Kurikulum Pendidikan Berbasis Tauhid Landasan Filo

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 30

e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...

p-ISSN: 2088-3390

KURIKULUM PENDIDIKAN BERBASIS TAUHID: Landasan Filosofis dan


Manajemen Kurikulum SMP ar-Rohmah Putri Boarding School Malang

Umiarso
Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Indri Mawardianti
Universitas Muhammadiyah Malang

Abstract
Tauhid is the main core and the main foundation of Islamic teachings that need to be reflected
in the world of education. Therefore, monotheism-based education into all activities includes
coaching, fostering and developing students' self-potential that comes from God. So this
research is focused on the discussion of the construction of a monotheism-based education
curriculum applied by Ar-Rohmah Putri Middle School Malang Boarding School along with its
management (management). This research uses a qualitative approach that is a type of case
study with in-depth interviews and participant observation as data collection techniques. While
analyzing data, researchers used the interactive models of Miles and Hubermann. This
research concludes, curriculum construction in the institution refers to the systematic
revelation as the basis of tauhid-based education. The foundation is seen from the typology of
the philosophy of Islamic education including the category of Tawhid-based Social
Reconstruction. Curriculum management includes the planning process by formulating a
mission and goal vision; organizing is focused on the integration of religion and science; its
application includes the values of monotheism and the views of Islam into subjects; and
evaluating using adab evaluation.
.
Keywords: Management, Curiculum, dan Education of Tauhid

Submit: Agustus 2018 Accepted: November 2018 Publish: Desember 2018

A. PENDAHULUAN

Berbagai tantangan yang bersifat kompleks perlu direspon secara positif oleh setiap

lembaga pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang lebih baik seperti yang

dilakukan negara-negara maju, diantaranya Malaysia (Ahmad, 1998: 462-475), Florida

(Waschull, 2018: 75-83), atau Laos (MacKinnon, 2014: 19-34. Menurut Aly (2011: 15),

salah satu tantangan tersebut adalah peningkatan added value dengan berbagai upaya seperti

regulasi guru (Tatto, 2006: 231-241) atau aspek kurikulum (Agrawal, 2004: 361-379).

Dengan demikian, upaya peningkatan nilai tambah di lembaga pendidikan Islam merupakan

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 160
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

konsekuensi yang perlu terintegrasi. Upaya ini hakikatnya merupakan upaya peningkatan

mutu pendidikan Islam, walaupun masih ada problematika dikotomi keilmuan antara ilmu

umum (sains) dan ilmu agama. Wajar apabila ada kalangan yang mencoba mengintegrasikan

keduanya seperti Ismail Raji al-Faruqi dan Syeh M. Naquib al-Attas, M. Amin Abdullah

yang dilembagakan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Imam Suprayogo di UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang. Meski demikian, dikotomi ilmu tersebut masih dirasakan

dalam lingkup lembaga pendidikan Islam hingga saat ini. Karenanya, dominasi

pengembangan keilmuan dalam kurikulum sering kali menjadi alasan mendasar masyarakat

untuk memilih dan menentukan lembaga pendidikan. Konsekuensinya, situasi ini

mendorong munculnya sekolah terpadu atau sekolah integrasi yang mengupayakan adanya

integrasi ilmu.

Di Malang Jawa Timur berdiri SMP ar-Rohmah Putri Boarding School Malang –

selanjutnya disebut SMP RPBSM- yang muncul dengan spirit integrasi ilmu. Sekolah

terpadu ini berdiri pada tahun 2007, dengan desain asrama yang mengajarkan pendidikan

agama dan pendidikan modern. Menariknya, sekolah ini berada dibawah naungan ormas

Hidayatullah yang asas pengembangannya berlandaskan pada pemikiran, pandangan dan

semangat dakwah ormas tersebut. Salah satunya mengusung konsep pendidikan berbasis

Tauhid sebagai dasar pengembangan kelembagaan dan proses pendidikan. Konsep ini dalam

salah satu riset yang dilakukan oleh Mayasari dan Triwijiyanto (2013: 61-67) dianggap

sebagai upaya untuk menciptakan peserta didik memiliki kemampuan yang seimbang antara

kognitif dan kepribadiannya (psikomotorik dan afektifnya). Bahkan konsep ini pula mampu

mengembangkan kepekaan sosial dan kecintaan dan penghargaan terhadap lingkungan,

sebagaimana kesimpulan riset Djainuddin & Sirait (2016: 117-132). Wajar jika kurikulum

yang digunakan sekolah tersebut adalah kurikulum integrasi antara ilmu keislaman dengan

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 161
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

sains dan teknologi yang menekankan pada upaya penanaman nilai-nilai ketauhidan.

Ditambah dengan pola pendidikan full day school yang diterapkan SMP RPSBM mendorong

upaya masif dan sistematis untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam tersebut. Pola ini

telah diakui efektifitasnya oleh Abdul Rozaq (2018: 29-34) dalam riset di sekolah Islam

terpadu; riset ini menyimpulkan, full day memiliki efektivitas yang tinggi terhadap

pencapaian tujuan pendidikan.

Gagasan filosofis tersebut memang tidak mudah pengimplementasiannya tanpa

rancangan kurikulum yang baik. Karenanya, SMP RPBSM menempatkan manajemen

kurikulum sebagai komponen utama proses pendidikan integrasi secara menyeluruh dan

melibatkan berbagai elemen untuk mewujudkan tujuan pendidikannya. Karena itu, ia

membutuhkan kemampuan manajerial yang baik mewujudkan tujuan tersebut secara

optimal, efektif dan efisien. Seakan-akan kemampuan ini menjadi nilai tambah bagi SMP

RPBSM di tengah ketatnya persaingan global, sehingga seni tata kelola pendidikan menjadi

salah satu faktor yang urgen bagi mereka.

Terlebih lagi kurikulum dinyatakan menjadi salah satu bagian dalam manajemen

pendidikan sebagaimana diungkap oleh Wahyudin (2014: 19), maka SMP RPBSM

memposisikan kurikulum sebagai kerangka normatif dan fundamental dalam sistem

pendidikannya. Namun, ia mendesain kurikulum yang digunakannya secara mandiri dengan

tetap berpijak pada desain kurikulum pemerintah. Artinya, SMP RPSBM melakukan upaya

rekonstruksi dan penyatuan antara standar pendidikan nasional dengan standar normatif

versi mereka yang memunculkan kerangka kurikulum pendidikan berbasis tauhid.

Pengintegrasian kurikulum ini oleh SMP RPSBM difokuskan untuk menghasilkan peserta

didik yang tafaqquh fi din serta memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan dan

kompleksitas kehidupan. Sistem pendidikan yang dilakukan oleh SMP RPSBM ini juga

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 162
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

mencoba mewarnai kehidupan peserta didik dengan nilai-nilai Islam secara utuh dan

terintegrasi. Kenyataannya, sistem pendidikan yang berbasis tauhid mampu memberikan

pengaruh positif. Dalam riset Khoiruddin (2018: 73-88) disimpulkan bahwa sistem ini tidak

hanya mampu menumbuhkan keshalehan vertikal tetapi juga mewujudkan humanisme

sosial.

