Gastroenteritis
Gastroenteritis
ABSTRACT
Gastroenteritis is an inflammation of the mucous membranes of the digestive tract which is characterized
by diarrhea or vomiting. One of the causes is the consumption of unhygienic food. This study aims to
determine the incidence of gastroenteritis in elementary students in Beji Timur Village, Depok City and its
determinant factors. The study design was cross-sectional. The data collected included the incidence of
gastroenteritis obtained by interviewing 120 students from two elementary schools, the content of
Salmonella sp. bacteria in 46 types of school snacks (PJAS), students' hygienic behavior and PJAS
handlers / sellers. The results showed that 11.5% of students experienced gastroenteritis and 4% of PJAS
contained Salmonella sp.. Bivariate analysis of several risk factor variables showed contamination of
Salmonella sp bacteria in snack foods had the highest risk of gastroenteritis in elementary students (OR
7.86 ; 95% CI: 2.07–29.86). It is recommended to improve supervision of PJAS and its handlers / sellers,
and improve the public health promotion efforts, especially the habit of washing hands using soap and
running water before consuming food or after defecation.
ABSTRAK
Gastroenteritis adalah radang selaput lendir saluran pencernaan yang ditandai dengan diare atau muntah.
Salah satu penyebabnya adalah konsumsi pangan yang tidak higienis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kejadian gastroenteritis pada siswa sekolah dasar (SD) di Kelurahan Beji Timur, Kota Depok
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disain penelitian adalah cross-sectional. Data yang
dikumpulkan meliputi kejadian gastroenteritis yang diperoleh dengan wawancara terhadap 120 siswa dari
dua SD, kandungan bakteri Salmonella sp dalam 46 jenis pangan jajanan anak sekolah (PJAS), perilaku
higienis siswa maupun penjamah/penjual PJAS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11,5% siswa yang
mengalami kejadian gastroenteritis, dan 4% PJAS mengandung Salmonella sp. Analisis bivariat terhadap
beberapa variabel faktor risiko menunjukkan kontaminasi bakteri Salmonella sp dalam makanan jajanan
memiliki risiko terhadap kejadian gastroenteritis pada siswa SD (OR 7,86 ; 95% CI: 2,07–29,86).
Disarankan untuk meningkatkan pengawasan terhadap PJAS maupun penjamah/ penjualnya, dan
meningkatkan upaya promosi kesehatan siswa khususnya kebiasaan cuci tangan memakai sabun dan air
mengalir sebelum mengkonsumsi makanan maupun sesudah BAB.
Kata kunci : Gastroenteritis, siswa SD, pangan jajanan anak sekolah
Kota Depok yang bertujuan untuk hidung dan mulut. Tercemarnya air minum
mengetahui proporsi kejadian gastroenteritis yang dikonsumsi oleh siswa oleh bakteri
pada anak sekolah dasar dan faktor-faktor selain Salmonella sp, dapat mengganggu
yang mempengaruhinya. dalam analisis data. Oleh karena itu dalam
penelitian ini dilakukan juga pemeriksaan
coliform dalam sumber air minum. Jumlah
BAHAN DAN CARA sampel air bersih adalah masing-masing satu
Penelitian ini dilakukan di dua sampel dari setiap sekolah. Informasi
sekolah dasar di Kelurahan Beji Timur, Kota mengenai kejadian gastroenteritis, riwayat
Depok pada bulan April sampai Juni 2015 keterpajanan siswa terhadap makanan jajanan
dengan disain cross-sectional. Variabel yang terkontaminasi Salmonella sp, riwayat
terikat adalah gangguan kesehatan keterpajanan siswa terhadap perilaku
(gastroenteritis) sedangkan variabel bebasnya penjamah makanan dan kontaminasi air
adalah riwayat konsumsi PJAS yang bersih, diperoleh dengan cara wawancara
mengandung bakteri Salmonella, perilaku pada hari ketiga setelah siswa mengkonsumsi
higienis siswa (kebiasaan mencuci tangan PJAS. Penilaian kriteria gastroenteritis
sesudah makan dan setelah buang air besar), adalah kejadian diare yang dialami siswa
riwayat keterpajanan siswa terhadap perilaku setelah mengkonsumsi makanan dan
penjamah makanan dan riwayat keterpajanan minuman jajanan, yang ditandai dengan
siswa terhadap penggunaan air bersih di tanda-tanda buang air besar lembek atau cair
sekolah. Populasi anak sekolah adalah yang frekuensinya lebih dari biasanya (>3
seluruh siswa dari dua Madrasah kali sehari). Wawancara tidak disertai dengan
Ibtidaiyah/MI (setara SD), yaitu MI pemeriksaan klinis. Analisis data
Muhammadiyah I dan MI Taufiqurahman. menggunakan uji chi square untuk
Sampel penelitian adalah sebagian siswa mengetahui hubungan kejadian
yang dipilih secara acak dan memenuhi gastroenteritis terhadap variabel yang
kriteria inklusi yaitu mengkonsumsi makanan mempengaruhi.
