Professional Documents
Culture Documents
PSR Ii
PSR Ii
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah melakukan load analysis, initial sizing, dan
stress checking pada setiap bagian pesawat (fuselage, wing, dan tail). Analisis ini mencakup:
1. Load analysis untuk pesawat dalam kondisi load factor bernilai minimum dan
maksimum berdasarkan regulasi kelaikudaraan.
2. Distribusi beban inersia (inertial load) untuk pesawat dalam kondisi load factor
bernilai minimum dan maksimum.
3. Distribusi beban aerodinamik (aerodynamic load) untuk pesawat dalam kondisi load
factor bernilai minimum dan maksimum.
4. Distribusi gaya dalam (internal force) untuk pesawat dalam kondisi load factor
bernilai minimum dan maksimum.
1.2 Regulasi
Selama melakukan perhitungan dan analisis terhadap struktur untuk bagian pesawat pada
laporan ini menggunakan peraturan yang tercantum pada FAR part 25 (Airworthiness
Standards: Transport Category Airplanes) subpart C, yang spesifik membahas struktur dari
pesawat. Beberapa ketentuan pada FAR 25 yang digunakan pada laporan ini adalah
● FAR §25.301 Loads.
a) Strength requirements are specified in terms of limit loads (the maximum
loads to be expected in service) and ultimate loads (limit loads multiplied by
prescribed factors of safety). Unless otherwise provided, prescribed loads are
limit loads.
b) Unless otherwise provided, the specified air, ground, and water loads must be
placed in equilibrium with inertia forces, considering each item of mass in the
airplane. These loads must be distributed to conservatively approximate or
closely represent actual conditions. Methods used to determine load intensities
and distribution must be validated by flight load measurement unless the
methods used for determining those loading conditions are shown to be
reliable.
c) If deflections under load would significantly change the distribution of
external or internal loads, this redistribution must be taken into account.
● FAR §25.303 Factor of safety
Unless otherwise specified, a factor of safety of 1.5 must be applied to the prescribed
limit load which are considered external loads on the structure. When a loading condition is
prescribed in terms of ultimate loads, a factor of safety need not be applied unless otherwise
specified.
● FAR §25.305 Strength and deformation
a) The structure must be able to support limit loads without detrimental
permanent deformation. At any load up to limit loads, the deformation may
not interfere with safe operation.
b) The structure must be able to support ultimate loads without failure for at least
3 seconds. However, when proof of strength is shown by dynamic tests
simulating actual load conditions, the 3-second limit does not apply. Static
tests conducted to ultimate load must include the ultimate deflections and
ultimate deformation induced by the loading. When analytical methods are
used to show compliance with the ultimate load strength requirements, it must
be shown that—
(1) The effects of deformation are not significant;
(2) The deformations involved are fully accounted for in the analysis; or
(3) The methods and assumptions used are sufficient to cover the effects
of these deformations.
c) Where structural flexibility is such that any rate of load application likely to
occur in the operating conditions might produce transient stresses appreciably
higher than those corresponding to static loads, the effects of this rate of
application must be considered.
d) [Reserved]
e) The airplane must be designed to withstand any vibration and buffeting that
might occur in any likely operating condition up to VD/MD, including stall
and probable inadvertent excursions beyond the boundaries of the buffet onset
envelope. This must be shown by analysis, flight tests, or other tests found
necessary by the Administrator.
1
f) Unless shown to be extremely improbable, the airplane must be designed to
withstand any forced structural vibration resulting from any failure,
malfunction or adverse condition in the flight control system. These must be
considered limit loads and must be investigated at airspeeds up to VC/MC.
● FAR §25.337 Limit Maneuvering Load Factors
a) Except where limited by maximum (static) lift coefficients, the airplane is
assumed to be subjected to symmetrical maneuvers resulting in the limit
maneuvering load factors prescribed in this section. Pitching velocities
appropriate to the corresponding pull-up and steady turn maneuvers must be
taken into account.
b) The positive limit maneuvering load factor n for any speed up to Vn may not
be less than 2.1+24,000/ ( W +10,000) except that n may not be less than 2.5
and need not be greater than 3.8—where W is the design maximum takeoff
weight.
c) The negative limit maneuvering load factor—
(1) May not be less than −1.0 at speeds up to V C; and
(2) Must vary linearly with speed from the value at V Cto zero at V D.
d) Maneuvering load factors lower than those specified in this section may be
used if the airplane has design features that make it impossible to exceed these
values in flight.
1.3 Asumsi
Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan dan analisis struktur pesawat pada
laporan ini adalah sebagai berikut:
Pada bagian wing,
1. Beban yang digunakan dalam menganalisis kekuatan struktur adalah beban saat
pesawat dalam kondisi dengan load factor (n) bernilai minimum dan maksimum.
2. Distribusi dari gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang sayap (dari root
hingga tip) .
Pada bagian fuselage,
3. Beban struktur fuselage diasumsikan terdistribusi merata
2
4. Beban payload dan engine yang bekerja sepanjang sumbu axial fuselage terdistribusi
secara merata.
5. Beban dari sayap, VTP, dan HTP bekerja sebagai beban terpusat.
6. Beban pressure bekerja secara merata di skin fuselage.
7. Beban aerodinamika diabaikan.
Pada bagian tail,
8. Beban yang digunakan dalam menganalisis kekuatan struktur adalah beban saat
pesawat dalam kondisi dengan load factor (n) bernilai maksimum. Load factor
minimum tidak dihitung karena nilai absolut dari load factor minimum lebih kecil
dari load factor maksimum dan bentuk airfoil pada tail adalah simetri, sehingga
beban pada beban pada permukaan atas dan bawah tail sama.
9. Gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang sayap (dari root hingga tip).
10.
dan beberapa asumsi lain yang digunakan akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian penjelasan
dan analisis dari laporan ini.
3
BAB II
ANALISIS BEBAN DESAIN SIMETRIS
= 2.341
dan untuk nilai load factor minimum
− nmin = − 1
Nilai limit load factor positif tidak berada di dalam rentang yang diperbolehkan dalam
FAR §25.337 ( Limit Maneuvering Load Factors) , yaitu antara 2,5 sampai 3.8. Oleh karena
itu, dalam perhitungan dan analisis pada laporan ini menggunakan nilai dari maximum load
factor
+ n max = 2.5
Nilai -1 diambil sebagai limit load factor n egatif sesuai dengan FAR §25.337 (Limit
Maneuvering Load Factors) . Kemudian untuk merekonstruksi fan diagram d ari pesawat
NX-214, diperlukan perhitungan untuk beberapa parameter, diantaranya:
a) Kecepatan cruise
Kecepatan cruise diperoleh dengan menggunakan data-data pesawat yang telah ada
dan persamaan
V c,T AS = M × a
= 241.9574 m/s
= 470.3276 KTAS
b) Kecepatan cruise ekivalen
Kemudian untuk mencari nilai kecepatan cruise ekivalen menggunakan persamaan
ρtrue
V c,EAS = V c,T AS ×
√ ρSea−Level
= 470.3276 ×
√ 0.129
1.225
= 152.6256 KEAS
4
c) Kecepatan dive
Menurut FAR §25.335 Design Airspeed, besar kecepatan dive adalah
VC
VD = 0.8
= 190.782 KEAS
d) Kecepatan manuver saat nilai maximum load factor
Besar kecepatan manuver saat nilai maximum load factor diperoleh dengan
menggunakan persamaan
√ √
2nmax mg 2(2.5)(382,400)
VA = ρSC Lmax
= (1.225)(88.875)(1.112)
= 127.303 m/s
f) Kecepatan stall
Untuk mencari kecepatan stall diperoleh dengan menggunakan nilai load factor sama
dengan satu. Maka besar kecepatan stall,
√ √
2mg 2(392,400)
V stall = ρSC Lmax
= 1.225(88.875)(1.112)
= 80.51 m/s
Setelah menghitung semua data yang diperlukan untuk diagram manuver, didapatkan data
yang ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Data diagram manuver
Diagram Manuver
Vc 470.3276 152.6256
Vd 190.782
5
V s (−) 156.495 50.784
2.2 Distribusi Beban Inersia saat Load Factor Maksimum dan Minimum
Distribusi beban inersia untuk masing-masing komponen saat load factor bernilai
maksimum dan minimum ditunjukkan sebagai berikut.
