Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah melakukan ​load analysis​, ​initial sizing​, dan
stress checking​ pada setiap bagian pesawat (​fuselage​, ​wing,​ dan ​tail​). Analisis ini mencakup:
1. Load analysis ​untuk pesawat dalam kondisi ​load factor ​bernilai minimum dan
maksimum berdasarkan regulasi kelaikudaraan.
2. Distribusi beban inersia ​(​inertial load​) ​untuk pesawat dalam kondisi ​load factor
bernilai minimum dan maksimum.
3. Distribusi beban aerodinamik (​aerodynamic load​) untuk pesawat dalam kondisi ​load
factor ​bernilai minimum dan maksimum.
4. Distribusi gaya dalam (​internal force​) untuk pesawat dalam kondisi ​load factor
bernilai minimum dan maksimum.

1.2 Regulasi
Selama melakukan perhitungan dan analisis terhadap struktur untuk bagian pesawat pada
laporan ini menggunakan peraturan yang tercantum pada FAR part 25 (​Airworthiness
Standards: Transport Category Airplanes​) ​subpart C​, yang spesifik membahas struktur dari
pesawat. Beberapa ketentuan pada FAR 25 yang digunakan pada laporan ini adalah
● FAR §25.301 ​Loads​.
a) Strength requirements are specified in terms of limit loads (the maximum
loads to be expected in service) and ultimate loads (limit loads multiplied by
prescribed factors of safety). Unless otherwise provided, prescribed loads are
limit loads.
b) Unless otherwise provided, the specified air, ground, and water loads must be
placed in equilibrium with inertia forces, considering each item of mass in the
airplane. These loads must be distributed to conservatively approximate or
closely represent actual conditions. Methods used to determine load intensities
and distribution must be validated by flight load measurement unless the
methods used for determining those loading conditions are shown to be
reliable.
c) If deflections under load would significantly change the distribution of
external or internal loads, this redistribution must be taken into account.
● FAR §25.303 ​Factor of safety
Unless otherwise specified, a factor of safety of 1.5 must be applied to the prescribed
limit load which are considered external loads on the structure. When a loading condition is
prescribed in terms of ultimate loads, a factor of safety need not be applied unless otherwise
specified.
● FAR §25.305 ​Strength and deformation
a) The structure must be able to support limit loads without detrimental
permanent deformation. At any load up to limit loads, the deformation may
not interfere with safe operation.
b) The structure must be able to support ultimate loads without failure for at least
3 seconds. However, when proof of strength is shown by dynamic tests
simulating actual load conditions, the 3-second limit does not apply. Static
tests conducted to ultimate load must include the ultimate deflections and
ultimate deformation induced by the loading. When analytical methods are
used to show compliance with the ultimate load strength requirements, it must
be shown that—
(1) The effects of deformation are not significant;
(2) The deformations involved are fully accounted for in the analysis; or
(3) The methods and assumptions used are sufficient to cover the effects
of these deformations.
c) Where structural flexibility is such that any rate of load application likely to
occur in the operating conditions might produce transient stresses appreciably
higher than those corresponding to static loads, the effects of this rate of
application must be considered.
d) [Reserved]
e) The airplane must be designed to withstand any vibration and buffeting that
might occur in any likely operating condition up to VD/MD, including stall
and probable inadvertent excursions beyond the boundaries of the buffet onset
envelope. This must be shown by analysis, flight tests, or other tests found
necessary by the Administrator.

1
f) Unless shown to be extremely improbable, the airplane must be designed to
withstand any forced structural vibration resulting from any failure,
malfunction or adverse condition in the flight control system. These must be
considered limit loads and must be investigated at airspeeds up to VC/MC.
● FAR §25.337 ​Limit Maneuvering Load Factors
a) Except where limited by maximum (static) lift coefficients, the airplane is
assumed to be subjected to symmetrical maneuvers resulting in the limit
maneuvering load factors prescribed in this section. Pitching velocities
appropriate to the corresponding pull-up and steady turn maneuvers must be
taken into account.
b) The positive limit maneuvering load factor n for any speed up to Vn may not
be less than 2.1+24,000/ ( W +10,000) except that n may not be less than 2.5
and need not be greater than 3.8—where W is the design maximum takeoff
weight.
c) The negative limit maneuvering load factor—
(1) May not be less than −1.0 at speeds up to V C; and
(2) Must vary linearly with speed from the value at V Cto zero at V D.
d) Maneuvering load factors lower than those specified in this section may be
used if the airplane has design features that make it impossible to exceed these
values in flight.

1.3 Asumsi
Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan dan analisis struktur pesawat pada
laporan ini adalah sebagai berikut:
Pada bagian ​wing​,
1. Beban yang digunakan dalam menganalisis kekuatan struktur adalah beban saat
pesawat dalam kondisi dengan ​load factor ​(n) bernilai minimum dan maksimum.
2. Distribusi dari gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang sayap (dari ​root
hingga tip)​ .
Pada bagian ​fuselage​,
3. Beban struktur ​fuselage​ diasumsikan terdistribusi merata

2
4. Beban ​payload dan ​engine yang bekerja sepanjang sumbu ​axial fuselage terdistribusi
secara merata.
5. Beban dari sayap, VTP, dan HTP bekerja sebagai beban terpusat.
6. Beban pressure bekerja secara merata di ​skin fuselage.​
7. Beban aerodinamika diabaikan.
Pada bagian ​tail​,
8. Beban yang digunakan dalam menganalisis kekuatan struktur adalah beban saat
pesawat dalam kondisi dengan ​load factor ​(n) bernilai maksimum. ​Load factor
minimum tidak dihitung karena nilai absolut dari ​load factor minimum lebih kecil
dari ​load factor maksimum dan bentuk ​airfoil pada ​tail adalah simetri, sehingga
beban pada beban pada permukaan atas dan bawah ​tail​ sama.
9. Gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang sayap (dari ​root hingga tip​).
10.
dan beberapa asumsi lain yang digunakan akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian penjelasan
dan analisis dari laporan ini.

3
BAB II
ANALISIS BEBAN DESAIN SIMETRIS

2.1 ​Load Factor​ Maksimum dan Minimum berdasarkan Regulasi Kelaikudaraan


Berdasarkan FAR §25.337 (​Limit Maneuvering Load Factors)​ , nilai ​load factor
maksimum dapat dihitung menggunakan persamaan
24000
+ nmax = 2.1 + W (lb)+10000
24000
= 2.1 + 89452.563+10000

= 2.341
dan untuk nilai ​load factor ​minimum
− nmin = − 1
Nilai ​limit load factor positif tidak berada di dalam rentang yang diperbolehkan dalam
FAR §25.337 ( ​Limit Maneuvering Load Factors)​ , yaitu antara 2,5 sampai 3.8. Oleh karena
itu, dalam perhitungan dan analisis pada laporan ini menggunakan nilai dari ​maximum load
factor
+ n max = 2.5
Nilai -1 diambil sebagai ​limit load factor n​ egatif sesuai dengan FAR §25.337 (​Limit
Maneuvering Load Factors)​ . Kemudian untuk merekonstruksi ​fan diagram d​ ari pesawat
NX-214, diperlukan perhitungan untuk beberapa parameter, diantaranya:
a) Kecepatan ​cruise
Kecepatan ​cruise diperoleh dengan menggunakan data-data pesawat yang telah ada
dan persamaan
V c,T AS = M × a

= 241.9574 m/s
= 470.3276 KTAS
b) Kecepatan ​cruise ​ekivalen
Kemudian untuk mencari nilai kecepatan ​cruise​ ekivalen menggunakan persamaan
ρtrue
V c,EAS = V c,T AS ×
√ ρSea−Level

= 470.3276 ×
√ 0.129
1.225

= 152.6256 KEAS

4
c) Kecepatan ​dive
Menurut FAR §25.335 ​Design Airspeed,​ besar kecepatan ​dive​ adalah
VC
VD = 0.8

= 190.782 KEAS
d) Kecepatan ​manuver​ saat nilai ​maximum load factor
Besar kecepatan ​manuver saat nilai ​maximum load factor diperoleh dengan
menggunakan persamaan

√ √
2nmax mg 2(2.5)(382,400)
VA = ρSC Lmax
= (1.225)(88.875)(1.112)
= 127.303 m/s

e) Kecepatan ​manuver​ saat nilai ​minimum load factor


Besar kecepatan ​manuver saat nilai ​minimum load factor ​diperoleh dengan
menggunakan persamaan
2nmin mg
√ √
2(−1)(392,400)
VS = ρS(−C Lmax )
= 1.225(88.875)(−1.112)
= 80.51 m/s

f) Kecepatan ​stall
Untuk mencari kecepatan ​stall diperoleh dengan menggunakan nilai ​load factor sama
dengan satu. Maka besar kecepatan ​stall,​

√ √
2mg 2(392,400)
V stall = ρSC Lmax
= 1.225(88.875)(1.112)
= 80.51 m/s

Setelah menghitung semua data yang diperlukan untuk diagram ​manuver,​ didapatkan data
yang ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Data diagram ​manuver

Diagram ​Manuver

nmax 2.5 True Airspeed Equivalent Airspeed


(KTAS) (KEAS)
nmin -1

Vc 470.3276 152.6256

Vd 190.782

V a (+) 247.457 80.3021

5
V s (−) 156.495 50.784

V stall (1g) 156.495 50.784

2.2 Distribusi Beban Inersia saat ​Load Factor​ Maksimum dan Minimum
Distribusi beban inersia untuk masing-masing komponen saat ​load factor ​bernilai
maksimum dan minimum ditunjukkan sebagai berikut.
a) Wing
Beban inersia untuk ​wing ​meliputi berat struktur, ​landing gear dan ​fuel pesawat
dalam kondisi penuh. Distribusi beban inersia untuk ​wing u​ ntuk pada saat kondisi ​load
factor​ bernilai maksimum dan minimum adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2.1 Distribusi berat struktur sepanjang ​setengah span s​ ayap