B. PEMBAHASAN

1. Fokus dan Metode Penelitian

Berdasarkan deskripsi tersebut, artikel ini memfokuskan pada landasan dan

model manajemen pengembangan kurikulum pendidikan berbasis tauhid dalam upaya

integralisasi ilmu agama dan sains yang dilakukan SMP RPBSM. Oleh sebab itu, riset

ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk mempelajari,

memahaminya, dan menafsirkan serta memberikan makna pada fenomena

pengembangan kurikulum di SMP RPBSM. Karenanya, peneliti pada konteks ini

menggunakan jenis penelitian studi kasus agar mampu untuk lebih mendalam

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena tersebut. pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan, antara lain: teknik observasi partisipan, teknik wawancara

mendalam, dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk analisis data peneliti menggunakan

model siklus interaktif sebagaimana dikemukakan Miles dan Huberman dengan

serangkaian proses mulai pengumpulan data, kondensasi, penyajian, dan verifikasi data.

2. Pendidikan Berbasis Tauhid

Secara etimologis, kata “tauhid” memiliki makna esa, keesaan, atau

mengesakan; sehingga ia dapat diartikan sebagai perilaku mengesakan Allah meliputi

seluruh pengesaan (Zainuddin, 1992: 1). Tauhid pada kerangka ini merupakan bentuk

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 163
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

dari meyakini keesaan Allah dalam rububiyyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta

menetapkan baginya nama-nama dan sifat-Nya (Al-Fauzan, 2006: 19). Karenanya,

tauhid dipandang tidak sekedar mengesakan Allah sebagai satu-satunya Illah untuk

disembah; namun ia membawa konsekuensi logis akan kedudukan manusia sebagai

khalifah fil ardh yang bertugas mensejahterakan bumi dan seisinya (Saputro, 2016: 259-

284). Wajar apabila posisi tauhid ini sangat esensial dalam kehidupan manusia dan ia

sendiri merupakan inti pokok dan pondasi ajaran Islam, maka ia perlu direfleksikan

dalam segala aspek kehidupan termasuk pada dimensi pendidikan (Mu‟inudinillah,

2013: 29-43). Dengan demikian, posisi pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk

mengenal Allah serta membentuk pribadi-pribadi yang mampu mensejahterakan bumi

dan seisinya dengan ilmu dan amalnya. Melalui tauhid, pendidikan mampu untuk

membentuk manusia integratif yaitu menjadi khalifah sekaligus abdullah; ilmuwan dan

ulama‟ dalam kesatuan subjek.

Kesatuan tersebut adalah konsekuensi yang terbentuk pada diri subjek; sebab

dalam konsepsi tauhid sendiri semua terbingkai pada kerangka kesatuan. Landasan

konsepsinya, alam semesta “sumbu dan orbitnya satu” yang “dari Allah” dan “akan

kembali kepada Allah”. Wajar apabila ada kalangan yang meletakkan pondasi

epistimologinya pada “prinsip tauhid” yakni suatu prinsip global yang mencakup lima

kesatuan yaitu: Keesaan Allah (kesatuan Tuhan), Kesatuan ciptaan (kesatuan alam),

kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan hidup dan kesatuan umat manusia.

Konsep inilah yang dijadikan dasar oleh al-Faruqi dalam mengembangkan

pemikirannya tentang Islamisasi Ilmu (Hermawati, 2015: 383-402). Artinya, tiga entitas

tersebut yaitu antara tauhid, ilmu dan pendidikan mampu menjadi satu kesatuan yang

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 164
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

tidak dapat dipisahkan. Integrasi tiga entitas inilah yang memberikan dampak positif

terhadap dimensi aksiologik pembentukan manusia paripurna.

Konsekuensinya, konsep tauhid dan implikasinya terhadap pendidikan tersebut

yang dicanangkan menjadi landasan normatif pendidikan berbasis tauhid. Dengan

demikian, sistem ini menjadi keseluruhan kegiatan pendidikan yang meliputi

pembimbingan, pembinaan dan pengembangan potensi diri manusia sesuai dengan

bakat, kadar kemampuan dan keahliannya masing-masing yang bersumber dan

bermuara kepada Tuhan (Majid, 2007: 12). Semua aktivitas sistem pendidikan akan

dioientasikan dan bermuara pada Tuhan, sehingga proses, output, dan outcome

pendidikan akan diwarnai nilai-nilai kebertuhanan. Sebab prinsip dasar pendidikan ini

tidak melepaskan nilai-nilai tauhid dalam setiap jengkal sistem pendidikannya. Prinsip

dasarnya, semua aspek kehidupan berada di dalam kekuasaan Tuhan dan ia “berasal dari

Tuhan” serta “akan kembali kepada Tuhan”.

Pendidikan berbasis tauhid ini merupakan salah satu upaya menciptakan dan

membentuk peserta didik berakhlak mulia yang diimbangi kemampuan akademik yang

memadai. Bahkan, seperti dalam satu riset yang disampaikan oleh Ulfa (2017: 80-107),

metodenya pun tidak monoton tapi variatif mulai metode intuitif, metode rasional,

metode tarqib wa tarhib, metode ibrah maw’izah, metode ilmiah, metode demostrasi,

dan metode ketauladanan. Artinya, pendidikan ini melakukan terobosan berupa

bimbingan dan pengembangan potensi peserta didik meliputi potensi jasmani dan

rohani. Memang pada dasarnya tujuan pendidikan Islam adalah membentuk insan

kamil; terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilahiah,

serta penyadaran terhadap eksistensi manusia sebagai abdullah, khalifah, dan pewaris

perjuangan para nabi-rasul. Dengan demikian, SMP RPBSM memilih pendidikan

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 165
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

berbasis tauhid sebagai sistem pendidikannya untuk mencapai tujuan institusi mereka.

Faktanya sistem pendidikan ini bisa menjadi solusi terhadap berbagai problematika

pendidikan Islam saat ini.

Pemilihan sistem pendidikan mendorong formulasi kurikulum sebagai langkah

konkrit mewujudkan cita tersebut. Ia merupakan komponen utama yang digunakan

untuk menjadi acuan penentuan isi pengajaran, pengarah proses mekanisme pendidikan,

tolak ukur keberhasilan dan kualitas pendidikan. Pada kerangka inilah, pendidikan

berbasis tauhid dapat diperasionalisasikan dalam bentuk pengembangan dalam

kurikulum. Karenanya, pengembangan kurikulum bertolak dari nilai-nilai normatif

tauhid; kurikulum pendidikan yang berbasis nilai-nilai tauhid. Inilah yang diterapkan

oleh SMP RPBSM yang ada di Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.

3. Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan Berbasis Tauhid

Upaya pengembangan kurikulum di sekolah harus dilakukan dengan mengacu

pada standar nasional pendidikan yang dijabarkan dalam buku panduan kurikulum.

Buku ini dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang

mengupaya terwujudnnya tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertera dalam

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 dan PP

No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 16 ayat 1. Dalam

implementasinya pada tingkat satuan pendidikan tidak lagi merancang atau

merumuskan kurikulum yang digunakan tetapi lebih bersifat pengembangan.

Dikarenakan sifatnya pengembangan, maka sekolah/madrasah bisa melakukan inovasi

dan improvisasi hingga ia bisa memiliki pencirian yang khas dalam kurikulumnya.

Dalam hal ini, SMP RPBSM memilih pengembangan kurikulumnya dengan

menggunakan konsep dasar pendidikan berbasis tauhid. Dalam dokumen sekolah

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 166
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

“Pendidikan Berbasis Tauhid: Pilar Kebangkitan Peradaban Islam” dan juga dalam

Dokumen Kurikulum “ar-Rohmah Putri Boarding School Tahun 2013” disebutkan,

konsep pendidikan berbasis tauhid di Ar-Rohmah Putri Boarding School dibuat atas

dasar sikap dan semangat untuk merujuk kembali pada karakter intelektual dan tradisi

pendidikan Islam. Artinya, semangat pendidikan yang dikembangkan SMP RPBSM

tidak lepas dari nilai-nilai Islam dan ide dasar sejarah kecemerlangan peradaban Islam.

