Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN BAGI PENCIPTA LAGU MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Oleh

Mirwansyah

ABSTRACT

The emergence of copyright infringement in various forms and types, both the quantity
and quality of one of them is a work of art in music is an attitude does not appreciate the
work of others. Rampant piracy in Indonesia song made a lot of pressure from developed
countries to the Government of Indonesia to try harder to enforce rules in the field of IPR.
The problem in this thesis is related to factors offense, violation, regulatory and legal
safeguards of the rights of songwriters in Indonesia since the enactment of Law No. 28 of
2014 in lieu of Law Number. 19 of 2002 on Copyright.

This study uses normative juridical approach namely the study of documents, ie using
secondary data sources are in the form of peraturah-regulation, legislation, legal theories
and opinions of the leading legal scholars.

The results showed that the factors affecting copyright infringement song in Indonesia.
Factors affecting copyright infringement of songs or music in Indonesia is a factor of
economic, social and cultural factors, educational factors, and weak law enforcement
against offenders. Further forms of Copyright Infringement in Indonesia namely Bootleg
which piracy is done when the singer performed Counterfait the piracy of songs performed
by doubling direct, replicate exactly cover and packaging and Pirate which is done using
a variety of songs and various records were sold in market. As for the legal protection
efforts carried out either by means of prevention (preventive) and repression (repression).
Mitigation is done by way of dissemination to the public. Although the Government has
been doing a lot of action, but the work done by the Indonesian government in the
framework of the protection of copyrighted works is apparently not produce maximum
results.

Keywords: Legal Protection, Composer, Copyright Law

ABSTRAK

Munculnya pelanggaran hak cipta dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik kuantitas
maupun kualitas salah satunya adalah karya seni bidang musik merupakan sikap tidak
menghargai hasil karya orang lain. Maraknya pembajakan lagu di Indonesia membuat
banyak desakan dari negara maju kepada Pemerintah Indonesia untuk berusaha lebih
keras dalam menegakkan hukum dalam bidang HKI. Permasalahan dalam penulisan ini
adalah terkait dengan faktor-faktor pelanggaran, bentuk pelanggaran, pengaturan dan
upaya perlindungan hukum terhadap hak-hak pencipta lagu di indonesia sejak berlakunya
undang-undang nomor 28 tahun 2014 sebagai pengganti undang-undang nomor. 19 tahun
2002 tentang hak cipta. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif
yaitu merupakan studi dokumen, yakni dengan menggunakan sumber-sumber data
sekunder saja yang berupa peraturah-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum
dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pelanggaran hak cipta
lagu atau musik di Indonesia adalah faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor
pendidikan, dan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran. Selanjutnya
bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta di Indonesia yakni bootleg yakni pembajakan yang
dilakukan saat penyanyi tampil counterfeit yakni pembajakan lagu yang dilakukan dengan
menggandakan langsung, meniru persis cover dan kemasannya dan pirate yakni dilakukan
dengan menggunakan berbagai lagu dan bermacam-macam album rekaman yang laku di
pasaran. Adapun upaya perlindungan hukum dilakukan dengan cara pencegahan
(preventif) dan penindakan (represif). Penanggulangan dilakukan dengan cara sosialisasi
ke masyarakat. Sekalipun pemerintah sudah banyak melakukan tindakan-tindakan, namun
usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap
karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pencipta Lagu, Undang-Undang Hak Cipta

I. PENDAHULUAN
Hak cipta, merupakan hak khusus bagi pencipta/pemegangnya untuk memperbanyak atau
menggandakan dan untuk mengumumkan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan
dengan lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari
ciptaanya tersebut, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Munculnya
pelanggaran hak cipta dengan berbagai bentuk dan jenisnya, baik kuantitas maupun
kualitas, adalah merupakan sikap tidak menghargai hasil karya orang lain yang diakui dan
dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta.

Hak cipta dalam pengertian dan ruang lingkupnya, seringkali dikatakan sebagai hak
khusus atau hak yang bersifat eksklusif. Artinya hak cipta lebih banyak dikategorikan
sebagai hak-hak ekonomi. Hak-hak ekonomi adalah hak-hak yang memiliki nilai keuangan
yang dapat dialihkan dan dieksploitasi secara ekonomi, karena mempunyai nilai-nilai
ekonomi yang sangat menguntungkan, maka pembajakan hak cipta seseorang tumbuh
subur di Indonesia.