Gambar 2.2.2 Distribusi berat ​landing gear​ sepanjang ​setengah span​ sayap

6
Gambar 2.2.3 Distribusi berat bahan bakar sepanjang setengah ​span​ sayap

b) Fuselage
Dengan mengasumsikan bahwa beban dari struktur ​fuselage,​ ​payload​, dan ​engine
adalah beban distribusi merata, sedangkan beban dari ​nose landing gear​, ​wing,​ HTP dan
VTP adalah beban titik, kita dapat membuat distribusi beban pada ​fuselage sebagai
berikut.
1) Engine yang dipakai untuk pesawat ini adalah ​engine Roll Royce BR725
dengan massa sebesar 1635 kg, maka distribusi beban ​engine​,
(1635)(9.8)
W engine = (9−4.4)
= 3486.6 N /m

2) Payload maksimum yang dapat ditopang oleh pesawat ini berdasar DRO
sebesar 1700 kg. Dengan adanya tambahan kargo dan ​fuel reserve seberat
26924.67 kg maka distribusi beban payloadnya
(1700+26924.67)(9.8)
W payload = (28−(3.164+9.324))
= 18103 N /m

3) Dengan mengasumsikan bahwa beban struktur pesawat adalah 25% dari


MTOW dan beban untuk ​fuselage adalah 40% dari keseluruhan struktur
pesawat. Maka dengan nilai MTOW sebesar 4057.493 kg, kita dapatkan
distribusi beban struktur ​fuselage
(4057.493)(0.4)(0.25)(9.8)
W f uselage = (28)
= 1421.6 N /m

7
4) Untuk ​nose landing gear,​ kita asumsikan memiliki massa 268.127 kg,
sehingga
(268.127)(9.8)
W nose landing gear = (1)
= 2627.644 N

5) Berat ​wing beserta semua komponen yang menumpu pada ​wing (perhitungan
ada pada sub bab ​wing)​ sebesar
W wing = 50118 N

6) Berat HTP dan VTP (perhitungan ada pada sub bab HTP dan VTP) sebesar
W HT P dan V T P = 8643.8 N
Gambar distribusi berat untuk load factor, n =1,

Gambar 2.2.4 Distribusi berat pada ​fuselage​ untuk ​load factor ​n =1

Dari gambar diatas, kita bisa mendapatkan grafik distribusi berat untuk nilai ​load factor
maksimum dan ​load factor​ minimum
Distribusi beban ketika ​load factor​ maksimum, n = 2.5

8
Gambar 2.2.5 Distribusi beban pada ​fuselage

Distribusi beban ketika ​load factor​ minimum, n = -1

Gambar 2.2.6 Distribusi beban pada ​fuselage​ untuk n = -1

​ TP dan VTP)
c) Tail (H
Beban inersia untuk ​horizontal tail,​ meliputi berat dari struktur penyusunnya sendiri.
Distribusi beban inersia untuk ​horizontal tail p​ ada saat kondisi ​load factor bernilai
maksimum (n = 2.5), berturut-turut, sebagai berikut.

9
Gambar 2.2.7 Distribusi berat sepanjang ​span ​HTP

2.3 Distribusi Beban Aerodinamik saat ​Load Factor​ Maksimum dan Minimum
Perhitungan untuk memperoleh distribusi beban aerodinamik untuk masing-masing
komponen pesawat saat ​load factor b​ ernilai maksimum dan minimum adalah sebagai berikut,
a) Wing
Parameter yang diketahui:
- MTOW : 40575 kg
- Wing
o Apex X : 10.6 m
o C​root : 5.33 m
- HTP
o Apex X : 25.5 m
o C​root : 3.23 m
- VTP
o Apex X : 22.6 m
o C​root : 5.47 m
- Panjang ​fuselage : 28 m
- Rentang ​center of gravity
o FWD : 2.6 ft from wing ac to AFT direction
o AFT : 3.7 ft from wing ac to AFT direction

10
- Letak ​center of gravity : 3.155 ft dibelakang ​ac​ dari ​wing

Gambar 2.3.1 Letak ​lift​ pada ​wing, lift​ dari HTP dan ​weight​ dari pesawat
Besar ​lift yang dihasilkan oleh ​wing dan HTP (​horizontal tail plane​) dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen.
Kesetimbangan gaya
ΣF y = 0
Kesetimbangan momen
ΣM wing = 0
m
dengan menggunakan asumsi besar g = 9.81 s2
dan sesuai regulasi yang tercantum pada
FAR 25 maka besar nmax = 2.5
Dari persamaan (1) diperoleh
Lwing + LHT P = nW M T OW

Dari persamaan (2) diperoleh


0.96 nW M T OW = 14.375 LHT P
Substitusi beberapa parameter yang telah diketahui, maka diperoleh besar ​lift untuk
​ TP adalah sebagai berikut
wing dan H
LW ing = 937126.64 N

LHT P = 57975.23505 N
Dengan asumsi bahwa gaya angkat terdistribusi merata di sepanjang sayap, maka
gambar diagram benda bebas dari sayap adalah seperti di bawah ini.

11
Gambar 2.3.2 Distribusi gaya angkat pada setengah ​span s​ ayap

dimana,
l = panjang setengah ​span ​sayap = 13.905 m
y L = persamaan distribusi gaya angkat = 33697.46997 N/m

Gambar 2.3.3 Distribusi gaya angkat pada setengah ​span s​ ayap

Selain beban yang dikarenakan oleh gaya angkat, sayap juga menerima dari beban
dari ​Landing Gear y​ ang diletakkan di sayap dan bahan bakar yang didistribusikan merata
pada sayap. Sehingga diagram benda bebas sayap menjadi.

Gambar 2.3.4 Diagram benda bebas pada setengah ​span s​ ayap secara keseluruhan

dimana,
y f uel = Distribusi berat bahan bakar = ​3500.3892 ​N/m

yI = Distribusi berat struktur sayap + bidang kendali + sistem ​fuel​ = 1464.2745

12
N/m
xf 1 = Jarak terdekat tangki bahan bakar dari ​root s​ ayap = 5.325 m

xf 2 = Jarak terjauh tangki bahan bakar dari ​root ​sayap = 10.05 m

​ 6608.96 N
W LG = Berat ​Landing Gear =
xLG = Jarak ​Landing Gear ​dari ​root ​sayap = 2.083 m
Maka dari DBB pada Gambar 3. dapat diketahui gaya serta momen dalam pada
tumpuan sayap tersebut adalah sebagai berikut
Gaya dalam arah vertikal = ​425056.1231 N​ (atas)
Momen gaya =​ 2975229.964 Nm​ (​counter​ ​clockwise)

b) Fuselage
Beban aerodinamika pada ​fuselage terdiri dari ​lift yang dihasilkan oleh komponen
wing dan HTP, yang mana nilai dari kedua ​lift tersebut akan dibahas secara mendetail
pada subbab komponen terkait. Lokasi titik kerja dari ​lift akan diasumsikan berada pada
jarak sejauh 0.25 panjang ​root​ diukur dari ​leading edge wing​/ HTP.
Ilustrasi distribusi gaya ​lift​ untuk ​load factor​, n = 1

Gambar 2.3.5 Gaya angkat sayap untuk ​load factor​ n = 1

Nilai-nilai gaya ​lift​ untuk ​load factor​ maksimum, n = 2.5


L​wing​ = 937126.64 N
L​HTP​ = 57975.23503 N

13
Sedangkan untuk ​load factor minimum,​ n = -1
L​wing​ = -362818.9592 N
L​HTP​ = -35221.79081 N

c) Horizontal Tail
Perhitungan untuk beban internal pada ​horizontal tail​ mirip dengan perhitungan pada
sayap.
LHT P = 57975, 235 N
Dengan asumsi bahwa gaya angkat terdistribusi merata di sepanjang ​horizontal tail​,
maka gambar diagram benda bebas dari ​horizontal tail a​ dalah

Gambar 2.3.6 Distribusi gaya angkat pada setengah ​span horizontal tail

dengan,
l = panjang setengah ​span horizontal tail​ = 5,545 m
y L = persamaan distribusi gaya angkat = 5227,7038 N/m
Selain beban aerodinamika, juga terdapat beban inersia akibat berat dari ​horizontal
tail​. Namun, beban tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan karena akan
mengurangi nilai beban internalnya, karena memiliki arah yang berkebalikan dengan
beban aerodinamika (​lift​).
Dengan menggunakan kesetimbangan gaya, maka didapatkan gaya geser dan momen
maksimum untuk setengah ​span​ ​horizontal tail​ sebagai berikut.
V = 28987,618 N
M = 80368,17 N.m
Kedua nilai tersebut terjadi di ​joint​ atau sambungan antara ​horizontal ​dan ​vertical tail​.