Memang perlu ada kerangka dasar dalam pengembangan kurikulum sebagai landasan

filosofisnya tanpa menafikan landasan yang lain. Sebab ia merupakan pondasi yang

menjadi dasar pegangan dan acuan serta untuk memberikan menjawaban pada berbagai

masalah pendidikan. Bahkan ia juga menuntun aktivitas pendidikan pada arah dan

tujuan yang jelas. Wajar apabila Ansyar (2015: 61) menyebutkan bahwa filsafat penting

bagi pendidikan, tanpa filsafat pendidikan kehilangan pedoman ketika merancang,

melaksanakan dan meningkatkan kualititas pendidikan.

Karenanya, di SMP RPBSM menempatkan nilai filsafat yang bersumber pada

kerangka normatif Islam sebagai pandangan hidup mereka. Dengan kata lain, setiap

warga SMP RPBSM memiliki acuan dan pegangan nilai filosofis dalam pandangan

hidupnya yang bersumber pada pesan normatif al-Qur‟an dan al-Hadist. Implikasinya,

institusi tersebut mempunyai pandangan tertentu dan ciri khas mengenai pendidikan

yang ia jalankan. Wajar apabila berdasarkan landasan filosofis itulah, mereka

merumuskan tujuan kurikulum dan juga berusaha mengintegrasikan seluruh aktivitas

kependidikannya dengan nilai-nilai tersebut. Memang secara teoritis, filsafat yang

dianut pengelola sekolah/madrasah akan mempengaruhi orientasi, tujuan, konten

kurikulum, materi ajar, metode dan kegiatan belajar serta strategi penyampaian materi

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 167
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

pembelajaran. Artinya, nilai filosofis sangat berpengaruh terhadap konstruksi

pendidikan yang dibangun.

SMP RPBSM yang berada dibawah naungan Hidayatullah tidak akan lepas dari

ideologi organisasi keagamaan tersebut. Karenanya, nilai-nilai filosofis yang muncul

dalam organisasi tersebut terancang pula dalam sistem pendidikan di SMP RPBSM.

Bahkan Hidayatullah sebagai sebuah al-harakah al-jihadiyah al-Islamiyah melakukan

inisiasi dengan berijtihad merancang sebuah framework. Sebagai sebuah hasil ijtihad,

maka Sistematika Wahyu –atau disebut juga dengan istilah Sistematika Nuzulul

Wahyu- telah ditetapkan sebagai framework mereka dalam upaya membangun

peradaban Islam. Sistematika Wahyu merujuk pada lima surah dalam al-Qur‟an, yakni:

QS. al-Alaq ayat 1-5, QS. al-Qalam ayat 1-7, QS. al-Muzzamil ayat 1-10, QS. al-

Muddatstsir ayat 1-10, dan QS. al-Fatihah ayat 1-7. Empat surah tersebut (QS. al-Alaq,

QS. al-Qalam, QS. al-Muzzamil, dan QS. al-Muddatstsir) diyakini memiliki nilai-nilai

yang bisa membangun peradaban Islam; sedangkan QS. al-Fatihah sendiri digambarkan

sebagai konstruksi dari peradaban tersebut. Jika digambarkan dalam bentuk skema akan

nampak sebagai berikut:

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 168
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Peradaban Islam
QS. al-Fatihah ayat 1-7

QS. al-Muddatstsir ayat 1-10


QS. al-Muzammil ayat 1-10
QS. al-Qalam ayat 1-7
QS. al-Alaq ayat 1-5

Landasan Filosofis
(Sistematika Wahyu)

Gambar 1: Ilustrasi Konstruksi Peradaban Islam Di Atas


Landasan Sistematika Wahyu

Dalam sistem pendidikan, sistematika tersebut menjadi landasan normatif dan

terintegrasi. Seperti dalam salah satu arsip SMP RPBSM yaitu “Sistematika Nuzulnya

Wahyu” dan “Outline Pendidikan Berbasis Tauhid” terdapat penjelasan terkait

framework pendidikan berbasis tauhid. Dalam framework ini dijelaskan bahwa konsep

pendidikan berbasis tauhid di SMP RPBSM didasarkan pada lima surah tersebut. Lima

surah ini dijabarkan dalam bentuk pemikiran filosofis yang kita bisa menemukan lima

ciri khusus dari konsep pendidikan berbasis tauhid. Lima hal tersebut berikut

penjelasannya:

a. QS. al-Alaq ayat 1-5

Dalam surah al-Alaq terdapat pembahasan tentang trilogi metafisika dalam

Islam, yaitu Tuhan, manusia, dan alam semesta. Tiga entitas ini tidak terpisah yang

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 169
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

setiap entitas berdiri sendiri, tapi ia berada dalam rentang kesatuan ontologik.

Artinya, tiga entitas tersebut saling kait mengait dan berhubungan dalam bingkai

“dari Tuhan” ke “akan kembali kepada Tuhan”. Karenanya, manusia perlu memiliki

kepekaan primordial untuk mengenal asal dan kembali dirinya nanti. Mengenal

Tuhan bagi manusia menuntun dirinya memiliki kesadaran kemanusiaan dan

ketuhanan. Implikasinya, manusia mampu untuk menempatkan diri sebagai abdullah

sekaligus khalifatullah.

Konsepsi keberadaan dan keesaan Tuhan sendiri dapat dicapai melalui akal

dan usaha intelektualitas manusia. Namun, akal yang tidak memiliki kesiapan tidak

akan bisa mengetahui eksistensi Tuhan; bahkan ia tidak dapat memahami dengan

baik hubungan Tuhan dengan semua ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, kesadaran akan

kehadiran Tuhan perlu terbentuk di segala situasi dan kondisi. Artinya, dengan terus

mengenali Tuhan dan alam semesta melalui akal (pikiran) mampu mengantarkan

pada bukti keesaan dan keagungan-Nya. Hal inilah yang membentuk sikap tauhid

yaitu sikap yang meyakini segala sesuatu bermuara dan bergantung kepada Tuhan.

Maka tujuan pendidikan Islam dengan sendirinya perlu diarahkan pada upaya

pengajaran metode pengenalan dan pengakuan yang benar mengenai Tuhan.

b. QS. al-Qalam ayat 1-7

Surah ini mengambarkan tentang problematika klasik yang masih

berlangsung hingga saat ini yaitu ilmu pengetahuan yang seharusnya tidak bebas

nilai. Memang perlu diakui, ia dipengaruhi oleh pandangan-pandangan keagamaan,

kebudayaan dan filsafat yang mencerminkan kesadaran dan pengalaman manusia

yang membawanya. Namun, pemahaman berbeda mengenai ilmu mendorong adanya

goncangan pada dinamika keilmuan. Berdasarkan hal inilah perlu upaya

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 170
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

mendefinisikan “apa itu ilmu” menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebagaimana

dalam Islam, ilmu pengetahunan dipersepsikan sebagai medium untuk menunjukkan

bukti-bukti/tanda-tanda keberadaan dan keabsolutan Tuhan.

