Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Jurnal Pendidikan Matematika RAFA Available online at

p-ISSN :2460-8718 http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jpmrafa


e-ISSN : 2460-8726 Juni 2019, 5(1): 41-56

Pengembangan Bahan Ajar Bangun Datar dengan Pendekatan


Contextual Teaching and Learning

Syutaridho

Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang, Jl. Prof. K. H. Zainal Abidin Fikri No.Kel, Pahlawan, Kec. Kemuning,
Palembang, Indonesia
email: [email protected]
(Received 29-03-2019, Reviewed 10-04-2019, Accepted 03-05-2019)

Abstract
Upon the reality in the mathematics instructional that there are many students who do not
understand the use or the benefit of the learned materials (advantageous in daily life),
and the fact that the majority of mathematics textbooks being used by the schools
dominantly contain about definitions, process of concepts, and abstract question. This
situation will be different if the textbooks are formulated in learning materials designed
for students to actively learn and construct their own knowledge. The focus of this
research was to develop mathematics learning materials based on Contextual Teaching
and Learning Approach type formative research through: self evaluation, expert review,
one-to-one, small group, and field test. The data collecting technique was processed
through a test and analysis upon the students’ answer. The result of test showed that the
mean was 76,29 which is categorized as a good. The conclusions of this research ware
(1).The developing learning materials are valid and practical, (2). The students’
achievement in the test was categorized as a good achievement.
Keywords: develop learning materials, Contextual Teaching and Learning, student’s achievement

Abstrak
Berdasarkan kenyataan dalam pembelajaran matematika banyak siswa yang tidak
memahami penggunaan atau manfaat dari materi yang dipelajari (menguntungkan dalam
kehidupan sehari-hari), dan sebagian besar buku teks matematika yang digunakan oleh
sekolah secara dominan berisi tentang definisi, proses konsep, dan pertanyaan abstrak.
Situasi ini akan berbeda jika bahan ajar dirumuskan dalam materi pembelajaran yang
dirancang bagi siswa untuk berperan aktif belajar dan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahan ajar matematika
berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan tipe formative research
melalui: self evaluation, expert review, one-to-one, small group, dan field test. Teknik
pengumpulan data diproses melalui tes dan analisis jawaban siswa. Hasil tes
menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa adalah 76,29 yang dikategorikan baik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) bahan ajar yang dikembangkan valid dan
praktis, (2) prestasi siswa dalam ujian dikategorikan sebagai prestasi yang baik.
Kata kunci: pengembangan bahan ajar, Contextual Teaching and Learning dan hasil belajar

©Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

41
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

PENDAHULUAN
Dewasa ini perbaikan mutu pendidikan menjadi suatu topik yang menarik dan patut
disikapi dengan ide-ide yang terfokus pada perbaikan pembelajaran. Perbaikan
pembelajaran menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
tentunya perbaikan pembelajaran yang dimaksud mengarah pada tujuan pendidikan
nasional dan yang terurai sesuai dengan harapan kurikulum 2013 yang disoalisasikan
yaitu bertujuan untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif,
afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Terfokus pada pembelajaran matematika dewasa ini sering kita mendengar informasi
tentang ide-ide cemerlang yang semuanya mengacu pada perbaikan pembelajaran
matematika sebagai contoh di Belanda dikenal dengan realistic mathematics education
(RME) yang mengacu pada pendekatan konstruktivis dan seperti di Jepang dikenal
dengan lesson study walaupun tidak terfokus pada pendidikan matematika namun
tujuannya juga untuk melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Pembelajaran
matematika di Indonesia sebenarnya sudah mendapatkan respon dari pakar-pakar
pendidikan dalam bidang pendidikan matematika, sudah banyak penelitian yang
dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran matematika bahkan dalam kurikulum 1994
suplemen GBPP 1999 beberapa penulis buku teks mengacu pada pendekatan contextual
teaching and learning (CTL), ini merupakan respon untuk menciptakan pembelajaran
matematika yang bermakna bagi siswa. Namun, karna buku ini bersifat komersil tentunya
buku teks tersebut tidak menyeluruh pada setiap sekolah di Indonesia.
Fakta lain bahwa sebagian besar buku teks yang beredar dalam lingkungan sekolah
adalah buku ajar yang dominan memuat informasi tentang suatu definisi, alur proses
terbentuknya suatu kosep dan soal-soal yang abstrak. Sehingga menjadi wajar jika siswa
menghafal rumus karna bahan ajar tersebut dapat “dibaca”, situasi ini akan berbeda jika
buku teks tersebut di kemas menjadi bahan ajar yang didesain agar siswa menemukan
sendiri rumusnya. Tentunya ini akan mempunyai kebermaknaan bagi siswa. (Eisner, 2004
menyatakan “We need to help students learn to ask not only what someone is saying, but
how someone has constructed an argument, or a visual image. Sesuatu yang dibutuhkan
dalam suatu proses pembelajaran, dimana guru membantu siswa untuk dapat memacu dan
mengembangkan argumennya dalam menyelesaikan suatu permasalah dalam
pembelajaran. Ini yang menjadi dasar perlu adanya bahan ajar yang mampu
mengembangkan pemahaman siswa dan dari bahan ajar itu siswa dituntut untuk mampu