14
2.4 Diagram Gaya Dalam saat ​Load Factor​ Maksimum dan Minimum
a) ​Wing
Diagram gaya dalam untuk bagian sayap diperoleh dengan menggunakan asumsi
distribusi gaya angkat, berat struktur, dan berat bahan bakar terdistribusi secara merata.
Distribusi momen lentur dan gaya geser ditunjukkan sebagai berikut,
Untuk ​load factor​ n = 2.5

Gambar 2.4.1 Distribusi momen lentur sepanjang setengah ​span​ sayap

Gambar 2.4.2 Distribusi gaya geser sepanjang setengah ​span​ sayap

15
b) ​Fuselage
Dari distribusi beban dan gaya aerodinamika yang bekerja, kita bisa menganalisis
gaya geser dan momen bending yang terjadi pada ​fuselage.​
Untuk ​load factor​ n=2.5,

Gambar 2.4.3 Distribusi gaya geser pada ​fuselage

Gambar 2.4.4 Distribusi momen lentur pada ​fuselage

16
Untuk ​load factor​ n = -1

Gambar 2.4.5 Distribusi gaya geser pada ​fuselage

Gambar 2.4.6 Distribusi momen lentur pada ​fuselage

17
c) ​Tail
Dengan asumsi gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang ​span sayap, maka
apabila ditinjau pada setengah span, diagram gaya geser dan momen lentur adalah sebagai
berikut.
Untuk ​load factor n​ = 2.5,

Gambar 2.4.7 Distribusi gaya geser sepanjang setengah ​span​ pada HTP

18
Gambar 2.4.8 Distribusi momen lentur sepanjang setengah ​span​ pada HTP
BAB III
INITIAL SIZING

Pada bagian ini, susunan struktur yang digunakan berdasarkan laporan perancangan yang
pertama dan referensi lainnya didapat dari laporan akhir pesawat NX-214.
3.1 Ketebalan ​Skin
Ketebalan ​skin ​untuk masing-masing komponen dalam pesawat dalam proses ​initial
sizing d​ apat diperoleh sebagai berikut,
a) Sayap
Proses awal yang dapat dilakukan untuk memperoleh besarnya ketebalan ​skin u​ ntuk
sayap dimulai dari menentukan letak momen maksimum pada sayap. Berdasarkan grafik
momen lentur yang tercantum pada gambar 2.4.1, dapat diperoleh momen maksimum dari
sayap terjadi di ​root​ sayap dengan besar
M = 2975229.964 N .m
Kemudian setelah mengetahui besarnya ​root,​ langkah selanjutnya adalah mencari
beban efektif P untuk bagian atas dan bagian bawah dari ​wingbox untuk besar beban
momen lentur maksimum M,
1.5M
P = h

Menggunakan asumsi bahwa ​wingbox berbentuk kotak sempurna dan perhitungan P


menggunakan ​safety factor ​ 1.5 sesuai regulasi, maka besar
h = 0.6 m
Substitusi masing-masing besaran yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga besar
beban efektif yang diterima untuk ​wingbox​ bagian atas dan bawah adalah
P = 7.43807491 M N
Besar ​allowable stress y​ ang dibutuhkan dengan besar beban efektif diatas adalah

σ b = AF b
√ P
wL

dengan masing-masing variabel menyatakan,


- σ b adalah ​allowable stress
- A adalah fungsi dari material
- F b adalah ​buckling efficiency factor

19
- w adalah lebar dari ​wingbox
- L adalah jarak lokal antar ​rib​/​frame

Gambar 3.1.1 Besar konstanta F b

Gambar 3.1.2 Besar konstanta A

Kami memilih ​stringer dengan bentuk ​machined Zed stringer (​ F b = 1.02) dan
construction/material d​ engan tipe ‘​Lital A’ ​plate d​ engan ​Zed stringers ( A = 200 M N )
dan jarak antar ​ribs/frame​ dengan jumlah ​ribs​ sebanyak 15
13.905
L= 15
= 0.869 m
Menggunakan besar masing-masing koefisien diatas, diperoleh
σ b = 132.507 M P a

Besar ​effective thickness​ diperoleh

20
M
te = hwf b
= 6.7 mm

Untuk menentukan tebal dari ​skin​, kami menggunakan asumsi bahwa pembagian luas
antara ​skin d​ engan ​stinger​ sebagai berikut

Gambar 3.1.3 Tebal ​skin​ pada sayap

Menggunakan metode yang ditunjukkan pada gambar diatas diperoleh besar ketebalan
skin​ adalah
tskin = 0.65te = 4.37 mm

b) Fuselage
Skin Thickness dan Longeron Thickness
Di dalam komponen pesawat udara, ​fuselage merupakan komponen yang berperan
untuk menahan komponen-komponen lain seperti sayap, ​landing gear,​ sayap ekor
horizontal dan vertikal. Karena struktur ​fuselage berperan untuk menopang keseluruhan
elemen pesawat, maka desain dari ​fuselage juga harus memperhatikan kesinambungan
gaya antara komponen-komponen lain yang bersangkutan. Di dalam menganalisis perihal
tersebut, kita simplifikasi permasalahan yang ada dengan meninjau beban-beban yang
memiliki porsi cukup besar dalam mempengaruhi dinamika pesawat, yaitu:
1. Struktur ​fuselage​ (beban terdistribusi merata)
2. Payload​ (beban terdistribusi merata)
3. Nose landing gear​ (beban terkonsentrasi)
4. Wing​ (beban terkonsentrasi)
5. HTP dan VTP (beban terkonsentrasi)

21
6. Engine​ (beban terdistribusi merata)
Di dalam konfigurasi ​fuselage i​ ni, pesawat yang kami analisis menggunakan ​fuselage
tipe ​semi monocoque​, yaitu ​fuselage yang mana ​skin akan digabung bersama komponen
lain seperti ​longeron,​ ​stringer​, ​frame,​ dan ​bulkhead,​ sehingga ​skin tidak berdiri sendiri
untuk menerima beban. Dari analisis pada bab selanjutnya, kami menemukan bahwa nilai
bending moment ​dan ​shear force maksimum terjadi pada nilai 2051282.4 N.m dan
447122.1 N pada titik berjarak 11.9 m dari ​nose​ pesawat.
Pada bagian ​initial sizing​, kita akan memulai dengan menyeleksi material yang akan
digunakan untuk tiap pembantu ​skin​. Material yang akan dipilih juga harus
dipertimbangkan sifat fisiknya seperti
1. Modulus elastisitas (E)
2. Ultimate Tensile Strength
3. Yield Tensile Strength
4. Ketahanan korosi
5. Fatigue Strength
6. Modulus geser
Material yang paling umum untuk digunakan sebagai bahan utama pembuatan
pesawat pada saat penulisan laporan ini adalah material alumunium. Alumunium yang
digunakan untuk bahan pembuatan ini ada dua jenis, yaitu Aluminium 2024-T3 dan
Aluminium 7075-T6. Oleh karena perbedaan properti dari kedua bahan aluminium,
terdapat variasi dari pemakaiannya. Semua komponen penguat pada ​fuselage (​frame,​
bulkhead​, ​Longeron​, dan ​Stringers​) terbuat dari Aluminium 7075-T6 karena memiliki
yield strength yang lebih tinggi sehingga mampu menahan beban akibat ​bending dan
axial​ dengan lebih baik.

Skin dari ​fuselage akan terbuat dari Aluminium 2024-T3 karena memiliki ​fracture
toughness dan ​shear strength yang lebih tinggi dibandingkan Aluminum 7075-T6
sehingga mampu menahan ​beban shear​ (akibat beban torsi) dan ​crack dengan lebih baik.
Selain itu, Aluminium 2024-T3 juga lebih murah dibandingkan Aluminium 7075-T6
sehingga dapat mengurangi harga material.
Bagian ​fuselage secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan,
tengah, dan belakang. Dari analisa beban pada bab sebelumnya, dapat kita lihat kalau

22
fuselage pesawat menerima beban yang berbeda-beda di sepanjang sumbunya. Oleh
karena itu kita memerlukan perhitungan agar dapat menentukan ketebalan ​skin dan
longeron yang optimum untuk menahan beban-beban tersebut. Dalam referensi buku,
“Aircraft Loading and Structural Layout” oleh Dennis Howe, ketebalan efektif ​skin dan
longeron​ dapat dinyatakan,
tskin = 0.65tef f ective

tlongeron = 0.35tef f ective

dengan nilai ​skin e​ fektif (tef f ective ) diperoleh dari


M
tef f ective = σ allowable A

σ allowable = F B A
√ M
AL

dimana masing-masing simbol menyatakan


M = momen lentur (N /m2 )
A = luas yang menutupi (m2 )

A = fungsi material (MN)


FB = faktor efisiensi ​buckling
L = jarak antar ​frame
dengan asumsi ​longerons berbentuk Z dan dengan pemilihan material dari Aluminium,
maka nilai A dapat diketahui dari Tabel 3.1.1, yaitu

Tabel 3.1.1 Variasi Nilai A terhadap beberapa material

23
Kemudian nilai faktor efisiensi ​buckling​ dapat dicari menggunakan tabel 3.1.2,

Tabel 3.1.2 Nilai faktor efisiensi ​buckling​ terhadap beberapa konstruksi material

karena disini kita mengasumsikan pesawat menggunakan ​Zed Stringer dengan konstruksi
build up​, maka nilai faktor efisiensi ​buckling​ yang didapat sebesar 0.96.
Dari analisa beban pada bab sebelumnya, kita telah mendapatkan bahwa nilai ​bending
moment dan ​shear force maksimum terjadi pada nilai 2051282.4 Nm dan 447122.1 N
pada titik berjarak 11.9 m dari ​nose pesawat. Dari pembahasan sebelumnya kita dapat
membagi ​fuselage menjadi tiga bagian, tetapi karena distribusi beban dan mayoritas
komponen ​fuselage dominan berada pada bagian tengah, maka kita hanya mengkalkulasi
fuselage​ pada bagian tengah. Nilai ketebalan ​skin​ dan ​longeronnya​ sebesar
tskin = 2.2 mm
tlongeron = 1.2 mm