a) Wing
Beban inersia untuk wing meliputi berat struktur, landing gear dan fuel pesawat
dalam kondisi penuh. Distribusi beban inersia untuk wing u ntuk pada saat kondisi load
factor bernilai maksimum dan minimum adalah sebagai berikut.
Gambar 2.2.2 Distribusi berat landing gear sepanjang setengah span sayap
6
Gambar 2.2.3 Distribusi berat bahan bakar sepanjang setengah span sayap
b) Fuselage
Dengan mengasumsikan bahwa beban dari struktur fuselage, payload, dan engine
adalah beban distribusi merata, sedangkan beban dari nose landing gear, wing, HTP dan
VTP adalah beban titik, kita dapat membuat distribusi beban pada fuselage sebagai
berikut.
1) Engine yang dipakai untuk pesawat ini adalah engine Roll Royce BR725
dengan massa sebesar 1635 kg, maka distribusi beban engine,
(1635)(9.8)
W engine = (9−4.4)
= 3486.6 N /m
2) Payload maksimum yang dapat ditopang oleh pesawat ini berdasar DRO
sebesar 1700 kg. Dengan adanya tambahan kargo dan fuel reserve seberat
26924.67 kg maka distribusi beban payloadnya
(1700+26924.67)(9.8)
W payload = (28−(3.164+9.324))
= 18103 N /m
7
4) Untuk nose landing gear, kita asumsikan memiliki massa 268.127 kg,
sehingga
(268.127)(9.8)
W nose landing gear = (1)
= 2627.644 N
5) Berat wing beserta semua komponen yang menumpu pada wing (perhitungan
ada pada sub bab wing) sebesar
W wing = 50118 N
6) Berat HTP dan VTP (perhitungan ada pada sub bab HTP dan VTP) sebesar
W HT P dan V T P = 8643.8 N
Gambar distribusi berat untuk load factor, n =1,
Dari gambar diatas, kita bisa mendapatkan grafik distribusi berat untuk nilai load factor
maksimum dan load factor minimum
Distribusi beban ketika load factor maksimum, n = 2.5
8
Gambar 2.2.5 Distribusi beban pada fuselage
TP dan VTP)
c) Tail (H
Beban inersia untuk horizontal tail, meliputi berat dari struktur penyusunnya sendiri.
Distribusi beban inersia untuk horizontal tail p ada saat kondisi load factor bernilai
maksimum (n = 2.5), berturut-turut, sebagai berikut.
9
Gambar 2.2.7 Distribusi berat sepanjang span HTP
2.3 Distribusi Beban Aerodinamik saat Load Factor Maksimum dan Minimum
Perhitungan untuk memperoleh distribusi beban aerodinamik untuk masing-masing
komponen pesawat saat load factor b ernilai maksimum dan minimum adalah sebagai berikut,
a) Wing
Parameter yang diketahui:
- MTOW : 40575 kg
- Wing
o Apex X : 10.6 m
o Croot : 5.33 m
- HTP
o Apex X : 25.5 m
o Croot : 3.23 m
- VTP
o Apex X : 22.6 m
o Croot : 5.47 m
- Panjang fuselage : 28 m
- Rentang center of gravity
o FWD : 2.6 ft from wing ac to AFT direction
o AFT : 3.7 ft from wing ac to AFT direction
10
- Letak center of gravity : 3.155 ft dibelakang ac dari wing
Gambar 2.3.1 Letak lift pada wing, lift dari HTP dan weight dari pesawat
Besar lift yang dihasilkan oleh wing dan HTP (horizontal tail plane) dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen.
Kesetimbangan gaya
ΣF y = 0
Kesetimbangan momen
ΣM wing = 0
m
dengan menggunakan asumsi besar g = 9.81 s2
dan sesuai regulasi yang tercantum pada
FAR 25 maka besar nmax = 2.5
Dari persamaan (1) diperoleh
Lwing + LHT P = nW M T OW
LHT P = 57975.23505 N
Dengan asumsi bahwa gaya angkat terdistribusi merata di sepanjang sayap, maka
gambar diagram benda bebas dari sayap adalah seperti di bawah ini.
11
Gambar 2.3.2 Distribusi gaya angkat pada setengah span s ayap
dimana,
l = panjang setengah span sayap = 13.905 m
y L = persamaan distribusi gaya angkat = 33697.46997 N/m
Selain beban yang dikarenakan oleh gaya angkat, sayap juga menerima dari beban
dari Landing Gear y ang diletakkan di sayap dan bahan bakar yang didistribusikan merata
pada sayap. Sehingga diagram benda bebas sayap menjadi.
Gambar 2.3.4 Diagram benda bebas pada setengah span s ayap secara keseluruhan
dimana,
y f uel = Distribusi berat bahan bakar = 3500.3892 N/m
12
N/m
xf 1 = Jarak terdekat tangki bahan bakar dari root s ayap = 5.325 m
6608.96 N
W LG = Berat Landing Gear =
xLG = Jarak Landing Gear dari root sayap = 2.083 m
Maka dari DBB pada Gambar 3. dapat diketahui gaya serta momen dalam pada
tumpuan sayap tersebut adalah sebagai berikut
Gaya dalam arah vertikal = 425056.1231 N (atas)
Momen gaya = 2975229.964 Nm (counter clockwise)
b) Fuselage
Beban aerodinamika pada fuselage terdiri dari lift yang dihasilkan oleh komponen
wing dan HTP, yang mana nilai dari kedua lift tersebut akan dibahas secara mendetail
pada subbab komponen terkait. Lokasi titik kerja dari lift akan diasumsikan berada pada
jarak sejauh 0.25 panjang root diukur dari leading edge wing/ HTP.
Ilustrasi distribusi gaya lift untuk load factor, n = 1
13
Sedangkan untuk load factor minimum, n = -1
Lwing = -362818.9592 N
LHTP = -35221.79081 N
c) Horizontal Tail
Perhitungan untuk beban internal pada horizontal tail mirip dengan perhitungan pada
sayap.