42
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

berargumentasi terhadap masalah yang disajikan dalam bahan ajar dan juga berpeluang
untuk terjadinya suatu proses dimana siswa mampu merekam kembali pemahaman yang
lama untuk memahami materi yang baru sehingga terbentuk pembelajaran yang
bermakna. Dimana, menurut (Brown, 2007 yang mengemukakan bahwa salah satu prinsip
pembelajaran bermakna yaitu “whenever a new topic or concept is introduced, attempt to
anchor it in students’ existing knowledge and background so that it becomes associated
with something they already know“. Dalam CTL, Menghadirkan sebuah konten itu
sebagai “pancingan” agar siswa melakukan berbagai aktivitas. dalam sebuah
pembelajaran, pengkondisian seperti ini untuk membantu siswa menghubungkan antara
pemahaman yang ia miliki untuk membangun pengetahuan baru dari analisis dan sintesis
dari proses pembelajaran (Hudson & Whisler, 2008. Konteks yang dimaksud menurut
(Johnson, 2002 konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa baik itu konteks keadaan
pribadi, sosial, maupun budaya.
Selanjutnya, masalah yang terjadi, banyak siswa yang tidak paham terhadap
kegunaan atau manfaat dari materi yang ia pelajari (aspek manfaat dalam kehidupan
sehari-hari). Sehingga kurangnya ketertarikan untuk memahami matematika secara
mendalam. Permasalah di atas tentunya harus segera di respon. Penelitian yang dilakukan
adalah penelitian pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan karakter siswa menjadi
suatu alternatif untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Bahan ajar yang akan
dikembangkan mengacu pada tujuh komponen yaitu konstruktivisme (constructivism),
membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups),
memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), mengembangkan sifat ingin tahu siswa
melalui pengajuan pertanyaan (questioning), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),
dan penilaian sesungguhnya (authentic assessment) (Supinah, 2008).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengembangkan bahan ajar bangun datar dengan metode
development research tipe formative research. Bangun datar yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu bangun datar segi empat yang mencakup mencakup persegi panjang,
persegi, jajargenjang, belahketupat, layang-layang, dan trapesium. Berikut ini langkah-
langkah pengembangan bahan ajar:

43
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

High Field Test


Resistance User Acceptance, Implementability
to Revision Organizational Acceptance
Rivese
Small Group
Effectiveness, Appeal Implementability
Rivese
Expert Review One-to-One
Content, Design, Clarity, Appeal
Technical Quality Obvious errors
Low Rivese
Self-Evaluation
Resistance
Obvious errors
to Revision

Gambar 1. Alur desain formative research (Tessmer, 1993)

