Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

TA’LIMUNA, Vol. 9, No.

01, September 2019, ISSN 2085-2975

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM DI


LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM: TINJAUAN
EPISTIMOLOGI
M. Ilyas Junaidi Addakhil
Email :[email protected]
Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo

Abstract: This research attempts to describe the problems of Islamic religious education
curriculum in Indonesia. There are many problems of the curriculum of Islamic religious
education in Indonesia such as the duration of learning, textbooks, conformism curriculum
and human resources, change of curriculum, curriculum design, pendektean/ learning
methods, facilities and infrastructure, the absence of a draft formal assessment of affective from
the government, the assessment tool affective difficult to develop.The methods used in this
research is using descriptive analysis method. While the analysis of the data used by the
author is using content analysis that describes the contents of the text of some of the sources
are accurate. From the analysis of the data that has been concluded by the authors showed
that many of the problems of Islamic religious education curriculum in Indonesia.
problematics of Islamic religious education curriculum in Indonesia should be evaluated, with
evaluation of the problems of Islamic religious education curriculum in Indonesia is expected
that there will be a revamping of the curriculum so that the education system in Indonesia
mainly Islamic religious education can be done well.

Keywords: Problems, Epistimologi, Curriculum, Education

Pendahuluan
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk
membentukpribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi
manusia baikyang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan
hubunganyang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah. Pendidikan dan
pembelajaran menjadi perhatianserius seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan zaman. Maka pendidikan dan pembelajaran harus diarahkan
kepada pencapaian tujuan pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning
to be, dan learning to live together1.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan Islam diperlukan
perencanaanpendidikan yang meliputi; (1) kelembagaan, (2) Kurikulum, (3)

1 Hasan baharun, ‘Pengembangan Media Pembelajara PAI Berbasis Ligkungan’,

Cendekia, 14.3 (2016), 46–76.

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 1


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

Manajemen,(4) Pendidik, (5) Peserta didik, (6) alat, sarana, dan fasilitas, (7)
kebijakanpemerintah.
Pendidikan dan kurikulum adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, ini
karena kurikulum dengan pendidikan memiliki keterkaitan satu sama lain. Ini
sejalan dengan para pakar pendidikan yang menyatakan bahwa fungsi utama
sekolah adalah pembinaan dan pengembangan semua potensi individu,
terutama pengembangan potensi fisik, intelektual, dan moral setiap peserta
didik. Maka sekolah harus berfungsi sebagai tempat pendidikan formal untuk
mengembangkan semua potensi peserta didik sebagai sumber daya manusia2.
Kurikulum, dalam proses pendidikan merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan. Karena berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses
pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi
3
lulusansuatu lembaga pendidikan. Sebagai alat yang penting untuk
mencapaitujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman
dankemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi.
Menurut Hasan baharun dalam jurnalnya menyebutkan
“The curriculum in the process of Teaching and Learning Activities of
Islamic Education is designed and developed in its application by
following the principles of learning and learning motivation of Islamic
Education. On thatbasis, the development of learning Islamic
Education by providing opportunities and encouragement to all
learners to use its potential in finding and building the meaning or
values of Islamic teachings. In addition to some of the above, it is also
important to build awareness that the tasks and responsibilities of
learning are in the participants.”4

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik


memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi
manusia yang bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, kreatif, sehat berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi masyarakat yang
demokratis, bertoleransi serta bertanggungjawab.5

2 Akmal Mundiri, ‘Inovasi Pengembangan Kurikulum Pai Di Smp Nurul Jadid’,

Tadrib, 4.1 (2018), 41–68.


3 Haidar Purta Daulay, Dinamika Pendidikan Islam Diasia Tenggara, Rineka Ciipta, 2nd

edn (jakarta, 2009).hlm.130


4 Hasan Baharun, ‘CURRICULUM DEVELOPMENT’, Cendekia, 16.1 (2018), 41–62.
5 Iwan Djunaidi, Pelaksanaan KTSP Pada MTs Di Kalimantan Dan Jawa Timur,
Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama (semarang, 2010).hlm. 24

