Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 8

SUNTIK MATI (EUTHANASIA) DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

PIDANA DAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Tjandra Sridjaja Pradjonggo


Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang
Jl. Danau Sentani No.99 Malang
email: [email protected]

Abstract: Euthanasia problem has existed since the health system faces an incurable disease, while
the patient is dying and torture. In such situations, it is not uncommon patient begged to be released
from this suffering and did not want an extended life again or in other circumstances in patients who
are not aware, families of patients who did not have the heart to see patients suffering deathbed ask the
doctor or nurse not to continue treatment or if necessary, provide drugs to hasten death. From this
emerged the term euthanasia, which took off a person’s life to be free from suffering or dying well.
From the study of this thesis can be concluded that the lethal injection, or more commonly called
euthanasia if viewed from the aspect of criminal law and human rights in Indonesia are still having a
debate that has not found the end, because of the provision of human rights by the opposition national
laws, especially the Criminal Code in force in Indonesia, but basically that the act of euthanasia is still
Brazilians is prohibited in the criminal justice system and health laws that exist in Indonesia, whatever
and however excuse used and anyone who filed either personally want themselves or family
everything is still forbidden to do anything syringe the dead, even the health workers are still
prohibited from lethal injection for any reason.

Keyword: euthanasia, criminal law, human rights

Abstrak: Permasalahan euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang
tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan sekarat dan menyiksa. Dalam situasi
demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin
diperpanjang hidupnya lagi atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga pasien
yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya meminta kepada dokter atau
perawat untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat
kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar terbebas
dari penderitaan atau mati secara baik. Dari kajian penulisan tesis ini dapat di simpulkan bahwa suntik
mati atau lebih sering disebut eutanasia jika ditinjau dari aspek hukum pidana dan hak asasi manusia
di indonesia masih mengalami perdebatan yang belum menemukan ujung, karena antara pemberian
hak asasi manusia dengan pertentangan hukum nasional khususnya KUHP yang diberlakukan di
Indonesia, tetapi pada dasarnya bahwa perbuatan eutanasia masih meupakan perbuatan yang dilarang
dalam sistem hukum pidana maupun hukum kesehatan yang ada di Indone-sia, apapun dan
bagaimanapun alasan yang digunakan dan siapapun yang mengajukan baik pribadi yang
menginginkan sendiri maupun keluarga semuanya masih dilarang untuk melakukan perbuatan suntik
mati tersebut, bahkan tenaga kesehatan juga masih dilarang untuk melakukan suntik mati tersebut
dengan alasan apapun.

Kata Kunci: suntik mati, hukum pidana, hak asasi manusia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, dan thanatos berarti mati, maka dari itu dalam
yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, tanpa mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan
penderitaan dan thanatos berarti mati. Istilah eu- untuk menyebabkan kematian, akan tetapi untuk
thanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan mengurangi atau meringankan penderitaan orang
thanatos. Kata eu berarti baik, tanpa penderitaan yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti
56
Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Indonesia 57

yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup
dengan panggilan manusia untuk mempertahankan mendukung, yaitu alasan kemanusiaan. Dengan
dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak keadaan pasien yang tidak lagi memungkinkan untuk
menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya, dari sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat
segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila melakukan permohonan untuk segera diakhiri
orang yang bersangkutan menghendakinya. hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak
Dalam kehidupan setiap makhluk hidup pasti memperbolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap
mengalami siklus kehidupan yang diawali dengan manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri
proses-proses kehidupan yang dimulai dari prses hidupnya karena masalah hidup dan mati adalah
pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu
diakhiri dengan kematian. Dalam proses tersebut, gugat oleh manusia. Secara umum, argumen pihak
kematian memiliki misteri besar yang belum anti euthanasia adalah kita harus mendukung
ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Secara umum, seseorang untuk hidup, bukan menciptakan struktur
kematian adalah suatu hal yang ditakuti oleh yang mengizinkan mereka untuk mati.
masyarakat luas. Namun, tidak demikian dalam Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir
kalangan medis dan kesehatan. Dalam konteks karena sudut pandang yang digunakan sangat
kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan
sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat tersebut adalah masalah legalitas dari tindakan eu-
dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat thanasia sendiri sampai pada saat ini masih
ditentukan tanggal kejadiannya. Tindakan mengalami proses perdebatan panjang, dimana
membunuh bisa dilakukan secara legal dan dapat perdebatan tersebut, Euthanasia atau suntik mati
diprediksi waktu dan tempatnya itulah yang selama olehdokter terhadap seorang pasien yang sudah tidak
ini disebut dengan euthanasia, pembunuhan yang memiliki kemampuan mengobati penyakitnya saat
sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan belum ini masih merupakan perbuatan pidana berupa
bisa diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan menghilangkan nyawa orang lain. Untuk menempuh
yang diterima oleh berbagai pihak. Di satu pihak, euthanasia, selain masih ada persoalan hukum yang
tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan melarang hal itu, juga masih ada persoalan etika dan
keadaan memang diperlukan. Sementara di lain moral. Masih berlakukah sumpah etik dokter, yang
pihak, tindakan ini tidak diterima karena berasal dari sumpah Bapak Ilmu Kedokteran Yunani,
bertentangan dengan hukum, moral, dan agama. Hippokrates (400 SM), tak akan kulakukan,
Dilema muncul dan menempatkan dokter walaupun atas permintaan, untuk memberikan racun
atau perawat pada posisi yang serba sulit. Tenaga yang mematikan, ataupun sekedar saran untuk
medis merupakan suatu profesi yang mempunyai menggunakannya, Pro dan kontra mengenai boleh
kode etik tersendiri sehingga mereka dituntut tidaknya euthanasiadilakukan haruslah dilihat dalam
untuk bertindak secara professional. Tenaga medis keadaan senyatanya, tetapi akan lebih baik lagi bila
merasa mempunyai tanggung jawab untuk sebelum dilakukan didahului pengkajian secara
membantu menyembuhkan penyakit pasien, komprehensif, syarat ketat, dan regulasi peraturan.
sedangkan di pihak lain, pengetahuan dan Terdapat juga pendapat dari Dr. R.
kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu Soeprono (dalam Prakoso, 1984:54) yang
juga sudah sangat berubah. Dengan demikian, membagi eutha-nasia empat bentuk yaitu:
konsep kematian dalam dunia kedokteran masa a. Euthanasia sukarela (Voluntary euthanasia).
kini dihadapkan pada kontradiksi antara etika, Pasien meminta, memberi ijin atau persetujuan
moral, hukum, dan kemampuan serta teknologi untuk menghentikan atau meniadakan
kesehatan yang sedemikian maju. perawatan yang memperpanjang hidup.
Indonesia memang belum mengatur secara b. Euthanasia terpaksa (Invulunturv
spesifik dan tegas mengenai masalah euthanasia dan eulfzunusiu)
hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa Membiarkan pasien mati tanpa
kalangan yang menyetujui tentang euthanasia dan sepengetahuan si pasien sebelumnya dengan
pihak yang tidak setuju tentang hal tersebut. Pihak cara menghentikan atau meniadakan
yang menyetujui tindakan euthanasia beralasan perawatan yang memperpanjang hidup.
bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan c. Mercy Killing sukarela (Volunturi Mercy
hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dan Killing)
58 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

