y
Σx2 = kuadrat dari total jumlah variabel x
2
Σy = kuadrat dari total jumlah variabel y
Σxy = hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan variabel y

194
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Tabel tentang pedoman umum dalam menentukan kriteria korelasi :


r Kriteria hubungan
0 Tidak ada korelasi
0 – 0.5 Korelasi lemah
0.5 – 0.8 Korelasi sedang
0.8 – 1 Korelasi kuat / erat
1 Korelasi sempurna
(Kho, 2014)
Parameter Penelitian
1. Bobot badan starter 1 minggu (g)
Menimbang bobot badan ayam saat 1 minggu dengan timbangan digital.
2. Bobot badan layer 19 minggu (g)
Menimbang bobot badan ayam saat 19 minggu dengan timbangan digital.
3. Produksi telur (%) / (HDP/ Hen Day Production)
Merupakan banyaknya telur yang dihasilkan dari awal produksi sampai dengan
produksi 5%. Persentase produksi telur yaitu perbandingan jumlah telur hari itu
dengan jumlah ayam yang ada dikali 100% (Saefulah, 2006).
HDP = Jumlah telur hari itu x100%
Jumlah ayam yang ada
4. Umur pertama bertelur (hari)
Dihitung dari menetas sampai dengan memproduksi telur pertama (Bai’ad, 2013).
5. Berat telur pertama (g)
Diukur dengan cara menimbang berat telur per butir dengan menggunakan timbangan
digital (Bai’ad, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis korelasi, analisis regresi dan uji-t antara bobot badan starter 1 minggu
(BBS) terhadap umur pertama bertelur (UPB), produksi telur (PT), berat telur pertama (BTP),
bobot badan layer 19 minggu (BBL) pada starter yang diseleksi dan starter yang non-seleksi,
yang masing-masing ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

195
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Tabel 1. Hasil analisis korelasi antara bobot badan starter 1 minggu (BBS) terhadap umur
pertama bertelur (UPB), produksi telur (PT), berat telur pertama (BTP) dan bobot
badan layer 19 minggu (BBL)
Nilai korelasi Pearson (r)
Parameter
Starter yang diseleksi Starter yang non-seleksi
1. Hubungan BBS : UPB -0,064 -0,196
2. Hubungan BBS : PT 0,320 0,057
3. Hubungan BBS : BTP 0,722 -0,357
4. Hubungan BBS : BBL 0,042 0,065

Tabel 2. Hasil analisis regresi antara bobot badan starter 1 minggu (BBS) terhadap umur
pertama bertelur (UPB), produksi telur (PT), berat telur pertama (BTP) dan bobot
badan layer 19 minggu (BBL)
Nilai Regresi (R)
Parameter
Starter yang diseleksi Starter yang non-seleksi
1. Hubungan BBS : UPB 0,064 0,196
2. Hubungan BBS : PT 0,320 0,057
3. Hubungan BBS : BTP 0,722 0,357
4. Hubungan BBS : BBL 0,042 0,065

Hubungan bobot badan starter 1 minggu (BBS) dengan umur pertama bertelur (UPB)
Tabel 1 menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter (1 minggu) mempunyai
hubungan lemah yang berlawanan (-) terhadap umur pertama bertelur pada ayam yang
diseleksi (r = -0,064), begitu juga pada ayam yang non-seleksi (r = -0,196). Tabel 2
menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter (1 minggu) mempengaruhi umur pertama
bertelur sebesar 6,4% (R = 0,064), sedangkan non-seleksi bobot badan starter (1 minggu)
mempengaruhi umur pertama bertelur sebesar 19,6% (R = 0,196)
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Malik dan Rahmawati (2006), yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang kurang diperhatikan oleh peternak adalah
pengontrolan bobot badan dan seleksi. Peternak jarang yang memperhatikan bobot badan
awal pemeliharaan. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dari unggas apakah sudah sesuai
dengan standar dari strain-nya atau tidak, maka perlu dilakukan penimbangan secara rutin.
Seleksi pada ayam pullet sangat penting dilakukan pada semua peternakan, karena dengan
seleksi kita memperoleh ayam-ayam yang seragam dalam hal performan. Dengan melakukan
seleksi bobot badan maka bobot badan ayam yang dihasilkan akan seragam sehingga ternak
akan mengalami dewasa kelamin secara bersamaan dan ini akan memungkinkan ayam
memulai bertelur pada waktu yang bersamaan tepat pada waktunya.

