Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

Suzuki Satria 120

Produsen Suzuki

Juga disebut Satria Lumba-lumba (S & RU)

Satria Hiu (LSCM/Agressive)

RGV 120

RGX 120

Stinger 120

Perusahaan Suzuki Motor Corporation

induk

Tahun 1997 - 2005;

Produksi

Model untuk 1997 - 2002, 120 S

tahun 1998 - 2005, 120RU

2003 - 2005, LSCM

Model Suzuki RG Sport 110

sebelumnya

Model Suzuki Satria F150

berikutnya

Kelas Bebek sport

Mesin 120cc dua tak, silinder tunggal, katup

buluh, kompresi 7.0:1,

pengabut karburator Mikuni VM 20 SS &

berpendingin udara

Bore x Stroke 56 x 49 mm

Daya kuda 13,5 ps @ 8000 rpm (RU120)


15,5 ps @ 8000 rpm (RGV120)

Torsi 1,50 kgmf @ 7000 rpm

Pengapian DC - CDI, busi NGK BP7ES

Sistem 5 percepatan, otomatis plat majemuk tipe

transmisi basah (Satria 120 S)

6 percepatan, manual plat majumuk tipe basah

(Satria 120 R and 120 R LSCM)

Rem Piringan (depan) hydraulically operated dual

pistons caliper, tromol/drum (belakang) pegas

mekanis, versi S dan R (spoke wheel)

Piringan (depan dan belakang) hydraulically

operated dual pistons caliper, versi casting

wheel

Ban 275 - 17, 80/90 - 17 (depan)

250 - 17, 70-90 - 17 (belakang)

Jarak sumbu 1244 mm

roda

Dimensi P 1960 mm

keseluruhan L 710 mm

T 1040 mm

Berat 101 kg (dry)

Kapasitas 5.2 ltr

Tangki

Kapasitas 1050 ml

Pelumas 1150 (overhaul)


Konsumsi 1:25–35 (kondisi standard pabrik)

bahan bakar

injected Satria FI in 2016.
The first type was released in 1997, with the second and third following in 2002 and 2005. The third
model is sold as the Belang 150 in Malaysia, and Raider 150 in the Philippines. The fourth model
was introduced in 2016, with the engine now fuel-injected, and shared with the GSX-R150, albeit
with different gear ratios in the transmission, different injectors and different tuning in the ECM. [1][2]
The name "Satria" means "knight" in Indonesian.

Specifications[edit]
Specification 1997–2005 2005–2016 2016–present

Engine & transmission

Layout 2-stroke single-cylinder 4-stroke 4-valve DOHC single-cylinder

Capacity 120.7 cc (7.37 cu in) 147.3 cc (8.99 cu in)

56.0 mm × 49.0 mm (2.20 in


Bore × stroke 62.0 mm × 48.8 mm (2.44 in × 1.92 in)
× 1.93 in)

Compression
7.0:1 10.2:1 11.5:1
ratio

Cooling system Air-cooled Oil-cooled Liquid-cooled

Carburation Carburettor Fuel injection

Starter Kick Electric and kick


13 PS (9.6 kW; 12.8 hp) @ 16.5 PS (12.1 kW; 18.5 PS (13.6 kW;
Max. power
7,500 rpm 16.3 hp) @ 9,500 rpm 18.2 hp) @ 10,000 rpm

12.74 N⋅m (9.40 lbf⋅ft) @ 12.45 N⋅m (9.18 lbf⋅ft) 13.8 N⋅m (10.2 lbf⋅ft) @


Max. torque
6,500 rpm @ 8,500 rpm 8,500 rpm

5-speed constant-mesh
(1997–2002)
Transmission 6-speed constant-mesh
6-speed constant-mesh
(2002–2005)

Final drive Chain

Cycle parts & suspension

Frame Steel twin-spar diamond

Front
Conventional telescopic fork
suspension

Front tyre 70/90–17

Front brakes Single disc brake with 2-piston caliper

Rear
Steel swingarm with monoshock
suspension

Rear tyre 80/90–17

Drum (1997–2002)
Rear brakes Single disc brake with 1- Single disc brake with 1-piston caliper
piston caliper (2002–2005)

Dimensions
Length 1,960 mm (77.2 in) 1,940 mm (76.4 in) 1,960 mm (77.2 in)

Width 710 mm (28.0 in) 652 mm (25.7 in) 675 mm (26.6 in)

Height 1,040 mm (40.9 in) 941 mm (37.0 in) 980 mm (38.6 in)

Wheelbase 1,244 mm (49.0 in) 1,280 mm (50.4 in)

Weight 102.5 kg (226 lb) 95 kg (209 lb) 109 kg (240 lb)

5.2 l (1.1 imp gal; 4.9 l (1.1 imp gal; 4.0 l (0.88 imp gal;


Fuel capacity
1.4 US gal) 1.3 US gal) 1.1 US gal)

Note for ADEK


1. Tromol depan memakai KLX, Bearing 6201 & 6301

2. Tromol Belakang memakai KLX, Bearing

3. Kiprok Motor Suzuki

3. Kiprok Motor Suzuki

MEMBACA SOKET CDI


Bingung pada saat mau ganti CDI sedikit gambar berikut mungkin bisa membantu. 
Dengan mengetahui jalur dan soketnya, maka kita dengan mudah bisa mengkonversi macam
macam CDI. tentunya tanya dulu sama yang tahu cocok atau tidak kalau dipasang, jangan sampai
cdi ac dipasang cdi dc

TYPE SOKET 1 SOKET 2 SOKET 3 SOKET 4 SOKET 5 SOKET 6


MOTOR
JUPITER & SUMBER ARUS 12
KOIL (ORANGE) MASSA (HITAM) MASSA (MERAH) PULSER (PUTIH) KOSONG
MIO V (COKLAT)

