Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN POLITIK

MUHAMMAD NATSIR (1945-1950)

Habibul Wahyudi
Email: [email protected]

Pembimbing: Dr. Muchid, S.Sos, M.Phil

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik


Universitas Riau

Program studi Ilmu pemerintahan FISIP Universitas Riau


Kampus bina widyia Jl. H. R. Soebrantas KM. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru 28293.
Telp/fax. 0761-63277

Abstract

Democracy is commonly discussed and often debated. Talk of democracy has


existed since 2500 years ago in Greece , in the city of Athens . Many countries in the
world with democratic systems , including Indonesia, the largest Muslim country in the
world . This research will raise the idea of democracy offered by a politician and
Muslim intellectuals , Muhammad Natsir . Natsir reject the spirit of modern democracy
backgrounds Western secular culture . Because Natsir considers it is not in accordance
with the guidance and teachings of Islam . The purpose of this study are : First , analyze
and explain about democracy in the political thought of Muhammad Natsir (1945-
1950). Second , the view expressed by Muhammad Natsir on Election (voting ) .
The method used in this research is qualitative research analysis model is
descriptive. By collecting and interpreting the data and then analyze and examine it
more clearly as factors related to the phenomenon under investigation, in this case
literature be related deepen the political thought of Muhammad Natsir on Democracy.
Thus, this study also called library research. Based on the findings of this study show
that: First, democracy is an elaboration of the theistic God's sovereignty and the
sovereignty of the people. In the opinion of Natsir, Islam is not a full democracy
adherents nor theocracy whole, Islam is Islam. And the question of democracy theistic
stated by Muhammad Natsir is that the ideas of Islam in the state could accept the rules
of the secular (reason, intuition, experience), then Islam complete with relevation
(revelation). Secondly, Based on democratic practices related to the General Election
then Natsir view of the election should be carried out with a record of consensus
agreement must be contained.

Keywords : Political Thought , Democracy Theistic , Muhammad Natsir .

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 1


A. Pendahuluan rakyat dan untuk rakyat.4 Namun
Gagasan tentang demokrasi demikian, tidak berarti demokrasi pada
mempunyai akar yang panjang dan telah masa yunani kuno merupakan demokrasi
muncul sejak kurang lebih 2.500 tahun yang ideal. Demokrasi yunani kuno hanya
yang lalu. Perkembangan demokrasi di sedikit memiliki atau bahkan tidak
negara kota Athena telah menjadi sumber mempunyai gagasan mengenai hak dan
inspirasi bagi para pemikir politik kebebasan individual sebagaimana
modern.1 Sehingga, nampaknya melekat dalam gagasan demokrasi
Demokrasi telah mencatat kemenangan modern.5 Masyarakat menciptakan
historis atas bentuk-bentuk pemerintahan demokrasi. Demokrasi merupakan hasil
yang lain. Dewasa ini hampir setiap orang dari rekayasa yang mereka ciptakan
mengaku sebagai seorang demokrat. sendiri. Berabad-abad lamanya mereka
Seluruh rezim di seluruh dunia mengklaim memberikan model pemaknaan terhadap
sebagai rezim demokrasi.2 Demokrasi demokrasi.6 Namun, cerita tentang
yang merupakan konsep politik Barat demokrasi belumlah selesai. Cerita
yang sudah dianggap pasti (taken for tersebut akan terus berlanjut selama masih
granted) sebagai cara terbaik dalam ada orang yang terus memberikan
membangun kehidupan suatu bangsa kontribusi bagi pertumbuhannya.7
dewasa ini. Fenomena ini terjadi terutama Demokrasi menyerap pemikiran dan
karena pengaruh negara-negara Barat, perilaku seluruh lapisan masyarakat.8
khususnya melalui program bantuan ke Indonesia adalah negara berpenduduk
negara-negara non-Barat, Samuel P. Islam terbesar di dunia. Dengan 230
Hutington menyebut kurun waktu ini jutaan muslim atau 85% dari total
sebagai gelombang ketiga dalam proses penduduknya.9 Agama sajauh ini telah
demokratisasi negara-negara di dunia.3 mapan sebagai salah satu variabel penting
yang turut menentukan sebuah pentas
Istilah demokrasi berasal dari politik. Artinya, kehadiran suatu kekuatan
bahasa yunani kuno, yakni demos dan politik yang berpijak pada nilai dasar
kratein, secara literer bermakna keagamaan adalah sesuatu yang tak
pemerintahan rakyat. Kata ini menjadi terhindarkan. Apalagi jika agama itu
populer setelah diucapkan oleh negarawan menjadi anutan mayoritas, seperti Islam di
sekaligus mantan presiden Amerika indonesia. Sehingga kekuatan politik
Serikat, Abraham Licoln yang dengan ciri demikian harus selalu
mengatakan,”government is from the disertakan dalam wacana keilmuan yang
people, by the people, and for the people”,
sehingga dapat diartikan bahwa demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
4
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik,
Penerbit PT Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta,
2006, Hlm 134.
1 5
Budi Winarno, Globalisasi Dan Krisis Aidul Fitriciada Azhari, Menemukan demokrasi,
Demokrasi, Medpres (Anggota IKAPI), Jakarta, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2005.
6
2007 Hlm.38. Richard M. Kettchum (Ed), Demokrasi Sebuah
2
David Held, Demokrasi Dan Tatanan Global: Pengantar, Penerbit Niagara, Yogyakarta, 2004,
Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Hml.8.
7
Kosmopolitan, Penerbit Pustaka Pelajar, Ibid,.
8
Yogyakarta, 2004, Hml.3. Ibid,. Hml. 13.
3 9
Zulfikri Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia: Priyono dan Usman Hamid, Merancang Arah
Pemikiran Politik Bung Hatta, Penerbit PT Baru Demokrasi: indonesia pasca-reformasi,
Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, Hml. 1. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2014.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 2