Untuk mempermudah produksi pesawat, ​skin dan ​longeron diasumsikan berbentuk


seragam di sepanjang bagian pesawat mulai dari ​nose​ sampai dengan ​tail.​

c) Tail

24
HTP
Cara perhitungan yang digunakan pada ​horizontal tail didasarkan dari buku ​Aircraft
Loading and Structural Layout oleh Denis Howe. Proses awal yang dapat dilakukan
untuk memperoleh ketebalan ​skin u​ ntuk ​horizontal tail a​ dalah menentukan letak momen
maksimum pada sayap. Berdasarkan grafik momen lentur yang tercantum pada gambar
2.4.8, dapat diperoleh momen maksimum dari sayap terjadi di ​root​ sayap dengan besar
M = 80368, 17 N .m
Kemudian, beban efektif P untuk bagian atas dan bagian bawah dari ​tailbox dihitung
untuk besar beban momen lentur maksimum M, dengan
1.5M
P = h

Diasumsikan tinggi dari ​tailbox sama dengan panjang camber maksimum, yaitu h =
44,5 mm, dan lebar dari ​tailbox sama dengan 60% dari panjang ​root chord​, yaitu w =
1,938 m. Dengan menggunakan asumsi bahwa ​torquebox berbentuk kotak sempurna,
maka besar beban efektif yang diterima pada permukaan atas dan bawah adalah
P = 259185, 2733 N
Besar ​allowable stress y​ ang dibutuhkan dengan besar beban efektif tersebut adalah

σ b = AF b
√ P
wL

Sesuai gambar 3.1.2, ​stringer yang digunakan adalah ​machined Zed stringer (​
F b = 1.02) dan ​construction/material d​ engan tipe ​conventional light alloy with zed or
integral blade stringers ( A = 138 M N ) . Jumlah ​ribs ​yang digunakan adalah 13, mengacu
pada laporan sebelumnya, sehingga jarak antar ​ribs​ adalah
5,545
L= 13+1
= 0, 396 m
Dengan menggunakan besar masing-masing koefisien di atas, diperoleh
σ b = 81, 794 M P a
Besar ​effective thickness​ diperoleh
M
te = hwf b
= 1, 6 mm

Untuk menentukan tebal dari ​skin​, digunakan asumsi pembagian luas antara ​skin
dengan ​stinger yang sama dengan sayap, yaitu tskin = 0, 65tef f . Menggunakan metode

yang ditunjukkan pada gambar 3.1.3, diperoleh ketebalan ​skin


tskin = 1, 1 mm

25
3.2 Jarak dan Geometri ​Stiffener
Jarak beserta geometri ​stiffener untuk masing-masing komponen dijabarkan sebagai
berikut,
a) Sayap
Tebal efektif yang didapat sebelumnya tentunya dialokasikan juga untuk geometri
stringer.​ Dari referensi yang didapat maka tebal ​stringer adalah 35% dari tebal efektif.
Sehingga tebal ​stringer yang digunakan adalah 1.7 mm. Dari sekian banyak bentuk
stringer yang ada, dipilih lah bentuk ​Stringer-Zed karena bentuk ini cukup baik dalam
menerima beban daripada bentuk yang lain.

Gambar 3.2.1 Bentuk stringer yang digunakan


Geometri ​stringer ini memiliki sisi vertikal yang disebut dengan ​web ( hs ) dan ​flange
( ws ). Dengan asumsi luas area dari ​stringer keseluruhan adalah 0.35 kalinya luas area
total dengan tebal efektif. Dari referensi yang didapat, ukuran hs adalah
Astringer
hs = (1.8)(0.35)(tef f ective )

maka ​ukuran ​web (hs ) adalah 14.8 cm. Setelah itu ukuran dari ​flange ( ws ) dapat
didekati melalui persamaan berikut
ws = 0.4hs
dimana A′st merupakan luas area persatuan ​stringer,​ ts adalah tebal ​stringer,​ dan hs
adalah dimensi web stringer. Sehingga didapatlah ​ukuran ​flange ( ws ) untuk ​initial
sizing s​ ebesar 5.9 cm.
Jumlah ​stringer ​yang digunakan pada awalnya adalah masing-masing sebanyak 12
buah untuk bagian atas dan bawah. Dengan asumsi ​wing box b​ erbentuk persegi empat
sempurna serta beban yang bekerja pada sayap merata di seluruh permukaannya, maka
jumlah bagian atas dan bagian bawah bisa dianggap sama. Sehingga jarak antar ​stringer
merupakan lebar ​wing box ​dibagi banyak ​stringer-n​ ya, ​maka jaraknya adalah 26.6 cm​.

b) Fuselage

26
Berdasarkan analisis yang telah kami lakukan sebelumnya, kami menemukan bahwa
jumlah ​longeron yang digunakan untuk mendukung struktur ​fuselage berjumlah 24 buah
dengan bentuk penampang ​fuselage berbentuk lingkaran dan jarak antar ​longeron
seragam, maka kita dapat menghitung jarak antar ​longeron​ dengan cara
2πr 2π(1.4)
j arak antar longeron = 120
= 120
= 0.07330 m

c) Tail
Tebal efektif yang didapat sebelumnya dialokasikan juga untuk geometri ​stringer​.
Perhitungan tebal ​stringer adalah 68% dari tebal efektif, sehingga tebal ​stringer yang
digunakan adalah 1,1 mm. Bentuk ​Stringer-Zed dengan ​rivet dipilih berdasarkan
referensi buku ​Airframe Structural Design​ oleh Michael C.Y. Niu.

Gambar 3.2.2 Bentuk ​stringer​ yang digunakan


Jumlah ​stringer ​yang digunakan adalah 8 buah sesuai dengan yang dituliskan pada
laporan sebelumnya. Dari referensi yang didapat, ukuran hs (panjang ​web​) adalah 40 kali
tebal ​stringer yang dihitung sebelumnya, sehingga didapatkan hs = 44, 5 mm . Setelah itu
ukuran dari ​flange​ ( ws ) dapat didekati melalui persamaan berikut
A′st
ws = 0.5( ts
− hs )

sehingga didapatkan ws = 40, 1 mm .

​ an ​Ribs
3.3 Dimensi ​Spar d

27
a) Wing
Dalam satu bagian ​wing box d​ alam arah ​span sayap terdapat terdapat dua komponen
struktur yang menerima beban puntir dan geser. Beban puntir ditanggung oleh ​spar dan
beban geser ditanggung oleh ​ribs. ​Beban ​shear flow pada ​web karena beban geser vertikal
maksimum dapat dirumuskan dengan persamaan berikut,
V
Qv = hef f ective

dimana V menyatakan besar ​ultimate shear force dan hef f ective adalah tinggi efektif

dari ​wingbox y​ ang pada kasus ini diasumsikan ​wingbox b​ erbentuk kotak sehingga besar
hef f ective seragam. Besar gaya geser yang dialami pada bagian ​front spar ​dan ​rear spar

dirumuskan sebagai berikut,


Front spar​ : V F = V h21 x (h21 + h23 )
Rear spar​ : V R = V h23 x (h21 + h23 )
Menggunakan rumus diatas, maka diperoleh besar gaya geser untuk ​front spar dan
rear spar
V F = 212528 N
V R = 212528 N
Selain menahan beban dari gaya geser, ​spar juga menahan beban torsi akibat momen
aerodinamika yang terjadi pada sayap. Nilai ​shear flow akibat torsi dinyatakan dengan
persamaan berikut [Howe, 2004],
T
QT = 2wh

Lalu, ​shear flow​ akibat gaya geser dapat dihitung dengan


QV = V /hef f ective

Sehingga besar ​shear flow y​ ang bekerja pada ​front spar ​dan ​rear spar dapat
dinyatakan sebagai berikut
Qw = QV + 2xQT /w
substitusi masing-masing besaran yang telah diperoleh untuk perhitungan ​shear flow
akibat torsi dan gaya geser, sehingga diperoleh
Qw,f ront spar = 327505.2 N /m

Qw,rear spar = 327505.2 N /m

Dimensi ketebalan web ​spar ​dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

28
Qw
tspar = σs

menurut Howe (2004), dimana Qw adalah harga net ​shear flow dan σ s merupakan
setengah harga dari tegangan tarik ​ultimate​. Maka tebal ​web spar ​pada desain awal adalah
1.1 mm.
Berdasarkan referensi Sedaghati (2004), maka ketebalan ribs dapat dihitung dengan
persamaan berikut

Dengan v merupakan ​Poisson ratio,​ E merupakan modulus elastis material, h


merupakan tinggi ​ribs​, dan C merupakan konstanta yang harus dipilih sesuai dengan
grafik berikut.