dan minuman jajanan yang menjadi sampel
pemeriksaan, yang dijual di kantin sekolah
HASIL
dan di sekitar lingkungan sekolah, pada saat
hari pengamatan dilakukan. Jumlah sampel Proporsi siswa menurut karakteristik
sebanyak 120 siswa. Untuk mengetahui jenis kelamin menunjukkan sebanyak 43,3%
adanya bakteri Salmonella sp pada PJAS, siswa laki-laki dan 56,7% perempuan.
dilakukan pengambilan sampel makanan dan Menurut karakteristik umur, siswa berada
minuman jajanan yang dijual di kantin dalam kisaran umur 9 hingga 10 tahun.
sekolah dan di sekitar sekolah. Jumlah Apabila umur dibedakan berdasarkan nilai
sampel makanan dan minuman tersebut cut off nilai median sebesar 9 tahun, maka
sebanyak 46 jenis. Pemeriksaan kualitas 69% siswa berumur diatas 9 tahun.
PJAS berdasarkan ada atau tidaknya bakteri
Hasil wawancara mengenai riwayat
Salmonella sp dengan metode pengujian
kejadian gastroenteritis pada siswa setelah
biokimia. Identifikasi Salmonella sp
dua hari mengkonsumsi PJAS di sekolah dan
menggunakan media hektoen enteric agar,
sekitar sekolah menúnjukkan dari 120 siswa
yang diinkubasi selama 24 jam dalam suhu
terdapat 14 siswa (11,7%) menyatakan
37ºC. Sampel diuji dan diidentifikasi di
mengalami gejala gastroenteritis. Proporsi
laboratorium mikrobiologi Balai Besar
kejadian gastroenteritis terhadap karakteristik
Laboratorium Jakarta (BBLK). Dalam
umur dan jenis kelamin siswa menunjukkan
penelitian ini dilakukan juga observasi
proporsi kejadian gastroenteritis pada siswa
perilaku higienis terhadap 21 orang penjamah
yang berumur diatas 9 tahun lebih banyak
makanan. Perilaku yang diobservasi meliputi
dibanding siswa yang berumur ≤ 9 tahun.
penggunaan sarung tangan, perilaku mencuci
Sedangkan terhadap karakteristik jenis
tangan sebelum/sesudah menjamah makanan,
kelamin, hampir tidak ada beda proporsi
penggunaan topi/penutup kepala dan
kejadian gastroenteritis baik pada laki-laki
kebiasaan menyentuh anggota badan seperti
maupun perempuan (tabel 1).