Faktor kesadaran hukum masyarakat, merupakan bagian yang terpenting dalam


mekanisme penegakan hukum khususnya di bidang hak cipta. Dalam menghadapi
permasalahan yang dijumpai di lapangan terhadap pelaku pelanggaran dan atau tindak
pidana hak cipta, maka perlu pemahaman yang benar, makna dan ruang lingkup hak cipta,
penerapan sanksi yang tegas dan berani dari aparat penegak hukum secara terpadu dari
unsur-unsur Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Direktorat Jenderal Hak Cipta Patent dan
Merek Departemen Kehakiman serta dengan melibatkan Asosiasi-asosiasi Pencipta,
Penciptanya dan Produsen atau Industri Rekaman, dalam upaya untuk meningkatkan
efektifitas penindakan terhadap pelaku dalam kasus-kasus pelanggaran dan atau tindak
pidana hak cipta. Ketika Undang-Undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahun 2002 diterapkan
secara represif dengan memaksimalkan fungsi dan peranan polisi sebagai penyidik,
meskipun sifat delik dalam undang-undang itu ditetapkan sebagai delik biasa bukan delik
aduan, akan tetapi dengan proaktifnya pihak kepolisian melakukan razia atas karya cipta
bajakan, banyak juga penjual CD/VCD dan DVD bajakan yang terjaring dan barang-
barang hasil bajakan itu kemudian disita.

Jika ini terus menerus-menerus terjadi, pastilah ada yang salah dalam pengelolaan
manajemen bangsa ini. Hukum atau undang-undang telah 4(empat) kali mengalami
perubahan dan diikuti dengan semangkin beratnya ancaman hukuman pidana. Namun, itu
tidak mengubah keadaan bahwa aktivitas pelanggaran atau pembajakan hak cipta terus
berlangsung dan dari hari ke hari menunjukkan peningkatan. Dalam perjalan selanjutnya,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 juga dipandang tidak efektif dalam melindungi
hak para pencipta. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh berbagai pihak adalah masih
lemahnya praktik penegakan hukum dan juga secara substantif ancaman pidana yang
dimuat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 terhadap pelaku tindak pidana
pelanggaran hak cipta masih terlalu ringan. Di samping itu, adanya tuntutan agar Undang-
Undang Hak Cipta Indonesia ke depan harus disesuaikan dengan TRIPs Arreement dan
konvensi ikutannya.

Akhirnya pada tahun 2014 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 diubah dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Meskipun undang-undang ini belum teruji
keberlakuannya dalam masyarakat Indonesia. Ada perubahan yang mendasar undang-
undang ini dengan undang-undang sebelumnya, yakni perubahan dari delik biasa menjadi
delik aduan. Selanjutnya bagian-bagian penting yang diubah dalam undang-undang yang
baru ini adalah :
1. Pelindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan
penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan hak cipta di
bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun
setelah pencipta meninggal dunia.
2. Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak
terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold
flat).
3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan,
serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau
pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang
dikelolanya.
5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan
fidusia.
6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila
ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan
dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga
Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti.
8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau
produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak
ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin
operasional kepada Menteri.
10. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespons
perkembangan teknologi informasi dan komonikasi.

Harus diakui banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual (selanjutnya


disingkat dengan HKI), Perkembangan pembajakan saat ini terjadi karena penegakan
hukum yang dilakukan secara terpadu oleh aparat penegak hukum tidaklah dijalankan
secara menyeluruh dan tuntas dan tidak ada satu kasus pembajakan di lagu atau musik
yang dapat dipakai sebagai yurisprudensi.

.
Keluarnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diharapkan
pembajakan dapat diberantas, kendati demikian pembajakan tetap saja berjalan. Korelasi
antara pelanggaran hak cipta dengan ancaman pidana diharapkan mampu untuk
mendorong upaya penanggulangan tindak pidanan dibidang HKI khususnya Hak Cipta
yang sedang marak-maraknya terjadi di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut di dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan aturan yang tegas
yang terdapat pada Pasal 112 sampai dengan Pasal 120.

Secara normatif apabila terjadi pembajakan maka sanksi yang diberlakukan sangat berat
yaitu sanksi pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp
4.000.000.000,00 (Empat milyar rupiah), terdapat dalam Pasal 113 ayat (4), sedang pada
Pasal 112 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan atau Pasal 52 menyangkut
program computer dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (Tiga ratus juta rupiah). Apakah sanksi pidana yang dijatuhkan
sedemikian berat akan membawa implikasi positif pada dunia bisnis? diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini membawa harapan yang
sangat besar, sehingga para pebisnis akan dapat mengeksploitasi hak ekonomis atas
ciptaannya semaksimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan bisnis sesuai yang
diinginkan.

II. Teori
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu sama lain.
Menurut Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta tentang fungsi hukum untuk memberi
perlindungan adalah bahwa hukum itu ditumbuhkan dan dibutuhkan manusia justru
berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan
memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan
yang wajar sesuai dengan martabatnya.

Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang salah satunya adalah
perlindungan hukum. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum
terjadinya pelanggaran.
b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda,
penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah
dilakukan suatu pelanggaran.

Tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat,


oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk adanya kepastian hukum, salah satunya terhadap hak kekayaan intelektual.
Bahwa seluruh hasil karya intelektual akan dapat dilindungi. Arti kata dilindungi disini
akan berkorelasi pada tiga tujuan hukum, yakni; Pertama, kepastian hukum artinya dengan
dilindunginya HKI akan sangat jelas siapa sesungguhnya pemilik atas hasil karya
intelektual (HKI); Kedua, kemanfaatan, mengadung arti bahwa dengan HKI dilindungi
maka akan ada manfaat yang akan diperoleh terutama bagi pihak yang melakukan
perlindungan itu sendiri, semisal; dapat memberikan lisensi bagi pihak yang memegang
hak atas HKI dengan manfaat berupa pembayaran royalti (royalty payment); dan Ketiga,
keadilan, adalah dapat memberikan kesejahteraan bagi pihak pemegang khususnya dalam
wujud peningkatan pendapatan dan bagi negara dapat menaikan devisa negara.

III. Metode Penelitian


Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut,
peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang
dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum
adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (compatafive approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Oleh karena penelitian yang digunakan
adalah tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan (statue approach). Pendekatan undang-undang (statue
approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani untuk menelaah unsur filosofis
adanya suatu peraturan perundang-undangan tertentu yang kemudian dapat disimpulkan
ada atau tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu hukum yang
dihadapi.
1. Jenis dan Sumber Data
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan penulis yang merupakan penelitian
normatif, maka jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku-buku, literatur, peraturan
perundang-undangan, makalah, artikel, bahan-bahan dari internet, hasil-hasil penelitian
yang berbentuk laporan dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sumber data penelitian ini adalah sumber data sekunder. Data sekunder pada dasarnya
dalam penelitian hukum meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara
yuridis, adapun yang penulis gunakan dalam bahan hukum primer adalah:
1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
2) Undang-Undang lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.
3) Kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-
kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan hukum ini antara lain buku-buku
yang terkait dalam penelitian ini, karya ilmiah, makalah, artikel dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data


Teknik pengumpulan data adalah dengan pengumpulan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta bagaimana bahan hukum tersebut
diinventarisasi dan diklarifikasi dengan menyesuaikan terhadap masalah yang dibahas.
Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi,
kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum yang berlaku. Metode
pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat
para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang perlu diteliti.
Data yang telah diperoleh lalu dilakukan pengolahan dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan ulang terhadap data yang diperoleh mengenai
kelengkapan dan kejelasan dari data.
b. Mengevaluasi semua data yang mempunyai relevansi dengan penelitian.
c. Mengsistemasikan, yaitu melakukan penyusunan data yang diperoleh satu sama lain
untuk memudahkan kegiatan analisis.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif, yaitu
menginterprestasikan data hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas,
dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis sesuai dengan hukum yang berlaku. Setelah
menyelesaikan tahap pengumpulan data, maka diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
untuk kemudian dihubungkan dengan teori guna pengambilan kesimpulan.

IV. Pembahasan
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelanggaran Hak Cipta Lagu Atau Musik di
Indonesia
Di mata internasional Indonesia telah mendapat predikat sebagai bangsa pembajak karya
cipta milik orang lain artinya tanpa memperdulikan hak-hak orang lain dengan membuat
produk bajakan dalam bentuk cakram optik seperti CD, VCD, DVD, MP3, MP4 dan lain
sebagainya yang mampu mencetak dalam jumlah banyak, cepat dan dengan biaya murah
dengan kwalitas yang hampir sama dengan produk aslinya.
Eddy Damian menyatakan bahwa di dalam CD, VCD atau DVD yang digandakan rekaman
suaranya secara massal terkandung didalamnya sekumpulan hak cipta yang dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Hak Cipta pada setiap lagu dan teks yang ada didalamnya;
2. Hak Cipta pada setiap lirik-lirik lagu;
3. Hak Cipta pada musiknya; dan
4. Hak Cipta pada gambar atau fotografi yang terdapat pada sampul CD.
Priyono menyatakan salah satu karya teknologi elektronik adalah dengan diciptakannya
kepingan yang dikenal dengan nama CD, VCD dan DVD yang banyak digunakan untuk
keperluan hiburan dan pendidikan. Untung Minardi mengungkapkan penciptaan lagu atau
musik sebagai hasil karya cipta seni tidak hanya memiliki arti sebagai karya yang hadir
yang dapat dilihat secara fisik namun juga sebagai sarana pemenuhan kebutuhan batiniah
manusia. Oleh sebab itu sudah sewajarnya diperlukan perlindungan hukum terhadap karya
cipta lagu tersebut. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
pelanggaran terhadap hak cipta di Indonesia, antara lain:
1. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor pendorong utama terjadinya pelanggaran hak cipta
seperti pembajakan kaset. Tingkat pendapatan yang rendah dan tingkat pengangguran
yang tinggi membuat masyarakat berupaya untuk menambah pendapatannya, yaitu
melakukan pekerjaan apa saja walaupun hal tersebut melanggar norma-norma hukum.
2. Faktor sosial budaya
Secara sosial dan budaya, masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk membeli
produk-produk asli, terutama produk dari industri rekaman. Ini juga didukung dengan
kebudayaan masyarakat Indonesia yang dalam membeli sebuah produk hanya
mengorientasikan pada harga barang tanpa melihat kualitas dari barang tersebut.
Di bidang sosial budaya ini, dampak yang timbul dari semakin meluasnya pembajakan
tersebut begitu beragam.
3. Faktor pendidikan
Selama ini masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi terhadap adanya Undang-
Undang Hak Cipta. Dampak atas ketidaktahuan masyarakat akan undang-undang
tersebut masyarakat tidak bisa membedakan antara kaset asli dan palsu.
4. Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran
Sebagai salah satu penyebab maraknya pelanggaran hak cipta seperti pembajakan
kaset adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang
terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar hak cipta menandakan
penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama
lemahnya penegakan hukum di bidang hak cipta. Akibatnya, keadaan ini dijadikan
alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari
kaset tersebut.
B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Terhadap Hak Cipta Lagu atau Musik di Indonesia
Pembajakan dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, pembajakan sederhana, di mana
suatu rekaman asli dibuat duplikatnya untuk diperdagangkan tanpa seizin produser atau
pemegang hak yang sah. Kedua, rekaman yang dibuat duplikatnya, kemudian dikemas
sedapat mungkin mirip dengan aslinya, tanpa izin dari pemegang hak ciptanya. Logo dan
merek ditiru untuk mengelabui masyarakat. Ketiga, penggandaan perekaman pertunjukkan
artis-artis tertentu tanpa ijin dari artis tersebut atau dari komposer atau tanpa persetujuan
dari produser rekaman yang mengikat artis bersangkutan dalam suatu perjanjian kontrak.
Ketiga bentuk reproduksi atau penggandaan tersebut di atas pada umumnya ditemukan
dalam bentuk-bentuk kaset atau compact, walaupun adakalanya ditemukan dalam bentuk
disc.
Pembajakan hak cipta merupakan suatu pelanggaran. Pasal 113 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 mengatur bahwa:
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).