Gambar 3.3.1 Kurva penentuan nilai C berdasarkan geometri ribs

Dengan nilai a/b adalah 5.33 dengan semua sisi dijepit, maka nilai C nya adalah 8.98.
Selain itu, nilai q max dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini
V max x Qmax 425056.123 x 1.1518
q max = I
= 0.69
= 708426.87 N /m
Dari semua data yang telah didapatkan, maka ​tebal​ ​ribs yang didapat adalah 7.5
mm.

b) Fuselage
Frame juga memiliki ketebalan tersendiri yang seringkali disebut dengan ​frame
depths​. Dari buku ​“Airplane Design Part III”​, oleh Dr Jan Roskam, cara untuk
menghitung​ frame depths​ dapat dilakukan dengan cara

29
Tabel 3.3.1 Nilai ​frame depths​ pada berbagai jenis pesawat

Dengan menganggap pesawat NX-214 sebagai pesawat komersial kecil, maka kita
bisa mendapatkan nilai
Frame depth​ = 1.5 inches = 38.1 mm
Untuk menghitung lebar ​frame,​ kita menggunakan referensi buku ​“Aircraft Loading
and Structural Layout” oleh Dennis Howe. Lebar total ​frame ada dalam kisaran antara
0.03 dan 0.05 dari panjang total ​fuselage​. Dari DRO pesawat, kita ketahui bahwa panjang
pesawat adalah 27.75 m. Kemudian kita memilih lebar total frame bernilai 0.04 dari
panjang pesawat tersebut, sehingga
Lebar Total Frame = 0.04 (27.75) m = 1.11 m
Dengan mengetahui nilai-nilai diatas, maka lebar setiap ​frame dapat dicari dengan
membagi lebar total ​frame dengan jumlah ​frame ditambah dengan jumlah ​bulkheads.​
Dengan mengasumsikan bahwa jumlah​ frame​ dan ​bulkhead​ sebanyak 44 buah, maka
lebar total f rame 1.11
lebar masing − masing f rame = (total f rame+total bulkheads)
= 44
= 0.02522 m

Dari referensi diatas, kita dapat menentukan lebar ​bulkhead,​ yaitu dua kali lebar
frame​. Sehingga didapat bahwa tebal masing-masing ​bulkhead​ adalah 0.05044 m

Berdasarkan perhitungan diatas, maka tiap komponen penunjang ​fuselage sudah kita
ketahui dimensinya dan kita dapat mengestimasi berat struktur ​fuselage.​ Perhitungan
dilakukan dengan persamaan,
m = mskin + mlongeron + mf rame/bulkhead

Dimana nilai-nilai untuk masing-masing variabelnya,


Tabel 3.3.2 Nilai koefisien pada perkiraan massa ​fuselage

30
Maka diperoleh,
mf uselage = 2220.573 kg

Hasil ini berbeda jauh dengan hasil yang sebenarnya, karena yang dihitung hanya
bagian tengah yang berbentuk tabung.

b) ​Tail
Dalam satu bagian ​tailbox​, ​dalam arah ​span ​horizontal tail,​ terdapat terdapat dua
komponen struktur yang menerima beban puntir dan geser. Beban puntir ditanggung oleh
spar dan beban geser ditanggung oleh ​ribs. ​Beban ​shear flow pada ​web karena beban
geser vertikal maksimum dapat dirumuskan dengan persamaan berikut,
V
Qv = hef f ective

dimana V menyatakan besar ​ultimate shear force dan hef f ective adalah tinggi efektif

dari ​wingbox y​ ang pada kasus ini diasumsikan ​wingbox b​ erbentuk kotak sehingga besar
hef f ective seragam. Besar gaya geser yang dialami pada bagian ​front spar ​dan ​rear spar

dirumuskan sebagai berikut

31
Front spar​ : V F = V h21 x (h21 + h23 )
Rear spar​ : V R = V h23 x (h21 + h23 )
Dengan menggunakan persamaan tersebut, diperoleh besar gaya geser untuk ​front
spar​ dan ​rear spar
V F = 93484, 32 N
V R = 93484, 32 N
Selain menahan beban dari gaya geser, ​spar juga menahan beban torsi akibat momen
aerodinamika yang terjadi pada sayap. Nilai ​shear flow akibat torsi dinyatakan dengan
persamaan berikut [Howe, 2004],
T
QT = 2wh

Lalu, ​shear flow​ akibat gaya geser dapat dihitung dengan


QV = V /hef f ective

Sehingga besar ​shear flow y​ ang bekerja pada ​front spar ​dan ​rear spar dapat
dinyatakan sebagai berikut
Qw = QV + 2xQT /w
substitusi masing-masing besaran yang telah diperoleh untuk perhitungan ​shear flow
akibat torsi dan gaya geser, sehingga diperoleh
Qw,f ront spar = 40509, 87 N /m

Qw,rear spar = 40509, 87 N /m

Dimensi ketebalan web ​spar ​dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
Qw
tspar = σs

Menurut Howe (2004), di mana Qw adalah harga net ​shear flow dan σ s merupakan
setengah harga dari tegangan tarik ​ultimate​. Maka tebal ​web spar ​pada desain awal adalah
0,2 mm.
Berdasarkan referensi Sedaghati (2004), maka ketebalan ribs dapat dihitung dengan
persamaan berikut

Dengan v merupakan ​Poisson ratio,​ E merupakan modulus elastis material, h


merupakan tinggi ​ribs​, dan C merupakan konstanta yang harus dipilih sesuai dengan

32
grafik pada gambar 3.3.1. Dengan nilai a/b adalah 5.33 dengan semua sisi dijepit, maka
nilai C nya adalah 10,75. Selain itu, nilai q max dapat dihitung dengan persamaan di
berikut
V max 28927,61751
q max = 2h
= 2×0,31008
= 46742, 1593 N /m

Dari semua data yang telah didapatkan, maka ​tebal​ ​ribs yang didapat adalah 1,8
mm.

BAB IV
STRESS CHECKING
4.1 Kriteria Kegagalan Material
4.1.1 Analisis kegagalan material pada sayap
Akibat dari beban aerodinamis dan beban lainnya yang bekerja pada sayap, maka sayap
akan merasakan beban tersebut dan beban internal yang dirasakan pada sayap telah dihitung
pada Subbab 2. Beban gaya angkat sayap akan menimbulkan beban bending pada sayap,
yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
My
σx = I

Maka didapatlah perhitungan bending di sepanjang sisi atas sayap dengan asumsi ​wing
box s​ imetris sehingga beban bending pada bagian atas dan bawah ​wing box ​akan sama.
Dengan Hasil perhitungan beban bending dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1.1 Perhitungan​ bending stress​ pada sisi atas sayap

33
Selain tegangan ​bending,​ beban yang diberikan juga memberikan beban geser yang
nilainya dapat dihitung dengan beberapa persamaan berikut
V .A.y
q ′i = q ′i−1 − I
V
qt = 2A
n
(−V .d.x)− ∑ q ′.y.b
i=1
qo = 2.A
q ′i +q t +q o
τ xy = t

Dimana t merupakan tebal efektif hasil dari perhitungan desain awal. Dari ketiga
persamaan di atas maka besar dari tegangan geser akibat beban yang diberikan pada sayap
khususnya pada bagian ​skin dan ​stringer dapat diketahui. Hasil perhitungan dapat dilihat di
tabel berikut
Tabel 4.1.2 Perhitungan ​shear stress​ pada sisi atas sayap

34
Tabel diatas berurut sesuai dengan station yang sama pada tabel sebelumnya.
Dari kedua perhitungan tegangan diatas, maka kriteria kegagalan dapat diketahui.
Material yang digunakan adalah Al 7075 T6 yang dikategorikan sebagai material metal dan
isentropik. Maka kriteria kegagalan yang digunakan adalah ​Von Mises Failure Criterion
dengan persamaan seperti berikut.

σ von mises =
√σ 1
2 + σ 22 − σ 1 σ 2

dimana σ 1 dan σ 2 dapat dihitung dengan persamaan


σ 1 = σ avg + J
σ 2 = σ avg − J
Dimana σ avg merupakan tegangan bending rata-rata dan J dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini.

J=
√σ x
2 + τ xy 2

Sehingga didapatkan hasil seperti berikut ini dengan nilai ​Margin of Safety ​seperti
berikut.

Tabel 4.1.3 Perhitungan kriteria kegagalan struktur berdasarkan ​initial sizing

35
Dari nilai ​Margin of Safety y​ ang didapat, diketahui bahwa tidak ada yang berada
dibawah 0 atau semuanya berada kondisi yang aman dari kegagalan. Walaupun demikian,
belum tentu struktur ini tidak gagal karena masih ada kemungkinan gagal saat ​buckling.

36
4.1.2 Analisis Kegagalan Material Pada ​Fuselage
4.1.2.1 ​Flexural bending stress
Fuselage pada pesawat terdiri dari ​skin dan ​longeron yang tersusun sedemikian rupa
sehingga strukturnya saling bekerja sama menerima beban pada ​fuselage​ tersebut.

Gambar 4.1.1 Struktur ​skin​ dan ​longeron​ pada ​fuselage


Struktur ​fuselage juga akan menerima momen lentur karena terbebani dengan
berbagai beban struktur dan beban tambahan lain seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Momen lentur tersebut akan mengakibatkan tegangan normal pada bagian
longeron​.
Tegangan normal pada ​stringer akibat momen lentur dapat diketahui dengan
persamaan

Tegangan normal yang muncul hanya diakibatkan oleh momen lentur arah y yang
diakibatkan oleh gaya berat struktur ​fuselage dan gaya berat lain yang bekerja bertumpu

37
pada ​fuselage​. Karena bentuk ​fuselage ini simetris terhadap sumbu y, maka nilai I​yz =
​ 0,
sehingga kita akan mendapatkan persamaan

Untuk mencari I​yy​, digunakan asumsi formula matematis sebagai berikut.


Dari persamaan-persamaan di atas beserta nilai dari momen inersia pada Tabel 4.1.4,
maka kita bisa dapatkan nilai ​bending stress pada setiap ​longeron​. Perhitungan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.1.4,

Tabel 4.1.4 ​Bending stress​ pada setiap ​longeron

38
4.2.3 Flexural Shear Stress

39
Struktur fuselage juga akan menerima gaya geser dikarenakan adanya pembebanan ke arah
bawah oleh komponen-komponen yang bersambung dengan tabung fuselage. Gaya geser
tersebut akan menimbulkan shear flow pada skin dan juga longeron.

Disini kita akan menggunakan metode cross section untuk menghitung shear flow pada
fuselage tersebut. Kita akan menggunakan prinsip superposisi open section dengan satu nilai
shear flow yang konstan sepanjang skin. Disini, kita akan melakukan pemotongan pada
bagian kanan bawah untuk metode open section dan mengasumsikan kalau arah shear
flownya berlawanan arah jarum jam.