sedang berlangsung.10 Muhammad Natsir B. Tinjauan Pustaka
adalah seorang pemikir politik Islam 1. Pemikiran Politik
modern yang memberikan respon terhadap Pemikiran berarti hasil yang telah
demokrasi di Indonesia. Beliau dikenal dipikirkan oleh seseorang atau sekelompok
sebagai seorang yang memberikan orang. Pemikiran adalah kata benda,
kontribusi besar bagi proses demokrasi di sedangkan kata kerjanya adalah berpikir.
indonesia dalam kapasitasnya sebagai Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pikiran adalah “hasil berpikir” sedangkan
ulama, cendikiawan, politisi, dan
pemikiran adalah “proses, cara, perbuatan
negarawan secara sekaligus.11 Bertempat memikir”. Pemikiran adalah akumulasi dari
di tanah Ranah Minangkabau Muhammad pikiran. Pemikiran politik adalah pemikiran
Natsir dilahirkan pada 17 juli 1908. Ia mengenai politik. Politik disini lebih diartikan
lahir dikampung Jembatan Berukir, dikota sebagai “sistem”. Dalam berbagai literatur
kecil bernama Alahan Panjang, kota ini ilmu politik, definisi politik bermacam-
sekarang termasuk dalam wilayah macam karena pada umumnya ilmuan politik
kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten hanya menyoroti salah satu unsur yang
Solok, Provinsi Sumatra Barat.12 Natsir terkandung dalam politik. Unsur-unsur dalam
menolak semangat demokrasi modern politik tersebut adalah Negara (state),
yang berlatar belakang kultur sekuler kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decison making), kebijaksanaan (policy,
Barat. Karena Natsir menganggap hal
beleid), dan pembagian (distribution) atau
tersebut tidak sesuai dengan tuntunan dan alokasi (alocation).14
ajaran Islam. Natsir tidak menolak Dalam berpikir politik, manusia
kemungkinan diterapkannya sistem dipengaruhi oleh kondisi internal maupun
pemerintahan Barat, sejauh tidak eksternal. Yang pertama berupa nilai-nilai
bertentangan dengan ajaran Islam. yang berasal dari pemikir tersebut , seperti
Menurut natsir, sepanjang hal itu baik dan agama yang dianutnya, ideologi yang
sesuai dengan ajaran Islam, kita boleh saja diyakininya, disposisi kepribadiannya,
mencontoh dan menirunya. Dalam hal ini, subjektivitasnya, dan respon politiknya.
menarik dicatat pandangan Natsir tentang Sedangkan yang kedua merupakan lingkungan
demokrasi Barat.13 domestik dan internasional dalam bidang
sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum dan
Berdasarkan pemaparan diatas maka
pertahanan dan keamanan. Berdasarkan hal
tulisan ini akan menjawab: “Bagaimana ini, Craine Brinton berpendapat bahwa ada
Demokrasi Dalam Pandangan dua metode yang dapat digunakan untuk
Muhammad Natsir (1945-1950)? Dan mengetahui pemikiran politik seseorang:
Bagaimana Pandangannya Tentang (a) Metode Subjektif, yaitu penelaahannya
Pemilihan Umum (Voting) Sebagai terhadap pemikirannya dan bagaimana
Salah Satu Bentuk dari Demokrasi? ”. ia menghasilkan pemikiran tersebut.
(b) Metode Objektif, yaitu penelaahan
10
Abdul Ghaffar Karim, Islam di panggung politik terhadap hasil pemikirannya dan
indonesia: latar belakang, dinamika dan bagaimana pergumulannya dengan
pergeserannya. JSP. Vol 1. No 2, 1997, hlm.42. lingkungan sekitarnya.
11
Sofyan Hadi, Negara dalam perspektif islam: Dalam tulisan ini akan digunakan
membentuk format hubungan ideal menuju metode yang kedua. Menurut Prof.
demokratisasi, Jurnal ilmu sosial dan politik. Edisi Nazaruddin, yang perlu dipertanyakan apabila
I. Tahun I, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
kita memfokuskan kajian pada pemikiran
Universitas Riau, 2001, Hlm. 18.
12
Johan Prasetya, Ajaran-ajaran Para Founding
politik adalah "apa yang dipikirkan oleh
Father dan orang-orang disekitarnya, Penerbit
PALAPA, Jogjakarta, 2014, Hml. 184.
13 14
A.A. Sahid Gatara, Ilmu Politik ( memahami dan Abdul Aziz Thaba. (1996). Islam dan negara
menerapkan ), Penerbit Pustaka Setia, Bandung , dalam politik orde baru (1966-1994). Jakarta:
2008, Hml. 223 Gema Insani Press. Hlm..83

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 3


seseorang" dan "bagaimanakah orang itu (5) adanya keragaman dan (6) tercapainya
sampai berpikir demikian".15 keadilan.18

2. Demokrasi Demokrasi menurut Natsir lebih dekat


Demokrasi berasal dari bahasa dengan prinsip-prinsip Islam tentang syura
yunani, yaitu dari kata demos "rakyat" dan (musyawarah). Natsir tidak menolak
cratein atau cratos "kekuasaan". kemungkinan diterapkannya sistem
pemerintahan Barat (demokrasi modern),
Demokrasi berarti kekuasaan rakyat.
sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Pemerintahan yang diselenggarakan dasar ajaran Islam. Dengan demikian, natsir
berdasarkan kekuaraan yang berasal dari dapat menerima eksistensi parlemen sebagai
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.16 representasi pelaksanaan musyawarah tesebut.
Menurut Bung Hatta pemerintahan yang Namun Natsir menolak semangat demokrasi
demokratis adalah pemerintahan yang modern yang berlatar belakang kultur sekuler
berdasar kerakyatan. Kerakyatan sama Barat. Karna itu, Natsir memandang
dengan kedaulatan rakyat. Kerakyatan pengambilan keputusan dalam syura harus
bangsa indonesia disamping memuat mengacu pada prinsip-prinsip etik keagamaan.
bidang politik, juga memuat bidang sosial
Dengan demikian, Natsir berusaha
dan ekonomi. Hal ini didasarkan pada mendamaikan Teori kedaulatan rakyat dengan
filosofi hidup bangsa indonesia yang teori kedaulatan Tuhan. Menurut Natsir, Islam
didasarkan atas “rasa kebersamaan” atau menganut paham Theistic Democracy, yaitu
kolektivitas.17 demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai
Ahli lain mendefinisikan demokrasi ketuhanan. Adapun prinsip dasar konsep
dengan menyebutkan kriteria demokrasi. demokrasi Muhammad Natsir ialah (1)
William Ebenstein menyebutkan dengan Tauhid,(2) kepatuhan kepada hukum,(3)
delapan ciri pokok konsep demokrasi, toleransi, (4) demokrasi Islam tidak dibatasi
yaitu: (1) empirisme rasional; (2) oleh wilayah, geografis, ras, warna kulit dan
penekanan pada individu; (3) negara bahasa, (5) ijtihad, (6) melindungi kelompok
minoritas, dan (7) syura (musyawarah).
sebagai alat; (4) kesukarelaan
(voluntarism); (5) hukum diatas
kekuasaan; (6) penekanan pada cara; (7) C. Metode Penelitian
musyawarah dan mufakat dalam Penelitian ini menggunakan metode
hubungan antar manusia; (8)persamaan penelitian no-survei19 dan dengan model
asasi semua manusia. analisa penelitian ini adalah deskriptif
Secara lebih sederhana Hendri B. (descriptive research). Secara harfiah,
Mayo mengatakan enam kriteria, yaitu: penelitian deskriptif adalah penelitian
(1) menyelesaikan perselisihan secara yang bermaksud untuk membuat
damai dan sukarela; (2) menjamin gambaran mengenai situasi-situasi atau
terselenggaranya perubahan secara damai kejadian-kejadian.20 Penelitian deskriptif
dalam masyarakat yang sedang berubah,; adalah suatu metode yaitu usaha
(3) menyelenggarakan pergantian mengumpulkan, menyusun, dan
pimpinan secara teratur; (4) membatasi
penggunaan kekerasan secara minimum; 18
Muslim Mufti dan Didah Durrotun Nafisah.
(2013). Teori-Teori Demokrasi. Bandung: Pustaka
15
Abdul Aziz Thaba. (1996). Islam dan negara Setia. Hlm 24.
19
dalam politik orde baru (1966-1994). Jakarta: Erna Widodo dan Mukhtar, Konstruksi Ke Arah
Gema Insani Press, Hlm. 84-85. Penelitian Deskriptif, Yogyakarta, Avyrous, 2000,
16
H. L. Said Ruhpina. (2005). Menuju demokrasi hlm 89.
20
pemerintahan. Mataram NTB: Universitas Almasdi Syahza, Metodologi penelitian,
Mataran Press. Hlm. 129. PUSBANGDIK Universitas Riau, Pekanbaru,
17
Ibid,. Hlm. 130. 2009, Hlm. 25.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 4