98
Kejadian Gastroenteritis Dan Faktor Penyebabnya...(Halimatussa’diah, Zahra, Athena A)
60,2%
99
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 96 - 104
lingkungan saat proses produksi atau proses tercemar (Sarbini, 2007). Selain itu makanan
penyajian. Meskipun persentase makanan yang terkontaminasi dengan patogen
jajanan yang terkontaminasi relatif sedikit, memainkan peranan penting dalam
tetapi tetap ada peluang makanan tersebut penyebaran patogen ke manusia (Porteen,
dikonsumsi oleh banyak siswa SD. 2007). Beberapa hal tersebut dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
Kejadian kontaminasi Salmonella sp
mengkonsumsinya.
pada makanan jajanan siswa SD ini juga
pernah terjadi di Surabaya (2005), Jakarta Hasil analisis hubungan antara
(2008) dan Bekasi (2008). Pada makanan kejadian gastroenteritis pada siswa SD di
jajanan yang tidak terkontaminasi Salmonella Kelurahan Beji Timur Kota Depok terhadap
sp, tidak berarti makanan tersebut bebas dari variabel umur dan jenis kelamin, didapat
bakteri. Salmonella sp memiliki nilai p>0,05. Artinya tidak ada hubungan
ketidakmampuan bersaing dengan bakteri yang bermakna antara kejadian
lain yang umumnya ada di makanan, gastroenteritis dengan umur dan jenis
sehingga pertumbuhannya menjadi kelamin. Hasil analisis hubungan antara
terhambat. Apalagi adanya potensi perilaku mencuci tangan sebelum makan
kontaminasi silang yang dapat terjadi akibat dengan kejadian gastroenteritis pada siswa
tidak higienisnya peralatan atau kebersihan SD diperoleh nilai p=0,009 (p<0,05) dan OR
pribadi penjamah makanan. = 5,6. Artinya ada hubungan yang bermakna
antara perilaku mencuci tangan sebelum
Dari hasil pengolahan data diketahui
makan dengan kejadian gastroenteritis. Siswa
bahwa persentase kejadian gastroenteritis
yang tidak mencuci tangan sebelum makan
pada siswa yang mengkonsumsi makanan
memiliki risiko 5,6 kali lebih besar
jajanan yang terkontaminasi sebanyak 41%,
menyebabkan gastroenteritis, dibandingkan
sedangkan pada siswa yang tidak
dengan siswa yang perilaku mencuci tangan
mengkonsumsi makanan jajanan yang
sebelum makan. Hasil analisis hubungan
terkontaminasi namun mengalami
antara perilaku mencuci tangan setelah buang
gastroenteritis sebanyak 8,3% Hubungan
air besar menggunakan sabun dan air bersih
antara kejadian gastroenteritis dengan
dengan kejadian gastroenteritis pada siswa
riwayat konsumsi makanan jajanan yang
SD diperoleh nilai p=0,003 (P<0,05) dan OR
terkontaminasi Salmonella sp, menunjukkan
= 5,8. Artinya ada hubungan yang bermakna
adanya hubungan yang bermakna. Siswa
antara perilaku mencuci tangan setelah buang
yang mengkonsumsi makanan jajanan
air besar menggunakan sabun dan air bersih
terkontaminasi Salmonella sp memiliki risiko
dengan kejadian gastroenteritis. Siswa yang
sebesar 7,8 kali lebih besar mengalami
tidak mencuci tangan setelah buang air besar
kejadian gastroenteritis dibandingkan
menggunakan sabun dan air bersih memiliki
dengan siswa yang tidak mengkonsumsi
risiko 5,8 kali lebih besar mengalami
makanan jajanan terkontaminasi.
gastroenteritis dibandingkan dengan siswa
Dilihat dari perilakunya, siswa SD yang mencuci tangan setelah buang air besar.