Gambar XX Metode Penghitungan Shear Flow Fuselage


Perhitungan shear flow dimulai dari section yang dipotong kemudian mengikuti arah lawan
jarum jam. Shear flow dapat dihitung menggunakan

Kemudian nilai konstan shear flow, dapat dihitung menggunakan prinsip kesetimbangan pada
fuselage, yaitu

dimana,

40
Berdasarkan persamaan diatas, bisa didapatkan flexural shear stress yang terjadi pada setiap
longeron. Perhitungan flexural skin ada pada tabel dibawah.

41
Tabel XX

42
4.2.4 Pressurization
Dengan adanya perbedaan tekanan antara tekanan dalam kabin dan tekanan luar kabin ketika
pesawat tersebut terbang, maka udara di dalam kabin akan menimbulkan beban yang berupa
tekanan dari dalam kabin ke arah luar kabin. Jenis beban ini disebut sebagai pressurization
load. Stress karena pressurization load dibedakan menjadi dua menurut arah kerjanya, yaitu
circumferential load dan longitudinal load.

Tekanan pada luar kabin dapat dihitung menggunakan


Dimana,
,, = variable pada sea level
= ketinggian pesawat
= tekanan udara pada ketinggian h

Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan diatas, maka pesawat sedang terbang


dengan tekanan udara luar sebesar

Tegangan ke arah hoop yang bekerja pada fuselage dapat dihitung menggunakan persamaan
dimana,
= tegangan pada fuselage pada arah hoop
= perbedaan tekanan antara dalam dan luar kabin
= jari-jari fuselage
= tebal skin fuselage

Tegangan dalam arah longitudinal dapat dihitung menggunakan formula berikut.

Dengan menggunakan kedua persamaan diatas, maka nilai dan adalah 4.69 x 10​7 Pa dan
2.34 x 10​7 ​Pa.

43
4.2.5 Stress State of Combined Stress

Dari nilai-nilai momen lentur dan gaya geser yang telah diketahui dari perhitungan
sebelumnya, maka kita juga perlu membuat stress state dari kombinasi gaya-gaya tersebut.
Dengan meninjau state pada bidang xy, maka kita akan mendapatkan stress state seperti
gambar dibawah

Gambar XX Stress State dari Kombinasi Stress

dimana,
= -
=
= shear stress

Dari analisis stress state diatas, kita akan menentukan nilai maksimum principal stress

4.2.6 Maximum Principal Stress


Principal stress adalah stress state saat nilai . Dengan menggunakan lingkaran Mohr, kita
dapat menghitungnya menggunakan persamaan
Dengan menggunakan ketiga persamaan diatas, kita akan mendapatkan nilai kedua principal
stress dan juga state stress. Nilai-nilai stress tersebut untuk setiap longeron akan ditampilkan
pada tabel dibawa

Tabel XX

4.2.7 Margin of Safety


Untuk memeriksa apakah struktur yang kita desain sudah bisa dikatakan aman, maka kita
perlu menentukan margin of safety dari kegagalan material. Disini kita akan menggunakan
kriteria Von Misses untuk material ductile dengan nilai yield stress yang diguanakan sebagai
pembandingnya dan Compression Buckling untuk normal stress yang bersifat kompresi.
Persamaan tegangan Von Misses adalah sebagai berikut.

44
dimana,
= stress pada sumbu x
= stress pada sumbu y
= stress pada sumbu z
= shear stress pada sumbu xy
= shear stress pada sumbu yz
= shear stress pada sumbu xz

Karena shear stress yang kita tinjau hanya bekerja pada sumbu xy, maka persamaan tegangan
Von Misses dapat disederhanakan menjadi

Nilai margin of safety dapat diketahui dengan persamaan berikut

Berdasarkan persamaan-persamaan diatas, kita dapat menentukan tegangan Von Misses dan
margin of safety dari komponen fuselage. Dengan asumsi awal bahwa material skin kita
terbuat dari Al 2024-T3 yang memiliki nilai yield stress sebesar 331 MPa, maka kita dapat
melakukan penghitungan margin of safety untuk setiap longeron.

Table XX

4.1.3 Analisis Kegagalan Material Pada ​Tail


Akibat dari beban aerodinamis dan beban lainnya yang bekerja pada ​horizontal tail,​
maka ​horizontal tail akan merasakan beban tersebut dan beban internal yang dirasakan pada

45
sayap telah dihitung pada Subbab 2. Beban gaya angkat sayap akan menimbulkan beban
bending pada sayap, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
My
σx = I

Dengan menggunakan persamaan tersebut, didapatlah perhitungan bending di sepanjang


sisi atas sayap dengan asumsi ​tailbox s​ imetris, sehingga beban bending pada bagian atas dan
bawah ​tailbox ​bernilai sama, sebagai berikut.
80368,16956×0,15504
σx = 0,000152338

σ x = 81793873, 45 P a
Nilai beban bending tersebut lalu dibandingkan dengan tegangan luluh (​yield strength​),
untuk mendapatkan nilai ​margin of safety,​ dengan menggunakan persamaan
σy
M oS = σx
−1

sehingga didapatkan nilai ​margin of safety sebesar 3,2179. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa material yang digunakan aman, karena nilai ​margin of safety lebih dari 0. Nilai
tersebut juga menunjukkan bahwa material yang digunakan terlampau kuat apabila hanya
digunakan untuk pembebanan ​bending​ saja, karena nilainya lebih dari 2.

4.2 Kriteria ​Buckling


4.2.1 Analisis ​local buckling compression
4.2.1.1 Analisis ​local buckling compression​ pada sayap
Struktur sayap mengalami ​bending moment yang akan mengakibatkan munculnya
bending stress pada sayap. ​Bending stress yang bersifat menekan akan memungkin
terjadinya ​buckling akibat ​instability structure.​ Kekuatan ​buckling strength sangat
bergantung pada beberapa parameter seperti modulus elastisitas, geometri, dan ​boundary
condition dari struktur. Pada sayap bagian yang dominan terjadinya kompresi atau tertekan
adalah bagian atas. Sehingga bagian atas perlu dicek apakah desain serta materialnya
mumpuni dalam menanggung beban tersebut.
Local Buckling Strength yang dihitung merupakan ​critical stress terjadinya ​buckling
untuk ​stiffened panel​. Penghitungan ​local buckling ini dapat menggunakan penghitungan
local buckling setiap komponen (tebal ​skin​, ​web stringer,​ dan ​flange stringer)​ . Dari sekian
banyak tipe ​boundary condition ​yang dapat bekerja pada suatu struktur ​stiffened panel,​

46
pada ​skin diasumsikan memiliki 4 ​simply support s​ ebagai representasi sebuah ​skin yang
semua sisinya terhubung ke​ rib d​ an​ spar ​sehingga nilai k = 4.

4π 2 E t
σ skin = ( sk )2
12(1−υ 2 ) b

dengan E adalah modulus elastisitas, tsk adalah tebal ​skin, b​ adalah s​pacing ​stringer.​ dan
υ adalah ​poisson ratio,​ begitu juga pada pada ​local buckling untuk ​web stringer yang
diasumsikan diasumsikan memiliki 4 ​simply support s​ ehingga nila k = 4.
4π 2 E t 2
σ web = ( st )
12(1−υ 2 ) hst

dimana tst tebal ​stringer ​dan hst adalah tinggi ​web stringer.​
Buckling Stress pada ​flange d​ apat diasumsikan menggunakan 3 ​simply support dan
1 ​free boundary condition ​sehingga nilai k = 0.43, maka besar nilai σ f lange dapat didekati

dengan persamaan berikut


t
σ f lange = 4π 2 E
( st )2
12(1−υ 2 ) hst

Semua persamaan didapatkan dari referensi buku yang ditulis oleh Megson.
Sehingga didapatlah tegangan buckling pada ​skin,​ ​web stringer,​ dan ​flange stringer seperti
tabel berikut.
Tabel 4.2.4 Hasil perhitungan ​Buckling Stress ​secara analitik dari referensi Megson

47
Sehingga untuk menghitung ​local buckling stress d​ apat digunakan tebal efektif yang
telah dihitung pada bagian sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada ​local buckling stress
inersianya bernilai sama dengan inersia efektif dari desain geometri awal. Maka nilai ​local
buckling stress-​nya adalah
2 2
σ ef ektif = 4π 2 E
12(1−v 2 ) ( )
tef f
b
= 4π 2 (71700)
12(1−0.332 ) ( )
tef f
b

Selain itu, perhitungan ​local buckling stress untuk ​stiffened panel juga dapat
dilakukan menggunakan metode ESDU, dengan terlebih dahulu menghitung (f b )e
t 2
(f b )e = 0.91
(1−v 2 )
KE ()b

Sebelum menghitung nilai tersebut, nilai K pada persamaan di atas perlu dicari
h
menggunakan tabel pada ESDU. Nilai b
dari susunan struktur sayap pesawat ini adalah
tst
0.555 dan nilai t
adalah 0.534 atau bisa dibulatkan menjadi 0.54, maka besar nilai K untuk
geometri struktur sayap untuk analisis ​buckling stress ini adalah 3.8 sesuai dengan gambar
berikut ini.

48
Gambar 4.2.1 Kurva penentuan nilai K untuk buckling stress pada ​stiffened panel
Sehingga nilai rata-rata ​elastic compressive stress ​atau ​(fb)e a​ dalah ​80.05 MPa.
Untuk menentukan nilai tegangan kompresi akibat buckling, perlu mencari tahu nilai η
(f b )e
dengan menentukan nilai fn
= 0.192 (nilai f n dapat diketahui dari ESDU 76016) dan

nilai m = 14.2, maka dengan nilai tersebut maka dapat diketahui nilai koreksi plasticity
reduction ( η ) yang nilainya adalah 1 berdasarkan gambar berikut.