menginterpretasikan data yang ada masa awal penyebaran Islam oleh Nabi
kemudian menganalisa data tersebut, Muhammad SAW serta para sahabat
menelitinya, menggambarkan, dan Khulafa Al-Rasyidin yakni Abu Bakar Al-
menelaah secara lebih jelas dari berbagai Sihiddiq r.a, Umar Bin Khatab r.a,
faktor yang berkaitan dengan kondisi, Ustman Bin Affan r.a, Ali Bin Abi Thalib
situasi dan fenomena yang diselidiki.21 r.a. setelah berakhirnya masa Khulafa Al-
Penelitian ini disebut juga penelitian Rasyidin, demokrasi mengalami
kepustakaan (library researc). Penelitian kemunduran dikalangan umat Islam
kepustakaan dilakukan dengan bersamaan dengan ekspansi politik Islam
menggunakan karya-karya tertulis, dan munculnya sistem kekhalifahan yang
termasuk hasil penelitian, baik yang telah mengembalikan tradisi depotisme monarki
ataupun yang belum di publikasikan.22 pra Islam.24
Oleh karena itu, Dalam penelitian ini Namun demikian, sama halnya
sumber data yang digunakan berupa dengan pemikiran kebangsaan, pemikiran
sumber data primer dan data skunder. Islam pun tidak menerima gagasan
Baik berupa kutipan langsung dari buku- demokrasi secara keseluruhan, tetapi
buku yang ditulis oleh Muhammad Natsir mengembangkan suatu gagasan mengenai
yang barkaitan dengan politik, maupun demokrasi berdasarkan ajaran Islam.
data skunder berupa catatan-catatan suatu Dalam posisi ini, pada dasarnya kalangan
peristiwa yang jaraknya jauh dari sumber Islam berada pada sikap yang paralel
orisinil, seperti catatan resmi, saksi mata, dengan kaum kebangsaan yang sangat
foto-foto, surat kabar, dokumen resmi, anti-Barat yang sama-sama
buku harian, surat-surat pribadi dan yang mengembangkan gagasan demokrasi yang
lainnya.23 Selain itu dalam data skunder, bersifat partikular.25
sumber data yang digunakan juga berupa
jurnal, dokumen, buku-buku, media cetak, Secara normatif, Islam pun
kutipan, ayat-ayat Al-Quran yang terkait mengajarkan prinsip amar ma’ruf nahi
dan lainnya. munkar yang bermakna mengajak kepada
kebaikan dan kebenaran, serta mencegah
kemungkaran. Atas prinsip ini
D. Pembahasan Dan Hasil Penelitian sesungguhnya Islam selalu menjunjung
1. Pandangan Muhammad Natsir tinggi etika politik demi mencapai
Tentang Demokrasi kebenaran dan kebaikan berasama. Aspek
Gagasan demokrasi memang secara keadilan dan kejujuran pun merupakan
luas diterima dikalangan umat Islam syarat yang mesti dipenuhi dalam segala
Indonesia. Penerimaan ini merupakan hal, termasuk di dalam konteks kehidupan
resultan dari geraka modernisme Islam berpolitik.
yang berkembang dikalangan umat Islam
pada umumnya yang menerima demokrasi Pandangan Natsir tentang demokrasi
sebagai sistem pemerintahan yang sesuai tidak terlepas dari pemikiran utamanya
dengan ajaran Islam. Demokrasi dinilai tentang kedudukan Islam dan negara.
sebagai sistem yang dipraktikkan pada Sebagaimana diketahui, Natsir sangat
menghendaki sebuah sistem pemerintahan
21
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif , yang tidak terlepas dari nilai-nilai Islam.
Remaja Karta Karya, Bandung, 1989, Hlm. 15-30. Menurut Natsir negara hanyalah sebagai
22
I Gusti Ngurah Agung, Metode Penelitian Sosial alat bukan sebagai tujuan dan antara
Pengetahuan dan Pemakaian, Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1992, hlm 9.
23 24
Moh. Nazir, Metode Penelitian , Ghalia Aidul Fitriciada Azhari. Op. Cit. Hlm 111.
25
Indonesia, Jakarta, 2003, Hlm.50. Ibid,.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 5


agama dan negara mempunyai hubungan Islam tentang syura (musyawarah) lebih
tibal balik. Karena menurut Natsir, Agama dekat denga rumusan demokrasi modern.
memerlukan negara atau setidaknya Dengan demikian Natsir dapat menerima
pengaruh dalam negara, karena dengan eksistensi parlemen sebagai representasi
negara agama dapat berkembang. pelaksanaan musyawarah tersebut.
Sebaliknya negara memerlukan agama, Namun, sebagaimana yang digambarkan
karena dengan agama negara dapat oleh Muhammad Iqbal diatas bahwa
berkembang dalam bidang etika dan Natsir menolak demokrasi modern yang
moral. Sebagaimana diungkapkan Natsir: berlatar belakang kultur sekuler Barat.29
“Negara bagi kita bukanlah tujuan, tetapi Sekularisme merupakan paham yang
alat, urusan bernegara pada pokoknya dan memisahkan persoalan agama dengan
pada dasarnya suatu bagian yang tidak persoalan negara yang mana paham
dapat dipisahkan, yang menjadi tujuan tersebut berasal dari Barat.30 Menurut
ialah kesempurnaan berlakunya undang- Natsir: “Sekularisme adalah suatu cara
undang Ilahi, baik yang berhubungan hidup yang mengandung paham, tujuan,
dengan prikehidupan yang fana ini dan sikap yang hanya dalam batas hidup
ataupun yang berkenaan dengan keduniaan. Segala sesuatu dalam
kehidupan kelak di alam baka”. 26 Selain penghidupak kaum sekularis tidak
itu bagi Natsir, Islam itu sumber inspirasi ditujukan kepada apa yang melebihi batas
dan motivasi, tempat kita mengadu keduniaan, umpamanya akhirat, Tuhan
persoalan ketika susah dan senang, dan dan sebagainya. Seorang sekularis tidak
sebagainya.27 mengakui adanya wahyu sebagai salah
satu sumber kepercayaan dan
Oleh karena itu, pemikiran Natsir pengetahuan. Ia menganggap bahwa
tentang demokrasi sebagaimana yang kepercayaan dan nilai-nilai moral itu
digambarkan oleh Muhammad Iqbal ditimbulkan oleh masyarakat semata-
(2010), pada dasarnya Natsir tidak mata. Ia memandang bahwa nilai-nilai itu
menolak adanya kemungkinan ditimbulkan oleh sejarah ataupun bekas
diterapkannya sistem pemerintahan Barat, kehewanan manusia semata-mata dan
tetapi dengan catatan sistem tersebut tidak dipusatkan kepada kebahagiaan manusia
bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dalam penghidupan sekarang ini
terkandung dalam Islam. Natsir belaka”.31
menegaskan, sepanjang hal itu baik dan
sesuai dengan ajaran Islam, maka kita Karena itu, Natsir memandang
boleh-boleh saja menirunya.28 bahwa pengambilan keputusan dalam
syura harus mengacu pada prinsip-prinsip
Dalam hal ini, menarik dicatat etik keagamaan. Muhammad Natsir yakin
pandangan Natsir tentang demokrasi bahwa demokrasi merupakan jalan legal
Barat. Natsir yakin bahwa prinsip-prinsip untuk menentukan arah kebijakan negara.
Dengan demikian Muhammad Natsir
26 berusaha mendamaikan teori kedaulatan
Septian Prasetyo, Pemikiran Muhammad Natsir
tentang ideologi Islam di Indonesia tahun 1949- rakyat dengan teori kedaulatan Tuhan .
1959, Jurnal Avatara. Volume 3. No 2, 2015, Hlm
206.
27 29
Dr. Anwar Harjono, Pemikiran Dan Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag dan Drs. H. Amin
Perjuangan Mohammad Natsir, Pustaka Firdaus, Husein Nasution, MA. Op. Cit. Hml 223.
30
Pejanten Barat , 2001, Hlm 116. M. Natsir, Agama dan negara dalam perspektif
28
Sulaiman Efendi, Kiprah dan Pemikiran Politik Islam, Penerbit Media Da’wah, Jakarta, 2001,
Tokoh-Tokoh Bangsa. Penerbit IRCiSoD, Hlm 158.
31
Yogyakarta, 2014, Hlm 108. Waluyo. Op. Cit. Hlm 121.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 6