Prosedur penelitian formative research seperti pada Gambar 1 dibagi dalam 4


tahapan, meliputi: 1) Self Evaluation yang terbagi dalam beberapa langkah yaitu a)
analisis, langkah ini merupakan tahap dimana peneliti melakukan analisi terhadap
karakteristik siswa dengan tujuan untuk menentukan kelas penelitian, dan sebagai acuan
dan pertimbangan dalam membuat bahan ajar yang cocok sesuai dengan karakteristik
siswa kelas penelitian, dan juga menganalisis tuntutan kurikulum, sehingga dalam
mengembangkan bahan ajar sesuai dengan tuntutan kompetensi yang diharapkan. b)
desain, langkah desain yang dimaksud adalah mendesain bahan ajar segi empat.
Mendesain bahan ajar didasarkan atas pemikiran peneliti dan disesuikan dengan standar
kompetensi yaitu memahami konsep segi empat serta menentukan ukurannya, kemudian
terurai dalam kompetensi dasar yaitu (1) mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang,
persegi, trapesium, jajarangenjang, belahketupat,dan layang-layang. (2) Menghitung
keliling dan luas bangun segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
desain awal bahan ajar dinamakan prototipe pertama.
Penelitian ini menghasilkan tiga prototipe yaitu prototipe pertama (hasil self
evaluation), prototipe kedua (revisi dari expert review dan one-to-one) dan prototipe
ketiga sebagai prototipe akhir (revisi dari small group), dimana masing-masing prototipe
fokus pada tiga karakteristik yaitu: konten, konstruk dan bahasa. (1) “Konten” Bahan ajar
yang dibuat mengarah pada ketercapaian standar kompetensi dan mengacu pada tujuh
komponen CTL yaitu (a) Konstruktivisme (constructivism), (b) Membentuk group belajar
yang saling tergantung (interdependent learning groups), (c) Memfasilitasi kegiatan
penemuan (inquiry), (d) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan

44
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

pertanyaan (questioning), (e) Pemodelan (modeling), (f) Refleksi (reflection), dan (g)
Penilaian sesungguhnya (authentic assessment). Selain itu juga mempertimbangkan tujuh
poin yang akan dimunculkan dalam bahan ajar yaitu: (a) Menghadirkan konteks yang
familiaf bagi siswa, (b) Konsep dalam setiap contoh dan latihan dikaikan dengan
kegunaan/masalah dalah kehidupan sehari-hari siswa, (c) Menggiring siswa untuk
mengenal/mengetahui konsep baru yang disajikan pada konteks, (d) Mendesain bahan
ajar agar contoh dan latihan yang meliputi pemecahan masalah memberikan peluang agar
siswa merasa penting mempelajari materi, bagi kehidupannya saat ini maupun dimasa
yang akan datang, (e) Mendesain contoh dan latihan dapat memotivasi siswa untuk
mempelajarinya, (f) Mendesain kegiatan mengumpulkan informasi untuk dapat
menemukan suatu konsep, (g) Mempertimbangkan aspek pada level pengayaan, (h)
Apakah bahan ajar yang disajikan ini mampu membuat siswa berpartisipasi secara teratur,
interaktif, dan mampu berkomunikasi dalam hal menanggapi permasalahan; 2)
“Konstruk” Fokus konstruk yaitu rumusan kalimat dalam bahan ajar, berbentuk perintah/
kegiatan yang dapat mengkonstruk pemantapan siswa; 3) “Bahasa” Fokus bahasa pada
bahan ajar meliputi: (a) Rumusan kalimat komunikatif, (b) Kalimat menggunakan bahasa
yang baik dan benar, serta sesuai ejaan yang disempurnakan (EYD), (c) Rumusan kalimat
tidak menimbulkan penafsiran ganda.
Tahapan formative research selanjutnya 2) Expert Review dan One-to-one, hasil
desain pada prototipe pertama yang dikembangkan atas dasar self evaluation diberikan
pada pakar (expert review) dan dua orang siswa (one-to-one) untuk mengamati,
mengkomentari, dan memberikan saran. a) Uji Pakar (expert judgement), tahap uji pakar,
bahan ajar yang telah didesain akan dicermati, dinilai dan dievaluasi oleh panelis. Panelis
terdiri dari tiga orang dalam bidang ilmu pendidikan matematika. Panelis akan menelaah
conten, konstruks dan bahasa dari masing-masing prototipe. Saran-saran panelis/validator
digunakan untuk merevisi bahan ajar. b) One-to-one, tahap one-to-one, peneliti
memanfaatkan dua orang sebagai testee dengan pertimbangan bahwa siswa tersebut
komunikatif dan memiliki kemampuan dalam menganalisi masalah, mereka diminta
untuk mengamati, mengkomentari bahan ajar yang didesain. Hasil komentar dari bahan
ajar akan dijadikan dasar untuk merevisi bahan ajar yang didesain. Hasil uji pakar (expert
judgement) dan one-to-one menjadi dasar untuk merevisi bahan ajar yang didesain
(prototipe pertama). Hasil revisi dari uji pakar (expert judgement) dan one-to-one
menghasilkan prototipe kedua.