LHT P = 57975, 235 N
Dengan asumsi bahwa gaya angkat terdistribusi merata di sepanjang horizontal tail,
maka gambar diagram benda bebas dari horizontal tail a dalah
Gambar 2.3.6 Distribusi gaya angkat pada setengah span horizontal tail
dengan,
l = panjang setengah span horizontal tail = 5,545 m
y L = persamaan distribusi gaya angkat = 5227,7038 N/m
Selain beban aerodinamika, juga terdapat beban inersia akibat berat dari horizontal
tail. Namun, beban tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan karena akan
mengurangi nilai beban internalnya, karena memiliki arah yang berkebalikan dengan
beban aerodinamika (lift).
Dengan menggunakan kesetimbangan gaya, maka didapatkan gaya geser dan momen
maksimum untuk setengah span horizontal tail sebagai berikut.
V = 28987,618 N
M = 80368,17 N.m
Kedua nilai tersebut terjadi di joint atau sambungan antara horizontal dan vertical tail.
14
2.4 Diagram Gaya Dalam saat Load Factor Maksimum dan Minimum
a) Wing
Diagram gaya dalam untuk bagian sayap diperoleh dengan menggunakan asumsi
distribusi gaya angkat, berat struktur, dan berat bahan bakar terdistribusi secara merata.
Distribusi momen lentur dan gaya geser ditunjukkan sebagai berikut,
Untuk load factor n = 2.5
15
b) Fuselage
Dari distribusi beban dan gaya aerodinamika yang bekerja, kita bisa menganalisis
gaya geser dan momen bending yang terjadi pada fuselage.
Untuk load factor n=2.5,
16
Untuk load factor n = -1
17
c) Tail
Dengan asumsi gaya angkat terdistribusi secara merata sepanjang span sayap, maka
apabila ditinjau pada setengah span, diagram gaya geser dan momen lentur adalah sebagai
berikut.
Untuk load factor n = 2.5,
Gambar 2.4.7 Distribusi gaya geser sepanjang setengah span pada HTP
18
Gambar 2.4.8 Distribusi momen lentur sepanjang setengah span pada HTP
BAB III
INITIAL SIZING
Pada bagian ini, susunan struktur yang digunakan berdasarkan laporan perancangan yang
pertama dan referensi lainnya didapat dari laporan akhir pesawat NX-214.
3.1 Ketebalan Skin
Ketebalan skin untuk masing-masing komponen dalam pesawat dalam proses initial
sizing d apat diperoleh sebagai berikut,
a) Sayap
Proses awal yang dapat dilakukan untuk memperoleh besarnya ketebalan skin u ntuk
sayap dimulai dari menentukan letak momen maksimum pada sayap. Berdasarkan grafik
momen lentur yang tercantum pada gambar 2.4.1, dapat diperoleh momen maksimum dari
sayap terjadi di root sayap dengan besar
M = 2975229.964 N .m
Kemudian setelah mengetahui besarnya root, langkah selanjutnya adalah mencari
beban efektif P untuk bagian atas dan bagian bawah dari wingbox untuk besar beban
momen lentur maksimum M,
1.5M
P = h
σ b = AF b
√ P
wL
19
- w adalah lebar dari wingbox
- L adalah jarak lokal antar rib/frame
Kami memilih stringer dengan bentuk machined Zed stringer ( F b = 1.02) dan
construction/material d engan tipe ‘Lital A’ plate d engan Zed stringers ( A = 200 M N )
dan jarak antar ribs/frame dengan jumlah ribs sebanyak 15
13.905
L= 15
= 0.869 m
Menggunakan besar masing-masing koefisien diatas, diperoleh
σ b = 132.507 M P a
20
M
te = hwf b
= 6.7 mm
Untuk menentukan tebal dari skin, kami menggunakan asumsi bahwa pembagian luas
antara skin d engan stinger sebagai berikut
Menggunakan metode yang ditunjukkan pada gambar diatas diperoleh besar ketebalan
skin adalah
tskin = 0.65te = 4.37 mm
b) Fuselage
Skin Thickness dan Longeron Thickness
Di dalam komponen pesawat udara, fuselage merupakan komponen yang berperan
untuk menahan komponen-komponen lain seperti sayap, landing gear, sayap ekor
horizontal dan vertikal. Karena struktur fuselage berperan untuk menopang keseluruhan
elemen pesawat, maka desain dari fuselage juga harus memperhatikan kesinambungan
gaya antara komponen-komponen lain yang bersangkutan. Di dalam menganalisis perihal
tersebut, kita simplifikasi permasalahan yang ada dengan meninjau beban-beban yang
memiliki porsi cukup besar dalam mempengaruhi dinamika pesawat, yaitu:
1. Struktur fuselage (beban terdistribusi merata)
2. Payload (beban terdistribusi merata)
3. Nose landing gear (beban terkonsentrasi)
4. Wing (beban terkonsentrasi)
5. HTP dan VTP (beban terkonsentrasi)
21
6. Engine (beban terdistribusi merata)
Di dalam konfigurasi fuselage i ni, pesawat yang kami analisis menggunakan fuselage
tipe semi monocoque, yaitu fuselage yang mana skin akan digabung bersama komponen
lain seperti longeron, stringer, frame, dan bulkhead, sehingga skin tidak berdiri sendiri
untuk menerima beban. Dari analisis pada bab selanjutnya, kami menemukan bahwa nilai
bending moment dan shear force maksimum terjadi pada nilai 2051282.4 N.m dan
447122.1 N pada titik berjarak 11.9 m dari nose pesawat.
Pada bagian initial sizing, kita akan memulai dengan menyeleksi material yang akan
digunakan untuk tiap pembantu skin. Material yang akan dipilih juga harus
dipertimbangkan sifat fisiknya seperti
1. Modulus elastisitas (E)
2. Ultimate Tensile Strength
3. Yield Tensile Strength
4. Ketahanan korosi
5. Fatigue Strength
6. Modulus geser
Material yang paling umum untuk digunakan sebagai bahan utama pembuatan
pesawat pada saat penulisan laporan ini adalah material alumunium. Alumunium yang
digunakan untuk bahan pembuatan ini ada dua jenis, yaitu Aluminium 2024-T3 dan
Aluminium 7075-T6. Oleh karena perbedaan properti dari kedua bahan aluminium,
terdapat variasi dari pemakaiannya. Semua komponen penguat pada fuselage (frame,
bulkhead, Longeron, dan Stringers) terbuat dari Aluminium 7075-T6 karena memiliki
yield strength yang lebih tinggi sehingga mampu menahan beban akibat bending dan
axial dengan lebih baik.
Skin dari fuselage akan terbuat dari Aluminium 2024-T3 karena memiliki fracture
toughness dan shear strength yang lebih tinggi dibandingkan Aluminum 7075-T6
sehingga mampu menahan beban shear (akibat beban torsi) dan crack dengan lebih baik.
Selain itu, Aluminium 2024-T3 juga lebih murah dibandingkan Aluminium 7075-T6
sehingga dapat mengurangi harga material.