menurut Natsir Islam menganut paham demokrasi. Ia bukan pula sekular seperti
Theistic Democracy.32 Yang berarti yang telah saya uraikan lebih dulu. Ia
demokrasi adalah bentuk atau sistem adalah negara demokrasi Islam. Dan
pemerintahan yang segenap rakyat turut kalaulah, saudara ketua, orang hendak
serta memerintrah dengan perantaraan memberi nama umum juga, maka
wakilnya, pemerintahan rakyat. barangkali negara yang berdasarkan Islam
Sedangkan Theistic berasal dari bahasa itu dapat disebut Theistic Democracy”.34
Yunani, theos yang berarti Tuhan, yaitu
keyakinan yang bertentangan dengan Dan dikesempatan lainnya
Atheisme yang mendasar kepercayaaan Muhammad Natsir menyatakan: “Islam
kepada adanya satu Tuhan. Jadi dapat adalah suatu pengertian, suatu paham,
disimpulkan bahwa Theistic Democracy suatu prinsip sendiri, yang mempunyai
Yaitu demokrasi yang berlandaskan pada sifat-sifat sendiri pula. Islam bukan
nilai-nilai ketuhanan Atau suatu negara demokrasi 100%. Islam itu....yah,
demokrasi Islam. 33 Islam”.35

Dengan kata lain kedaulatan Dari ungkapan Muhammad Natsir


tersebut berada di tangan rakyat sebagai tersebut, terlihat bahwasanya menurut
amanah Tuhan kepada mereka. Menurut pendapat Natsir Islam bukanlah penganut
Natsir Tuhan baginya yang paling demokrasi 100% dan bukan juga teokrasi
berdaulat, berdaulat diatas semua 100%, dengan demikian Islam adalah
kedaulatan-kedaulatan duniawi. Namun Islam. Muhammad Tahir Azhary seorang
menurut Natsir pelaksanaan kedaulatan ilmuan Islam yang sependapat dengan
rakyat harus dilakukan dengan pandangan Natsit bahwa Islam bukanlah
berpedoman kepada norma-norma 100% teokrasi, karena menurut Azhary
syari’ah dan tidak melampaui ketentuan teokrasi sebagaimana didefinisikan dalam
yang telah ditetapkan Tuhan. Gagasan kamus Oxford Dictionary, adalah “ suatu
Theistic Democracy tersebut dijelaskan bentuk pemerintahan dimana Tuhan
oleh Muhammad Natsir dalam Sidang diakui sebagai raja atau penguasa
Konstituante: “Apakah sekarang negara langsung”, suatu sistem politik yang
yang berdasar kan Islam seperti itu satu hanya berlaku di Eropa abad
negara theocratie? Theocratie adalah satu pertengahan.36 Islam adalah sintesis antara
sistem kenegaraan dimana pemerintahan demokrasi dan otokrasi. Meskipun Natsir
dikuasai oleh satu priesthoad (sistem dikenal sebagai seorang demokrat sejati
kependetaan), yang mempunyai dan pendukung demokrasi, beliau tetap
hierarcheie (tingkat bertingkat) dan mendukung kedaulatan Tuhan.37
menjalankan yang demikian itu sebagai
Tidak dapat dikatakan apakah ia
wakil Tuhan di dunia. Dalam Islam tidak
demokrasi atau teokrasi, karena semuanya
dikenal priesthoad semacam itu. Jadi
telah diatur dengan baik di dalam Islam
negara yang berdasarkan Islam bukanlah
(baik itu terkait politik, sosial,
satu negara theocratie, ia negara

32 34
Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag dan Drs. H. Amin M. Natsir. Op. Cit. Hlm 220.
35
Husein Nasution, MA, Pemikiran politik islam: Ibid. Hlm 90.
36
dari masa klasik hingga indonesia kontemporer, Dr. Masykuri Abdillah., Demokrasi
Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, dipersimpangan makna: respon intelektual muslim
2010, Hml 223. Indonesia terhadap konsep demokrasi (1966-
33
Sidik, Muhammad Natsir (Islam dan 1993), PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,
Demokrasi), Jurnal Hunafa. Vol 3. No 3, 2006, 1999,. Hlm 85.
37
Hlm 257. Ibid. Hlm 75.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 7