49
Gambar 4.2.2 Kurva penentuan nilai η untuk buckling stress pada ​stiffened panel

Karena nilai koreksi 1, maka besar tegangan kompresi akibat ​buckling (fc) sama
dengan besar (fb)e yaitu ​80.05 MPa. ​Sehingga berdasarkan hasil perhitungan analitik dan
ESDU dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2.5 Perbandingan nilai ​Buckling Stress​ dengan beberapa metode

Nilai ​margin of safety b​ erdasarkan pengukuran menggunakan susunan dan geometri


initial sizing ​masih berada dibawah 0. ​Berarti struktur ini mengalami kegagalan
sehingga perlu dilakukan modifikasi pada susunan ataupun geometri komponen
struktur.
4.2.1.2 Analisis lokal buckling compression pada ​fuselage
4.2.1.3 Analisis lokal buckling compression pada ​tail
Sama seperti sayap, struktur ​horizontal tail ​mengalami ​bending moment yang akan
mengakibatkan munculnya ​bending stress pada sayap, yang bersifat menekan dan sangat
memungkinkan terjadinya ​buckling.​ ​Local buckling strength yang dihitung merupakan
critical stress terjadinya ​buckling untuk ​stiffened panel.​ Perhitungan ​local buckling ini
dapat menggunakan perhitungan ​local buckling setiap komponen (tebal ​skin,​ ​web stringer,​
dan ​flange stringer​). Dari sekian banyak tipe ​boundary condition y​ ang dapat bekerja pada
suatu struktur ​stiffened panel,​ pada ​skin d​ iasumsikan memiliki 4 ​simply support s​ ebagai
representasi sebuah ​skin​ yang semua sisinya terhubung ke​ rib d​ an​ spar s​ ehingga nilai k = 4.
4π 2 E t
σ skin = ( sk )2
12(1−υ 2 ) b

Local buckling untuk ​web stringer juga diasumsikan memiliki 4 ​simply support,​ s​ ehingga
nilai k = 4.
4π 2 E t 2
σ web = ( st )
12(1−υ 2 ) hst

50
Buckling stress pada ​flange ​dapat diasumsikan menggunakan 3 ​simply support dan 1
free boundary condition​, ​sehingga nilai k = 0.43. Besar nilai σ f lange dapat didekati dengan

persamaan berikut
0.43π 2 E tst 2
σ f lange = ( )
12(1−υ 2 ) wst

Persamaan didapatkan dari referensi buku yang ditulis oleh Megson. Didapatkan
tegangan buckling pada ​skin,​ ​web stringer,​ dan ​flange stringer​ sebagai berikut.
Tabel 4.2.4 Hasil perhitungan ​Buckling Stress ​secara analitik dari referensi Megson

Skin Web Flange

5194456,495 Pa 168674503,8 Pa 22296189,17 Pa


Sehingga untuk menghitung ​local buckling stress d​ apat digunakan tebal efektif yang
telah dihitung pada bagian sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada ​local buckling stress
inersianya bernilai sama dengan inersia efektif dari desain geometri awal. Maka nilai ​local
buckling stress-​nya adalah
2
σ ef ektif = 4π 2 E
12(1−v 2 ) ( )
tef f
b

Perhitungan ​local buckling stress untuk ​stiffened panel juga dapat dilakukan
menggunakan metode ESDU, dengan terlebih dahulu menghitung (f b )e
t 2
(f b )e = 0.91
(1−v 2 )
KE ()
b

Sebelum menghitung nilai tersebut, nilai K pada persamaan di atas perlu dicari
h
menggunakan tabel pada ESDU. Nilai b
dari susunan struktur sayap pesawat ini adalah
tst
0,1836 dan nilai t
adalah 1,046, maka besar nilai K untuk geometri struktur sayap untuk
analisis ​buckling stress​ ini adalah 5,05, sesuai dengan gambar 4.2.1.
Nilai rata-rata ​elastic compressive stress ​atau ​(fb)e y​ ang didapatkan adalah ​7,256
MPa. Untuk menentukan nilai tegangan kompresi akibat buckling, perlu mencari tahu nilai
(f b )e
η dengan menentukan nilai fn
= 0, 03 (nilai f n dapat diketahui dari ESDU 76016 sebesar

224 MPa) dan nilai m =11,9. Dengan nilai tersebut, dapat diketahui nilai koreksi ​plasticity
reduction​ ( η ) yang nilainya adalah 1 berdasarkan gambar 4.2.2.
Karena nilai koreksi 1, maka besar tegangan kompresi akibat ​buckling (fc) sama
dengan besar (fb)e yaitu ​7,256 MPa. ​Berdasarkan hasil perhitungan analitik dan ESDU,
didapatkan nilai ​margin of safety

51
fc
M oS = σx
− 1 = − 0, 9113

Nilai ​margin of safety y​ ang didapatkan kurang dari 0. ​Hal tersebut menunjukkan
bahwa struktur ini mengalami kegagalan, sehingga perlu dilakukan modifikasi pada
susunan ataupun geometri komponen struktur.

4.2.2 Analisis​ local shear buckling


4.2.2.1 Analisis ​local shear buckling​ pada sayap
Selain menerima beban tekan, struktur ​stiffened panel juga menerima beban ​shear
yang juga dapat mengakibatkan ​local buckling​. Akan tetapi, ​shear buckling stress ini akan
terjadi pada ​skin, maka akan dihitung ​shear buckling stress ​pada ​skin.​ ​Shear buckling stress
pada ​skin dapat diasumsikan sebagai pelat dan dapat didekati dengan persamaan analitik
berikut.

cr = kπ 2 E
( t )2
12(1−υ 2 ) b

dengan k adalah koefisien yang bergantung pada dimensi pelat, t adalah tebal ​skin dan b
adalah ​spacing stringer​. Dimensi yang dimaksud adalah panjang terhadap lebar pelat, maka
nilainya mendekati tak hingga dimana stabilitasnya paling baik.
Tabel 4.2.6 Data nilai k terhadap dimensi pelat

sehingga dipilih nilai k = 5.35. Pada bagian kali ini yang dianalisis cukup pada pangkal
sayap yang terhubung ke ​fuselage​, dengan menggunakan persamaan yang telah dijelaskan
sebelumnya maka besar tegangan kritis bucklingnya menjadi ​100.91 MPa.
Metode lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
menggunakan ESDU, yaitu
2
q be = 0.91
1−v 2 ( )
KE bt

dimana t adalah tebal ​skin,​ b adalah ​spacing stringer,​ dan K adalah koefisien yang
bergantung pada geometri ​stiffened panel.​ Untuk menentukan nilai K, sangatlah perlu
b
memperhatikan nilai perbandingan a
serta tipe dari tumpuan yang digunakan pada struktur
ini. Dengan asumsi tumpuan yang digunakan ​fix ​disetiap sisinya, maka nilai K dapat
ditentukan melalui gambar berikut.

52
Gambar 4.2.3 Kurva penentuan nilai K untuk ​shear buckling stress​ pada pelat
Mengacu pada gambar diatas, maka dipilihlah nilai K = 8.3. Dengan menggunakan
persamaan ESDU yang telah dijelaskan sebelumnya maka ​besar nilai q be adalah ​174.85
MPa. ​Setelah mendapatkan nilai ini maka kita perlu menentukan nilai q b yang dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut
q b = η q be
dimana η merupakan faktor koreksi plastisitas. Nilai η ditentukan dengan kurva berikut.

53
Gambar 4.2.4 Kurva penentuan nilai η untuk ​shear buckling stress​ pada pelat

q be
dengan besar nilai fn
= 0.42 serta berdasarkan ESDU 76016 besar m adalah 14.2 untuk

jenis material yang digunakan pada skin ini. Sehingga besar η yang dipilih adalah 0.95,
maka besar q b menjadi ​166.107 MPa.
Tabel 4.2.7 Perbandingan nilai Shear Buckling Stress dengan beberapa metode

Dari hasil perhitungan di atas, diketahui nilai ​Margin of safety ​untuk geometri dan
material yang dipilih dan hitung diawal telah aman sehingga tidak mengalami kegagalan
ketika menerima beban ​shear buckling stress.​
4.2.2.2 Analisis ​shear local buckling​ pada ​fuselage
4.2.2.3 Analisis ​shear local buckling​ pada ​tail
Selain menerima beban tekan, struktur ​stiffened panel juga menerima beban ​shear
yang juga dapat mengakibatkan ​local buckling​. Akan tetapi, ​shear buckling stress ini akan
terjadi pada ​skin, sehingga ​shear buckling stress ​akan dihitung pada ​skin​. ​Shear buckling
stress pada ​skin dapat diasumsikan sebagai pelat dan dapat didekati dengan persamaan
analitik berikut.

cr = kπ 2 E
( t )2
12(1−υ 2 ) b

Nilai k didapatkan dari tabel 4.2.6, yaitu k = 6,76. Pada bagian kali ini yang dianalisis
cukup pada pangkal sayap yang terhubung ke ​vertical tail.​ Dengan menggunakan
persamaan yang telah dijelaskan sebelumnya maka besar tegangan kritis ​buckling-​ nya
menjadi ​11,116 MPa.
Metode lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
menggunakan ESDU, yaitu
2
q be = 0.91
1−v 2 ( )
KE bt

Dari gambar 4.2.3, didapatkan nilai K = 6. Dengan menggunakan persamaan ESDU yang
telah dijelaskan sebelumnya maka ​besar nilai q be adalah ​10,91 MPa. ​Setelah

54
mendapatkan nilai ini maka kita perlu menentukan nilai q b yang dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut
q b = η q be
Nilai η yang didapatkan dengan menggunakan gambar 4.2.4 adalah 1, sehingga besar q b
adalah ​10,91 MPa.​ Berdasarkan hasil perhitungan analitik dan ESDU, didapatkan nilai
margin of safety
fc
M oS = σx
− 1 = − 0, 87

Dari hasil perhitungan di atas, diketahui nilai ​margin of safety u​ ntuk geometri dan
material yang dipilih dan dihitung di awal masih menyebabkan kegagalan ketika menerima
beban ​shear buckling stress.​

4.3 Iterasi Susunan Struktur dan Geometri Desain


4.3.1 Iterasi susunan struktur dan geometri desain sayap
Pada bagian sebelumnya masih terdapat beberapa kegagalan dari susunan dan geometri
awal desain. Sehingga diperlukan iterasi agar didapatkan desain yang optimum dan
memenuhi kriteria yang diinginkan. Setelah melakukan beberapa kali iterasi, maka didapatlah
hasil iterasi terakhir yang ditunjukkan oleh tabel berikut.