2 | M. Ilyas Junaidi Addakhil


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

Materi pendidikan dan pendidikan Islam tergambar dalam kurikulum


yang disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikannya. Desain materi
pendidikan harus memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi,
budaya, seni, serta sesuai dengan jenjang masing-masing satuan pendidikan.6
Materi yang terakomodasi dalam kurikulum menggambarkan standar
kemampuan dasar yang wajib dimiliki peserta didik pada masing-masing
jenjang pendidikan. Untuk itu dalam kurikulum terdapat kelompok mata
pelajaran yang berorientasi pada kemampuan akademik serta kelompok dalam
dunia pendidikan di Indonesia, termasuk kurikulum. Upaya yangdapat
dirasakan yaitu adanya pemerataan kesempatan pendidikan di semuajenjang.
Bahkan pemerintah telah mengundangkan UUSPN No. 20 tahun2003 dan PP
No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan kebijakan
pemerintah tidakamenyusun kurikulum pendidikan secara nasionaldan lebih
menyerahkan penyusunannya di tingkat satuan pendidikan merupakan
perwujudan dari reformasi pendidikan, untuk mewujudkan tiga strategi
pembaharuan, yaitu: (a) pengembangan pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi, (b) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan, (c)
pemberdayaan peran serta masyarakat7.
Metodologi
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu
penelitian pustaka (library research) yakni dengan mengkaji ulang konsep-konsep
pengembangan kurikulum dan problematikanya dari para ahli, kemudian
penulis berusaha untuk membuat sintesa dari pendapat para ahli tersebut.
Adapun analisisnya menggunakan analisis isi (content analysis), hal ini penulis
lakukan dengan cara menganalisis secara mendalam mengenai konsep-konsep
yang telah dikemukakan para ahli. Untuk teknik keabsahan datanya peneliti
menggunakan triangulasi sumber, yakni mengkroscek beberapa sumber baik
berupa buku, artikel dan lain sebagainya yang menjadi literatur dalam penulisan
artikel ini.

6 Sanaky Hujair, Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyarakat Madani Indonesia,

Safrina Insania (jogjakarta, 2003).hlm.156


7Djunaidi.hlm.27

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 3


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

Pembahasan
A. Kurikulum Pendidikan Islam: Tinjauan Konseptual
Kurikulum merupakan kumpulan dari sejumlah mata pelajaran yang
harus disampaikan.oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Pandangan ini
menekankan gagasan kurikulum dalam hal konten. Dalam pandangan yang
muncul kemudian, penekanannya terletak dalam pengalaman belajar. Dengan
titiktekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang
disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan sekolah8.
Ada beberapa ahli teori kurikulum yang menyatakan bahwa kurikulum
tidak hanya mencakup semua kegiatan yang direncanakan tetapi juga peristiwa
yang terjadi di dalam pengawasan lembaga, sehingga selain kegiatan kurikuler
formal serta kegiatan kurikuler informal. aktivitas kurikuler formal ini sering
disebut ko-kurikuler dan ekstra kurikuler9.
Pendidikan Islam diakui dalam pola pendidikan yang terbagi menjadi
tiga hal. Pertama, Pendidikan Islam dijadikan sebagai institusi mengakui
keberadaan institusi pendidikan Islam eksplisit. Kedua, Pendidikan Islam
sebagai subjek mengakui pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yang
harus diberikan di tingkat dasar perguruan tinggi. Ketiga, Pendidikan Islam
sebagai suatu nilai adalah penemuan nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan.
Meskipun begitu, pendidikan Islam tidak kebal dari masalah yang muncul di era
global ini.10
Jadi, kurikulum pendidikan Islam adalah rancangan pendidikan dan
pembelajaran pendidikan islam yang diberikan kepada peserta didik agar dapat
menjadi pribadi yang beriman, bertaqwa dan memiliki keterampilan dalam
hidup harus dijiwai oleh ajaran islam dan nilai Islam yang bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunnah sehingga menjadi pribadi yang sempurna.

8 A. Mustofa, ‘Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Pesantren,


Madrasah Dan Sekolah.’, UMM Press, 2012.hlm.136
9M. T. Nugraha, ‘Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)

Menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).’, Pendidikan, 14.2 (2016), 36–54.hlm.72