Bagian fuselage secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan,
tengah, dan belakang. Dari analisa beban pada bab sebelumnya, dapat kita lihat kalau
22
fuselage pesawat menerima beban yang berbeda-beda di sepanjang sumbunya. Oleh
karena itu kita memerlukan perhitungan agar dapat menentukan ketebalan skin dan
longeron yang optimum untuk menahan beban-beban tersebut. Dalam referensi buku,
“Aircraft Loading and Structural Layout” oleh Dennis Howe, ketebalan efektif skin dan
longeron dapat dinyatakan,
tskin = 0.65tef f ective
σ allowable = F B A
√ M
AL
23
Kemudian nilai faktor efisiensi buckling dapat dicari menggunakan tabel 3.1.2,
Tabel 3.1.2 Nilai faktor efisiensi buckling terhadap beberapa konstruksi material
karena disini kita mengasumsikan pesawat menggunakan Zed Stringer dengan konstruksi
build up, maka nilai faktor efisiensi buckling yang didapat sebesar 0.96.
Dari analisa beban pada bab sebelumnya, kita telah mendapatkan bahwa nilai bending
moment dan shear force maksimum terjadi pada nilai 2051282.4 Nm dan 447122.1 N
pada titik berjarak 11.9 m dari nose pesawat. Dari pembahasan sebelumnya kita dapat
membagi fuselage menjadi tiga bagian, tetapi karena distribusi beban dan mayoritas
komponen fuselage dominan berada pada bagian tengah, maka kita hanya mengkalkulasi
fuselage pada bagian tengah. Nilai ketebalan skin dan longeronnya sebesar
tskin = 2.2 mm
tlongeron = 1.2 mm
c) Tail
24
HTP
Cara perhitungan yang digunakan pada horizontal tail didasarkan dari buku Aircraft
Loading and Structural Layout oleh Denis Howe. Proses awal yang dapat dilakukan
untuk memperoleh ketebalan skin u ntuk horizontal tail a dalah menentukan letak momen
maksimum pada sayap. Berdasarkan grafik momen lentur yang tercantum pada gambar
2.4.8, dapat diperoleh momen maksimum dari sayap terjadi di root sayap dengan besar
M = 80368, 17 N .m
Kemudian, beban efektif P untuk bagian atas dan bagian bawah dari tailbox dihitung
untuk besar beban momen lentur maksimum M, dengan
1.5M
P = h
Diasumsikan tinggi dari tailbox sama dengan panjang camber maksimum, yaitu h =
44,5 mm, dan lebar dari tailbox sama dengan 60% dari panjang root chord, yaitu w =
1,938 m. Dengan menggunakan asumsi bahwa torquebox berbentuk kotak sempurna,
maka besar beban efektif yang diterima pada permukaan atas dan bawah adalah
P = 259185, 2733 N
Besar allowable stress y ang dibutuhkan dengan besar beban efektif tersebut adalah
σ b = AF b
√ P
wL
Sesuai gambar 3.1.2, stringer yang digunakan adalah machined Zed stringer (
F b = 1.02) dan construction/material d engan tipe conventional light alloy with zed or
integral blade stringers ( A = 138 M N ) . Jumlah ribs yang digunakan adalah 13, mengacu
pada laporan sebelumnya, sehingga jarak antar ribs adalah
5,545
L= 13+1
= 0, 396 m
Dengan menggunakan besar masing-masing koefisien di atas, diperoleh
σ b = 81, 794 M P a
Besar effective thickness diperoleh
M
te = hwf b
= 1, 6 mm
Untuk menentukan tebal dari skin, digunakan asumsi pembagian luas antara skin
dengan stinger yang sama dengan sayap, yaitu tskin = 0, 65tef f . Menggunakan metode
25
3.2 Jarak dan Geometri Stiffener
Jarak beserta geometri stiffener untuk masing-masing komponen dijabarkan sebagai
berikut,
a) Sayap
Tebal efektif yang didapat sebelumnya tentunya dialokasikan juga untuk geometri
stringer. Dari referensi yang didapat maka tebal stringer adalah 35% dari tebal efektif.
Sehingga tebal stringer yang digunakan adalah 1.7 mm. Dari sekian banyak bentuk
stringer yang ada, dipilih lah bentuk Stringer-Zed karena bentuk ini cukup baik dalam
menerima beban daripada bentuk yang lain.
maka ukuran web (hs ) adalah 14.8 cm. Setelah itu ukuran dari flange ( ws ) dapat
didekati melalui persamaan berikut
ws = 0.4hs
dimana A′st merupakan luas area persatuan stringer, ts adalah tebal stringer, dan hs
adalah dimensi web stringer. Sehingga didapatlah ukuran flange ( ws ) untuk initial
sizing s ebesar 5.9 cm.
Jumlah stringer yang digunakan pada awalnya adalah masing-masing sebanyak 12
buah untuk bagian atas dan bawah. Dengan asumsi wing box b erbentuk persegi empat
sempurna serta beban yang bekerja pada sayap merata di seluruh permukaannya, maka
jumlah bagian atas dan bagian bawah bisa dianggap sama. Sehingga jarak antar stringer
merupakan lebar wing box dibagi banyak stringer-n ya, maka jaraknya adalah 26.6 cm.
b) Fuselage
26
Berdasarkan analisis yang telah kami lakukan sebelumnya, kami menemukan bahwa
jumlah longeron yang digunakan untuk mendukung struktur fuselage berjumlah 24 buah
dengan bentuk penampang fuselage berbentuk lingkaran dan jarak antar longeron
seragam, maka kita dapat menghitung jarak antar longeron dengan cara
2πr 2π(1.4)
j arak antar longeron = 120
= 120
= 0.07330 m
c) Tail
Tebal efektif yang didapat sebelumnya dialokasikan juga untuk geometri stringer.
Perhitungan tebal stringer adalah 68% dari tebal efektif, sehingga tebal stringer yang
digunakan adalah 1,1 mm. Bentuk Stringer-Zed dengan rivet dipilih berdasarkan
referensi buku Airframe Structural Design oleh Michael C.Y. Niu.
an Ribs
3.3 Dimensi Spar d
27
a) Wing
Dalam satu bagian wing box d alam arah span sayap terdapat terdapat dua komponen
struktur yang menerima beban puntir dan geser. Beban puntir ditanggung oleh spar dan
beban geser ditanggung oleh ribs. Beban shear flow pada web karena beban geser vertikal
maksimum dapat dirumuskan dengan persamaan berikut,
V
Qv = hef f ective
dimana V menyatakan besar ultimate shear force dan hef f ective adalah tinggi efektif
dari wingbox y ang pada kasus ini diasumsikan wingbox b erbentuk kotak sehingga besar
hef f ective seragam. Besar gaya geser yang dialami pada bagian front spar dan rear spar
Sehingga besar shear flow y ang bekerja pada front spar dan rear spar dapat
dinyatakan sebagai berikut
Qw = QV + 2xQT /w
substitusi masing-masing besaran yang telah diperoleh untuk perhitungan shear flow
akibat torsi dan gaya geser, sehingga diperoleh
Qw,f ront spar = 327505.2 N /m
Dimensi ketebalan web spar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
28
Qw
tspar = σs
menurut Howe (2004), dimana Qw adalah harga net shear flow dan σ s merupakan
setengah harga dari tegangan tarik ultimate. Maka tebal web spar pada desain awal adalah
1.1 mm.
Berdasarkan referensi Sedaghati (2004), maka ketebalan ribs dapat dihitung dengan
persamaan berikut
Dengan nilai a/b adalah 5.33 dengan semua sisi dijepit, maka nilai C nya adalah 8.98.