196
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Medion (2009), juga menyatakan bahwa dengan seleksi, potensi di dalam tubuh ayam
muncul dengan optimal yaitu tumbuh lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2
minggu sehingga lebih cepat berproduksi.

Hubungan bobot badan starter 1 minggu (BBS) dengan produksi telur (PT)

Tabel 1 menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempunyai
hubungan lemah yang searah (+) terhadap produksi telur pada ayam yang diseleksi
(r = 0,320), begitu juga pada ayam yang non-seleksi (r = 0,057). Tabel 2 menunjukkan bahwa
seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempengaruhi produksi telur sebesar 32% (R =
0,320), sedangkan non-seleksi bobot badan starter 1 minggu mempengaruhi produksi telur
sebesar 5,7% (R = 0,057).
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Syamsuharlin (2011), yang menyatakan
bahwa biasanya kenaikan produksi telur tidak sesuai dengan standar yang ada, hal ini
disebabkan karena faktor ketidakseragaman berat badan ayam. Jika berat badan ayam
seragam, maka pertumbuhan dan dewasa kelaminnya akan seragam, sehingga nantinya ayam
akan seragam bertelur.
Johari (2004), juga menyatakan bahwa dengan seleksi minimum sebanyak dua kali
yaitu 7 hari dan 35 hari, dengan berat yang masuk kisaran plus minus 10% termasuk grade B
pada masa produksi telur justru lebih tepat dewasa kelaminnya dan produksi telurnya lebih
tinggi secara persentase dan kualitas.

Hubungan bobot badan starter 1 minggu (BBS) dengan berat telur pertama (BTP)

Tabel 1 menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempunyai
hubungan sedang yang searah (+) terhadap berat telur pertama pada ayam yang diseleksi
(r = 0,722). Sedangkan non-seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempunyai
hubungan lemah yang berlawanan (-) terhadap bobot telur pertama (r = -0,357). Tabel 2
menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempengaruhi berat telur
sebesar 72% (R = 0,722), sedangkan non-seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS)
mempengaruhi berat telur sebesar 35,7% (R = 0,357).
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan North and Bell, (1990); Campbell et al.,
(2003), yang menyatakan bahwa bobot badan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap bobot
telur. Bobot yang besar akan menghasilkan telur yang besar pula. Dan berdasarkan Medion
(2012), yang menyatakan bahwa berat badan berkorelasi positif dengan ukuran telur. Saat

197
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

pertama kali bertelur, pullet yang memiliki berat badan di bawah standar akan memproduksi
telur dengan ukuran lebih kecil. Demikian sebaliknya, pullet dengan berat badan di atas
standar saat pertama kali bertelur, akan menghasilkan telur yang lebih besar ukurannya.

Hubungan bobot badan starter 1 minggu (BBS) dengan bobot badan layer 19 minggu
(BBL)
Tabel 1 menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempunyai
hubungan lemah yang searah (+) terhadap bobot badan layer 19 minggu pada ayam yang
diseleksi (r = 0,042), sedangkan non-seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempunyai
hubungan lemah yang searah (+) terhadap bobot badan layer 19 minggu (r = 0,065). Tabel 2
menunjukkan bahwa seleksi bobot badan starter 1 minggu (BBS) mempengaruhi bobot
badan layer 19 minggu sebesar 4,2% (R = 0,042), sedangkan non- seleksi bobot badan starter
1 minggu (BBS) mempengaruhi bobot badan layer 19 minggu sebesar 6,5% (R = 0,065).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudaryani dan Santosa (1999), yang menyatakan
bahwa berat badan ayam bertambah seiring dengan meningkatnya umur ayam. Malik (2003),
menyatakan bahwa ayam dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan ditandai dengan telur
pertama. Pada prinsipnya produksi akan meningkat dengan cepat pada bulan-bulan pertama
dan mencapai puncak produksi pada umur 7 sampai 8 bulan.