masih belum sepenuhnya sadar terhadap Campos et. al (2009) menjelaskan bahwa
kebersihan dan keamanan pangan jajanan infeksi yang disebabkan oleh
yang dibeli; sehingga membuka peluang mikroorganisme dapat dikurangi dengan
adanya gangguan kesehatan. Beberapa menjaga kebersihan tangan yang
penelitian menunjukkan pada umumnya benar. Dalam tinjauannya, Fewtrel, et al
siswa tidak menyadari bahwa PJAS yang (2005) menjelaskan lebih dari 30 penelitian
tidak ditutup dapat berakibat terkena debu, menemukan bahwa mencuci tangan dengan
lalat dan binatang lain seperti kecoa, tikus sabun mencegah hampir separuh kejadian
dan lain-lain dan dapat menyebabkan diare diare (Fewtrel, 2005). Mencuci tangan
(Mega M., Estu L., 2014); makanan atau memakai sabun lebih efektif dalam
minuman yang terkontaminasi oleh mengurangi kasus diare dibandingkan dengan
tinja/muntahan penderita diare merupakan intervensi lain. Presentase penurunan
penyebab terjadinya diare (RSPI-SS, 2015) morbiditas diare berdasarkan jenis intervensi
dan diare dapat ditularkan secara fecal oral yang dilakukan menunjukkan bahwa mencuci
melalui makanan dan minuman yang
101
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 96 - 104
tangan dengan sabun menurunkan morbiditas berdasarkan parameter coliform, berisiko 4,4
diare sebanyak 44%. kali mengalami gastroenteritis dibandingkan
siswa yang menggunakan fasilitas sumber air
Hasil analisis hubungan antara
bersih yang memenuhi syarat. Fasilitas
kebersihan pribadi penjamah makanan
sanitasi adalah sarana dan kelengkapan yang
dengan kejadian gastroenteritis pada siswa
harus tersedia untuk memelihara kualitas
SD di Kelurahan Beji Timur, Kota Depok,
lingkungan atau mengendalikan faktor-faktor
diperoleh nilai p=0,019 (p<0,05) dan
lingkungan fisik yang dapat menyebabkan
OR=4,295. Artinya ada hubungan yang
pencemaran terhadap makanan. Sumber air
bermakna antara kedua variabel tersebut.
bersih merupakan salah satu fasilitas sanitasi
Siswa yang memakan makanan jajanan dari
yang sangat menunjang higiene dan sanitasi
penjamah makanan yang berperilaku tidak
makanan, dimana air bersih ini dipergunakan
higienis dalam menyiapkan makanan jajanan,
dalam kegiatan pengolahan makanan dan
memiliki risiko 4,3 kali lebih besar terkena
membersihkan peralatan masak dan peralatan
gastroenteritis dibandingkan siswa yang
makan di tempat pengolahan makanan.
memakan makanan jajanan dari penjamah
Untuk itu kualitas dan kuantitas air bersih
makanan yang berperilaku higienis.
dalam pengolahan makanan harus memenuhi
Kebersihan penjamah makanan membuka
syarat fisik dan syarat bakteriologi.
peluang terjadinya perpindahan kontaminan
dari manusia ke makanan melalui beberapa Menurut Sander (2005), ada
kebiasaan tangan manusia. Kebiasaan tangan beberapa faktor yang berkaitan dengan
ini dikaitkan dengan gerakan-gerakan tangan kejadian gastroenteritis diantaranya yaitu
yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, tidak memadainya penyediaan air bersih dan
menggosok hidung, merapikan rambut, air tercemar oleh tinja (Sander, 2005).
menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal Gastroenteritis merupakan penyakit yang
lain yang serupa (BPOM, 2013). Departemen salah satu cara penularannya melalui air, jadi
Kesehatan (2001) menyatakan bahwa bakteri untuk mencegah terjadinya gastroenteritis
dapat mengkontaminasi makanan melalui adalah dengan penggunaan air yang bersih.