45
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Tahapan formative research berikutnya, 3) Small Group (kelompok kecil), hasil


prototipe kedua diujicobakan pada lima orang siswa non subjek penelitian. Tahap ini
siswa diminta untuk menyelesaikan dan mengomentari bahan ajar yang telah direvisi
berdasarkan masukan dari expert judgement dan one-to-one (prototipe kedua). Hasil dari
uji small group akan dijadikan dasar untuk merevisi bahan ajar prototipe kedua. Hasil
revisi tersebut dinamakan prototipe ketiga (produk). 4) Field Test (Uji lapangan), pada
pelaksanaan field test, prototipe ketiga (produk) diujikan kesubjek penelitian yaitu siswa
kelas VII.4 SMP Negeri 2 Batang Hari Lampung Timur. Pelaksanaan field test melihat
kepraktisan dan efektivitasnya. Kepraktisan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
produk mudah digunakan (dimengerti) oleh pengguna dalam hal ini guru dan siswa.
Efektivitas berarti tercapainya tujuan pembelajaran yang tercermin dalam hasil belajar
siswa.
Setelah melalui tahap formative research, jawaban siswa dianalis dengan 1) Analisis
dokumen, dokumen jawaban siswa dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif tersebut
menceritakan hasil kerja siswa dengan berbagai strategi penyelesaian soal atau kegiatan
yang tersaji pada bahan ajar dan juga kesalahan/kekeliruan siswa dalam menjawab soal
pada bahan ajar. 2) Data hasil tes, data hasil belajar diperoleh dari hasil tes siswa dengan
menggunakan soal bentuk uraian dengan mengkonversikan nilai dalam interval 0-100.
Untuk kategori hasil belajar dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 1. Kategori Hasil Belajar Setelah Tahap Pengembangan

Nilai Hasil Tes Kategori


86-100 Sangat Baik
71-85 Baik
56-70 Sedang
41-55 Rendah
<40 Sangat Rendah

Adaptasi (Djaali, 2004)

46
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini fokus pada pengembangan bahan ajar yang melalui empat tahapan
yaitu self evaluation, expert review dan one-to-one, dan small group, dan akan berakhir
setelah dilakukannya field test. a) Hasil self evaluation, hasil yang telah dicapai pada
tahap ini adalah bahan ajar prototipe pertama, dimana isi dari bahan ajar pada tahap ini
berdasarkan kajian-kajian pustaka yang terkait dengan pengembangan bahan ajar dan ide
dari peneliti sendiri dan didasarkan pada kompetensi yang akan dicapai dan bahan ajar
mempertimbangkan beberapa point yang didasarkan pada pendapat (Cornerstone & Prep,
1999 yaitu: 1) Menghadirkan konteks yang familiar bagi siswa. 2) Konsep dalam setiap
contoh dan latihan dikaikan dengan kegunaan/masalah dalah kehidupan sehari-hari siswa.
3) Menggiring siswa untuk mengenal/mengetahui konsep baru yang disajikan pada
konteks. 4) Mendesain bahan ajar agar contoh dan latihan yang meliputi pemecahan
masalah memberikan peluang agar siswa merasa penting mempelajari materi, bagi
kehidupannya saat ini maupun dimasa yang akan datang. 5) Mendesain contoh dan latihan
yang dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya. 6) Mendesain kegiatan
mengumpulkan informasi untuk dapat menemukan suatu konsep. 7) Mempertimbangkan
aspek pada level pengayaan. 8) Apakah bahan ajar yang disajikan ini mampu membuat
siswa berpartisipasi secara teratur, interaktif, dan mampu berkomunikasi dalam hal
menanggapi permasalahan.