Selain itu, nilai q max dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini
V max x Qmax 425056.123 x 1.1518
q max = I
= 0.69
= 708426.87 N /m
Dari semua data yang telah didapatkan, maka tebal ribs yang didapat adalah 7.5
mm.
b) Fuselage
Frame juga memiliki ketebalan tersendiri yang seringkali disebut dengan frame
depths. Dari buku “Airplane Design Part III”, oleh Dr Jan Roskam, cara untuk
menghitung frame depths dapat dilakukan dengan cara
29
Tabel 3.3.1 Nilai frame depths pada berbagai jenis pesawat
Dengan menganggap pesawat NX-214 sebagai pesawat komersial kecil, maka kita
bisa mendapatkan nilai
Frame depth = 1.5 inches = 38.1 mm
Untuk menghitung lebar frame, kita menggunakan referensi buku “Aircraft Loading
and Structural Layout” oleh Dennis Howe. Lebar total frame ada dalam kisaran antara
0.03 dan 0.05 dari panjang total fuselage. Dari DRO pesawat, kita ketahui bahwa panjang
pesawat adalah 27.75 m. Kemudian kita memilih lebar total frame bernilai 0.04 dari
panjang pesawat tersebut, sehingga
Lebar Total Frame = 0.04 (27.75) m = 1.11 m
Dengan mengetahui nilai-nilai diatas, maka lebar setiap frame dapat dicari dengan
membagi lebar total frame dengan jumlah frame ditambah dengan jumlah bulkheads.
Dengan mengasumsikan bahwa jumlah frame dan bulkhead sebanyak 44 buah, maka
lebar total f rame 1.11
lebar masing − masing f rame = (total f rame+total bulkheads)
= 44
= 0.02522 m
Dari referensi diatas, kita dapat menentukan lebar bulkhead, yaitu dua kali lebar
frame. Sehingga didapat bahwa tebal masing-masing bulkhead adalah 0.05044 m
Berdasarkan perhitungan diatas, maka tiap komponen penunjang fuselage sudah kita
ketahui dimensinya dan kita dapat mengestimasi berat struktur fuselage. Perhitungan
dilakukan dengan persamaan,
m = mskin + mlongeron + mf rame/bulkhead
30
Maka diperoleh,
mf uselage = 2220.573 kg
Hasil ini berbeda jauh dengan hasil yang sebenarnya, karena yang dihitung hanya
bagian tengah yang berbentuk tabung.
b) Tail
Dalam satu bagian tailbox, dalam arah span horizontal tail, terdapat terdapat dua
komponen struktur yang menerima beban puntir dan geser. Beban puntir ditanggung oleh
spar dan beban geser ditanggung oleh ribs. Beban shear flow pada web karena beban
geser vertikal maksimum dapat dirumuskan dengan persamaan berikut,
V
Qv = hef f ective
dimana V menyatakan besar ultimate shear force dan hef f ective adalah tinggi efektif
dari wingbox y ang pada kasus ini diasumsikan wingbox b erbentuk kotak sehingga besar
hef f ective seragam. Besar gaya geser yang dialami pada bagian front spar dan rear spar
31
Front spar : V F = V h21 x (h21 + h23 )
Rear spar : V R = V h23 x (h21 + h23 )
Dengan menggunakan persamaan tersebut, diperoleh besar gaya geser untuk front
spar dan rear spar
V F = 93484, 32 N
V R = 93484, 32 N
Selain menahan beban dari gaya geser, spar juga menahan beban torsi akibat momen
aerodinamika yang terjadi pada sayap. Nilai shear flow akibat torsi dinyatakan dengan
persamaan berikut [Howe, 2004],
T
QT = 2wh
Sehingga besar shear flow y ang bekerja pada front spar dan rear spar dapat
dinyatakan sebagai berikut
Qw = QV + 2xQT /w
substitusi masing-masing besaran yang telah diperoleh untuk perhitungan shear flow
akibat torsi dan gaya geser, sehingga diperoleh
Qw,f ront spar = 40509, 87 N /m
Dimensi ketebalan web spar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
Qw
tspar = σs
Menurut Howe (2004), di mana Qw adalah harga net shear flow dan σ s merupakan
setengah harga dari tegangan tarik ultimate. Maka tebal web spar pada desain awal adalah
0,2 mm.
Berdasarkan referensi Sedaghati (2004), maka ketebalan ribs dapat dihitung dengan
persamaan berikut
32
grafik pada gambar 3.3.1. Dengan nilai a/b adalah 5.33 dengan semua sisi dijepit, maka
nilai C nya adalah 10,75. Selain itu, nilai q max dapat dihitung dengan persamaan di
berikut
V max 28927,61751
q max = 2h
= 2×0,31008
= 46742, 1593 N /m
Dari semua data yang telah didapatkan, maka tebal ribs yang didapat adalah 1,8
mm.
BAB IV
STRESS CHECKING
4.1 Kriteria Kegagalan Material
4.1.1 Analisis kegagalan material pada sayap
Akibat dari beban aerodinamis dan beban lainnya yang bekerja pada sayap, maka sayap
akan merasakan beban tersebut dan beban internal yang dirasakan pada sayap telah dihitung
pada Subbab 2. Beban gaya angkat sayap akan menimbulkan beban bending pada sayap,
yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
My
σx = I
Maka didapatlah perhitungan bending di sepanjang sisi atas sayap dengan asumsi wing
box s imetris sehingga beban bending pada bagian atas dan bawah wing box akan sama.
Dengan Hasil perhitungan beban bending dapat dilihat pada tabel berikut.
33
Selain tegangan bending, beban yang diberikan juga memberikan beban geser yang
nilainya dapat dihitung dengan beberapa persamaan berikut
V .A.y
q ′i = q ′i−1 − I
V
qt = 2A
n
(−V .d.x)− ∑ q ′.y.b
i=1
qo = 2.A
q ′i +q t +q o
τ xy = t
Dimana t merupakan tebal efektif hasil dari perhitungan desain awal. Dari ketiga
persamaan di atas maka besar dari tegangan geser akibat beban yang diberikan pada sayap
khususnya pada bagian skin dan stringer dapat diketahui. Hasil perhitungan dapat dilihat di
tabel berikut
Tabel 4.1.2 Perhitungan shear stress pada sisi atas sayap
34
Tabel diatas berurut sesuai dengan station yang sama pada tabel sebelumnya.
Dari kedua perhitungan tegangan diatas, maka kriteria kegagalan dapat diketahui.
Material yang digunakan adalah Al 7075 T6 yang dikategorikan sebagai material metal dan
isentropik. Maka kriteria kegagalan yang digunakan adalah Von Mises Failure Criterion
dengan persamaan seperti berikut.
σ von mises =
√σ 1
2 + σ 22 − σ 1 σ 2
J=
√σ x
2 + τ xy 2
Sehingga didapatkan hasil seperti berikut ini dengan nilai Margin of Safety seperti
berikut.
35
Dari nilai Margin of Safety y ang didapat, diketahui bahwa tidak ada yang berada
dibawah 0 atau semuanya berada kondisi yang aman dari kegagalan. Walaupun demikian,
belum tentu struktur ini tidak gagal karena masih ada kemungkinan gagal saat buckling.
36
4.1.2 Analisis Kegagalan Material Pada Fuselage
4.1.2.1 Flexural bending stress
Fuselage pada pesawat terdiri dari skin dan longeron yang tersusun sedemikian rupa
sehingga strukturnya saling bekerja sama menerima beban pada fuselage tersebut.