Gambar 4.3.1 Hasil iterasi terakhir ​stress checking ​pada sayap

55
Dari hasil iterasi yang dilakukan maka didapatlah ​jumlah ​stringer yang digunakan
sebanyak 21 buah, tebal ​skin adalah 4.3 mm, ​web stringer adalah 8.4 cm, ​flange stringer
adalah 3.3 cm, dan tebal ​stringer​ 2.3 mm.

Gambar 4.3.2 Hasil iterasi terakhir buckling stress checking pada sayap

56
Gambar 4.3.3 Hasil iterasi terakhir shear buckling stress checking pada sayap

Dari kedua data diatas dapat dilihat bahwa semua berstatus aman atau ​Margin of
Safety-n​ ya lebih besar dari 0. Dengan spesifikasi j​umlah ribs yang digunakan sebanyak 16
buah, tebal ribs adalah 7.5 mm, dan tebal ​spar​ 1.1 mm.
Pada perhitungan iterasi terakhir pada ​shear buckling stress,​ nilai ​Margin of Safety-n​ ya
lebih besar dari 2. Hal ini menunjukkan sebenarnya desain ini masih termasuk ​overstrength
dan seharusnya masih bisa dioptimalkan lagi. Sebenarnya untuk mendapatkan hasil yang
lebih optimum dapat dilakukan dengan menurunkan tinggi dan memperpendek panjang ​wing
box, n​ amun hal ini bisa mengakibatkan penurunan fungsi atau performa dari aspek
aerodinamis, serta pengurangan volume tangki bahan bakar yang dapat mengakibatkan
penurunan performa terbang pesawat dengan berkurangnya jarak tempuh. Maka dengan
asumsi aspek lainnya tidak dapat diganggu gugat,maka iterasi terakhir dapat dikatakan sudah
cukup optimal untuk desain yang dibuat.
4.3.2 Iterasi susunan struktur dan geometri desain ​fuselage
4.3.3 Iterasi susunan struktur dan geometri desain ​tail
Pada bagian sebelumnya, masih terdapat beberapa kegagalan dari susunan dan geometri
apabila digunakan desain awal. Oleh karena itu, diperlukan adanya iterasi agar didapatkan
desain yang optimum dan memenuhi kriteria yang diinginkan. Iterasi dilakukan
menggunakan fitur ​Solver​ pada ​Microsoft Excel,​ dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
● Variabel yang diubah-ubah adalah jumlah ​ribs,​ jumlah ​stringer,​ dan konfigurasi
ukuran dari ​stringer
● Ukuran dari ​stringer tidak lagi mengikuti referensi sebelumnya, yaitu buku ​Aircraft
Loading and Structural Layout
● Jumlah ​ribs d​ an ​stringer yang digunakan lebih banyak daripada desain awal, namun
lebih sedikit daripada jumlah ​ribs​ dan ​stringer​ pada sayap
● Targetnya adalah membuat ​margin of safety​ dari ​local buckling stress​ lebih dari 0
● Perbandingan panjang ​flange d​ an panjang ​web​ dari ​stringer​ adalah 0,5

57
Dari hasil iterasi yang dilakukan, didapatkan ​jumlah ​ribs sebanyak 12 buah, jumlah
stringer sebanyak 19 buah, tebal ​skin 1,4 mm, ​web stringer adalah 2,9 cm, ​flange stringer
adalah 5,79 cm, dan tebal ​stringer 1,8 mm​. Nilai ​margin of safety dari konfigurasi tersebut
adalah
● Material : 3,377
● Ribs ​: 3,44
● Local buckling​ : 0,0315
● Shear buckling :​ 0,0555
Nilai-nilai ​margin of safety ​tersebut menunjukkan bahwa struktur aman untuk
digunakan. Namun, apabila dilihat pada kekuatan material dan ​ribs​, desain ini masih
tergolong ke dalam desain yang ​overstrength​. Iterasi juga dapat dilakukan dengan
menurunkan tinggi dan memperpendek panjang ​tailbox, ​namun hal ini bisa mengakibatkan
penurunan fungsi atau performa dari aspek aerodinamis dan kontrol atau stabilitas. Maka
dengan asumsi aspek lainnya tidak dapat diubah-ubah, maka iterasi terakhir dapat dikatakan
sudah cukup optimal untuk desain yang dibuat.
Iterasi untuk ​spar tidak dilakukan karena keterbatasan informasi tentang cara
perhitungan dan iterasi dari ​spar​.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan ​buckling stress analysis pada sayap dengan geometri hasil ​initial
​ aka diketahui bahwa struktur akan gagal karena ​buckling stress. ​Sehingga diperlukan
sizing m
iterasi dalam geometri dan susunan dari komponen struktur. Berikut perbedaan geometri
komponen struktur pada sayap.
Tabel 5.1.1 Perbandingan tebal awal dan akhir komponen struktur

58
Tabel 5.1.2 Perbandingan geometri ​stringer

Tebal ​spar dan ​ribs tidak berubah dari ​initial sizing karena metode yang digunakan untuk
mengecek tegangan kompresi dan geser diperuntukkan spesifik untuk ​skin​ dan ​stringer​.
Struktur final fuselage
Setelah melakukan ​buckling stress analysis pada ​horizontal tail ​dengan geometri hasil
initial sizing​, ​dapat disimpulkan bahwa, walaupun struktur yang digunakan cukup kuat untuk
menahan beban akibat ​bending,​ hal tersebut tidak menjamin struktur akan kuat menahan
beban ​buckling.​ Penambahan ​stringer dilakukan untuk menambah kekuatan ​skin horizontal
tail d​ alam menahan beban ​buckling,​ serta penambahan ​ribs dilakukan untuk memperpendek
local length agar ​skin ​tidak mudah terjadi ​buckle​. Berikut perbedaan geometri komponen
struktur pada sayap.
Tabel 5.1.3 Perbandingan tebal awal dan akhir komponen struktur pada ​horizontal tail

Jenis Komponen Tebal Awal Tebal Akhir

Skin 1,1 mm 1,4 mm

Stringer 1,1 mm 1,78 mm

Ribs 1,8 mm 2,7 mm

Tabel 5.1.4 Perbandingan geometri ​stringer

Bagian Geometri Awal Geometri Akhir

Web 4,45 cm 5,79 cm

Flange 4,01 cm 2,9 cm

Tebal ​spar tidak berubah dari ​initial sizing karena metode yang digunakan untuk mengecek
tegangan kompresi dan geser diperuntukkan spesifik untuk ​skin​ dan ​stringer.​

59
5.2 Saran
Untuk kesempurnaan dan tercapainya tujuan dari pembuatan laporan analisis untuk Mata
Kuliah Perancangan Struktur Ringan ini, penulis merekomendasikan beberapa saran
diantaranya:
1. Mengadakan iterasi lanjutan untuk kegagalan material lain yang berkaitan dengan
komponen ​spar dan ​ribs pada sayap sehingga ukuran geometri komponen tersebut
dapat menyesuaikan dengan beban yang diterima masing-masing komponen.
2. Agar mendapatkan hasil yang lebih akurat, asumsi seperti distribusi gaya angkatnya
tidak merata melainkan dihitung dengan metode lainnya, seperti ​Schrenk’s Method​.
3. Analisis lanjutan dapat dilakukan untuk menganalisis struktur pada ​vertical tail

Daftar Pustaka
(1) Megson, T. H. G. 2010. ​An Introduction to Aircraft Structural Analysis. Elsevier Ltd,
United States of America
​ rofessional
(2) Howe, Denis. 2004. ​Aircraft Loading and Structural Layout. P
Engineering Publishing, London and Bury St. Edmunds, UK.
(3) Sun, C. T. 1998. ​Mechanics of Aircraft.​ John Willey & Sons, Inc, Canada.

60
(4) Sedaghati, Ramin. 2006. ​Wing Ribs Stress Analysis and Design Optimization.​ Quebec
: Concordia University.
(5) ESDU 78020
(6) ESDU 71014
(7) ESDU 71016
(8) Widagdo, Djarot. Syamsudin, Hendri. 2020. ​Lightweight Structures Design Design
Criteria & Initial Sizing . ​Institut Teknologi Bandung
(9) Adnel, Christopher .et.al. 2019. ​FINAL REPORT AIRCRAFT DESIGN AE4040 NX
214 - BUSINESS JET - DRO 1904. ​Bandung : Institut Teknologi Bandung.
(10) http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=MA2024T3
diakses pada 13 Maret 2020.
(11) http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=MA7075O diakses
pada 13 Maret 2020

61

You might also like