Gambar 2. Tampilan Gambar Puzzel pada Prototipe I

Gambar puzzle seperti pada Gamba 2 dalam penelitian ini dijadikan konteks awal
karena peneliti berpendapat bahwa puzzle merupakan permainan yang dikenal sebagian
besar siswa. Konteks puzzle ini dijadikan “pemikat” siswa untuk memahami materi apa
yang akan di pelajari dan menjadi dasar pemahaman untuk materi segi empat itu sendiri.

47
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Gambar 3. Tampilan Prototipe I Materi Jajar Genjang

Masalah yang ada dalam Gambar 3 di atas, mengenalkan siswa bahwa segi empat
banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari salah satunya atap rumah, kemudian den-
gan masalah ini pula memberikan dampak bahwa konsep yang di dapat dari materi ini
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 4. Tampilan Prototipe I pada Materi Belah Ketupat

Konteks pada Gambar 4 berupa macam-macam bentuk keramik juga memberikan


peluang yang sama seperti pembahasan sebelumnya yaitu memberi peluang kepada siswa
untuk mengembangkan pemikirannya dan kaitannya memotivasi siswa sehingga siswa
merasa bahwa materi ini penting karena ada unsur aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 5. Tampilan Masalah Matematik


untuk Materi Luas

48
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Permasalahan yang dihadirkan dalam soal ini merupakan aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari. Bentuk masalahnya “sebuah tanah berukuran 20m x 20m, digunakan untuk
kolam renang dan taman. Jika kolam renang berukuran 10m x 8m, maka berapa Luas
lahan yang bias dipergunakan menjadi taman?”. Peneliti memiliki harapan soal ini akan
memacu siswa untuk dapat mengembangkan pemikirannnya dan berpeluang untuk
menggunakan strategi penyelesaian yang beragam, dimana strategi penyelesaian yang
beragam merupakan indikasi bahwa siswa memahami konsep.

Gambar 6. Tampilan Prototipe I pada Materi Belah Ketupat

Permasalahan dalam kegiatan ini yaitu mengharapkan aktivitas siswa yang dibagun
dalam kegiatan kelompok untuk mengumpulkan informasi dalam rangka untuk mendapat-
kan suatu kesimpulan. Siswa diberikan belah ketupan dalam kertas berpetak untuk
membangun konsep dari keliling belah ketupat.
Pada hasil berikutnya b) Hasil expert review dan one-to-one, 1) hasil expert review,
pada tahap ini merupakan tahapan yang peneliti anggap paling penting, karena disinilah
moment penambahan ide dan gagasan baru yang muncul setelah proses validasi dan
pembimbingan dengan validator dan disini juga mengidentifikasi kekurangan yang ada
pada bahan ajar. (a) Panelis 1. Beliau adalah alumni PPs Unsri program studi pendidikan
matematika yang bekerja di SMP Negeri 5 Pemulutan Ogan Ilir Sumatera Selatan, dan
beliau juga sebagai tenaga pengajar di bimbingan belajar primagama cabang Lemabang
Kota Palembang. Penelitian yang pernah dilakukan oleh beliau adalah penelitian dengan
tema pengembang soal Programme For International Student Assesment (PISA). Peneliti
meyakini panelis pertama dapat memberikan masukan mengenai konten materi dan
karakteristik soal yang cocok untuk level siswa SMP Kelas VII, (b) Panelis 2 Beliau
adalah guru bidang studi pendidikan matematika pada SMP Negeri 2 Batang Hari Metro

49
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Timur, dimana SMP tersebut merupakan tempat penelitian. Peneliti meyakini bahwa yang
bersangkutan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik siswa yang ada
sehingga dapat disesuaikan dangan bahan ajar yang dikembangkan dan juga memberikan
informasi mengenai konten dan runut materi pada level siswa kelas VII. Validasi expert,
fokus pada konten, konstruk dan bahasa. Berikut ini beberapa hasil validasi dengan expert
yang di lakukan. (a) Panelis 1, Beliau menyarankan: (1) Pembuktian dalam menyatakan
bahwa sisi yang berhadapan sama panjang perlu dibimbing dengan kegiatan pemikiran.
(2) Pada bagian pembuktian, dimana sudut pada persegi panjang adalah 900 belum
matematis. (3) Kontek pada kegiatan mengiring siswa untuk memahami sifat-sifat persegi
panjang belum tepat. (4) Konteks pada soal persegi panjang dan persegi selayaknya
dihadirkan. (b) Panelis 2, komentar yang didapat yaitu: (1) Kesesuaian konsep perlu
diperhatikan, (2) Konteks yang digunakan agar lebih familiar, (3) Kecenderuangan siswa
pada konsep yang instan menjadi point penting yang harus dipertimbangkan.
Hasil 2) One to one dilakukan untuk melihat keterbacaan dan gambaran tentang apa
yang dipahami siswa pada setiap bagian dari bahan ajar segi empat tersebut. Berikut ini
beberapa bagian dari hasil one to one.