Artinya, pencapaian akhir dari ilmu pengetahuan adalah adanya proses

spiritualitas pada diri manusia. Usaha penyatuan intelektualitas dan spiritualitas yang

dilakukan inilah yang disebut sebagai “Metode Tauhid”. Metode ini telah menjadi

karakteristik dan ciri khas dalam tradisi intelektual Islam. Begitu pula konstruksi

sistem pendidikan Islam terutama cara dan tujuan dalam mencari ilmu tidak bisa

dipisahkan dari kesatuan intelektualitas dengan spiritualitas. Sistem pendidikan ini

mendorong terbentuknya insan paripurna (al-insan al-kamil).

Menariknya, cita mencapai tujuan tersebut tidak melepaskan adab –baca

perilaku konstruktif- dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Sebab, ia tidak dapat

diperoleh dan ditularkan kecuali dengan adab yang tepat. Adanya kekacauan dan

kerusakan dalam menggunakan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan akibat dari

rusaknya adab. Oleh karenanya, sistem pendidikan perlu dilandasi dengan adab

hingga pengembangan individu mengarah pada pembentukan manusia beradab.

c. QS. al-Muzzamil ayat 1-10

Dalam surah ini dideskripsikan perintah Tuhan kepada manusia untuk

bertauhid. Dengan menyatukan diri dengan Tuhan serta mengikuti perintah-Nya

dalam tiap tindakan dan pikiran, maka semua aspek akan berpeluang untuk

diwujudkan. Artinya, proses penanaman ilmu pengetahuan ditekankan pada diri

manusia yang ditujukan pada ketundukan kepada Tuhan. Sistem pendidikan pun

perlu ditekankan pada pengembangan ketauhidan individu, bukan pada kerangka

makro sosial yaitu masyarakat atau negara.

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 171
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Penekanan tersebut berimplikasi ke dasar struktur pengetahuan mengenai

perangkat diri manusia seperti akal, jiwa, nilai, tujuan dan maksud yang hakiki dari

kehidupan dirinya. Perangkat ini merupakan unsur dasar dan inheren dalam diri

manusia yang harus dikembangkan. Sebaliknya, jika makro sosial –baca masyarakat

dan negara- yang menjadi titik tekan cenderung akan membuka pintu sekularisme

yang berimplikasi pada tumbuhnya ideologi dan pendidikan sekuler. Tidak bisa

dipungkiri, langkah utama dan pertama pendidikan adalah upaya yang menekankan

pada pengembangan individu paripurna (al-insan al-kamil) dibandingkan

menghasilkan warga masyarakat dan negara yang baik.

Berdasarkan hal tersebut, tugas pendidikan Islam adalah membentuk

manusia yang baik –yaitu manusia beradab-, bukan warga negara yang baik.

Pendidikan merupakan medium penyemaian dan penanaman adab dalam diri

seseorang; proses ini biasa disebut ta’dib. Struktur ta’dib ini mencakup unsur ilmu

(„ilm), instruksi (ta’lim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Cakupan yang luas ini

memungkinkan sistem pendidikan Islam tersebut mampu mengembangkan potensi

kemanusiaan dan ketuhanan dalam diri manusia secara maksimal.

d. QS. al-Muddasttsir ayat 1-7

Surat ini menyiratkan ada keseimbangan antara keshalehan individu dengan

sosial. Dalam prosesnya, terutama dalam filsafat pendidikan Islam, konsep ini

menekankan pengembangan individu yang terintegrasi dengan dimensi sosial.

Pemahaman ini berakar pada ikatan primordial yang terbentuk ketika ruh mau

“ditiupkan” ke jasad (janin) manusia. Kesadaran ini akan muncul ketika ia secara

simultan menyadari individualitas dirinya yang unik dengan kebersamaan dirinya

dengan manusia yang lain atau lingkungan sekitarnya. Individu yang “mengisolasi

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 172
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

diri” tidak akan memiliki makna, sebab individualisasi lebih menekankan pada

keuntungan diri mereka sendiri. Sejatinya, individu akan memiliki makna apabila ia

berkontribusi terhadap nilai kemanusiaan, kealaman, dan kebertuhanan.

Jelasnya, manusia beradab merupakan konsep individu yang sadar akan

nilai kemanusiaan dirinya sebagai makhluk sosial dan kebertuhanan. Dasar ini

memunculkan relasi harmonis antara diri mereka, masyarakat, alam sekitar, dan

Tuhan. Itulah sebabnya, dalam pandangan Islam, manusia yang baik (beradab)

merupakan individu yang memiliki keharmonisan sebagai abdullah dan khalifah. Ia

akan yang memahami pandangan hidupnya sesuai al-Qur‟an dan tidak menafikan

kewajiban sosialnya. Ia mengetahui, meskipun di akhirat nanti bersifat individual,

tetapi dalam sejarah sosial tetap bersifat komunal.

Karenanya, pendidikan perlu menekankan pada pengembangan individual

yang bersifat intelektual dan spiritual secara integral yang bersifat sosial. Konsep ini

mengarahkan pada pembentukan diri individu sebagai agen konstruksi dan

rekonstruksi sosial. Titik awal dan akhir proses pendidikannya adalah pembentukan

individu yang beradab; sedangkan, masyarakat dan negara merupakan struktur yang

terbentuk dari individu-individu tersebut. Pada hakikatnya, pendidikan hakikatnya

merupakan pembentuk struktur masyarakat melalui proses melahirkan individu

beradab sebagai agent of change.

e. QS. al-Fatihah ayat 1-7

Surah ini merangkum visi misi peradaban Islam, yaitu mewujudkan tata

kehidupan yang berdasarkan moral profetik. Al-Fatihah sendiri memiliki makna

pembuka; semacam kunci yang menjadi pemandu untuk memahami bangunan

peradaban yakni nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an. Surah al-Fatihah

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 173
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

berfungsi sebagai landasan atau induk referensi untuk ayat-ayat lain. Dengan kata

lain, al-Fatihah menjadi asas atau paradigma untuk menyoroti dan melihat ayat-ayat

yang lain.

Dalam surah al-Fatihah, ketiga prinsip dasar peradaban Islam termuat dan

seakan-akan ia merupakan rangkuman dan penegasan dari empat surah lainnya.

Prinsip tersebut, antara lain berpijak pada tauhid dan fokus pada akhirat sebagaimana

prinsip aqidah (QS. al-Alaq ayat 1-7 dan QS. al-Muddatstsir ayat 1-7), menekankan

pada tradisi ibadah (QS. al-Muzammil ayat 1-10), dan menempuh jalan lurus yang

tidak ekstrim materialis dan ekstrim spiritualis (QS. al-Qalam ayat 1-7).

Kelima surah tersebut merupakan penciri utama dari pendidikan berbasis

tauhid yang diterapkan di SMP RPBSM. Paling tidak ada empat ciri yang dapat

dirangkum dalam konteks ini, antara lain: pertama, tujuan pendidikan adalah untuk

ma’rifatullah (mengenal Tuhan). Kedua, pencari ilmu –dalam proses- perlu memiliki

komitmen terhadap adab. Ketiga, fungsi pendidikan adalah untuk menciptakan

manusia beradab. Dan keempat, output pendidikan memiliki tanggung jawab untuk

menciptakan masyarakat yang bermoral (profetik).