Tegangan normal yang muncul hanya diakibatkan oleh momen lentur arah y yang
diakibatkan oleh gaya berat struktur fuselage dan gaya berat lain yang bekerja bertumpu
37
pada fuselage. Karena bentuk fuselage ini simetris terhadap sumbu y, maka nilai Iyz =
0,
sehingga kita akan mendapatkan persamaan
38
4.2.3 Flexural Shear Stress
39
Struktur fuselage juga akan menerima gaya geser dikarenakan adanya pembebanan ke arah
bawah oleh komponen-komponen yang bersambung dengan tabung fuselage. Gaya geser
tersebut akan menimbulkan shear flow pada skin dan juga longeron.
Disini kita akan menggunakan metode cross section untuk menghitung shear flow pada
fuselage tersebut. Kita akan menggunakan prinsip superposisi open section dengan satu nilai
shear flow yang konstan sepanjang skin. Disini, kita akan melakukan pemotongan pada
bagian kanan bawah untuk metode open section dan mengasumsikan kalau arah shear
flownya berlawanan arah jarum jam.
Kemudian nilai konstan shear flow, dapat dihitung menggunakan prinsip kesetimbangan pada
fuselage, yaitu
dimana,
40
Berdasarkan persamaan diatas, bisa didapatkan flexural shear stress yang terjadi pada setiap
longeron. Perhitungan flexural skin ada pada tabel dibawah.
41
Tabel XX
42
4.2.4 Pressurization
Dengan adanya perbedaan tekanan antara tekanan dalam kabin dan tekanan luar kabin ketika
pesawat tersebut terbang, maka udara di dalam kabin akan menimbulkan beban yang berupa
tekanan dari dalam kabin ke arah luar kabin. Jenis beban ini disebut sebagai pressurization
load. Stress karena pressurization load dibedakan menjadi dua menurut arah kerjanya, yaitu
circumferential load dan longitudinal load.
Tegangan ke arah hoop yang bekerja pada fuselage dapat dihitung menggunakan persamaan
dimana,
= tegangan pada fuselage pada arah hoop
= perbedaan tekanan antara dalam dan luar kabin
= jari-jari fuselage
= tebal skin fuselage
Dengan menggunakan kedua persamaan diatas, maka nilai dan adalah 4.69 x 107 Pa dan
2.34 x 107 Pa.
43
4.2.5 Stress State of Combined Stress
Dari nilai-nilai momen lentur dan gaya geser yang telah diketahui dari perhitungan
sebelumnya, maka kita juga perlu membuat stress state dari kombinasi gaya-gaya tersebut.
Dengan meninjau state pada bidang xy, maka kita akan mendapatkan stress state seperti
gambar dibawah
dimana,
= -
=
= shear stress
Dari analisis stress state diatas, kita akan menentukan nilai maksimum principal stress
Tabel XX
44
dimana,
= stress pada sumbu x
= stress pada sumbu y
= stress pada sumbu z
= shear stress pada sumbu xy
= shear stress pada sumbu yz
= shear stress pada sumbu xz
Karena shear stress yang kita tinjau hanya bekerja pada sumbu xy, maka persamaan tegangan
Von Misses dapat disederhanakan menjadi
Berdasarkan persamaan-persamaan diatas, kita dapat menentukan tegangan Von Misses dan
margin of safety dari komponen fuselage. Dengan asumsi awal bahwa material skin kita
terbuat dari Al 2024-T3 yang memiliki nilai yield stress sebesar 331 MPa, maka kita dapat
melakukan penghitungan margin of safety untuk setiap longeron.
Table XX
45
sayap telah dihitung pada Subbab 2. Beban gaya angkat sayap akan menimbulkan beban
bending pada sayap, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
My
σx = I
σ x = 81793873, 45 P a
Nilai beban bending tersebut lalu dibandingkan dengan tegangan luluh (yield strength),
untuk mendapatkan nilai margin of safety, dengan menggunakan persamaan
σy
M oS = σx
−1
sehingga didapatkan nilai margin of safety sebesar 3,2179. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa material yang digunakan aman, karena nilai margin of safety lebih dari 0. Nilai
tersebut juga menunjukkan bahwa material yang digunakan terlampau kuat apabila hanya
digunakan untuk pembebanan bending saja, karena nilainya lebih dari 2.
46
pada skin diasumsikan memiliki 4 simply support s ebagai representasi sebuah skin yang
semua sisinya terhubung ke rib d an spar sehingga nilai k = 4.
4π 2 E t
σ skin = ( sk )2
12(1−υ 2 ) b
dengan E adalah modulus elastisitas, tsk adalah tebal skin, b adalah spacing stringer. dan
υ adalah poisson ratio, begitu juga pada pada local buckling untuk web stringer yang
diasumsikan diasumsikan memiliki 4 simply support s ehingga nila k = 4.
4π 2 E t 2
σ web = ( st )
12(1−υ 2 ) hst
dimana tst tebal stringer dan hst adalah tinggi web stringer.
Buckling Stress pada flange d apat diasumsikan menggunakan 3 simply support dan
1 free boundary condition sehingga nilai k = 0.43, maka besar nilai σ f lange dapat didekati
Semua persamaan didapatkan dari referensi buku yang ditulis oleh Megson.
Sehingga didapatlah tegangan buckling pada skin, web stringer, dan flange stringer seperti
tabel berikut.
Tabel 4.2.4 Hasil perhitungan Buckling Stress secara analitik dari referensi Megson
47
Sehingga untuk menghitung local buckling stress d apat digunakan tebal efektif yang
telah dihitung pada bagian sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada local buckling stress
inersianya bernilai sama dengan inersia efektif dari desain geometri awal. Maka nilai local
buckling stress-nya adalah
2 2
σ ef ektif = 4π 2 E
12(1−v 2 ) ( )
tef f
b
= 4π 2 (71700)
12(1−0.332 ) ( )
tef f
b
Selain itu, perhitungan local buckling stress untuk stiffened panel juga dapat
dilakukan menggunakan metode ESDU, dengan terlebih dahulu menghitung (f b )e
t 2
(f b )e = 0.91
(1−v 2 )
KE ()b
Sebelum menghitung nilai tersebut, nilai K pada persamaan di atas perlu dicari
h
menggunakan tabel pada ESDU. Nilai b
dari susunan struktur sayap pesawat ini adalah
tst
0.555 dan nilai t
adalah 0.534 atau bisa dibulatkan menjadi 0.54, maka besar nilai K untuk
geometri struktur sayap untuk analisis buckling stress ini adalah 3.8 sesuai dengan gambar
berikut ini.
48
Gambar 4.2.1 Kurva penentuan nilai K untuk buckling stress pada stiffened panel
Sehingga nilai rata-rata elastic compressive stress atau (fb)e a dalah 80.05 MPa.
Untuk menentukan nilai tegangan kompresi akibat buckling, perlu mencari tahu nilai η
(f b )e
dengan menentukan nilai fn
= 0.192 (nilai f n dapat diketahui dari ESDU 76016) dan
nilai m = 14.2, maka dengan nilai tersebut maka dapat diketahui nilai koreksi plasticity
reduction ( η ) yang nilainya adalah 1 berdasarkan gambar berikut.