10 H. Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum., ed. by Bandung: Remaja

Rosdakarya., Rajawali (Jakarta: Rajawali, 2007).hlm.163

4 | M. Ilyas Junaidi Addakhil


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

B. Problematikanya pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan


Islam
1. Faktor Internal Problematika Pengembangan Kurikulum
Beberapa faktor internal problematika pengembangan kurikulum di
lembaga pendidikan islam antara lain: 11.
a. Relasi kekuasaan dan orientasi LPI.
Faktor Internal dalam Hubungan Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan
Islam. Target pendidikan pada asasnya hanya satu, yaitu memanusiakan
manusia, atau meninggikan derajat manusia, yaitu menjadi pimpinan di atas
bumi dengan tugas dan tanggung jawab untuk mensejahterakan kehidupan dan
menjaga lingkungan12.
Tujuan pendidikan yang telah berorientasi memang sangat ideal
bahkan, karena mereka terlalu ideal, tujuan-tujuan ini tidak pernah dilaksanakan
dengan baik. Orientasi pendidikan, seperti yang diinginkan secara nasional,
mungkin dalam konteks era sekarang yang tidak menentu, atau melarikan diri
dari kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan akan pola kehidupan
realistis dalam masyarakat Indonesia. Hal ini Perlu dikritik bahwa globalisasi
bukan hanya efek positif, dengan fasilitas yang ada, tetapi berbagai tuntutan
hidup yang disebabkan oleh membuat disorientasi pendidikan. Pendidikan
cenderung didasarkan pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar
lapangan, pekerjaan, sehingga semangat pendidikan Islam sebagai landasan
budaya, moralitas, dan gerakan sosial menjadi hilang13.
b. Masalah Kurikulum.
Sistem sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas yang sifatnya
dogmatis yang sepertinya membuat partai "bawah" menjalankan semua
keinginan partai "atas". Dalam pola seperti ini, inovasi dan alih generasi tidak
akan muncul. Di bidang kurikulum, sistem sentralistik ini juga berdampak pada
hasil pendidikan. Tilaar mengatakan bahwa kurikulum yang sentral, penerapan
pola manajemen yang terkendali dari atas telah memperoleh output dari

11 H. Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum., ed. by Bandung: Remaja


Rosdakarya., Rajawali (Jakarta: Rajawali, 2007).hlm.163
12R. Raharjo, Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. (jogjakarta: Yogyakarta: Azzagrafika.,

2013).hlm.120
13Daulay.53

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 5


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

pendidikan manusia robot14Ini juga mempengaruhi kualitas pendidikan. Anak-


anak dibebani terlalu banyak oleh subyek. Dalam realitas historisnya,
pengembangan kurikulum Pendidikan Islam mengalami perubahan paradigma,
meskipun paradigma sebelumnya dipertahankan.
Hal ini bisa dilihat dari fenomena berikut:
1) adanya perubahan dari penekanan pada menghafal dan memori teks dari
ajaran Islam, serta disiplin mental spiritual sebagai pengaruh dari kebiasaan
Timur Tengah, untuk memahami tujuan makna dan spirit dalam agama
Islam untuk mencapai target pembelajaran Pendidikan Islam.
2) Perubahan dari model berpikir yang menggunakan teks, normatif, dan
absolut ke pemikiran historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami
dan menjelaskan ajaran dan nilai-nilai Islam.
3) Perubahan dari tekanan produk atau output pemikiran agama Islam dari
orang yang terdahulu ke proses atau metodologi untuk mendapatkan
produk.
4) Perubahan dalam sistem pengembangan kurikulum pendidikan Islam yang
hanya menggantungkan para ahli dalam memilih dan menyusun isi pokok
kurikulum pendidikan Islam menuju keterlibatan luas para ahli, guru, siswa,
masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan Pendidikan Islam dan cara untuk
mencapainya Pendekatan / Metode Pembelajaran.
Fungsi dosen atau guru sangat besar dalam meningkatkan atau
mengangkat kualitas kompetensi siswa. Dalam mengajar, ia harus dapat
menghasilkan potensi guru, memotivasi, memberikan suntikan, dan
menggerakkan siswa melalui metode pembelajaran yang kontekstual (konteks
saat ini menggunakan teknologi yang memadai) dan kreatif. Pola pembelajaran
seperti itu akan mendukung pencapaian sekolah unggul dan kualitas lulusan
yang siap bersaing di era pembangunan saat ini.Siswa bukanlah manusia yang
tidak memiliki kemahiran. Sebaliknya, jutaan pengalaman yang cukup beragam
rupanya mereka miliki. Oleh karena itu, bahkan di dalam kelas siswa harus

14 Mohammad Nor Ichwan SM Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis

PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Dan Menyenangkan), RaSAIL Media Group
(semarang, 2008).97