Bahkan di sisi yang lain, ia merupakan pandangan konsep pendidikan SMP

RPBSM yang berupa penafsiran dari lima surah tersebut. Dari pandangan ini pula

mulai bergeser ke obsesi yang ingin diwujudkan SMP RPBSM. Bahkan ia menjadi

dasar tujuan pendidikan dan dasar merancang strategi pendidikan mereka. Dengan

demikian, konsep pendidikan berbasis tauhid di SMP RPBSM dijadikan strategi

untuk mewujudkan manusia Islami yang sejati; manusia beradab (al-insan al-kamil).

Wajar apabila seluruh sivitas akademika seperti guru, karyawan dan peserta didik

sangat memahami dasar pengembangan konsep pendidikannya.

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 174
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Menariknya, ditilik dari aspek filsafat, pandangan filosofis dalam konsep

pendidikan berbasis tauhid dapat dijabarkan pada tiga varian, yakni: pertama, aspek

ontologi; ia memiliki pandangan mengenai realitas yang dipelajari serta tujuan dari

pendidikannya ialah makrifatullah, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Alaq ayat

1-5. Kedua, aspek epistimologis; ia memiliki pandangan mengenai pengetahuan yang

dipelajari dan bagaimana mempelajarinya yakni ilmu datang atas kehendak Tuhan.

Adab menjadi bagian penting dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan,

sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Qalam ayat 1-7. Dan ketiga, aspek aksiologi;

ia memiliki pandangan bahwa etika dan estetika menjadi akar terbentuknya

masyarakat yang bermoral, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. al-Muzzamil

ayat 1-10 dan QS. al-Muddatstsir ayat 1-7. Dengan demikian, nilai-nilai yang ada

dalam Sistematika Wahyu memang menjadi landasan filosofis pengembangan

kurikulum pendidikan berbasis tauhid yang diterapkan di SMP RPBSM.

Pandangan tersebut turut menggiring implementasi konsep pendidikan

berbasis tauhid yang ditekankan perkembangan individual aspek intelektual dan

spiritual secara integral serta bersifat sosial. Peserta didik pun diarahkan menjadi

agen konstruksi dan rekonstruksi sosial yang berkontribusi pada pembangunan

masyarakat dan negara. Oleh karenanya, perkembangan akal budi individu

dikembangkan secara berkelanjutan melalui proses ta’lim, tarbiyah, irsyad, tadris

dan ta’bid maupun taqarrub. Proses ini ternyata menghasilkan sikap rasional-kritis,

kreatif, mandiri, terbuka, rasional-empiris, objektif-empiris, dan objektif-matematis

yang tetap pada landasan nilai profetik. Pendidikan tidak hanya sebagai wadah

penanaman nilai yang bisa berperan untuk melakukan perubahan di masyarakat dan

negara.

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 175
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Berdasarkan deskripsi tersebut sejatinya konstruksi konsep pendidikan

berbasis tauhid sejalan dengan tipologi dari aliran filsafat pendidikan Islam yaitu

Rekonstruksi Sosial Berbasis Tauhid. Muhaimin (2010: 111-112) menyebutkan

parameter tipologi pemikiran pendidikan Islam tersebut memiliki ciri-ciri, antara

lain: pertama, bersumber dari al-Qur‟an dan al-Hadits; kedua, progresif dan dinamis;

ketiga, rekonstruksi sosial berkelanjutan dan dibangun dari bottom up, grass root

serta pluralisme; dan keempat, wawasan kependidikan Islam bersifat proaktif dan

antisipatif dalam menghadapi akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, tuntutan perubahan yang tak terduga dan eksponensial, berorientasi ke

masa depan. Antara keduanya ternyata memiliki kesamaan dan kesesuaian, sehingga

keduanya bisa disatukan dalam bingkai kemajuan sosial.

4. Manajemen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berbasis Tauhid

Kurikulum yang ada di SMP RPBSM secara sederhana terbagi menjadi dua

bagian yaitu kurikulum akademik dan kurikulum diniyah. Dalam pengelolaannya pun

terdapat pembagian yakni kurikulum akademik dikelola oleh Waka Kurikulum yang

berada di bawah pimpinan kepala sekolah, sedangkan kurikulum diniyah dikelola oleh

Waka Diniyah yang berada di bawah kepemimpinan kepala yayasan. Namun untuk

menghindari dikotomi dan terwujudnya tujuan pendidikan yang bersifat institusional,

maka implementasinya ada keterpaduan antara kurikulum akademik dan kurikulum

diniyah. Bahkan kedua kurikulum tersebut menjadi satu kesatuan terintegrasi dalam satu

materi pelajaran, sehingga dikotomi ilmu antara kedua kurikulum tersebut tidak muncul.

Berdasarkan fenomena ini sebenarnya telah terancang dalam kegiatan pengelolaan

pengembangan kurikulum seperti yang dideskripsikan berikut.

a. Perencanaan Kurikulum

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 176
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Perencanaan kurikulum sangat tergantung pada pengembangan dan tujuan

kurikulum yang akan menjadi penghubung teori-teori pendidikan. Secara teoritis,

Hamalik (2010: 152) menyatakan, perlu ada proses sosial yang bersifat kompleks

yang menuntut berbagai jenis dan tingkat pembuatan keputusan; yang lazim

dikatakan sebagai perencanaan kurikulum. Dalam hal ini perencanaan kurikulum di

SMP RPBSM dilakukan langsung oleh sekolah secara integratif. Artinya, ia

memadukan antara kurikulum Kemendiknas dan konsep pendidikan berbasis tauhid

yang diformulasi Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah. Sehingga dalam

menentukan visi, misi dan tujuan SMP RPBSM merujuk pada pandangan filosofis

pendidikan berbasis tauhid; sedangkan realisasinya tersimpul pada kurikulum

integratif. Kepala SMP RPBSM pada konteks ini menyatakan:

“Sekolah menggunakan kurikulum kemendiknas serta kurikulum Hidayatullah.

Kurikulum Hidayatullah dikeluarkan Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah yang

diturunkan kepada Dewan Pengurus Wilayah dan juga sekolah. Kurikulumnya pun

baru pada tataran konsep umum tentang internalisasi nilai-nilai tauhid dalam sistem

pendidikan. Adapun implementasinya diserahkan pada masing-masing sekolah,

sehingga sekolah mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan kondisi dan

cita ideal kami”.

Hal tersebut sejalan dengan amanah UU No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 dan PP No 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan pasal 16 ayat 1. Artinya, perencanaan kurikulum pada

tingkat satuan pendidikan tidak bersifat merancang, tetapi bersifat pengembangan

yang disesuaikan dengan cita institusi. Lazim apabila pada dimensi ini, sekolah

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 177
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

melakukan kreasi-kreasi yang memunculkan pembeda dengan sekolah lainnya.

Karenanya dalam tataran praktis, SMP RPBSM jika dibandingkan dengan sekolah

lainnya tampak berbeda terutama dilihat dari budaya sekolah yang memperlihatkan

nilai-nilai religius.

Terlepas dari hal tersebut, proses perencanaan kurikulum diawali dengan

penentuan visi, misi, tujuan dan capaian pembelajaran yang ingin dicapai SMP

RPBSM. Dalam proses penyusunan tersebut sekolah melibatkan struktural

Lembaga Pendidikan Islam ar-Rohmah (LPIR), struktural sekolah, dewan guru, dan

stakeholder. Pelibatan pihak-pihak tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan

kesepahaman rumusan perangkat pendidikan tersebut. Sebab ia menjadi rujukan

penyusunan program kegiatan pendidikan yang tertuang dalam kalender akademik,

program tahunan, program semester, silabus dan Rencana Proses Pembelajaran

(RPP).