Uji-t (t-test)
Tabel 3. Perbedaan variabel seleksi dan non-seleksi berdasarkan uji-t
Variabel Rata-rata
P
Seleksi Non-Seleksi
Umur Pertama Bertelur 128,83 128,66 0,93
Produksi Telur 1,69 1,85 0,92
Berat Telur Pertama 38,00 38,33 0,87
Bobot badan layer 19 minggu 1419,57 1379,41 0,44

Tabel 3 menunjukkan bahwa :


1) Rerata umur pertama bertelur pada ayam yang diseleksi hampir sama daripada rerata
umur pertama bertelur pada ayam yang tidak diseleksi. Hal ini secara statistik tidak
bermakna secara signifikan yang dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,934
dimana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara rerata umur pertama bertelur pada ayam seleksi dan
non seleksi.

198
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

2) Rerata produksi telur pada ayam yang diseleksi lebih rendah daripada rerata produksi
telur pada ayam yang tidak diseleksi. Hal ini secara statistik tidak bermakna secara
signifikan yang dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,925 dimana (p>0,05).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara rerata produksi telur pada ayam seleksi dan non seleksi.
3) Rerata berat telur pertama pada ayam yang diseleksi hampir sama daripada rerata
berat telur pertama pada ayam yang tidak diseleksi. Hal ini secara statistik tidak
bermakna secara signifikan yang dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,873
dimana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara rerata berat telur pertama pada ayam seleksi dan non
seleksi.
4) Rerata bobot badan layer 19 minggu pada ayam yang diseleksi lebih besar daripada
rerata bobot badan layer 19 minggu pada ayam yang tidak diseleksi. Hal ini secara
statistik bermakna tidak signifikan yang dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu
0,448 dimana (p>0,05).

KESIMPULAN
Adanya seleksi dan non-seleksi pada bobot badan starter (1 minggu) memberikan
hasil yang tidak jauh berbeda pada umur pertama bertelur, produksi telur, berat telur pertama
dan bobot badan layer 19 minggu pada ayam petelur tipe medium.

DAFTAR PUSTAKA
Adnan, K. 2011. Pertumbuhan Berat Badan yang Optimal pada Ayam Petelur / Layer
http://kuntaadnan.blogspot.com/2011/07/pertumbuhan-berat-badan-yang-optimal.html

Bai’ad, M.S. 2013. Pengaruh Berat Badan Ayam Ras Petelur Fase Grower terhadap Produksi
Telur pada Fase Produksi. Universitas Hasanudin, Makassar.

Campbell, J. R., M. D Kenealy and K. L. Campbell. 2003. Animal Science, The


th
Biology,Care and Production of Domestic Animals. 4 Ed. Mc. Graw Hill.
New York.

Diana, S.W. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan CV. Irene Farm
Kabupaten Sragen. Abstract digilib UNS, Surakarta.
http://library.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=detail&d_id=19613.

Hasan, M.I. 2001. Pokok–Pokok Statistik 1. Bumi Aksara, Jakarta.

Infovet, 2008. Kenali Fase Kritis Pemeliharaan Ayam Layer. Badan Hukum Nasional. Gallus

199
Jurnal Peternakan Integratif Vol 3. No.2 190-200

Indonesia Utama, Jakarta. http://www.majalahinfovet.com/2008/05/kenali -fase -kritis


pemeliharaan-ayam.html.

Kaderi, I.S. 2013. Apa yang dimaksud dengan seleksi dan culling pada ayam petelur?.
http://www.centralunggas.com/2013/05/apa-yang-dimaksud dengan-seleksi-dan.html.

Kho, D. 2014. Pengertian dan Analisis Korelasi Sederhana dengan Rumus Pearson
http://teknikelektronika.com/pengertian-analisis -korelasi- sederhana- rumus- pearson/

Malik, A dan Rahmawati, T. 2006. Pengaruh Seleksi Bobot Badan Terhadap Umur Puncak
Produksi Ayam Petelur. Jurnal Protein, Vol.13 No 2.

Medion, 2009. Membentuk Pullet Berkualitas.


http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-laksana/pullet/berkualitas
th
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4
Ed.Chapman and Hall. London.

Saefulah, M. 2006. Suplementasi Tepung Jangkrik dalam Ransum Komersial terhadap


Performa Ayam Petelur. IPB-Press, Bogor.

Syamsuharlin, E. 2011. Produksi dan berat telur pada awal siklus pertama.
http://bloggerboegist.blogspot.com/2011/12/produksi-dan-berat-telur-pada awal.html.

Walpole, R. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

200

You might also like