Berdasarkan rumusan Pasal 113 di atas maka unsur-unsur pelanggaran, adalah sebagai
berikut :
1. “setiap orang”,
2. “dengan tanpa hak”,
3. “tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta”,
4. “pelanggaran hak ekonomi”,
5. “penggunaan secara komersial”.

Di Amerika Serikat dan dalam industri musik internasional, perbanyakan suatu ciptaan
baik secara keseluruhan maupun pada bagian-bagian tertentu, dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama atau tidak sama tersebut dapat dibagi dalam tiga (3) kategori:
1. Counterfeit
Counterfeit merupakan bentuk pembajakan dengan melakukan penggandaan ulang
suatu album karya rekaman, dalam bentuk sama sekali mirip dengan aslinya baik
dalam kemasan album, ilustrasi cover maupun susunan lagunya.
2. Piracy
Piracy merupakan bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan
menggunakan berbagai lagu dari yang sedang populer, dikenal dengan istilah “seleksi”
atau ketikan. Piracy juga merupakan duplikasi yang ilegal terhadap produk yang telah
direkam terlebih dahulu.
3. Boot Legging
Boot legging merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara merekam
langsung suatu pertunjukkan musik dari seorang penyanyi, dan album rekaman ini
digandakan lalu dijual sebagai album khusus dari penyanyi tersebut.

Pelanggaran dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak dan


mengumumkan ciptaan orang lain, sebagian atau keseluruhan tanpa izin ini bertentangan
dengan undang-undang hak cipta. Seperti yang kita ketahui bahwa hak cipta dibagi dalam
dua kelompok besar, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Perbuatan-perbuatan yang
termasuk pelanggaran hak moral pencipta lagu adalah apabila tanpa izin berdasarkan
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014:
1. meniadakan atau tidak menyebutkan nama pencipta lagu ketika lagu dipublikasikan;
2. mencantumkan namanya sebagai pencipta lagu padahal dia bukan pencipta lagu
tersebut;
3. mengganti atau mengubah judul lagu; dan/atau;
4. mengubah isi lagu.

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dinyatakan
bahwa:
“perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus
memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan
yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca, dan didengar.”

Menurut Harsono Adisumarto yang mengutip pendapat Soeharto mengungkapkan bahwa


lagu atau musik terdiri dari unsur-unsur melodi, lirik dan aransemen. Melodi adalah
rangkaian dari sejumlah nada yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan; lirik adalah
kata-kata atau syair untuk dinyanyikan; dan aransemen adalah karya tambahan yang
disusun sebagai hiasan terhadap komposisi tertentu yang sudah ada sebelumnya agar dapat
disajikan lebih menarik.