Dengan sepengetahuan dan persetujuan pasien Secara harfiah hak asasi manusia adalah
diambil tindakan yang menyebabkan kematian. hak yang melekat pada diri manusia, bersifat
d. Mercy Killing terpaksa (Involunlari A1ercv univer-sal dan langgeng dan oleh karena itu
Killing) harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan
Tindakan sengaja di ambil tanpa sepengetahuan tidak boleh diabaikan, dikurangi dan dirampas
si pasien untuk mempercepat kematian. oleh siapapun. Jadi hak asasi manusia dalah hak
yang dimiliki manusia semata-mata karena ia
NEGARA HUKUM DAN PELINDUNGAN sebagai manusia. Ramdhon Naning
HAK ASASI MANUSIA menyatakan: “hak asasi manusia ialah hak yang
dimiliki seseorang karena orang itu adalah
Sebagaimana telah dipahami bersama, manusia” (Naning, 1983:7). Sedangkan Suhardi
bahwa sebuah Negara merupakan sebuah Negara (dalam Fajar, 2005:44) menyatakan:
hukum jika bercirikan 4 (empat) hal, Pertama,
pemerintah semata-mata bertindak atas dasar “Hak asasi manusia adalah hak yang
hukum yang berlaku; Kedua, masyarakat dapat melekat pada pribadi manusia sejak
naik banding di pengadilan terhadap keputusan manusia dilahirkan untuk mempertahan-
pemerintah dan pemerintah taat pada keputusan kan martabat dan nilai kemanusiaannya
hakim; Ketiga, hukum sendiri adalah adil dan (human worth and diginity) yang tidak
menjamin hak asasi manusia; Keempat, kekuasaan mengenal pengolongan ras, bangsa
kehakiman independen dari kemauan pemerintah agama, derajat serta keduduan. Hak asasi
(Effendi, 1994:94). manusia inherent dengan kodrat
Konsep yang berkambang Negara hukum for- manusia, merupakan keluasaan atau
mal, karena adanya kepantingan umum yang harus kebebasan manusia yang di terima dan di
diselenggarakannya, namun harus sesuai dengan hargai sebagai nilai-nilai sosial yang
persetujuan perwakilan sehingga menghasilkan masing-masing dan bersama-sama
undang-undang (wetten staat) atau pemerintah mutlak dibutuhkan untuk perwujudan
berdasarkan undang-undang (wet-meting bestuur). realitas manusia, yaitu seasli-aslinya
Perkembangan selanjutnya ialah bahwa tidak perlu seperti yang digariskan oleh Tuhan”.
berdasar undang-undang, asal berdasarkan hukum
(recht-matig bestuur). Konsepsi ini disebut Negara JENIS EUTHANASIA
hukum materiil. Selanjutnya pada unsur rech-matig
di tambahkan doelmati bestuur, sehingga Dr. H. Akbar mengemukakan, Euthanasia
konsepsinya berkambang menjadi Negara aktif dan euthanasia pasif, penderita gawat dan
kemakmuran (weivaart ataat, wohlfahrtaat, so-cial darurat dirawat di rumah sakit atau dibagian
service staat) (Wahyono, 1989:17). rumah sakit gawat darurat dengan peralatan yang
Apabila dikaji lebih dalam lagi bahwa Negara majemuk untuk menolong jantung, pernapasan
hukum harus memiliki unsur-unsur tertentu yang dan cairan tubuh, sehingga alat-alat tubuh itu
harus dipenuhi sehingga konsekiensi dan eksistensi dapat berfungsi dengan baik (Soekanto, 1990:45).
sebagai sebuah Negara hukum dapat berjalan Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut,
sebagai cita hukum yang ditetapkan oleh Negara seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang
tersebut. Dengan mengacu kepada perkembangan permintaan, sadar tidaknya pasien, dan lain-lain.
konsepsi Negara hukum maka menurut J. Stahl Secara garis besar, euthanasia dikelompokan
(dalam Wahyono, 1989:19), harus mengacu kepada dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan
unsur-unsur: (a) melindungi hak asasi manusia, (b) euthanasia pasif dan berdasarkan kondisi pasien,
untuk dapat melindungi dengan baik harus dengan euthanasia dibagi menjadi euthanasia volunteer
sistem trias politica atau variasi-variasinya, (c) dan euthanasia involunteer. Di bawah ini
pemerintahannya dimulai dengan wetmatig, dikemukakan beberapa jenis euthanasia, yaitu
recmatig dan doelmatig-bestur, (d) apabila didalam euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia vol-
melindungi hak asasi sekalipun sudah wetmatig, unteer, dan eathanasia involunteer.
recmatig dan doelmatig-bestur teapi masih Euthanasia aktif adalah perbuatan yang
melanggar hak asasi perseorangan, maka harus dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri
diadili. hidup pasien yang dilakukan secara medis.
Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Indonesia 59

Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan tersebut, di berbagai nagara masih saja tidak bisa
yang bekerja cepat dan mematikan dan Euthana-sia menghasilkan suara yang bulat apakan euthana-sia
aktif dilakukan dengan menghentikan segala alat-alat boleh atau tidak dilakukan pada seseorang,
pembantu dalam perawatan, sehingga jantung dan permasalahan ini sampai masuk kenegara Indo-
pernafasan tidak dapat bekerja dan akan berhenti nesia, dalam pendangan di Indonesia sendiri
berfungsi, atau memberikan obat penenang dengan eurtanasia masih saja diperdebatkan dengan
dosis yang melebihi, yang juga akan menghentikan bermacam arguamen baik dari pihak kubu yang
fungsi jantung. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua pro maupun dari kubu yang kontra, masing-
golongan, yaitu: masing memiliki argument terhadap pembenaran
a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara alasan masing-masing.Pada prinsipnya, hak untuk
pengakhiran kehidupan melalui tindakan hidup merupakan hak fundamental atau hak asasi
medis yang diperhitungkan akan langsung dari setiap manusia. Konstitusi kita yakni UUD
mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan 1945 melindungi hak untuk hidup ini dalam Pasal
memberi tab-let sianida atau suntikan zat 28A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap
yang segera mematikan. orang berhak untuk hidup serta berhak
b. Euthanasia aktif tidak langsung, yaitu cara yang mempertahankan hidup dan kehidupannya.
menunjukkan bahwa tindakan medis yang Hak pasien untuk mati, yang seringkali
dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap
pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan dibicarakan oleh banyak ahli. Namun masalah ini
tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. akan terus menjadi bahan perdebatan yang
Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu panjang dan melelehkan, terutama jika terjadi
kehidupan lainnya. kasus-kasus menarik. Didalam
Euthanasia pasif adalah perbuatan permasalahanEutanasaia terdapat banyak sekali
menghentikan atau mencabut segala tindakan atau aspek-aspek yang melatarbelakangi permasalahan
pengobatan yang perlu untuk mempertahankan tersebut karena akan dikaji dan diliat dari banyak
hidup manusia,Euthanasiapasif di lakukan bila sekali sudut pandang seperti dari sudut pandang
penderita gawat darurat tidak diberi obat sama agama, moral, medis, sertahokum sendiri yang
sekali, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal belum menemukan kata sepakat dalam
setelah tindakan pertolongan dihentikan. menghadapi keinginan pasien untuk mati guna
Euthanasia volunter (Euthanasia secara menghentikan penderitaannya. Situasi ini
sukarela) adalah penghentian tindakan menimbulkan dilema bagi para dokter, apakah ia
pengobatan atau mempercepat kematian atas mempunyai hak hukum untuk mengakhiri hidup
permintaan sendiri. Adakalanya hal itu tidak seorang pasien atas permintaan pasien itu sendiri
harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari atau keluarganya, dengan dalih mengakhiri
pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien. penderitaan yang berkepanjangan, tanpa dokter itu
Euthanasia involunter (Euthanasia secara sendiri menghadapi konsekuensi hukum. Sudah
tidak sukarela) adalah jenis euthanasia yang barang tentu dalam hal ini dokter tersebut
dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak menghadapi konflik dalam batinnya.
sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan Klasifikasi Euthanasia ada beberapa macam
keinginannya. Dalam hal ini dianggap keluarga diantaranaya adalah sebagai berikut: (a) volun-
pasien yang bertanggung jawab atas tary euthanasia, jika yang membuat keputusan
penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini adalah orang yang sakit, (b) involuntary eutha-
sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal. nasia, jika yang membuat keputusan adalah or-
ang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA pasien mengalami koma medis.
PELAKU ATAU KELUARGA SUNTIK Menurut Veronica Komalawati, ahli hukum
MATI (EUTHANASIA) kedokteran dan staf pengajar pada Fakultas
Hukum UNPAD dalam artikel harian Pikiran
Pada masa kini masalah euthanasia manjadi Rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat
sebuah perdebatan panjang di banyak negara dibedakan menjadi euthanasia aktif, euthanasia
khususnya negara-negara yang menganut pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan secara
kebebasan dalam melaksanakan hukum eutanasia sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga
60 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