Posisi nilai-nilai tauhid dalam perencanaan kurikulum ini terletak pada

kerangka kerja pembelajaran. Artinya, guru memasukan nilai-nilai tauhid dalam

proses belajar mengajar dan menuangkannya dalam RPP, sehingga dalam

pembelajaran peserta didik akan terus menerus bersentuhan dengan nilai tersebut.

Dengan demikian, guru harus memahami dan menjiwai konsep pendidikan berbasis

tauhid dan juga bidang keilmuannya. Dua nilai (tauhid dan bidang ilmu lain) ini

terus menerus terbingkai dalam relasi dialogis yang difokuskan untuk membentuk

peserta didik menjadi manusia ideal (al-insan al-kamil).

b. Pengorganisasisan Kurikulum

Pengorganisasian kurikulum di SMP RPBSM berjalan pada dua bidang,

yakni: pertama, sebagai pengaturan bahan pelajaran; artinya, ia berupa upaya untuk

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 178
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

mempola atau mendesain kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah peserta

didik mempelajari bahan pelajaran. SMP RPBSM dalam konteks ini menggunakan

model integreted curiculum yang berbentuk usaha pengintegrasian berbagai bahan

pelajaran dengan nilai-nilai tauhid untuk membangun manusia ideal. Di satu sisi,

pengintegrasian ini sebagai salah satu cara mengatasi problematika dikotomi ilmu

yang tengah melilit umat Islam saat ini.

Menariknya, integrasi yang dilakukan SMP RPBSM menggunakan

pendekatan intra-disipliner, yakni mengintegrasikan nilai-nilai ketauhidan ke dalam

materi pelajaran (sains). Dua kerangka keilmuan ini melebur dalam pandangan

sivitas SMP RPBSM yang mengesankan adanya kulturisasi ilmu. Namun pada

tataran praktisnya, usaha tersebut belum sampai pada integrasi kurikulum yang

menyatukan berbagai bidang tanpa pemisah sebagai medium untuk memecahkan

masalah. Melihat dinamika ini bisa dikatakan bahwa upaya integrasi dalam

pendidikan SMP RPBSM terjadi pada cara dan pola pikir, namun tercermin dalam

bentuk cara memandang sebuah persoalan.

Pengorganisasian kurikulum bidang kedua, sebagai upaya pengelolaan dan

penyelarasan berbagai program pendidikan agar bisa diaplikasikan secara optimal.

Upaya ini difokuskan pada penentuan dan pembagian beban mengajar guru dan

beban belajar peserta didik. Dalam dokumen Kurikulum Berbasis Tauhid SMP

RPBSM disebutkan bahwa pengaturan beban mengajar bertujuan untuk

memberikan batasan beban mengajar dari seorang guru dengan memperhatikan

karakteristik mata pelajaran, jumlah jam mata pelajaran, dan status berdasarkan

jabatannya. Pengaturan beban mengajar guru per minggu berkisar antara 12-24 jam

yang disesuaikan dengan jabatan (kepala sekolah, wakil kepala bidang, dan wali

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 179
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

kelas) dan juga kondisi sekolah. Apalagi SMP RPBSM merupakan sekolah Islam

dengan pola boarding school, maka waktu pendidikan di sekolah relatif lebih

panjang daripada ketentuan. Waktu pendidikannya berkisar antara 34-36 jam per

minggu dengan alokasi waktu 40 menit per tatap muka.

c. Penerapan Kurikulum

Pada konteks ini, serangkaian kurikulum yang telah direncanakan mulai

diimplementasikan. Namun di SMP RPBSM, guru memiliki kedudukan yang

sangat urgen mewujudkan konsep, prinsip dan cita ideal yang ada di dalam

kurikulum pendidikan berbasis tauhid. Pengetahuan dan pemahaman guru tentang

kurikulum tersebut menjadi bekal utama; sebab mata pelajaran yang termuat di

dalamnya tidak berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dengan nilai-nilai ketauhidan.

Oleh sebab itu, guru SMP RPBSM dituntut memiliki kompetensi sesuai bidang

mereka, tapi juga bisa memberikan keteladanan dalam menerapkan nilai-nilai

ketauhidan serta bisa menghubungkan dengan materi pembelajaran.

Dari ketauladanan digeser ke dimensi pembiasaan yang diarahkan pada

pembangunan budaya sekolah, sehingga upaya internalisasi nilai-nilai tauhid

terintegrasi dengan lingkungan SMP RPBSM. Untuk itulah, ada tiga metode yang

digunakan SMP RPBSM untuk mengimplementasikan kurikulum pendidikan

berbasis tauhid, antara lain: tilawah, tazkiyyah dan ta’limah. Metode tilawah

merupakan upaya membimbing seseorang agar ia keluar dari jalan hidup yang

menyimpang menuju jalan hidup yang benar; atau hijrah dari keburukan menuju

kebaikan; sedangkan metode tazkiyyah merupakan upaya mensucikan atau

membersihkan seseorang dari keburukan dan menumbuhkan potensi-potensi

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 180
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

kebaikan yang ada dalam dirinya; dan yang terakhir metode ta’limah adalah proses

pembekalan ilmu pada diri seseorang.

Metode-metode tersebut secara konsisten diterapkan oleh setiap guru di

dalam mengintegrasikan nilai-nilai ketauhidan ke dalam mata pelajaran. Artinya,

nilai-nilai ketauhidan tidak hanya tercantum dalam bentuk rencana pembelajaran,

akan tapi juga terimplementasikan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru

dan peserta didik. Pada konteks ini ada salah seorang ustadzah SMP RPBSM

menyatakan bahwa:

“Misalnya dalam menjelaskan materi tentang perang dunia maka akan

saya kaitkan dengan pandangan Islam tentang peperangan. Etika yang berkelindan

di dalamnya ditekankan dan diinternalisasikan pada peserta didik”.

d. Pengevaluasian Kurikulum

Pengevaluasian kurikulum dilaksanakan melalui proses pengumpulan dan

pengolahan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik –yang lazim disebut

dengan istilah penilaian. Penilaian hasil belajar peserta didik di SMP RPBSM

mengacu pada standar kompetensi lulusan untuk seluruh mata pelajaran atau

kelompok pelajaran, yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Tiga

cakupan ini dalam Taksonomi Bloom disebut sebagai kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Mekanisme dan prosedur evaluasi dimulai dari menentukan nilai KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimum) yaitu kriteria ketuntasan belajar yang di dalamnya

ada ambang batas pencapaian kompetensi. Nilai ketuntasan belajar untuk aspek

kognitif dan psikomotorik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat; sedangkan

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 181
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

untuk aspek afektif dinyatakan secara kualitatif. Penilaian hasil belajar peserta didik

meliputi: hasil ulangan harian, hasil ujian tengah semester, hasil ulangan akhir

semester dan hasil ulangan kenaikan kelas. Sebagaimana disebutkan dalam

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan

Permendiknas No. 20 tahun 2007.