Muhammad Ahkam menyatakan dalam menentukan ”nilai” dari suatu karya cipta maka
faktor nilai ekonomis yang perlu diperhatikan. Usia Hak Cipta untuk sebuah karya lagu
adalah 50 tahun, sedangkan usia ekonomisnya tergantung dari kualitas dari lagu tersebut.
Untuk itulah diperlukan perlindungan hukum bagi setiap hasil ciptaan, agar penikmatan
hasil karya tersebut dapat pula memberikan kesejahteraan bagi penciptanya. Husain Audah
mengungkapkan di dalam Hak Cipta karya musik dan lagu biasanya terjadi pemisahan
antara:
1. Pemilik Hak Cipta (pencipta), yaitu seorang pencipta lagu memiliki hak sepenuhnya
untuk melakukan eksploitasi atas lagu ciptaannya yang berarti pihak-pihak yang ingin
memanfaatkan karya tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada penciptanya
sebagai pemilik dan pemegang Hak Cipta;
2. Pemegang Hak Cipta (publisher), yaitu melekat pada penciptanya atau diserahkan
kepada penerbit musik. Penerbit musik (music publishing) yang mendapat pengalihan
hak sebagai pemegang Hak Cipta mempunyai fungsi memaksimalkan karya musik
tersebut dan memasarkannya;
3. Pengguna Hak Cipta (users), yaitu untuk hak memperbanyak user adalah pengusaha
rekaman, hak mengumumkan user adalah badan yang menggunakan karya musik atau
lagu untuk keperluan komersial (hotel, restoran, karaoke dll), untuk printing rights
user adalah badan yang menerbitkan karya musik dalam bentuk cetakan, baik melodi
lagu maupun liriknya untuk keperluan komersial.

Husain menyatakan ada beberapa tindakan yang menyangkut pelanggaran di bidang hak
cipta dan tindakan ilegal lainnya yaitu:
1. Pembajakan produksi rekaman musik, yaitu jenis pelanggaran ini adalah bentuk
tindakan penggandaan, pengumuman dan pengedaran untuk kepentingan komersial
yang dilakukan secara tidak sah, atau bentuk tindakan pemalsuan terhadap produksi
yang legal;
2. Peredaran ilegal adalah sebuah produksi rekaman musik yang telah memenuhi semua
kewajiban dan ketentuan terhadap materi produksi yang berkaitan dengan hak cipta,
tapi peredarannya dilakukan secara ilegal. Artinya di dalam produksi tersebut tidak
terdapat pelanggaran hak cipta, namun peredarannya melanggar peraturan perpajakan
karena mengabaikan kewajiban pembayaran pajak PPn yang mengakibatkan kerugian
bagi negara;
3. Pelanggaran hak cipta, yaitu pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta baik hak
ekonomi maupun hak moral yang meliputi hal-hal seperti di bawah ini:
a. Peng-eksploitasi-an (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk
kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau
mendapatkan lisensi dari penciptanya. Termasuk di dalamnya tindakan
penjiplakan;
b. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya;
c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya dilakukan tanpa
persetujuan dari pemilik hak ciptanya;
d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari
penciptanya.
Syafrinaldi mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HKI di Indonesia seperti
pembajakan berbagai karya-karya cipta semakin hari semakin tinggi secara kuantitas
maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai
dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran HKI itu dapat ditemui dengan
mudah di hampir setiap sudut kota di Indonesia.
Endang Purwaningsih mengungkapkan segala bentuk perbanyakan dengan menggunakan
media apapun merupakan suatu pelanggaran dan kepada pihak-pihak yang melanggar,
harus diberikan sanksi agar pelanggaran ini tidak dapat terulang kembali.
Menurut Hendra Tanu Atmadja seperti dikutip oleh Rikson Sitorus mengungkapkan bahwa
pembayaran terhadap pengalihan hak ekonomi pencipta biasanya dilakukan dengan dua
cara yaitu sistem royalti dan sistem flat pay. Selama ini pencipta lagu mendapatkan honor
yang dinilai secara flat pay, tanpa memperhitungkan jumlah unit kaset, CD,VCD dan DVD
yang dijual yang diiringi dengan bonus, jika lagunya terpilih diurutan pertama sampul
kaset dan mendapat honor tambahan, jika dijadikan seleksi, kompilasi dan lain-lain. Sistem
royalti ini jika dibandingkan dengan cara flat berbeda dalam hal besarnya uang yang
diterima di muka. Dengan cara flat, uang muka yang diterima lebih besar dibandingkan
sistem royalti. Sebaliknya, sistem royalti memberikan kemungkinan pencipta mendapat
imbalan yang lebih besar dikemudian hari, jika kaset tersebut laku dijual.
Rikson mengutip dalam Buletin Karya Cipta Indonesia menyatakan bahwa sistem royalti
memang baru dikenal dalam beberapa tahun terakhir di industri musik tanah air. Karena
itu, tidak mengherankan kalau masih banyak musisi, pencipta lagu atau penyanyi yang
masih kurang paham bagaimana sebenarnya sistem tersebut. Masih banyak musisi lebih
suka memakai sistem bayar putus (flat pay) atau dibayar dimuka.

C. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pencipta Lagu atau Musik di


Indonesia

Secara yuridis tidak ada kewajiban mendaftarkan setiap ciptaan karena hak cipta tidak
diperoleh berdasarkan pendaftaran, namun hak cipta terjadi dan dimiliki penciptanya
secara otomatis ketika ide itu selesai diekspresikan dalam bentuk suatu karya atau ciptaan
yang berwujud dan terhadap suatu karya cipta lagu maka kita harus mengetahui proses
penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen melalui cara yang legal.

1. Penciptaan Lagu
Sebuah lagu bisa saja tercipta berawal dari unsur melodi yang dibuat oleh seorang
musikus, lalu olehnya atau dengan bantuan orang lain dibuatlah liriknya yang sesuai.
Sesudah pencipta lagu mencipta lagu dan direkam dalam pita kaset dengan atau tanpa
iringan musik pada saat itu sudah lahir sebuah Ciptaan lagu dan secara otomatis muncul
hak cipta atas lagu yang mendapat perlindungan hukum hak cipta. Hal ini sesuai dengan
asas hak cipta yang disebut dengan asas perlindungan otomatis (automatical protection).
Sejak sebuah karya cipta diwujudkan dalam suatu bentuk Ciptaan, secara otomatis karya
tersebut akan memiliki perlindungan hak cipta tanpa didasarkan pada pendaftaran ciptaan,
asalkan karya cipta itu bersifat asli dan bukan tiruan.

2. Perekaman Lagu
Pencipta lagu biasanya mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagunya
untuk direkam. Kalau produser rekaman tertarik atas lagu yang ditawarkan oleh pencipta
lagu kepadanya, dia akan menerima lagu tersebut untuk direkam dan mengadakan
perjanjian dengan Pencipta lagu. Bentuk surat perjanjian antara pencipta lagu dengan
produser rekaman biasanya dibedakan berdasarkan cara pembayaran honorarium pencipta
lagu, yamg terbagi antara lain:
a. Flat pay sempurna atau jual putus
b. Flat pay terbatas atau bersyarat
c. Royalti
d. Semi royalti
Agak berbeda dengan Pencipta lagu dan penyanyi, biasanya kesepakatan antara pemusik
dengan produser rekaman suara tidak dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi
hanya secara lisan yang disertai bukti pembayaran honorarium dalam bentuk kuitansi.
Setelah semua tahapan proses rekaman selesai, hasilnya disimpan pada kaset yang
merupakan master rekaman. Pada master rekaman melekat hak produser rekaman yang
disebut dengan hak rekaman suara.

3. Perbanyakan dan Distribusi Lagu


Penggandaan rekaman lagu dalam bentuk kaset, CD, VCD, atau DVD ada kalanya
dilakukan sendiri oleh produser rekaman suara dan dia pun bertindak sebagai distributor.
Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa setelah produser rekaman suara memperbanyak
lagu, dia menyerahkan kepada pihak lain sebagai distributor. Dalam kaitan ini terdapat
berbagai macam bentuk perjanjian antara produser rekaman suara dan distributor rekaman
lagu, antara lain:
a. Jual beli putus
b. Konsinyasi
c. Jual beli label

Setelah produk rekaman suara diperbanyak dalam bentuk kaset, CD, VCD atau DVD dan
berada di tangan distributor, selanjutnya, produk rekaman suara tersebut didistribusikan ke
para agen penjualan, dari agen penjualan diteruskan ke pengecer atau toko-toko penjualan,
dan kemudian dari pengecer sampailah kepada masyarakat atau konsumen.
Untuk mengatasi tindakan penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah bisa dilakukan
melalui 2 (dua) cara yaitu:
1. Upaya pencegahan atau upaya preventif yaitu suatu upaya untuk mengurangi
terjadinya kegiatan pembajakan atau penggandaan karya cipta lagu yang dapat
menyebabkan kerugian. Upaya preventif merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya tindakan penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah.
2. Upaya represif yaitu suatu upaya untuk menanggulangi terjadinya tindakan
penggandaan karya cipta lagu.
Untuk melakukan upaya preventif maka terlebih dahulu harus diketahui faktor penyebab
terjadinya tindak pidana ini agar bisa mencegahnya. Faktor penyebab ini bisa secara
langsung dan bisa juga secara tidak langsung. Secara langsung penyebab orang melakukan
tindak pidana ini yaitu adanya kesempatan untuk melakukan penggandaan karya cipta lagu
karena lemahnya pengawasan dan tidak efektifnya penindakan terhadap pelaku tindak
pidana. Sehingga mereka dengan sengaja menggandakan karya cipta lagu secara ilegal
untuk mendapatkan keuntungan pribadi karena tidak adanya sanksi yang tegas. Secara
tidak langsung penyebab orang menggandakan karya cipta lagu disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan tersebut. Pengaruh faktor
lingkungan ini misalnya karena meningkatnya jumlah pembeli produk bajakan.