49
Gambar 4.2.2 Kurva penentuan nilai η untuk buckling stress pada stiffened panel
Karena nilai koreksi 1, maka besar tegangan kompresi akibat buckling (fc) sama
dengan besar (fb)e yaitu 80.05 MPa. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan analitik dan
ESDU dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Local buckling untuk web stringer juga diasumsikan memiliki 4 simply support, s ehingga
nilai k = 4.
4π 2 E t 2
σ web = ( st )
12(1−υ 2 ) hst
50
Buckling stress pada flange dapat diasumsikan menggunakan 3 simply support dan 1
free boundary condition, sehingga nilai k = 0.43. Besar nilai σ f lange dapat didekati dengan
persamaan berikut
0.43π 2 E tst 2
σ f lange = ( )
12(1−υ 2 ) wst
Persamaan didapatkan dari referensi buku yang ditulis oleh Megson. Didapatkan
tegangan buckling pada skin, web stringer, dan flange stringer sebagai berikut.
Tabel 4.2.4 Hasil perhitungan Buckling Stress secara analitik dari referensi Megson
Perhitungan local buckling stress untuk stiffened panel juga dapat dilakukan
menggunakan metode ESDU, dengan terlebih dahulu menghitung (f b )e
t 2
(f b )e = 0.91
(1−v 2 )
KE ()
b
Sebelum menghitung nilai tersebut, nilai K pada persamaan di atas perlu dicari
h
menggunakan tabel pada ESDU. Nilai b
dari susunan struktur sayap pesawat ini adalah
tst
0,1836 dan nilai t
adalah 1,046, maka besar nilai K untuk geometri struktur sayap untuk
analisis buckling stress ini adalah 5,05, sesuai dengan gambar 4.2.1.
Nilai rata-rata elastic compressive stress atau (fb)e y ang didapatkan adalah 7,256
MPa. Untuk menentukan nilai tegangan kompresi akibat buckling, perlu mencari tahu nilai
(f b )e
η dengan menentukan nilai fn
= 0, 03 (nilai f n dapat diketahui dari ESDU 76016 sebesar
224 MPa) dan nilai m =11,9. Dengan nilai tersebut, dapat diketahui nilai koreksi plasticity
reduction ( η ) yang nilainya adalah 1 berdasarkan gambar 4.2.2.
Karena nilai koreksi 1, maka besar tegangan kompresi akibat buckling (fc) sama
dengan besar (fb)e yaitu 7,256 MPa. Berdasarkan hasil perhitungan analitik dan ESDU,
didapatkan nilai margin of safety
51
fc
M oS = σx
− 1 = − 0, 9113
Nilai margin of safety y ang didapatkan kurang dari 0. Hal tersebut menunjukkan
bahwa struktur ini mengalami kegagalan, sehingga perlu dilakukan modifikasi pada
susunan ataupun geometri komponen struktur.
cr = kπ 2 E
( t )2
12(1−υ 2 ) b
dengan k adalah koefisien yang bergantung pada dimensi pelat, t adalah tebal skin dan b
adalah spacing stringer. Dimensi yang dimaksud adalah panjang terhadap lebar pelat, maka
nilainya mendekati tak hingga dimana stabilitasnya paling baik.
Tabel 4.2.6 Data nilai k terhadap dimensi pelat
sehingga dipilih nilai k = 5.35. Pada bagian kali ini yang dianalisis cukup pada pangkal
sayap yang terhubung ke fuselage, dengan menggunakan persamaan yang telah dijelaskan
sebelumnya maka besar tegangan kritis bucklingnya menjadi 100.91 MPa.
Metode lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
menggunakan ESDU, yaitu
2
q be = 0.91
1−v 2 ( )
KE bt
dimana t adalah tebal skin, b adalah spacing stringer, dan K adalah koefisien yang
bergantung pada geometri stiffened panel. Untuk menentukan nilai K, sangatlah perlu
b
memperhatikan nilai perbandingan a
serta tipe dari tumpuan yang digunakan pada struktur
ini. Dengan asumsi tumpuan yang digunakan fix disetiap sisinya, maka nilai K dapat
ditentukan melalui gambar berikut.
52
Gambar 4.2.3 Kurva penentuan nilai K untuk shear buckling stress pada pelat
Mengacu pada gambar diatas, maka dipilihlah nilai K = 8.3. Dengan menggunakan
persamaan ESDU yang telah dijelaskan sebelumnya maka besar nilai q be adalah 174.85
MPa. Setelah mendapatkan nilai ini maka kita perlu menentukan nilai q b yang dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut
q b = η q be
dimana η merupakan faktor koreksi plastisitas. Nilai η ditentukan dengan kurva berikut.
53
Gambar 4.2.4 Kurva penentuan nilai η untuk shear buckling stress pada pelat
q be
dengan besar nilai fn
= 0.42 serta berdasarkan ESDU 76016 besar m adalah 14.2 untuk
jenis material yang digunakan pada skin ini. Sehingga besar η yang dipilih adalah 0.95,
maka besar q b menjadi 166.107 MPa.
Tabel 4.2.7 Perbandingan nilai Shear Buckling Stress dengan beberapa metode
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui nilai Margin of safety untuk geometri dan
material yang dipilih dan hitung diawal telah aman sehingga tidak mengalami kegagalan
ketika menerima beban shear buckling stress.
4.2.2.2 Analisis shear local buckling pada fuselage
4.2.2.3 Analisis shear local buckling pada tail
Selain menerima beban tekan, struktur stiffened panel juga menerima beban shear
yang juga dapat mengakibatkan local buckling. Akan tetapi, shear buckling stress ini akan
terjadi pada skin, sehingga shear buckling stress akan dihitung pada skin. Shear buckling
stress pada skin dapat diasumsikan sebagai pelat dan dapat didekati dengan persamaan
analitik berikut.
cr = kπ 2 E
( t )2
12(1−υ 2 ) b
Nilai k didapatkan dari tabel 4.2.6, yaitu k = 6,76. Pada bagian kali ini yang dianalisis
cukup pada pangkal sayap yang terhubung ke vertical tail. Dengan menggunakan
persamaan yang telah dijelaskan sebelumnya maka besar tegangan kritis buckling- nya
menjadi 11,116 MPa.
Metode lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
menggunakan ESDU, yaitu
2
q be = 0.91
1−v 2 ( )
KE bt
Dari gambar 4.2.3, didapatkan nilai K = 6. Dengan menggunakan persamaan ESDU yang
telah dijelaskan sebelumnya maka besar nilai q be adalah 10,91 MPa. Setelah
54
mendapatkan nilai ini maka kita perlu menentukan nilai q b yang dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut
q b = η q be
Nilai η yang didapatkan dengan menggunakan gambar 4.2.4 adalah 1, sehingga besar q b
adalah 10,91 MPa. Berdasarkan hasil perhitungan analitik dan ESDU, didapatkan nilai
margin of safety
fc
M oS = σx
− 1 = − 0, 87
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui nilai margin of safety u ntuk geometri dan
material yang dipilih dan dihitung di awal masih menyebabkan kegagalan ketika menerima
beban shear buckling stress.
55
Dari hasil iterasi yang dilakukan maka didapatlah jumlah stringer yang digunakan
sebanyak 21 buah, tebal skin adalah 4.3 mm, web stringer adalah 8.4 cm, flange stringer
adalah 3.3 cm, dan tebal stringer 2.3 mm.