rambut, kulit, kuku, saluran nafas, tangan, Sementara menurut Depkes (2005), faktor
bersin, meludah, menguap dan batuk. Praktek lingkungan yang paling dominan yaitu sarana
higiene pedagang mempengaruhi kualitas penyediaan air bersih dan pembuangan tinja,
makanan yang ditangani, praktek higiene kedua faktor ini akan berinteraksi bersama
yang buruk dapat menyebabkan kontaminasi dengan perilaku manusia. Apabila faktor
mikrobiologis pada makanan karena lingkungan tidak sehat karena tercemar
penjamah makanan merupakan sumber utama kuman gastroenteritis serta berakumulasi
dan potensial dalam kontaminasi makanan dengan perilaku manusia yang tidak sehat
dan perpindahan mikroorganisme. Sumber pula, maka penularan gastroenteritis dengan
lain menunjukkan melalui data statistik mudah dapat terjadi.
bahwa sekitar 90% penyakit yang terjadi
Upaya dalam mencegah terjadinya
pada manusia mempunyai keterkaitan dengan
gangguan gastroenteritis pada siswa SD
makanan dan sebanyak 25% penyebaran
akibat mengkonsumsi makanan jajanan dapat
penyakit melalui makanan diakibatkan oleh
dimulai dari tingkat individu (siswa), rumah
penjamah makanan yang menderita infeksi
tangga, sekolah hingga pemerintah daerah.
dan higiene perorangan yang buruk
Peran orang tua sangat penting dalam
(Purnawijayanti, 2001).
mengawasi makanan yang dikonsumsi anak.
Hasil analisis hubungan antara Untuk mengurangi keterpajanan terhadap
fasilitas sumber air bersih sekolah dengan makanan jajanan, orang tua perlu mengurangi
kejadian gastroenteritis pada siswa SD di kebiasaan jajan pada anak agar tidak terjadi
Kelurahan Beji Timur, Kota Depok, ketagihan jajan (snackaholic), tidak memberi
diperoleh nilai p=0,047 (p<0,05) dan OR jajanan sebagai hadiah atau ungkapan
=4,4. Artinya ada hubungan yang bermakna sayang, menerapkan kebiasaan sarapan pagi
antara kedua variabel tersebut. Siswa yang sebelum berangkat sekolah dan membiasakan
menggunakan fasilitas sumber air bersih anak membawa bekal makan dari rumah
sekolah yang tidak memenuhi syarat dengan menu yang bervariasi. Edukasi
102
Kejadian Gastroenteritis Dan Faktor Penyebabnya...(Halimatussa’diah, Zahra, Athena A)
tentang cara memilih makanan yang sehat Kontaminasi bakteri Salmonella sp dalam
sangat perlu dikenalkan sejak dini dan makanan jajanan memiliki risiko terhadap
berkelanjutan. Peran orang tua dalam kejadian gastroenteritis pada siswa SD (OR
memberi contoh perilaku yang menyukai 7,86 ; 95% CI: 2,07–29,86). Masih terdapat
masakan rumahan, dapat menularkan siswa yang berperilaku tidak mencuci tangan
kebiasaan tersebut kepada anak. Edukasi sebelum makan maupun setelah BAB.
tentang kebersihan pribadi seperti kebiasaan Analisis bivariat menunjukkan nilai odds
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah ratio terbesar terjadinya gastroenteritis pada
buang air besar sangat perlu dikenalkan sejak siswa sekolah dasar adalah mengkonsumsi
dini. pangan jajan yang terkontaminasi bakteri
Salmonella sp.
Sekolah perlu meningkatkan peranan
guru dalam mengawasi kantin sekolah
melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah
Saran
(UKS), yaitu dengan cara mengawasi pangan
apa yang dijual, kebersihan kantin, dan Dalam rangka pengendalian penyakit
memberikan pengertian serta pengetahuan akibat konsumsi PJAS, perlu dilakukan
kepada siswa mengenai dampak negatif yang beberapa upaya, baik dari sisi siswa, PJAS,
timbul apabila jajan di sembarang tempat. maupun dari pihak sekolah; yaitu
Sekolah perlu secara rutin mengawasi meningkatkan pengawasan terhadap PJAS
fasilitas air, sanitasi dan cuci tangan agar maupun penjamah/penjualnya, meningkatkan
selalu bersih dan terawat. Edukasi dan upaya promosi kesehatan siswa khususnya
promosi kesehatan kepada siswa seperti kebiasaan cuci tangan memakai sabun dan air
mendorong berjalannya kegiatan mencuci mengalir sebelum mengkonsumsi makanan
tangan yang dilakukan dengan cara yang maupun sesudah BAB, dan meningkatkan
benar perlu dilakukan. Selain itu, sekolah kesehatan lingkungan sekolah (kantin).