Setelah diketahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana ini barulah bisa dilakukan
upaya pencegahan yaitu salah satunya dengan melakukan sosialisasi di masyarakat untuk
menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat akan pentingnya menghargai karya cipta
orang lain.
Aplikasi pendekatan sistem terhadap penegakan hukum ditegaskan oleh Soerjono
Soekanto yang menyatakan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri. Faktor-
faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak
pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya. Kelima faktor tersebut saling berkaitan
karena merupakan esensi penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari
efektivitas penegakan hukum.
Budi Agus Riswandi mengutip pendapat Abdurrahman menyatakan bahwa kesadaran
hukum adalah suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan tentang hukum,
penghayatan fungsi hukum dan ketaatan kepada hukum. Menurut Sorjono Soekanto bahwa
ada 4 (empat) indikator yang mempengaruhi kesadaran hukum yaitu:
1. Pengetahuan hukum;
2. Pemahaman hukum;
3. Sikap hukum;
4. Pola perilaku hukum.

Lili Rasjidi mengungkapkan agar suatu kaidah hukum dapat berfungsi secara efektif, maka
kaidah hukum harus mengandung unsur-unsur yaitu:
1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan atas kaidah
yang lebih tinggi tingkatannya;
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya dapat
dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh masyarakat;
3. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, artinya hukum dibenarkan berlaku atas dasar
keyakinan filosofis yakni bahwa kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum
sebagai nilai positif yang tinggi.
Upaya yang dapat dilakukan pencipta atau pemegang hak cipta jika ada pihak yang
melakukan pelanggaran yaitu:
1. Mengajukan permohonan penetapan sementara ke Pengadilan Niaga dengan
menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran.
Penetapan sementara ditujukan untuk : - Mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak
Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau
hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi; - Menyimpan
bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait tersebut guna
menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
2. Mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya
dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar
untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang
yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta (putusan sela).
3. Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS
DJHKI.
Guna mengantisipasi munculnya sengketa sebagai konsekwensi diberlakukannya
perlindungan hukum HKI di wilayah Indonesia, peraturan perundang-undangan telah
menyediakan beberapa lembaga yang bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan sengketa.
Pemanfaatan lembaga tersebut ditentukan berdasarkan jenis sengketa HKI yang dialami
oleh para pihak yang terlibat. Dalam aturan normatif, sengketa HKI dapat digolongkan
dalam 3 (tiga) kategori yaitu:
1. Sengketa administratif;
2. Sengketa perdata;
3. Sengketa pidana.

Berdasarkan uraian di atas menurut analisis penulis bahwa dengan diundangkannya


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berarti hak cipta termasuk
karya cipta yang dilindungi secara hukum, namun walaupun sudah dilindungi oleh aturan
masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggran dalam hak cipta sehingga menimbulkan
anggapan bahwa hukum tersebut fiktif, artinya masyarakat dianggap tahu hukum, sehingga
jika terjadi pelanggaran seseorang tidak boleh berdalih dengan alasan tidak tahu hukum.
Jika dihubungkan dengan 2 (dua) macam upaya hukum bagi pencipta maupun pemegang
hak cipta untuk menyelesaikan pelanggaran tersebut baik secara perdata maupun pidana,
maka pelanggaran hak cipta ini dapat dibagi 2 (dua) macam yaitu pelanggaran terhadap
ketentuan pidana yang terdapat dalam UUHC dan pelanggaran terhadap permasalahan
yang bersifat keperdataan.

Pelanggaran yang bersifat keperdataan yaitu pelanggaran hak moral dan pelanggaran hak
ekonomi. Pelanggaran hak moral yaitu pelanggaran dalam hal tanpa persetujuan pencipta
atau ahli warisnya meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu,
mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan
dan mengubah isi ciptaan. Pelanggaran hak ekonomi yaitu pelanggaran karena
mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan tanpa ijin pencipta atau pemegang hak
cipta. Jenis ciptaan yang paling banyak dilanggar oleh users adalah perbanyakan melalui
teknologi informasi di internet berupa MP3 yang memungkinkan perbanyakan musik atau
lagu menjadi semakin mudah.
V. Kesimpulan dan Saran
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan:

1. Faktor yang mempengaruhi pelanggaran hak cipta lagu atau musik di Indonesia adalah
faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor pendidikan, lemahnya penegakan hukum
terhadap pelaku pelanggaran.
2. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta di Indonesia yakni Bootleg yakni pembajakan
yang dilakukan saat penyanyi tampil (Live Show). Counterfeit yakni pembajakan lagu
yang dilakukan dengan menggandakan langsung, meniru persis cover dan kemasannya
dan Pirate yakni dilakukan dengan menggunakan berbagai lagu dan bermacam-macam
album rekaman yang laku di pasaran.
3. Upaya perlindungan hukum dilakukan salah satunya dengan cara pencegahan
(preventif) dan penindakan (represif). Penanggulangan dilakukan dengan cara
sosialisasi ke masyarakat. Pemerintah sudah banyak melakukan tindakan-tindakan,
namun usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan
terhadap karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal. Di satu sisi
Undang-Undang Hak Cipta sudah dapat dikatakan sempurna namun di sisi lain
pelanggaran hak cipta sudah tidak dapat di bendung lagi.