ekonomi,dll) dan Islam merupakan Muhammad Natsir tersebut adalah bahwa
sandaran bagi umatnya bukan sebaliknya. gagasan-gagasan Islam dalam bernegara
Serta juga Islam merupakan agama yang dapat menerima kaidah-kaidah sekuler
fleksibel yang dapat mengikuti zaman, (reason, intuition, experience), lalu Islam
dan telah terbukti kesesuaiannya dari melengkapinya dengan relevation
40
pertama kali diturunkannya yaitu pada (wahyu) . Menurut hemat peneliti dan
zaman Nabi Muhammad SAW hingga juga seperti ditulis oleh Dr. Muhammad
saat ini. Karena di dalam Islam hanya Iqbal, M.Ag dan Drs. H. Amin Husein
mengatur hal-hal yang umum, sedangkan Nasution, MA. Didalam bukunya,
untuk penjelasan atau hukum yang pandangan politik Natsir ini lebih dekat
rincinya dilakukan atau diserahakan dengan Muhammad Abduh. Dan
kepada manusia atau ahlinya yang hidup setidaknya ada beberapa prinsip dasar
pada zaman tersebut dengan jalan Ijtihad, tentang konsep demokrasi Muhammad
Ijma’, syura dan lain sebagainya, yang Natsir antara lain (1) Tauhid, (2)
mana segala urusan dunia diserahkan kepatuhan kepada hukum, (3) toleransi,
kepada manusia selagi itu benar menurut (4) demokrasi Islam tidak dibatasi oleh
Al-Quran dan Sunnah Nabi dan tidak wilayah, geografis, ras, warna kulit dan
bertentangan dengan syari’at. bahasa, (5) ijtihad, (6) melindungi
kelompok minoritas, dan (7) syura
Sebagaimana firman Allah dalam (musyawarah).
QS. Al Jaatsiyah 45:18 yang artinya
“kemudian kami jadikan kamu berada di Demokrasi menurut Natsir seperti
atas satu syari’at (peraturan) dari urusan dijelaskan di atas adalah sistem yang
(agama itu), maka ikutilah syari’at itu dan mendekati apa yang dimaksud dalam
jangan lah kamu ikuti hawa nafsu orang- Islam sebagai syura, dan dalam
orang yang tidak mengetahui” serta sabda pandangan Natsir rumusan demokrasi
Rasulullah SAW. Bersabda: ”hendaknya modern lebih dekat dengan prisip-prinsip
kamu sekalian mengikuti sunnahku dan syura (musyawarah) dalam Islam,
sunnah para khalifah yang mengikuti sebagaimana yang telah di contohkan oleh
jalan petunjuk sesudahku...”.38 Setidaknya Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
itulah kiranya yang menjadi landasan Adapun prinsip syura yang di maksud dan
setiap umat Islam, termasuk cara berpikir ditekankan oleh Muhammad Natsir
Muhammad Natsir. Selagi berpedoman tersebut telah tertera didalam Al-Quran
kepada Al-Quran dan Sunnah serta tidak sebagaimana terkandung didalam firman
bertentangan dengan syari’at manusia Allah QS. Al-Syura: 38 yang artinya:
diberikan kebebasan dalam berpikir untuk “Dan (bagi) orang-orang yang menerima
menegakkan dan menerapkan hukum (mematuhi) seruan Tuhannya dan
Allah di bumi. Karena model demokrasi mendirikan shalat, sedang urusan mereka
dapat disesuaikan menurut keadaan (diputuskan) dengan musyawarat antara
dimana umat Islam berada, karena alasan mereka; dan mereka menafkahkan
tersebut ijtihad mempunyai peran penting sebagian dari rezki yang Kami berikan
di dalam masyarakat.39 kepada mereka.” Dan QS. Ali Imran: 159
yang artinya: "maka karena rahmad dari
Adapun yang dimaksud dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut
Demokrasi teistik yang dikemukakan oleh
40
A. M. Fatwa, Demokrasi teistis: upaya
38
Dr. Abdul Ghafar Aziz, Islam Politik: Pro dan merangkai integrasi politik dan agama di
Kontra.: Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, Hlm 100. Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
39
Dr. Masykuri Abdillah. Op. Cit. Hlm 85. 2001,Hlm 246.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 8


terhadap mereka. Sekiranya kamu kekeliruan atau kesalahan.42 Bahkan
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah seorang Nabi pun tidak mempunyai hak
mereka akan menjauhkan diri dari Ilahiah, karena Nabi hanyalah penyampai
sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, wahyu dari Tuhan kepada umat manusia.
mohonkan ampun bagi mereka, dan Menurut Islam , semua orang dan semua
bermusyawarahlah dengan mereka dalam bangsa adalah manusia pilihan Allah yang
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah sederajat. Semua orang secara sama
membulatkan tekad maka bertawakal-lah menikmati rahmat Tuhan. Semua
kepada Allah. Sesungguhnya Allah dianugrahi pikiran dan hati, semua diberi
menyukai orang-orang yang bertawakal perlengkapan yang sama untuk
kepadanya". Setidaknya dua ayat Al- mengembangkan jasmani dan rohani.
Quran itulah yang menjadi landasan Penggunaan karunia dan anugrah tadi,
Muhammad Natsir dalam pemikirannya serta penerapan secara tepat atas alat-alat
tentang konsep demokrasi yang beliau ini akan membawa berkat. Hal ini berlaku
sampaikan. untuk seluruh umat manusia, tanpa
membedakan ras, daerah, dan
Dari konsep demokrasinya tersebut kebangsaan. 43
Yang membedakan
terlihat bahwasanya Muhammad Natsir manusia di hadapan Tuhan hanyalah amal
tidak dapat memisahkan pemikirannya ibadah serta ketakwaannya.
jauh dari agama dan nilai-nilai ketuhanan
yang dianutnya. Muhammad Natsir Demokrasi yang dicetus oleh
menyatakan “Sebagai seorang muslim, Muhammad Natsir tersebut, tidak ubahnya
kita tidak boleh melepaskan diri dari seperti konsep demokrasi yang lain.
politik. Sebagai seorang politik, kita tidak Demokrasi teistik sebagai dasar negara
bisa melepaskan diri dari ideologi kita, Islam yang dicetuskan oleh Muhammad
yaitu ideologi Islam. Bagi kita, Natsir merupakan sesuatu hal yang unik
menegakkan Islam itu tidak bisa mengingat selama ini negara Islam identik
dilepaskan dari menegakkan masyarakat, dengan pemerintahan monarki absolut
menegakkan negara dan menegakkan yang tidak memberikan tempat bagi
kemerdekaan”. Pemikirannya ini semakin kebebasan berpartisispasi masyarakat
menegaskan tentang prinsip syumuliah dalam berpolitik.44 Chabib Chirzin
dalam Islam yang meletakkan pemahaman mengatakan bahwa M. Natsir adalah
tidak adanya pemisahan antara konsep seorang demokrat sejati.45 Dengan
agama dengan politik ataupun pemisahan demikian harus diakui bahwasanya
antara kehidupan dunia dan akhirat.41 Muhammad Natsir adalah seorang
demokrat sejati seperti yang diungkapkan
Demokrasi Islam berdasarkan oleh sebagaian besar ahli yang mengenal
kebebasan rohaniah individual. Tak beliau, yang tetap mempertahankan nilai-
seorangpun mempunyai hak ilahiah untuk nilai Islam.
memerintah, tak seorangpun dipilih Tuhan
sebagai alat khusus untuk menyatakan
42
kehendaknya, sehingga ia bebas dari Herbert Feith dan Lance Castle, Pemikiran
Politik Indonesia 1945-1965, LP3E, Jakarta: ,
1998, Hlm 222.
43
Ibid. 223.
44
Maulida, Irsyandy, Pemikiran Pilitik
Mohammad Natsir Mengenai Dasar Negara Islam,
41
Abdur Razzaq, Dinamika Dakwah Dan Politik Universitas Siliwangi.
45
Dalam Pemikiran Islam Modernis Di Indonesia. Muridan, Gagasan Pemikiran dan Gerakan
Jurnal Wardah: No. XXVII. Th. XV, 2014, Hlm Dakwah M. Natsir di Indonesia. Jurnal Dakwah
12. Dan Komunikasi. Vol.3 No.1, 2009.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 9