Selain penilaian hasil belajar peserta didik yang berbentuk kuantitatif dan

kualitatif; penilaian juga difokuskan pada adab. Untuk itu penilaian tidak hanya

meliputi pengetahuan dan nilai yang tertanam dalam diri peserta didik, namun juga

pada beberapa adab yang diperlihatkannya. Adab yang dilihat SMP RPBSM

diantaranya: pertama, adab terhadap guru yang memperlihatkan sikap tunduk dan

patuh, menghormati dan percaya pada kemampuan guru, bersabar atas kekurangan

diri guru, berterima kasih atas bimbingan guru, berbicara dengan halus dan santun,

dan bersikap tawadhu‟. Kedua, adab terhadap pembelajaran yang direpresentasikan

sikap senantiasa hadir dalam pelajaran, duduk di tempatnya sendiri dengan baik,

tidak malu bertanya jika ada yang belum paham, menyiapkan buku pelajaran, saling

memotivasi dan membantu dalam belajar, dan aktif dalam pembelajaran.

Ketiga, adab terhadap materi pelajaran yang diperlihatkan sikap menjaga

buku agar tidak rusak/kotor, memulai catatan dengan basmalah dan diakhiri dengan

hamdalah, mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru, dan mengerjakan tugas

yang diberikan. Dan yang keempat, adab pribadi yang menampilkan sikap menjaga

diri dari akhlak tercela, memanfaatkan masa muda dan waktu yang ada, berpakaian

bersih dan rapi, memperhatikan halal-haram, menghindari yang tidak bermanfaat,

dan gemar membaca.

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 182
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Karenanya, SMP RPBSM menilai adab dilakukan secara komprehensif. Di

sekolah penilaian dilaksanakan oleh guru dan wali kelas, sedangkan di asrama

dilakukan oleh pengasuh atau musfirah. Secara operasional, data penilaian adab

bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan hasil observasi guru mata

pelajaran yang juga dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan

langsung dan laporan pribadi. Kejadian-kejadian menonjol yang berkaitan dengan

sikap, perilaku dan unjuk kerja peserta didik menjadi aspek penilaian. Hasil

penilaian ini menentukan kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik; artinya

prestasi peserta didik ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan adab mereka. Oleh

karenanya, penilaian hasil belajar dan adab menjadi alat untuk dapat melihat

efektifitas pengembangan kurikulum pendidikan berbasis tauhid. Kepala sekolah

SPM RPBSM menyebutkan bahwa:

“Evaluasi hasil pembelajaran dan penilaian adab peserta didik tidak

berhenti sampai tersajikannya dalam raport, melainkan juga menjadi penentu

keberhasilan sekolah dalam menerapkan pendidikan berbasis tauhid. Untuk itu

secara berkala yaitu tiga bulan sekali sekolah perlu melaporkan perkembangan hasil

belajar peserta didik kepada dewan pengurus wilayah hidayatullah, yang

selanjutnya dilaporkan kepada dewan pengurus pusat hidayatullah”.

Wajar apabila evaluasi pembelajaran difokuskan menentukan kualitas

pembelajaran secara keseluruhan; serta untuk memusatkan seluruh kinerja guru

dalam proses pembelajaran. Artinya, pengevaluasian pembelajaran menuntun juga

pada pembenahan kurikulum yang bermuara pada konstruksi manusia paripurna

(al-Insan al-Kamil). Proses pendidikannya pun tidak melepaskan jangkar

keagamaan –baca ketuhanan- yang ditujukan untuk menumbuhkan dan

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 183
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

mengembangkan sikap tauhid kepada Tuhan. Fakta inilah yang dikatakan dalam

hasil riset Ikhtiati, dkk. (2016: 83-92) bahwa pendidikan hadhari yang berbasis

integratif-interkonektif dapat dikembangkan salah satunya melalui pengembangan

visioner yaitu falsafah, ideologi, visi misi, atau tujuan

5. Pendidikan Paripurna: Merangkai Kurikulum Integratif

Berdasarkan fenomena tersebut nyata bahwa sistem pendidikan yang ada di

SMP RPBSM memiliki landasan filosofis yang kuat dan dioperasionalisasikan dengan

tata manajemen yang profesional. Kombinasi yang saling melengkapi membuka ruang-

ruang kreatif untuk terus mengembangkan kelembagaan SMP RPBSM. Kombinasi

tersebut juga mendukung adanya konstruksi manajemen pendidikan yang memiliki

landasan teologis. Ciri dari lembaga pendidikan ini, ia mengaplikasikan sistem

pendidikan yang diarahkan pada pencapaian hasil yang diorientasikan pada pencapaian

tujuan duniawi dan ukhrawi. Menyatukan dua dimensi (profan dan sakral; sains dan

agama) yang menjadi rancangan utama sistem pendidikan berbasis tauhid. Tafsir (2008:

75) pada konteks ini mengakui bahwa untuk mendesai pendidikan maka ia perlu

memulainya dengan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Dalam konteks ini

tujuannya bersifat saat ini (profan) dan yang akan datang (ukhrawi), sehingga capaian-

capaian yang dilihat meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif yang di dalamnya terdapat

kesadaran kebertuhanan.

Sistem pendidikan yang mampu menyatukan orientasi profanistik dan

transendentalistik melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan agama untuk

menumbuhkan sikap tauhid merupakan sistem pendidikan paripurna. Sistem ini akan

memaknai setiap perilaku kependidikan sebagai bentuk ibadah; menurut Haryanto

(2011: 103) dalam hasil disertasinya dikatakan, keserasian spiritual dan material pada

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 184
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

mulanya akan bersifat sekuler tapi ketika ditempatkan pada kerangka “tauhid” akan

mendapatkan makna spiritual. Bahkan sistem pendidikan ini juga mampu mewarnai era

disrupsi yaitu suatu era yang mengkombinasikan domain psikis, digital, dan tehnologi,

melalui gerak harmonisasi makna tujuan kehidupan manusia –baca subjek pendidikan.

Dengan demikian, dalam sistem ini, dinamika keduniawian menjadi medium yang bisa

mengantarkan subjek pendidikan pada Tuhan. Upaya ini menurut Daulay (2014: 73)

dapat dilakukan melalui dua langkah yaitu landasan filosofis dan metodologis.

Wajar apabila konstruksi kurikulum yang terancang menjadi acuan sentral

sistem pendidikan dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena itu,

Ramayulis & Nizar (2009: 194) menyatakan, kurikulum mampu menjadi kekuatan

utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Sistem pendidikan

yang paripurna akan terus menerus melakukan reorientasi kurikulum yang disesuaikan

dengan psikologis, sosiologis, dan religiusitas peserta didik. Salah satunya riset

Thobroni (2015: 92-104) menjelaskan, untuk menanamkan nilai-nilai kesadaran

lingkungan berdasarkan spiritualitas Islam diupayakan melalui pembentukan kurikulum

pendidikan yang bernuansa kesadaran pelestarian lingkungan.