kesehatan lain untuk memperpendek atau dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum
mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, memberi Positif Indonesia, euthanasia akan mendapatkan
tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat tempat yang diakui secara yuridis.
berbahaya ke tubuh pasien. Menyinggung masalah kematian, menurut
Euthanasia pasif. Dokter atau tenaga cara terjadinya, maka ilmu pengetahuan
kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) membedakannya ke dalam tiga jenis kematian,
memberikan bantuan medis yang dapat yaitu: (a) orthothanasia, yaitu kematian yang
memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak terjadi karena suatu proses alamiah, (b)
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi
mengalami kesulitan dalam pernapasan atau secara tidak wajar, (c) buthanasia, yaitu suatu
tidak memberikan antibiotika kepada penderita kematian yang terjadi dengan pertolongan atau
pneu-monia berat, dan melakukan kasus tidak dengan pertolongan dokter (Sinar
malpraktik. Disebabkan ketidaktahuan pasien Harapan, 1977:8).
dan keluarga pasien, secara tidak langsung Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa
medis melakukan euthanasia dengan mencabut permintaan, ada beberapa pasal yang berkaitan atau
peralatan yang membantunya untuk bertahan dapat menjelaskandasar hukum dilakaukannya
hidup. Autoeuthanasia. Seorang pasien menolak euthanasia bagi orang atau keluarga yang
secara tegas dengan sadar untuk menerima mengajukan untuk dilakukan euthanasia:
perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu 1. Pasal 340 KUHP
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Barang siapa yang dengan sengaja dan
Sampai sejauh ini Indonesia memang belum direncanakan lebih dahulu menghilangkan
mengatur secara spesifik dan jelas mengenai m e n g e jiwa orang lain, dihukum, karena
n a i e u t h a n a s i a ( M e r c y Killing). Euthanasia pembunuhan direncanakan (moord), dengan
atau menghilangkan nyawa orang atas permintaan hukuman mati atau pejara selama-lamanya
sendiri sama dengan perbuatan pidana menghilangkan seumur hidup atau penjara sementara
nyawa seseorang. Konsep Euthanasia sekarang ini selama-lamanya dua puluh tahun.
masih menjadi perdebatan para pakar hukum, ada yang 2. Pasal 359
setuju tentang euthanasia dan ada pula pihak yang Barang siapa karena salahnya menyebabkan
tidak setuju tentang euthanasia. Pihak yang matinya orang, dihukum penjara selama-
menyetujuieuthanasia mengemukakan pendapat lamanya lima tahun atau kurungan selama-
berdasarkan bahwa setiap manusia mempunyai hak lamanya satu tahun.
untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya 3. Pasal 345
dengan segera dengan alasan kemanusiaan. Dengan Barang siapa dengan sengaja menghasut or-
keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk ang lain untuk membunuh diri, menolongnya
sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan dalam perbuatan itu, atau memberikan daya
permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.
Sementara sebagian pihak yang tidak Berdasarkan penjelasan pandangan hukum
membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini,
manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri maka dokter dan keluarga yang memberikan izin
hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat
kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu dijeratkan dengan pasal 345 KUHP yang ber
gugat oleh manusia. Dua pandangan tersebut bunyi barang siapa dengan sengaja mendorong
semakin membuat panjang perdebatan tentang orang lain untuk bunuh diri, atau memberikan
boleh tidaknya dilakukan euthanasia dalam sys- sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan
tem hukum di Indeonesia. Di Indonesia suntik pidana penjara dengan acaman penjara selama-
mati ataueuthanasia dengan menyuntik mati lamanya empat tahun penjara (Moeljatno,
akandisamakan dengan tindakan pidana 1999:127).Dengan tidak adanya regulasi yang
pembunuhan seperti apa yang sudah ada dalam jelas di Indonesia maka dapat dipastikan bahwa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). suntuk mati (euthanasia) masih belum mempunyai
Di Indonesia masalah euthanasia masih belum dasar hokum yang jelas untuk melakukan tindakan
mandapatkan tempat yang diakui secara yuridis suntik mati atau euthanasia tersebut.
Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Indonesia 61

Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis panjang, saat ini euthanase mengalami pergeseran
formal dalam hukum pidana positif di Indonesia makna. seiring dengan bergesernya makna tersebut
hanya dikenal 2 bentuk euthanasia, yaitu euthanasia melahirkan penafsiran-penafsiran baru tentang
yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban euthanasia. Maka dari itu, sekarang pengertian
itu sendiri dan euthanasia yang dilakukan dengan euthanasia lebih mengarah kepada tindakan
sengaja melakukan pembiaran terhadap pasien/ mengakhiri hidup yang dilakukan para medis untuk
korban sebagaimana secara eksplisit diatur dalam mengurangi penderitaan pasienya. Akibat
Pasal 344 dan 304 KUHP. Pasal 344 KUHP secara beragamnya penafsiran tentang euthanasia inilah
tegas menyatakan : (Moeljatno, 2005 : 116) sehinggga sekarang euthanasia menjadi bahan
perdebatan. Antara euthanasia melanggar hak asasi
“Barang siapa merampas nyawa orang lain manusia atau tidak melanggar hak asasi manusia.
atas permintaan orang itu sendiri yang Hak hidup adalah hak untuk menjalani
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati kehidupan tanpa gangguanyang mengakibatkan
diancam dengan pidana penjara pal-ing hilangnya nyawa seseorang. Hak ini merupakan
lama dua belas tahun” hak asasiyang paling esensial dari keseluruhan
hak yang dimiliki oleh manusia.
Sementara dalam pasal 304 KUHP Termasukdalam kategori ini adalah hak untuk
dinyatakan: menjalankan kehidupan yang layak di
manapundan kapanpun (Maududi, 1995:21).
“Barang siapa dengan sengaja Pendapat dari pendukung euthanasia
menempatkan atau membiarkan seorang beranggapan bahwa memaksa seseorang untuk
dalam keadaan sengsara,padahal menurut melanjutkan kehidupannya yang penuh dengan
hukum yang berlaku baginya atau karena penderitaan dan siksaan penyakit, baik fisik
persetujuan dia wajib memberi maupun materi adalah merupakan tindakan
kehidupan,perawatan atau pemeliharaan irasional dan tidak menghargai hak asasi manusia,
kepada orang itu,diancam dengan pidana di mana seseorang memiliki hak terhadap dirinya
penjara paling lama dua tahun delapan sendiri untuk menentukan sikap dan keputusan
bulan atau pidana denda paling banyak atas kelanjutan hidupnya. Hal ini perlu dihormati
empat ribu lima ratus rupiah” dan dihargai (As-Syaukani, 1998:179).
Konstitusi dan hukum Indonesia
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 dan 304 memberikan jaminan penuh terhadap hak hidup
KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan manusia yang tertuang dalam Undang-undang
dengan sengaja membiarkan sengsara dan atas Dasar NRI 1945 dan Undang-Undang No. 39
permintaan korban sekalipun tetap diancam Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam kedua sumber hukum ini, hak hidup dinyatakan
konteks hukum positif di Indonesia euthanasia sebagai sebuah hak yang melekat pada setiap
tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. warga negara Indonesia. Sanksi hukum akan
Dengan demikian dalam konteks hukum positif di berlaku jika hak tersebut dilanggar, sesuai dengan
Indone-sia, tidak dimungkinkan dilakukan kreteria tindakan melanggar hukum yang
“pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas ditetapkan dalam sumber hukum materil tersebut.
permintaan or-ang itu sendiri. Perbuatan tersebut Pada penjelasan pasal 4 Undang-undang No.
tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana dinyatakan bahwa setiap orang memiliki hak hidup,
bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama,hak untuk
SUNTIK MATI (EUTANASIA) DAPAT tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
DIKATEGORIKAN SEBAGAI PELANG- dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk
GARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) tidak dianaut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi
Perbedaan pendapat apakah suntik mati (eu- dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak atas
thanasia) melanggar hak asasi manusia ataukan kehidupan ini bahkan melekat pada bayi yang belum
tidak melanggar, ini masih menjadi perdebartan lahir, dengan adanya larangan abortus.
62 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