6 | M. Ilyas Junaidi Addakhil


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

secara kritis membaca realitas kelas, dan siap untuk mengkritiknya 15 .Berawal
dari kondisi ideal ini, kami menyadari, sampai sekarang banyak siswa masih
suka diajar dengan metode konservatif, seperti ceramah, didiktekan, karena
lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berpikir.
c. Profesionalitas dan kualitas SDM.
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang
masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dant enaga
kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan
profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga
kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch, sehingga
mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan
pendidikan yang benar-benar kualitatif. guru kurang berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum karena beberapa hal, yaitu kurangnya waktu,
kurangnya kesesuaian pendapat, baik dengan sesama guru dan kepala sekolah
& administrator karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri16
d. Biaya Pendidikan.
Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan
tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang bertanggung
jawab atas persoalan ini. untuk pengembangan kurikulum apalagi untuk
kegiatan eksperimen baik metode isi atau sistem secara keseluruhan
membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit 17 . Terkait dengan amanat
konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
memerintahkananegara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan
APBD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi.
Bahkan, pemerintahamengalokasikan anggaranapendidikan genap 20% hingga
tahun 2009 sebagaimana yang dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.
2. Faktor Eksternal Problematika Pengembangan Kurikulum

15 Abdul Wahid, Isu Isu Kontenporer Pendidikan Islam (semarang: Refika Aditarma,
2009).hlm.94
16 Nana Saodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktek, Remaja

Rosdakarya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997).160


17 Sukmadinata.172

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 7


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

Selain faktor internal adapula faktor faktor exsternal yang


mempengaruhi perkebangan kurikulu sebagaimana berikutini :
a. Dichotomic.
Problem besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalah dichotomy
dalam beberapa segi yakni antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum,.
Munculnya masalah dikotomi dengan semua perdebatannya sudah berjalan
18
cukup lama .Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-masa
pertengahan. Menurut Rahman, dalam memaparkan watak ilmu pengetahuan
islam zaman pertengahan memberikan pernyataan bahwa, muncul persaingan
yang tak pernah berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan
sebagai mahkota semua ilmu.
b. To General Knowledge.
Kelemahan bidang pendidikan Islam selanjutnya yakni sifat sains yang
masih terlalu umum dan kurang memperhatikan upaya pemecahan masalah
(problem solving). Produk yang menjadi output cenderung kurang membumi
dan kurang sejalan dengan realita yang ada di masyarakat. Menurut Syed
Hussein Alatas mengungkapkan bahwa, kemampuan menyelesaikan berbagai
macam masalah, mengartikan, menganalisis dan kemudian menemukan solusi /
penyelesaian masalah adalah karakter dan sesuatu yang mendasar bagi kualitas
seorang intelektual.Dia menambahkan, karakteristik paling penting yang
membedakan yang tidak berintelektual yakni kurangnya kemampuan untuk
menalar dan tidak bisa melihat akibatnya.
c. Lack of Spirit of Inquiry.
Kurangnya Semangat Bertanya. Masalah besar lain yang menjadi
penghambat kemajuan dunia pendidikan Islam adalah rendahnya antusiasme
untuk melaksanakan penelitian / investigasi. Syed Hussein Alatas merujuk pada
pernyataan Rektor Spiritus Modernisme Islam, Al Afghan, yang menganggap
rendahnya "Semangat Intelektual" (semangat intelektual) sebagai salah satu
faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah19.