2. Pandangan Muhammad Natsir diantara sistem pemerintahan yang
Tentang Pemilihan Umum (voting) lainnya. Sekalipun demokrasi itu lahir dari
Menurut Chris Sinner dan Barat yang tidak menutup kemungkinan
A.M.Fatwa, Natsir adalah seorang sedikit banyaknya dalam demokrasi itu
demokrat sampai ketulang sum-sum. akan ada paham Barat yang tidak sesuai
Natsir memandang demokrasi sebagai dengan nilai luhur bangsa Indonesia. Oleh
“legalisasi budaya yang warisannya tak karena itu, dengan demokrasi yang di
ternilai”. Dalam reaksinya kepada usulkan oleh Natsir tersebut, dengan
Sjafroeddin Prawiranegara, yang memasukkan nilai-nilai Islam didalamnya
mengusulkan bahwa dalam demokrasi, maka itu akan menjadi penyaring (filter)
faham komunis sekalipun takbisa bagi masuknya nilai-nilai sekuler Barat.
dilarang. Natsir menjawab: “kalau Indonesia juga tak mungkin untuk
komunisme tidak baik, kita hadang paham menerapkan sistem kerajaan seperti zaman
itu lewat pemilu”.46 Dari ungkapan Nabi, dengan alasan masyarakat indonesia
tersebut terlihat Natsir tidak keberatan yang plural. Serta juga jika sistem
diadakannya pemilu. Bahkan dengan kerajaan maka Indonesia akan kembali
pemilu tersebut Natsir berusaha kepada masa yang lalu dimana Indonesia
menghadang paham komunisme dengan sebelum merdeka dikuasai oleh kerajaan-
cara memenangkan pemilu yang diadakan kerajaan. Dan itu juga tidak akan
melalui Partai Masyumi. Dengan membuat keadaan lebih baik, bahkan akan
demikian, jika Islam menang dalam lebih buruk, karena dengan luasnya
pemilu maka secara otomatis yang duduk bangsa indonesia yang terbentang dari
di kursi pemerintahan adalah orang-orang Sabang sampai Merauke dan dengan
Muslim, maka dengan cara seperti itu para seribu satu macam permasalahan terkait
tokoh Muslim dapat menghadang paham, idologi, kebudayaan, agama dan
masuknya paham komunis dalam tubuh lain-lainnya tidak mungkin rasanya
bangsa Indonesia. Dan dengan demikian menyatukan semuanya dalam satu
pula dasar ataupun prinsip Islam dapat pemikiran terlebih lagi terkait ideologi
dimasukkan menjadi dasar negara. dan keyakinan. Maka dari itulah Natsir
Hanya pemilulah yang dapat mengusung demokrasi teistiknya dimana
dilakukan untuk menghadang masuknya memasukkan nilai-nilai ketuhanan dalam
paham komunis. Karena dengan penduduk sistem negara sebagai filter masuknya
indonesia yang plural dengan banyak paham sekuler Barat. Hal tersebut juga
paham, ideologi dan kebudayaan tidak dengan alasan di dalam demokrasi Barat
mungkin rasanya untuk menegakkan suatu terdapat Musyawarah yang mana di dalam
paham ataupun menolaknya dengan cara Islam disebut sebagai syura. Karena
kontak fisik (perang) seperti yang Natsir yakin bahwa prinsip-prinsip Islam
dilakukan pada zaman Nabi. Hal tersebut tentang syura lebih dekat dengan rumusan
bahkan akan berdampak lebih buruk lagi, demokrasi modern dibandingkan sistem
karena akan terjadi pertumpahan darah yang lainnya.47
dimana-mana dan akan memakan korban Adapun yang dimaksud dari
jiwa yang juga tak sedikit nantinya. Oleh Demokrasi teistik yang dikemukakan oleh
karena itu, dari sekian banyak sistem Muhammad Natsir tersebut adalah bahwa
pemerintahan yang ada, menurut gagasan-gagasan Islam dalam bernegara
pandangan Natsir demokrasilah yang baik dapat menerima kaidah-kaidah sekuler
(reason, intuition, experience), lalu Islam
46
, Pak Natsir dalam perjuangan Politik
47
dan dakwah: M. Natsir ”ditengah-tengah Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag dan Drs. H. Amin
sipongah mortar, 2012, Akses 04.10.2014. Husein Nasution, MA, Loc. Cit. Hlm 223.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 10


melengkapinya dengan relevation pemilihan umum tersebut musyawarah
48
(wahyu) . Termasuklah di dalamnya harus tetap dilakukan. Berarti Muhammad
tentang Pemilu dengan sistem voting. Natsir menghendaki pemilihan umum
Sekalipun Muhammad Talbi, seorang dengan catatan musyawarah harus tetap
intelektual muslim dari Afrika Utara dilakukan di dalamnya. Yang ditolak
mengatakan: “syura tidak pernah menjadi Natsir adalah pengambilan keputusan
demokrasi, karena banyak alasan, dengan jalan voting tanpa adanya
diantaranya: demokrasi tidak pernah ada musyawarah di dalamnya atau
dalam suatu model yang riil dalam menghilangkan musyawarah. Sehingga
peradaban Islam. Tidak ada kartu suara, kalau yang demikian, besar kemungkinan
kotak suara, pemungutan suara, nantinya hak minoritas tidak akan
pensortiran suara dan sebagainya. Tidak didengar oleh kaum mayoritas terlebih
satu pun dari ini pernah terjadi dalam lagi jika kaum mayoritas diisi oleh orang-
Islam”.49 orang yang hanya mementingkan
Pemilu erat kaitannya dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya
pemimpin. Menurut Natsir, tugas utama dan keputusan yang dibuat tersebut
seorang pemimpin adalah melakukan melanggar syari’at. Sehingga yang terjadi
musyawarah dengan orang-orang yang nantinya kaum minoritas termarjinalkan
dianggap patut dan pantas atau layak sekalipun mereka benar. Lebih parah lagi
untuk memecahkan persoalan-persoalan jika nantinya yang terpilih adalah orang-
umat. Sementara dalam hal-hal yang orang yang berpaham sekuler.
sudah ada ketentuan hukumnya, tidak M. Tahir Azhari berpendapat bahwa
perlu dimusyawarahkan kembali seperti konsep syura (musyawarah) tidak sama
masalah alkohol, zina, perkawinan, waris, dengan demokrasi liberal, dengan konsep
zakat dan fitrah, adalah tanggung jawab suara mayoritas atau “separuh tambah
penguasa. Adapun dalam persoalan satu”, karena dalam syura tujuan
pengambilan keputusan terhadap sesuatu utamanya adalah semangat persaudaraan
masalah, itu dapat diserahkan kepada dan kerjasama berdasarka kepercayaan
perkembangan sesuatu masyarakat, kepada Allah dan kepentingan rakyat, dan
apakah seperti yang dipraktekkan oleh bukan atas nama kemenangan kelompok
Abu bakar atau berdasar pada pemilihan tertentu.51 M. Talbi menambahkan: “...
umum secara lazim yang berlaku bahwa demokrasi merupakan
sekarang; yang penting musyawarah itu pemerintahan dari banyak pihak,
dilakukan.50 sementara ketika menganalisis syura, kita
Dan dari ungkapan Muhammad tidak menemukannya pada gagasan
Natsir tersebut terlihat bahwa beliau tidak banyak pihak, tepatnya didalamnya kita
menolak kemungkinan diadakannya menemukan musyawarah”. Oleh karena
pemilihan umum, yang mana pada itu, “... Islam mendorong musyawarah
dasarnya dalam pemilihan umum tersebut bisa dikonsepsikan sebagai kehendak
menggunakan sistem voting dalam seseorang, dan terdapat banyak konsepsi
pengambilan keputusan atau suara. Akan Syura disepanjang sejarah Islam”.52
tetapi, lanjut Natsir di dalam pelaksanaan Dengan demikian di dalam syura
kita tidak berbicara mayoritas dan
48 minoritas karena apapun keputusannya
A. M. Fatwa. Loc. Cit. Hlm 246.
49
John Cooper, Ronald R. Nettler dan Muhammad
merupakan kemenangan bersama yaitu
Mahmoud, Pemikiran Islam dari Sayyid Ahmad
51
Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd, Penerbit Dr. Masykuri Abdillah. Op. Cit. Hlm 88.
52
Erlangga, Jakarta, 2002, hlm 141. John Cooper, Ronald R. Nettler dan Muhammad
50
Septian Prasetyo. Loc. Cit.Hlm 206. Mahmoud. Op. Cit, hlm 143.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 11