Gambar 4.3.2 Hasil iterasi terakhir buckling stress checking pada sayap
56
Gambar 4.3.3 Hasil iterasi terakhir shear buckling stress checking pada sayap
Dari kedua data diatas dapat dilihat bahwa semua berstatus aman atau Margin of
Safety-n ya lebih besar dari 0. Dengan spesifikasi jumlah ribs yang digunakan sebanyak 16
buah, tebal ribs adalah 7.5 mm, dan tebal spar 1.1 mm.
Pada perhitungan iterasi terakhir pada shear buckling stress, nilai Margin of Safety-n ya
lebih besar dari 2. Hal ini menunjukkan sebenarnya desain ini masih termasuk overstrength
dan seharusnya masih bisa dioptimalkan lagi. Sebenarnya untuk mendapatkan hasil yang
lebih optimum dapat dilakukan dengan menurunkan tinggi dan memperpendek panjang wing
box, n amun hal ini bisa mengakibatkan penurunan fungsi atau performa dari aspek
aerodinamis, serta pengurangan volume tangki bahan bakar yang dapat mengakibatkan
penurunan performa terbang pesawat dengan berkurangnya jarak tempuh. Maka dengan
asumsi aspek lainnya tidak dapat diganggu gugat,maka iterasi terakhir dapat dikatakan sudah
cukup optimal untuk desain yang dibuat.
4.3.2 Iterasi susunan struktur dan geometri desain fuselage
4.3.3 Iterasi susunan struktur dan geometri desain tail
Pada bagian sebelumnya, masih terdapat beberapa kegagalan dari susunan dan geometri
apabila digunakan desain awal. Oleh karena itu, diperlukan adanya iterasi agar didapatkan
desain yang optimum dan memenuhi kriteria yang diinginkan. Iterasi dilakukan
menggunakan fitur Solver pada Microsoft Excel, dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
● Variabel yang diubah-ubah adalah jumlah ribs, jumlah stringer, dan konfigurasi
ukuran dari stringer
● Ukuran dari stringer tidak lagi mengikuti referensi sebelumnya, yaitu buku Aircraft
Loading and Structural Layout
● Jumlah ribs d an stringer yang digunakan lebih banyak daripada desain awal, namun
lebih sedikit daripada jumlah ribs dan stringer pada sayap
● Targetnya adalah membuat margin of safety dari local buckling stress lebih dari 0
● Perbandingan panjang flange d an panjang web dari stringer adalah 0,5
57
Dari hasil iterasi yang dilakukan, didapatkan jumlah ribs sebanyak 12 buah, jumlah
stringer sebanyak 19 buah, tebal skin 1,4 mm, web stringer adalah 2,9 cm, flange stringer
adalah 5,79 cm, dan tebal stringer 1,8 mm. Nilai margin of safety dari konfigurasi tersebut
adalah
● Material : 3,377
● Ribs : 3,44
● Local buckling : 0,0315
● Shear buckling : 0,0555
Nilai-nilai margin of safety tersebut menunjukkan bahwa struktur aman untuk
digunakan. Namun, apabila dilihat pada kekuatan material dan ribs, desain ini masih
tergolong ke dalam desain yang overstrength. Iterasi juga dapat dilakukan dengan
menurunkan tinggi dan memperpendek panjang tailbox, namun hal ini bisa mengakibatkan
penurunan fungsi atau performa dari aspek aerodinamis dan kontrol atau stabilitas. Maka
dengan asumsi aspek lainnya tidak dapat diubah-ubah, maka iterasi terakhir dapat dikatakan
sudah cukup optimal untuk desain yang dibuat.
Iterasi untuk spar tidak dilakukan karena keterbatasan informasi tentang cara
perhitungan dan iterasi dari spar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan buckling stress analysis pada sayap dengan geometri hasil initial
aka diketahui bahwa struktur akan gagal karena buckling stress. Sehingga diperlukan
sizing m
iterasi dalam geometri dan susunan dari komponen struktur. Berikut perbedaan geometri
komponen struktur pada sayap.
Tabel 5.1.1 Perbandingan tebal awal dan akhir komponen struktur
58
Tabel 5.1.2 Perbandingan geometri stringer
Tebal spar dan ribs tidak berubah dari initial sizing karena metode yang digunakan untuk
mengecek tegangan kompresi dan geser diperuntukkan spesifik untuk skin dan stringer.
Struktur final fuselage
Setelah melakukan buckling stress analysis pada horizontal tail dengan geometri hasil
initial sizing, dapat disimpulkan bahwa, walaupun struktur yang digunakan cukup kuat untuk
menahan beban akibat bending, hal tersebut tidak menjamin struktur akan kuat menahan
beban buckling. Penambahan stringer dilakukan untuk menambah kekuatan skin horizontal
tail d alam menahan beban buckling, serta penambahan ribs dilakukan untuk memperpendek
local length agar skin tidak mudah terjadi buckle. Berikut perbedaan geometri komponen
struktur pada sayap.
Tabel 5.1.3 Perbandingan tebal awal dan akhir komponen struktur pada horizontal tail
Tebal spar tidak berubah dari initial sizing karena metode yang digunakan untuk mengecek
tegangan kompresi dan geser diperuntukkan spesifik untuk skin dan stringer.
59
5.2 Saran
Untuk kesempurnaan dan tercapainya tujuan dari pembuatan laporan analisis untuk Mata
Kuliah Perancangan Struktur Ringan ini, penulis merekomendasikan beberapa saran
diantaranya:
1. Mengadakan iterasi lanjutan untuk kegagalan material lain yang berkaitan dengan
komponen spar dan ribs pada sayap sehingga ukuran geometri komponen tersebut
dapat menyesuaikan dengan beban yang diterima masing-masing komponen.
2. Agar mendapatkan hasil yang lebih akurat, asumsi seperti distribusi gaya angkatnya
tidak merata melainkan dihitung dengan metode lainnya, seperti Schrenk’s Method.
3. Analisis lanjutan dapat dilakukan untuk menganalisis struktur pada vertical tail
Daftar Pustaka
(1) Megson, T. H. G. 2010. An Introduction to Aircraft Structural Analysis. Elsevier Ltd,
United States of America
rofessional
(2) Howe, Denis. 2004. Aircraft Loading and Structural Layout. P
Engineering Publishing, London and Bury St. Edmunds, UK.
(3) Sun, C. T. 1998. Mechanics of Aircraft. John Willey & Sons, Inc, Canada.
60
(4) Sedaghati, Ramin. 2006. Wing Ribs Stress Analysis and Design Optimization. Quebec
: Concordia University.
(5) ESDU 78020
(6) ESDU 71014
(7) ESDU 71016
(8) Widagdo, Djarot. Syamsudin, Hendri. 2020. Lightweight Structures Design Design
Criteria & Initial Sizing . Institut Teknologi Bandung
(9) Adnel, Christopher .et.al. 2019. FINAL REPORT AIRCRAFT DESIGN AE4040 NX
214 - BUSINESS JET - DRO 1904. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
(10) http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=MA2024T3
diakses pada 13 Maret 2020.
(11) http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=MA7075O diakses
pada 13 Maret 2020
61