bekerja sama dengan pemerintah daerah
perlu melakukan pengawasan terhadap
makanan jajanan yang dijual di kantin UCAPAN TERIMAKASIH
sekolah dan di sekitar lingkungan sekolah. Ucapan terimakasih ditujukan
Penyuluhan kepada tenaga penjamah kepada Kepala Sekolah MI Muhammadiyah I
makanan tentang perilaku hidup bersih dan dan MI Taufiqurrahman, Kelurahan Beji
sehat (PHBS) perlu dilakukan secara rutin Timur, Kota Depok beserta jajarannya yang
dan berkala melalui program Upaya telah memberikan izin hingga selesainya
Kesehatan Sekolah (UKS) seperti tidak penelitian ini.
berkuku panjang, tidak merokok pada saat
bekerja, menutup mulut dengan sapu tangan
bila batuk atau bersin, mencuci tangan DAFTAR PUSTAKA
sebelum dan sesudah bekerja, memakai
pakaian kerja yang dilengkapi dengan BPOM, 2013. Pedoman pangan jajanan anak sekolah
untuk pencapaian gizi seimbang. Direktorat
celemek dan tutup kepala, menggunakan alat Stand. Prod. pangan, Badan Pengawas Obat
yang sesuai dan bersih bila mengambil dan Makanan.
makanan. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, S.A., 2005.
MIkrobiologi Kedokteran. Salemba Med. 1,
364–369.
CDC, 2011. Salmonella is a Sneaky Germ: Seven Tips
KESIMPULAN DAN SARAN for Safer Eating September.
Fewtrel, et al., 2005. Hand Washing with soap.
Kesimpulan 346:162-163 346, 162–163.
Proporsi siswa yang mengalami J. Vandepitte, E. al., 2010. Prosedur laboratorium dasar
untuk bakteriologi klinis. EGC, Jakarta.
gastroenteritis setelah dua hari Mary E. Wikswo, M., 2012. Wabah akut
mengkonsumsi pangan jajanan anak sekolah Gastroenteritis Menular oleh Orang ke orang.
sebesar 11,7%. Terdapat 4% makanan Mega M., Estu L., H.D., 2014. Identifikasi Salmonella
jajanan yang dijual di sekolah dan sekitar pada jajanan yang dijual di kantin dan luar
sekolah yang tidak layak dikonsumsi karena kantin sekolah dasar. J. ilmu dan Teknol.
Kesehat. 1, 141–147.
mengandung bakteri Salmonella sp.
103
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 96 - 104
Porteen, R.K.A. and K.. B., 2007. Detection of Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. J. Med. 2,
Aeromonas sp. from chiken and fish samples 163–193.
by polymerase chain reaction. Am. J. Food Sarbini, A., 2015. Diare. Emerg. Rescue Commitee
Techol 2, 30–37. Simadibrata, M dan Adiwinata, R, 2017. Current issue
Purnawijayanti, H.., 2001. Sanitasi Higiene dan of gastroenterology in Indonesia. Acta Med
Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Indones - Indonesia J International Medicine.
Makanan. Kanisius, Yogyakarta. Vol 49. Number 3. July 2017.
RSPI-SS, 2015. Diare, [WWW Document]. URL RSPI- Vafaee A, Moradi A, K.M., 2008. Case-control study
[email protected] of acute diarrhea in children. J Res Heal. Sci
Sander, M., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya 8, 25–32.
dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Wanke, 2014. Epidemiology and causes of acute
diarrhea wanke.
104