Jika kita menilai euthanasia dari aspek hak Indonesia, Pertanggung jawaban pidana pelaku
asasi manusia. Tindakan euthanase adalah perbuatan atau keluarga suntik mati (euthanasia), saaat ini
melanggar hak asasi manusia. Ada beberapa alasan euthanasia lebih sering di perbincangkan dan di
sehingga tindakan euthanasia melanggar hak dasar samakan dengan sebuah tindakan dari dokter
kehidupan manusia, melanggar deklarasi yang atau tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
dikeluarkan PBB, pasal 28A Undang-Undang Dasar atau berpuatan menyuntik mati seorang pasien
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab atas permintaan pasien sendiri maupun dari
Undang-Undang Hukum Pidanadan yang paling permintaan keluarga korban, ada pendapat yang
penting adalah melangkahi wewenang dari beragam tentang pro serta kontara tentang
kewanangan TuhanYang Maha Kuasa. suntik mati atau (euthanasia).
Sebagai salah satu negara anggota PBB, In- Dalam aturan secara yuridis formal dalam
donesia ikut meratifikasi Piagam Hak Asasi Manusia hukum pidana positif di Indonesia hanya d i k e
sesuai dengan Undang-Undang Dasar1945, n a l 2 b e n t u k e u t h a n a s i a ,
selanjutnya Majelis Permusyawaratan Rakyat yaitueuthanasia yang dilakukan atas permintaan
menetapkan sebuah keputusan tentang hak asasi pasien atau korban itu sendiri dan euthanasia
manusia yang diputuskan dalam TAP MPRN0. yang dilakukan dengan sengaja melakukan
XVII/MPR/1998 tentang Pandangan dan Sikap pembiaran terhadap pasien atau korban
Bangsa Indonesia terhadap HAM dan Piagam HAM sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal
Nasional, dan Undang-Undang No. 39 tahun 344 dan 304 KUHP yang secara jelas
1999Tentang Hak Asasi Manusia, dengan dua menjelaskan tentang pasal mengenai
sumber ini maka kedudukan HAMdalam konstitusi permasalahan yang identik dengan eu-thanasia.
Indonesia semakin kuat, sehingga kehendak untuk Konstitusi dan hukum Indonesia
menegakkanHAM di Indonesia mendapat legalitas memberikan jaminan penuh terhadap hak hidup
formal. Setelah pemberlakuan HAM ini, hak hidup manusia yang tertuang dalam Undang-undang
memiliki jaminan penuh dan dilindungi oleh Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 39 Tahun
konstitusi (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003:225). 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam kedua
sumber hukum ini, hak hidup dinyatakan sebagai
SIMPULAN sebuah hak yang melekat pada setiap warga
negara Indonesia. Sanksi hukum akan berlaku jika
Bahwasannya suntik mati (euthanasia) hak tersebut dilanggar, sesuai dengan kreteria
sampai saaat ini masih belum ada regulasi atau tindakan melanggar hukum yang ditetapkan dalam
peraturan yang legal diterapkan dan berlaku di sumber hukum materil tersebut.

DAFTAR RUJUKAN
Achadiat. C.M. 2002. Euthanasia yang semakin Hadiwardoyo. P. 1989. Etika Medis.

Kontroversial. Medika/arsip/01 2002/top- Jakarta: Pustaka filsafat.


1.htm. Hilman, 2004. Euthanasia. Sebuah pemikiran.
Anonimous. 2007. Undang-undang Hak Asasi 1004/12/0801.htm Karyadi. P.Y.2001. Eu-
Manusia. Penerbit. Visi Media. Bertens. thanasia dalam Perspektif Hak Asasi
2005. Etika. Penerbit. PT. Gramedia Manusia,Penerbit. Media Pressindo.
Pustaka Utama. Jakarta. Mahasin. A. 1979. Hak-hak Asasi Manusia:
Budiman. A. 1993. Posisi Tawar Menawar Dari Konstitusional ke Persoalan
Rakyat Dalam Hak Asasi Manusia. Struktural. PRISMA No. 12 Desember.
Jawa Pos. Selasa Pahing. 2 Februari Notohamidjodjo. D. 1970. Demi Keadilan Dan
Effendi. H.A. M. 1994. Hak Asasi Manusia Kemanusiaan. BPK. Gunung Mulia.
Dalam Dimensi Hukum Nasional Dan Jakarta.
Hukum Internasional. Ghalia Indonesia. Oemar. S. A. 1991. Etika Profesional Dan
Jakarta. Hukum Pertanggungjawaban Pidana
Gunawan. 1991. Memahami Etika Kedokteran. Dokter. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Indonesia 63

Prakoso. D. dan D. A. Nirwanto. 1984. Eutha Samil. R. S. 1994. Etika Kedokteran Indonesia
-
nasia Hak Asasi Manusia dan Hukum (Kumpulan Naskah). Jakarta: Fakultas
Pidana. Ghalia Indonesia. Kedokteran Universitas Indonesia.
Prodjodikoro. W. 1977. Hukum Acara Pidana Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan
Di Indonesia. Sumur. Bandung. Rahardjo. (Suatu Kumpulan Catatan). Penerbit.
S. 1989. Asas-Asas Hukum Nasional. IND-Hill-Co. Jakarta.
BPHN. Jakarta.

You might also like