memperjuangkan suara rakyat. sehingga diturunkan oleh Allah kepada Engkau
tidak selamanya suara mayoritas adalah ataukah pendapat dan musyawarah?”.
benar (pemenang), dan kaum minoritas Nabi menjawab, “ini hanyalah pendapat
harus mengamini suara mayoritas, karena dan musyawarah.” Maka dia (al-Hubaib)
tidak menutup kemungkinan suara menyarankan Nabi posisi lain yang lebih
minoritas itu benar. Oleh karnanya, cocok untuk kaum Muslim, dan Beliau
dengan adanya syura semua dapat menerima saran ini.
memberikan pandangan dan pendapatnya Selanjutnya sikap musyawarah ini
terhadap suatu masalah. Dan kelompok selanjutnya dianut oleh pata Khulafaur
minoritas dapat menyampaikan pendapat Rasyidin yang menyandarkan
dan pandangannya sehingga dapat pemerintahannya atas dasar musyawarah
didengar oleh kaum mayoritas. dan segala derap langkahnya selalu
Konsep syura sebenarnya sudah ada tunduk pada ketentuan syari’ah Islam dan
sebelum Rasul, karena Mekkah terdapat terkontrol oleh wakil-wakil rakyat hasil
sebuah rumah dimana para pimpinan suku pemilihan umat Islam sendiri yang dikenal
perlu merundingkan urusan-urusannya sebagai “ahlul halli wal ‘aqdi”. Di dalam
dan bermusyawarah satu sama lain masyarakat modern sekarang ini fungsi
tentang urusan kepentingan bersama mereka sama seperti dewan-dewan yang
mereka.53 Dan kemudian musyawarah ini mengesahkan undang-undang untuk
di contohkan oleh Rasul. Beliau rakyatdan mengontrol pemerintahan
dikelilingi oleh para penasihat, selalu ketika melaksanakan undang-undang ini.
bermusyawarah dan mengambil pendapat Atau yang lebih dikenal di Indonesia
mereka didalam menghadapi masalah- dengan sebutan Dewan Permusyawaratan
masalah yang pelik, terutama mengenai Rakyat.
berbagai macam masalah yang tidak Islam kalau diringkas, memiliki tiga
tercantum nasnya atau isyarat langit unsur pokok yaitu: akidah, politik, dan
tentang itu. Seperti halnya ketika Nabi ekonomi. Akidah merupakan sumber dan
mengambil pendapat para sahabat, bahkan asas, bisa dicontoh sebagai tindak ibadah,
ketika itu pendapat itu menyebabkan hal-hal yang fardhu dan tidak ada
kekalahan seperti dalam Perang Uhud. pertentangan didalamnya dan tidak ada
Dan diperistiwa yang lain seperti yang Ijtihad karena kejelasan nasnya (tidak
diungkapkan oleh Afan Ghaffar: perlu Ijtihad jika ada nasnya). Sedangkan
“Adapun Beliau (Nabi) unsur politik dan ekonomi, Islam hanya
bermusyawarah dengan mereka (para meletakkan prinsip-prinsip umum, dan
sahabat) dalam suatu perkara yang tidak ketika kaum muslimin meminta
disebutkan dalam al-Qur’an, dan yang penjelasan, maka dibiarkannya hal itu agar
Nabi sendiri tidak mendapat perintah bebas diterjemahkan mengikuti waktu dan
(langsung) dari Allah, maka hak mereka tempat, bagi kemaslahatan manusia
(para sahabat) itu untuk memberi dengan tidak keluar dari garis-garis yang
pendapat dan juga untuk mengajukan usul telah ditetapkan dalam prinsip-prinsip
di luar hal yang Nabi sendiri telah pasti umum yang harus dilaksanakan seperti
akan melakukannnya. Contohnya ketika prinsip musyawarah, kebebasan, keadilan,
Nabi menempatkan (pasukan) sahabat persamaan, hak dan kewajiban dan lain
Beliau pada suatu posisi sewaktu perang sebagainya.54 Seperti firman Allah SWT.
Badr, kemudian al-Hubaib ibn al-Mundir di dalam kitabnya tepatnya QS. Al
ibn al-Jamuh bertanya, “ini perintah yang

53 54
Ibid, hlm 144 Dr. Abdul Ghafar Aziz, Op. Cit, hlm 170.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 12


Maidah ayat 49 dan QS. Al Jatsiyah ayat Muhammad Natsir merupakan suatu jalan
18. tengah yang berarti sebuah negara yang
Jadi dengan demikian pemilihan tidak terlalu sekuler dan bukan negara
umum tidak ada masalah dalam agama karena Islam bukanlah demokrasi
pelaksanaannya selagi di dalam pemilihan 100% dan juga bukan teokrasi 100%
umum tersebut melakukan prinsip-prinsip seperti ungkapan Natsir. Dengan
syura didalam pemilihan kepala negara demikian, teistik demokrasi adalah suatu
seperti yang telah dicontohkan oleh bentuk pemerintahan yang demokratis
Rasulullah SAW dan para sahabat. Karena yang tetap berpijak kepada nilai-nilai
hukum didalam Islam itu bersifat umum Islam. Konsep demokrasi yang dicetus
dan di dalam pelaksanaanya diserahkan oleh Muhammad Natsir tersebut sama
kepada umat yang hidup pada masa itu dengan konsep demokrasi yang lain,
menurut tampat dan waktu, selagi hal namun yang membedakan demokrasi
tersebut tidak bertentangan dengan Natsir dengan yang lain adalah konsep
syari’at dan nilai-nilai Islam. Serta juga nilai-nilai Islam yang ada didalamnya.
hal tersebut yang menurut Natsir dianggap Adapun yang dimaksud dari Demokrasi
paling baik untuk menyelesaikan teistik Muhammad Natsir adalah bahwa
permasalahan yang ada dalam suatu umat gagasan-gagasan Islam dalam bernegara
dengan catatan tidak menghilangkan dapat menerima kaidah-kaidah sekuler
prinsip syura didalamnya. Seperti perintah (reason, intuition, experience), lalu Islam
Allah SWT. yang terkandung di dalam Al- melengkapinya dengan relevation
Quran tepatnya dalam QS. Ali ‘Imran ayat (wahyu). Kedua, Muhammad Natsir tidak
159 yang artinya: “...bermusyawarahlah menolak untuk diadakannya voting dalam
dengan mereka dalam masalah ini...”, dan pemilu, karena Muhammad Natsir juga
QS. Asy Syura yang artinya: “...dan mendukung diadakannya pemilu dalam
masalah mereka dipecahkan secara sistem demokrasi, akan tetapi yang
musyawarah antara mereka...”. Model- menjadi catatan adalah musyawarah
model proses dan prosedur demokrasi (syura) tetap ada didalamnya. Karena
dalam pemilihan pemimpin menjadi dasar konsep syura (musyawarah) tidak sama
bagi banyak modernis untuk membuat dengan demokrasi liberal, dengan konsep
“generalisasi” bahwa yang menjadi inti suara mayoritas atau “separuh tambah
prinsip adalah musyawarahnya, bukan satu”, karena dalam syura tujuan
prosedurnya. Prosedur demokrasi dapat utamanya adalah semangat persaudaraan
bervariatif, mungkin bisa elitis vis a vis dan kerjasama berdasarkan kepercayaan
populis atau sebaliknya.55 kepada Allah dan kepentingan rakyat, dan
bukan atas nama kemenangan kelompok
tertentu.
E. Kesimpulan
Setelah mengadakan penelitian yang
telah dibahas pada bagian-bagian
F. Daftar Pustaka
sebelumnya, maka penulis menarik
kesimpulan yaitu: Pertama, Konsep . (2012). Pak Natsir dalam
demokrasi teistik yang dicetuskan perjuangan Politik dan dakwah:
M. Natsir ”ditengah-tengah
55
Drs. Muhammad Hari Zamharir, M.SI dan Robi sipongah mortar.
Nurhadi, S.IP, M.Si (ed.), Agama Dan Negara: Abdillah, Masykuri. (1999). Demokrasi
Analisis Kritis Pemikiran Politik Nurcholis dipersimpangan makna: respon
Madjid, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, intelektual muslim Indonesia
hlm 14.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 13