18M. P Rembangy, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan Di

Tengah Pusaran Arus Globalisasi,Teras (Yogyakarta: Teras, 2010) hlm.126


19Mustofa.hlm.52

8 | M. Ilyas Junaidi Addakhil


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

d. Memorisasi.
Rahman memberi gambaran bahwa, penurunan bertahap standar
akademik yang berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada realita
bahwa, karena ada sangat sedikit buku yang tercantum dalam kurikulum, waktu
yang dibutuhkan untuk belajar juga terlalu singkat bagi siswa untuk dapat
menguasai materi yang seringkali sulit dipahami, tentang aspek tinggi ilmu
agama pada usia yang relatif muda dan belum dewasa.
Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi
tekstual daripada pemahaman pelajaran yang bersangkutanIni pada gilirannya
membuat belajar lebih bersifat tekstual daripada memahami subjek yang
dimaksud. Ini menimbulkan keinginan untuk belajar dengan pola menghafal
daripada pemahaman yang sebenarnya. Fakta menunjukkan bahwa abad
pertengahan terakhir hanya memberikan sejumlah besar karya komentar dan
pada dasarnya bukan karya asli.
e. Certificate Oriented.
Pola yang dikembangkan pada masa awal Islam, yaitu thalab al'ilm,
telah mempersembahkan antusiasme di kalangan umat Islam untuk terus
menuntut ilmu, menempuh perjalanan jauh, penuh tantangan, untuk
memperoleh keshohihan sebuah hadits, menemukan guru di berbagai
tempat20.memberi tanda bahwa ciri-ciri cendekiawan Muslim pada masa awal
dalam menuntut ilmu adalah knowledge oriented.
Jadi tidak mengherankan bahwa pada masa tersebut banyak tokoh besar
lahir yang mempersembahkan banyak kontribusi berharga, sarjana ensiklopedis,
karya-karya besar sepanjang masa. Sementara itu, jika dibandingkan dengan
sistem yang ada dalam mencari pengetahuan, ada kecenderungan untuk
bergeser dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata..
Menuntut ilmu pengetahuan hanyalah sebuah proses untuk memperoleh
sertifikat atau diploma, sementara semangat dan kualitas ilmu menempati
prioritas berikutnya.

20 Dakir. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum . (Jakarta: Rineka Cipta.,

2014).hlm.174

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 9


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

Kesimpulan
Pendidikan islam adalah usaha sadar manusia yang dilakukan pendidik
kepada anak didik untuk menumbuh kembangkan potensi anak didik baik
jasmani atupun rohani dengan tujuan menjadi manusia yang mandiri dan dapat
berkarya di masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut, pendidikan islam
diperlukan perencanaan dengan penyusunan kurikulum, sebab kurikulum iyalah
alat utama untuk mencapai targer dari pendidikan sendiri.
Kurikulum memuat tentang isi, tujuan metode, dan alat utama sebagai
evaluasi, kurikulum pendidikan islam mengandung makna suatu rangkayan
program yang mengarahkan kegiatan belajar yang terencana dan sistematis dan
tentunya memiliki tujuan yang jelas.
Banyaknya degradasi moral yang ada pada saat ini dikarenakan gagalnya
pendidikan islam untuk mentransfer nilai nilai keislaman itu sendiri, dari yang
terjadi di berbagai lembaga pendidikan islam sendiri adalah banyaknya teori dan
minimnya keterampilan sehingga ini menjadi faktor utama problem
mengembangkan kurikulum.

Daftar Rujukan
Akmal Mundiri, ‘Inovasi Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Nurul Jadid’,
Tadrib, 4 (2018), 41–68
Baharun, Hasan, ‘CURRICULUM DEVELOPMENT’, Cendekia, 16 (2018),
41–62
Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .( Jakarta: Rineka Cipta., 2014)
Daulay, Haidar P (Jakarta, 2009)
Djunaidi, Iwan, Pelaksanaan KTSP Pada MTs Di Kalimantan dan Jawa Timur, Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama (Semarang, 2010)
Hasan baharun, ‘Pengembangan Media Pembelajara PAI Berbasis Ligkungan’,
Cendekia, 14 (2016), 46–76
Hujair, Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam  : Membangun Masyarakat Madani
Indonesia, Safrina Insania (jogjakarta, 2003)
Mustofa, A., ‘Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren,
Madrasah Dan Sekolah.’, UMM Press, 2012
Nugraha, M. T., ‘Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Agama Islam

10 | M. Ilyas Junaidi Addakhil


TA’LIMUNA, Vol. 9, No. 01, September 2019, ISSN 2085-2975

(PAI) Menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).’, Pendidikan, 14 (2016),


36–54
Oemar, H., Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum., ed. by Bandung: Remaja
Rosdakarya., Rajawali (Jakarta: Rajawali, 2007)
Raharjo, R., Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. (jogjakarta: Yogyakarta:
Azzagrafika., 2013)
SM Ismail, Mohammad Nor Ichwan, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan),
RaSAIL Media Group (Semarang, 2008)
Sukmadinata, Nana Saodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja
Rosdakarya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997)
Syukir, Asmuni, Dasar Dasar Strategi Islam (Surabaya: al ikhlas, 1983)
Wahid, Abdul, Isu Isu Kontenporer Pendidikan Islam (Semarang: Refika Aditarma,
2009)

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM | 11

You might also like