Jelasnya kurikulum yang memiliki nuansa integratif antara sains dan nilai-nilai

Islam hingga mendorong ke diskursus yang bersifat membumi. Pada sisi ini

Badarussyamsi (2015: 255-275) dalam risetnya menyimpulkan, wacana yang perlu

dikembangkan adalah bagaimana dimensi sains dalam Islam dapat diberi tafsir atau

komentar yang bersifat sains. Namun di sisi yang lain juga perlu meneliti fenomena

alam atau sosial yang hasilnya didialogkan dengan nilai-nilai wahyu (Islam). Proses ini

dikenal dengan cara induksi konsultasi dalam membangun ilmu pendidikan Islam, yang

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 185
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

didegungkan oleh Muhaimin (2011: 63). Konstruksi pemikiran ini dapat digambakan

dalam bentuk bagan sebagaimana berikut:

Allah
(Sumber Segala Ilmu)

Fenomena Konsultasi, Afirmatif, & Fenomena


Qauliyyah Dialog Qauniyyah & Insaniyyah

Prasyarat (kebutuhan Prasyarat (kebutuhan


interpretasi terhadap teks): interpretasi terhadap
Ulumul Qur’an, Ulumul Hadist, qauniyyah): natural science,
Bahasa Arab, dan lain social science, dan humanities
sebagainya

 Menggali dan menafsirkan ayat-ayat  Meneliti ayat qauniyyah dan insaniyyah


qauliyyah untuk memperoleh pandangan untuk memperoleh pengetahuan atau
wahyu tentang tema pendidikan yang teori pendidikan (rasional-empiris)
dikaji  Konsultasikan, dialogkan atau saling
 Mengembangkan pengetahuan wahyu kritik antara pengetahuan atau teori
ke bukti empiris sehingga menjadi teori pendidikan (rasional-empiris) dengan
dan dijabarkan ke dalam operasional pandangan wahyu (ayat-ayat qauliyyah)

Ilmu Pendidikan dalam


Perspektif Islam

Gambar 2: Cara Induktif-Konsultatif Membangun Ilmu Pendidikan Islam

Artinya, kurikulum yang terancang tidak hanya monoton atau berkutat pada

pembangunan diskursus berbasis teks. Akan tetapi, ia terancang secara kritis yang

dibangun berdasarkan dialog interaktif-interkonektif antara sains dan agama; antara

qauniyyah & insaniyyah dan qauliyyah. Implikasinya, muncul pola pembelajaran

integratif yang mendorong lahirnya “Ibrahim-Ibrahim kecil”; yaitu manusia yang bisa

atau mampu menemukan ketauhidannya berdasarkan pada aspek rasionalitas-empiris.

Jadi peserta didik aspek keberagamaannya dibangun melalui sosialisasi-indoktrinasi; ia

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 186
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

juga mampu membangun ketauhidan dirinya dengan cara menemukan hakikat

keberagamaannya.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan deskripsi tersebut, kurikulum pendidikan berbasis tauhid mempunyai

landasan filosofis yang kuat dan tersimpul dalam sistematika wahyu. Tapi, sistematika

wahyu akan semakin tertanam dalam diri peserta didik dengan adanya dialog kritis dengan

fenomena kealaman dan kemanusiaan yang dialami langsung oleh mereka. Kerangka

konseptual inilah dioperasionalkan lembaga pendidikan Islam –dalam hal ini bisa di baca

SMP RPBSM- secara profesional mulai aspek perencanaan, pengorganisasian, penerapan,

dan pengevaluasian. Ia akan berjalan secara terarah dan terukur untuk mewujudkan manusia

paripurna (al-insan al-kamil).

D. DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, Mamta. 2004. Curricular Reform in Schools: The Importance of Evaluation, dalam
Journal of Curriculum Studies Vol. 36, Issue 3.
Ahmad, Rahimah Haji.1998. Educational Development and Reformation in Malaysia:
Past, Present and Future, dalam Journal of Educational Administration, Vol. 36
Issue. 5.
Al-Fauzan, Syaikh Shalih bin Fauzan. 2006. Kitab Tauhid I, Jakarta: Darl Haq
Aly, Abdullah.2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah Terhadap
Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam As-Salam Surakarta, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ansyar, M.. 2015. Kurikulum: Hakikat, Pondasi, Desain dan Pengembangan, Jakarta: Kencana
Prenada.
Badarussyamsi, Spiritualitas Sains dalam Islam: Mengungkap Teologi Saintifik Islam, dalam
Jurnal Miqot Vol. 39, No. 2 Juli-Desember 2015
Haidar Putra Daulay. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Jakarta: Prenada Media.
Hamalik, Oemar. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 187
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Haryanto, Sugeng, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok


Pesantren: Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren Sidogiri-Pasuruan,
(Ringkasan Disertasi), (Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, 2011).
Hermawati, Nur Wahyu, Konsepsi Ilmu Berlandaskan Tauhid Ismail Raji al-Faruqi serta
Implikasinya di Dunia Pendidikan, dalam Jurnal at-Ta‟dib Vol. 10, No. 2 Desember
2015
Ikhtiati, dkk., Integrasi-Interkoneksi Paradigma Hadhari dalam Pendidikan Multikultural,
dalam Prosiding Seminar Internasional Pascasarjana Islam and Trans-Cultural in
Education, Pascasarjana IAIN STS Jambi 2016.
Khoiruddin, Muhammad, Pendidikan Sosial Berbasis Tauhid dalam Perspektif al-Qur’an,
dalam at-Tarbawi Vol. 3, No. 1 Januari-Juni 2018
Majid, Abd.. 2007. Pendidikan Berbasis Ketuhanan, (Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang
Ilmu Pengkajian Islam), Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajawali Pers.
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Pers.
Mu'inudinillah, M., Refleksi Tauhid dalam Pendidikan Islam, dalam Jurnal Ilmu Tarbiyah at-
Tajdid Vol. 2, No. 1 Tahun 2013
Nizar, Ramayuli & Samsul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia.
Rozaq, Abdul, Pengembangan Kurikulum Sekolah Full Day di SDIT Zaid Bin Tsabit, dalam
Prosiding Konferensi Nasional Ke-7 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi
Muammadiyah „Aisyiyah (APPPTM) di Universitas Muhammadiyah Jakarta Tanggal
23-25 Maret 2018
Saputro, Ihsan Wibisono, Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullahdan Implikasinya
Terhadap Tujuan Pendidikan Islam, dalam Jurnal at-Ta‟dib Vol. 11, No. 2 Desember
2016
Sirait, Hamdhan Djainuddin & Sangkot, Pembelajaran Tauhid Berbasis Lingkungan di SMP IT
Alam Nurul Islam Yogyakarta, dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 13, No. 1
Juni 2016
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tatto, Maria Teresa. 2006. Education Reform and The Global Regulation of Teachers
Education, Development and Work: A Cross-Cultural, dalam International Journal of
Educational Reseach Vol 45, Issues 4-5.
Thepphasoulithone, Allan MacKinnon & Phonesavanh.2014. Educational Reform in Laos: A
Case Study, dalam International Journal of Educational Studies Vol. 1, No. 1..
Thobroni, Ahmad Yuam, Internalisasi Nilai-Nilai Keadaran Lingkungan Melalui Pendidikan:
Perspektif al-Qur’an-Hadis, dalam Prosiding Halaqah Nasional & Seminar
Internasional Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel
Surabaya 2015

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 188
e-ISSN: 2540-8348 Umiarso dan Indri Mawardianti, KURIKULUM PENDIDIKAN...
p-ISSN: 2088-3390

Triwijiyanto, Liya Mayasari & Teguh, Manajemen Kurikulum Berbasis Tauhid, dalam Jurnal
Manajemen Pendidikan, Vol. 24, No. 1 Maret 2013
Ulfa, Hilman Fauzia, dkk., Metode Pendidikan tauhid dalam Kisah Ibrahim AS dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran PAI di Sekolah, dalam Tarbawy: Indonesian
Journal on Islamic Education Vol. 4, No. 2, 2017.
Wahyudin, Dinn, Manajemen Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014).
Waschull, Stefanie B.. 2018. Improving Developmental Education Reform in Florida, dalam
Promising Practices in Developmental Education,
Zainuddin. 1992. Ilmu Tauhid, Jakarta: Renika Cipta

MUADDIB: Studi Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02 Juli-Desember 2019 189

You might also like