terhadap konsep demokrasi Kosmopolitan. Yogyakarta:
(1966-1993). Yogyakarta: PT. Penerbit Pustaka Pelajar.
Tiara Wacana Yogya. Iqbal, Muhammad dan Amin Husein
Agung , I Gusti Ngurah. 1992. Metode Nasution. (2010). Pemikiran
Penelitian Sosial Pengetahuan dan politk Islam: dari masa klasik
Pemakaian, PT. Gramedia Pustaka hingga indonesia kontemporer.
Utama : Jakarta. Jakarta: Penerbit Kencana
Azhari, Aidul Fitriciada. (2005). Prenada Media Group.
Menemukan demokrasi. Karim, Abdul Ghaffar. (1997). Islam di
Surakarta: Muhammadiyah panggung politik indonesia:
University Press. latar belakang, dinamika dan
Aziz, Abdul Ghafar. (1993). Islam Politik: pergeserannya. JSP. Vol 1. No 2.
Pro dan Kontra. Jakarta: Pustaka M. Kettchum, Richard (Ed). (2004).
Firdaus. Demokrasi Sebuah Pengantar.
Cooper, John, Ronald R. Nettler dan Yogyakarta: Penerbit Niagara.
Muhammad Mahmoud. (2002). Maulida, Irsandy. (_______). Pemikiran
Pemikiran Islam dari Sayyid Politik Muhammad Natsir
Ahmad Khan hingga Nasr Hamid mengenai dasar negara. Fisip-
Abu Zayd. Jakarta: Penerbit Universitas siliwangi.
Erlangga. Meleong, Lexy J.. (1989). Metode
Efendi, Sulaiman. (2014). Kiprah dan Penelitian Kualitatif . Bandung:
Pemikiran Politik Tokoh-Tokoh Remaja Karta Karya.
Bangsa. Penerbit IRCiSoD: Moh. Nazir. (2003). Metode Penelitian .
Yogyakarta. Jakarta:Ghalia Indonesia.
Fatwa, A. M.. (2001). Demokrasi teistis: Mufti, Muslim dan Didah Durrotun
upaya merangkai integrasi politik Nafisah. (2013). Teori-Teori
dan agama di Indonesia. Jakarta: Demokrasi. Bandung: Pustaka
PT Gramedia Pustaka Utama. Setia.
Feith, Herbert dan Lance Castle. (1998). Muridan. (2009). Gagasan Pemikiran dan
Pemikiran Politik Indonesia Gerakan Dakwah M. Natsir di
1945-1965. Jakarta: LP3ES. Indonesia. Jurnal Dakwah Dan
Gatara, A.A. Sahid. (2008). Ilmu Politik ( Komunikasi. Vol.3 No.1.
memahami dan menerapkan ). Natsir, Muhammad. (2001). Agama dan
Bandung: Penerbit Pustaka Setia. negara dalam perspektif Islam.
Hadi, Sofyan. (2001). Negara Dalam Jakarta: Penerbit Media Da’wah.
Perspektif Islam: Membentuk Pakpahan, Muchtar. (2006). Ilmu Negara
Format Hubungan Ideal Menuju dan Politik. Jakarta: Penerbit PT
Demokratisasi. Jurnal ilmu sosial Bumi Intitama Sejahtera.
dan politik. Edisi I. Tahun I. Prasetya, Johan. (2014). Ajaran-ajaran
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Para Founding Father dan
Universitas Riau. orang-orang disekitarnya.
Harjono, Anwar. (2001). Pemikiran Dan Jogjakarta: Penerbit PALAPA.
Perjuangan Mohammad Natsir. Prasetyo, Septian. (2015). Pemikiran
Pejanten Barat: Pustaka Firdaus. Muhammad Natsir tentang
Held, David. (2004). Demokrasi Dan ideologi Islam di Indonesia tahun
Tatanan Global: Dari Negara 1949-1959. Jurnal Avatara.
Modern Hingga Pemerintahan Volume 3. No 2.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 14


Priyono dan Usman Hamid. (2014).
Merancang Arah Baru
Demokrasi: indonesia pasca-
reformasi. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
Razzaq, Abdur. (2014). Dinamika
Dakwah Dan Politik Dalam
Pemikiran Islam Modernis Di
Indonesia. Jurnal Wardah: No.
XXVII. Th. XV.
Ruhpina, H. L. Said. (2005). Menuju
demokrasi pemerintahan.
Yogyakarta: Nuansa Aksara.
Sidik. (2006). Muhammad Natsir (Islam
dan Demokrasi). Jurnal Hunafa.
Vol 3. No 3.
Suleman, Zulfikri. (2010). Demokrasi
Untuk Indonesia: Pemikiran
Politik Bung Hatta. Jakarta:
Penerbit PT Kompas Media
Nusantara.
Syahza, Almasdi. (2009). Metodologi
penelitian. Pekanbaru:
PUSBANGDIK Universitas
Riau.
Thaba, Abdul Aziz. (1996). Islam dan
Negara dalam politik orde baru
(1966-1994). Jakarta: Gema
Insani Press.
Widodo, Erna dan Mukhtar. 2000.
Konstruksi Ke Arah Penelitian
Deskriptif. Avyrous :Yogyakarta.
Winarno, Budi. (2007). Globalisasi Dan
Krisis Demokrasi. Jakarta:
Medpres (Anggota IKAPI).
Zamharir, Muhammad Hari dan Robi
Nurhadi (ed.). (2004). Agama
Dan Negara: Analisis Kritis
Pemikiran Politik Nurcholis
Madjid. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 Page 15

You might also like