Gambar 7. Jawaban Siswa one to one untuk Materi Persegi Panjang

Jawaban siswa pada Gambar 7 dengan bentuk pertayaan “Coba Anda gambarkan
bangun persegi panjang dengan berbagai macam ukuran selain dari contoh 1 dan 2 di
bawah ini!” menggambarkan bahwa siswa tersebut mengerti dengan perintah yang
diberikan pada soal dan juga kegiatan menggambar ini berkaitan erat dengan pemahaman
siswa tersebut mengenai sifat-sifat persegi panjang, dengan kata lain dari-kegiatan
sebelumnya siswa tersebut dapat menyerap informasi yang ada dalam bahan ajar.

50
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Gambar 8. Jawaban Siswa one to one untuk Materi Trapesium

Kemudian pemahaman siswa tersebut berlanjut pada menyimpulkan apa itu bangun
trapesium terlihat pada Gambar 8, ini menandakan bahwa ia paham dengan sifat-sifat dari
suatu segi empat.

Gambar 9. Jawaban Siswa one to one untuk Materi Trapesium

Jawaban di atas menggambarkan kemungkinan adanya pemodelan dan strategi


penyelesaian yang beragam dari siswa. Ini ditunjukkan dengan adanya simbol-simbol
yang ia buat pada gambar soal. Hasil validasi dan one to one menjadi dasar
penyempurnaan bahan ajar, dimana bahan ajar hasil revisi pada kegiatan ini dinamakan
prototipe kedua.
Untuk hasil 3) Small group, hasil small group merupakan penyempurnaan bahan ajar
sebelum melakukan tahap field test. Hasil small group dijadikan dasar perubahan pada
prototipe dengan dasar hasil analisis pekerjaan siswa dan dilanjutkan dengan hasil
wawancara dengan siswa. Berikut ini tampilan bahan ajar sebelum dan sesudah revisi.

51
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Sebelum Revisi

Setelah Revisi

Gambar 10. Pertanyaan Bangun Datar Kubus Sebelum Revisi (Prototipe II) dan
Setelah Revisi (Prototipe III)

Menurut analisis peneliti dari hasil jawaban siswa pada bahan ajar pada Gambar 10
terlihat siswa hanya fokus pada sudut siku-siku yang menyebabkan siswa salah tafsir.
Sehingga peneliti menarik kesimpulan untuk menambahkan informasi pada soal yaitu
dengan menampilkan sudut yang dimaksud, seperti tampak pada gambar di atas yaitu
pada gambar sesudah direvisi. Penambahan informasi sama seperti yang di atas dilakukan
pula pada bahan ajar halaman 16, 23 dan halaman 27 yaitu dengan memperjelas sudut
yang dimaksud.

Gambar 11. Jajar Genjang pada Prototipe III

Permasalahan pada point ini (Gambar 11) dimana siswa beranggapan bahwa tinggi
(t) merupakan bagian dalam langkah untuk menyimpulkan rumus keliling dimana

52
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-57

jawaban keliling adalah alas + tinggi + alas + tinggi. Ada anggapan bahwa siswa tidak
memahami apa itu makna tinggi pada gambar di atas, sehingga terkesan siswa asal-asalan
dalam menentukan rumus. Maka agar siswa dapat memaknai masalah, dibutkanlah
keterangan tinggi (t) adalah sisi BR dengan demikian diharapkan siswa dapat
membedakan sisi-sisinya. Perubahan tersebut dilakukan pada setiap gambar jajar genjang
dan trapesium. Perubahan yang dilakukan seperti pada masalah di atas merupakan
masalah yang menurut peneliti mesti dilakukan perubahan agar makna dari masalah yang
dihadirkan mempunyai makna yang jelas. Kemudian juga ada beberapa revisi yang
dilakukan atas dasar penyesuaian dan perubahan tampilan dengan maksud memperjelas
masalah yang dihadirkan pada bahan ajar.
Hasil 4) Field test, tahap ini merupakan tahap akhir dari kegiatan penelitian ini,
berikut ini adalah beberapa tampilan hasil jawaban siswa dari pelaksanaan field test.