B. Saran
1. Kepada pemerintah perlu dikaji dan benahi lebih jauh mengenai penegakan hukum
terhadap pelanggaran hak cipta khususnya terhadap pencipta lagu atau musik yang
lebih baik lagi.
2. Kepada penegak hukum harus lebih tegas mengawasi penciptaaan suatu karya seni,
dan membuat peraturan terkait hal tersebut agar tidak terjadi pembajakan dengan
jumlah banyak lagi.
3. Kepada masyarakat harus segera disadarkan bahwa membeli CD/VCD bajakan adalah
merugikan negara, dan tidak menghargai karya pencipta.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku

Adisumarto, Harsono. 1990. Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Jakarta,
Akademika Presindo.

Audah, Husain. 2004. Hak Cipta dan Karya Cipta Musik. Jakarta, PT. Litera Antarnusa.

Damian, Eddy. 2004. Hukum Hak Cipta UUHC No.19 Tahun 2002. Bandung, Alumni.

Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Hukum Dan HAM RI. Buku Panduan Hak
Kekayaan Intelektual, Jakarta, Ditjen HAKI, 2007.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. 2003. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori
dan Praktiknya di Indonesia). Bandung, Citra Aditya Bakti.

Firmansyah, Muhamad. 2008. Tata Cara Mengurus HaKI. Jakarta, Visimedia.

Hadi, Sutisno. 1981. Metodologi Research I, Cet II. Yogyakarta, Penerbit Gajah Mada.

Lindsey, Tim et. all. 2003. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung, Alumni.

Marzuki, Peter Mahmud.2005. Penelitian Hukum. Jakarta, Prenada Media Group.

Priyono, Widodo. 2000. Kamus Istilah Internet Dan Komputer. Jombang, Lintas Media.

Purwaningsih, Endang. 2005 Perkembangan Hukum Intellectual Property Right. Bandung,


Ghalia Indonesia.

Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta, Kompas.

Rasjidi, Lili dan Arief Sidharta. 1989. Filsafat Hukum Mazhab Dan Refleksinya. Bandung,
Remadja Karya.

Rasjidi, Lili dan B Arief Sidharta. 1994. Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi. Bandung,
PT. Remaja Rosda Karya.
Riswandi, Budi Agus dan Siti Sumartiah. 2006. Masalah-Masalah HAKI Kontemporer.
Yogyakarta, Gitanagari.
Saidin,H,OK.2015, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
Sembiring, Sentosa. 2002. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek. Bandung. CV. Yrama Widya.

Soehono, Stefanus. 2006. Audio Steganografi Menggunakan MP3. Bandung, Departemen


Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika Institut Teknologi.
Soekanto, Soerjono. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Subroto, Muhammad Ahkam dan Suprapedi. 2008. Pengenalan HAKI (Konsep Dasar
Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi). Jakarta, PT. Indeks.

Sudrajat dkk. 2010. Hak Kekayaan Intelektual Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan
Undang-undang Yang Berlaku. Bandung, Oase Media.

Sulistiyono, Adi. 2007. Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI. Surakarta, LPP UNS
dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).

Syafrinaldi. 2006. Hak Milik Intelektual Dan Globalisasi. Pekanbaru – Riau, UIR Press.

Tim Pengajar HAKI. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Denpasar, Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2005.

Tunggal, Imam Sjahputra, Heri Herjandono. 2000. Aspek-Aspek Hukum Rahasia Dagang
(Trade Secret) Seluk Beluk Tanva Jawab Teori dan Praktek, Jakarta, Harvarindo.

Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan
Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung, PT. Alumni.

Widyapramono. 1992. Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya. Jakarta,
Sinar Grafika.

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

3. Makalah, Jurnal, Tesis

Haydar, Ahmad. “Peranan POLRI dalam Penegakan Hukum di bidang Hak Cipta”, dalam
Media HAKI, Volume IV, No. 4, Banten, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum Dan HAM RI, 2007.

Sitorus, Rikson. Pembayaran Royalti Kepada KCI Sebagai Kompensasi Penggunaan Hak
Mengumumkan Ciptaan Lagu Beserta Permasalahannya. Tesis, Program
Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Wiyanto, Wihadi. Penerapan UU No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dalam Rangka
Memerangi Pembajakan. Disampaikan pada Lokakarya Terbatas Masalah-
Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Jakarta 10-11 Februari
2004

You might also like