Gambar 12. Jawaban siswa hasil field test untuk Materi Persegi

Jawaban siswa pada Gambar 12 dapat menggambarkan bahwa siswa dapat


mengkonstuk pemahaman bahwasanya keliling adalah menjumlahkan semua sisi-sisinya

Gambar 13. Jawaban siswa hasil field test untuk


Materi Jajar Genjang

53
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

Beberapa tampilan jawaban di atas, tampak bahwa siswa memahami masalah yang
dihadirkan pada soal. Siswa menyelesaikan dengan strategi mereka masing-masing, tanpa
ragu mereka menyelesaikan masalah dengan aturan yang terstuktur. Begitu juga dengan
jawaban soal dibawah ini.

Gambar 14. Jawaban siswa hasil field test untuk Materi Persegi Panjang

Dari jawaban pada Gambar 14, siswa mampu memaknai soal tersebut dengan pema-
hamannya dan menurut peneliti yang menarik adalah siswa bekerja menyelesaikan ma-
salah ini sesuai dengan pemahamannya tanpa takut salah. Mereka berusaha menghasilkan
solusi yang tepat dari permasalahan soal tersebut. Efek potensial dari pengunaan bahan
ajar ini menyoroti tentang hasil belajar siswa dimana, berikut ini tabel rekapan hasil
belajar siswa.

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa setelah Menggunakan Bahan Ajar CTL

No Kategori Jumlah Persentase


1 ≥ 75 24 siswa 68,57 %
2 ≤ 75 11 siswa 31,43 %
Jumlah 35 siswa 100 %

Tabel di atas menggambarkan pengelompokan siswa menjadi dua kategori yaitu ≥ 75


dan ≤ 75. Jika dilihat dari rata-rata keseluruhan nilai siswa yaitu mencapai 76.29, dimana
jika disesuaikan dengan kategori maka masuk pada kategori baik.

54
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa bahan ajar segi empat yang valid dan
praktis. Dikatakan valid karena bahan ajar tersebut sudah divalidasi oleh panelis dan telah
dilakukan perbaikan sesuai saran dari panelis, kemudian ketika diujicobakan siswa tidak
melihatkan kesulitan dalam mengerjakan bahan ajar. Dikatakan praktis karena dilihat dari
hasil filed tes bahan ajar yang diberikan pada siswa, bahan ajar tesebut dapat dikerjakan
oleh siswa, dan rata-rata nilai hasil pekerjaan kelompok pada bahan ajar yaitu 75,42. Dari
hasil tes siswa didapat rata-rata nilai hasil belajar sebesar 76,29 dengan katagori baik.

55
Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, Juni 2019, 5(1): 42-56

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. D. (2007). Teaching by Principles, Second Edition. Teaching by Principles An


Interactive Approach to Language Pedagogy. Califronia: Longman.
Cornerstone, T., & Prep, T. (1999). Teaching Mathematics Contextually. In Learning.
Retrieved from http://www.cord.org/uploadedfiles/Teaching_Math_Contextually.pdf
Djaali. (2004). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Eisner, E. W. (2004). What can education learn from the arts about the practice of
education? International Journal of Education & Teh Arts, 5(4), 1–13. Retrieved
from http://www.ijea.org/v5n4/v5n4.pdf
Hudson, C. C., & Whisler, V. R. (2008). Contextual teaching and learning for
practitioners. International Multi-Conference on Society, Cybernetics and
Informatics, 54–58. The International Institute of Informatics and Systemics.
Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning: what it is and why it’s here to
stay. In Choice Reviews Online. https://doi.org/10.5860/choice.40-1053
Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam
Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Tessmer, M. (1993). Planning and conducting formative evaluations: Improving the
quality of education and training. In Planning and Conducting Formative
Evaluations. London: Routledge.

56

You might also like