SATRIA MASSA PULSER MASSA 12 VOLT


KOIL (PUTIH/BIRU) TACHOMETER
150 F (HITAM/PUTIH) (BIRU/KUNING) (ORANGE) (HIJAU/PUTIH)

SATRIA 12 VOLT PULSER MASSA MASSA KOIL


KOSONG
120 R (ORANGE/PUTIH) (HIJAU/PUTIH) (HITAM/PUTIH) (BIRU/KUNING) (PUTIH/BIRU)

SMASH
KOIL MASSA PULSER MASSA KOSONG 12 VOLT
110

Pin/Soket Kiprok Standar Yamaha, Suzuki, dan Honda - Berikut merupakan letak posisi pin/soket
kiprok standar dari motor Yamaha, Suzuki, dan Honda. Tentunya keterangan ini memudahkan kita
memasang pin kabel agar tidak tertukar fungsi masing-masing pin nya.
 Kabel putih strip merah terhubung ke arus pengisian dari altenator.
 Kabel kuning strip putih terhubung ke beban atau lampu motor.
 Kabel merah terhubung untuk mengisi ulang daya baterai
 Kabel wana hitam terhubung ke massa.

arti soket kiprok mio j

Kabel putih strip merah terhubung ke arus pengisian dari altenator.

Kabel kuning strip putih terhubung ke beban atau lampu motor.

Kabel merah terhubung untuk mengisi ulang daya baterai

Kabel wana hitam terhubung ke massa.


Suzuki.

Warna kabel kiprok Fungsi

Putih/merah W/R Pengisian

Kuning/putih Y/W Lampu

Merah R Battery 12volt (+)

Hitam/putih B/W Massa (-)

Suzuki
 Merah: Terminal Positif aki.
 Hijau: Klakson
 Hijau Muda: Lampu Sein kanan
 Hijau-Putih: Tombol Starter
 Biru Kuning Pulser ke CDI
 Hitam: Lampu Sein kiri
 Hitam-Putih: Massa Negatif
 Cokelat: Lampu senja
 Putih: Lampu jarak dekat
 Putih-Biru: Koil ke CDI
 Putih-Hitam: Lampu rem belakang
 Putih-Merah: Pengisian dari Magnet
 Oranye Kunci Kontak
 Kuning: Lampu Jauh
 Abu-abu: Lampu Belakang
1. Kode Busi NGK

Ambil contoh busi kode CPR8EA-9

C: Diameter ulir. (A=18mm. B=14mm. C=10 mm. D=12mm. E=8mm)


P: Projected insulator, artinya terdapat tonjolan insulator. 
R: Kode resistansi busi, biasanya 5 kiloohm. Busi dengan huruf R
menandakan cocok untuk kendaraan dengan sistem pembakaran injeksi.
Kalau masih karbu, bisa pakai busi tanpa huruf R.
8: Heating rate atau tingkat pelepasan panas busi. Pada merek NGK Busi
panas angkanya 2–8 sedang busi dingin angkanya 9–12.
E: Panjang ulir busi sekitar 19 mm. (E=19mm. H=12,7mm. L=11,2mm)
A: Bentuk lengkungan ujung elektroda. Kode huruf paling belakang ini
menunjukkan desain busi.
9: Gap atau celah antar elektroda, 9 berarti panjang gap sebesar 0.9 mm.

2. Kode Busi Denso

Ambil contoh busi dengan kode U24FSU9

U: Diameter ulir busi 10 mm.


24: Heating rate atau tingkat pelepasan panas busi, semakin kecil angkanya
termasuk busi panas. Busi panas 20, 19, dan seterusnya sedang busi dingin
24,26, dan seterusnya.
F: Panjang ulir busi sekitar 12,7 mm. (A-E, G-H=19mm. F=12,7mm.
L=11,2mm.)
S: Tipe rancangan busi.
U: Bentuk elektroda ground.
9: Gap atau celah antar elektroda , ini artinya celah busi 0,9 mm

CONROD SATRIA 120R


Sistem Pengapian 1
DASAR SISTEM PENGAPIAN

Sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan percikan bunga api listrik (voltage)
yang kuat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar.
Selain kuat, ada satu hal lagi yang wajib dimiliki yaitu ketepatan waktu untuk membakar
sehingga memperoleh daya pembakaran yang optimal. Ketepatan waktu inilah yang kemudian
dikenal sebagai ignition timing. Dengan demikian dapat dipersepsikan bahwa sistem pengapian
merupakan penjamin sebuah motor bensin agar dapat melakukan siklus pembakaran, bekerja
sebagai motor penggerak mula.
Beberapa macam sistem pengapian diantaranya:
 Sistem pengapian kontak point (konvensional platina),Untuk jenis kontak point, arus primer
pada ignition coil diputus oleh platina, maka akan terjadi percikan api pada saat platinanya
mulai terbuka. Karena itulah tegangan sekunder yang dihasilkannya tidak akan stabil dan
kecenderungan untuk menimbulkan missfiring mudah terjadi.
CDI(Capasitor discharge ignition),Sistem pengapian capasitor atau CDI (Capacitor
Discharge Ignition) merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan bermotor
yang memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge current) dari kapasitor, guna
mencatudaya coil pengapian (ignition coil).
pengapian TCI(Transistor Control Ignition) menggunakan cara dimana arus yang mengalir di
primer coil pada ignition coil diputus sebentar dengan melakukan switching pada transistor untuk
menginduksi tegangan tinggi pada lilitan sekunder.
Sebagai perbandingan, pada pengapian CDI,TCI & ECU arus primer coil dikendalikan
secara elektronik oleh beberapa komponen elektronik semi-konduktor di dalam CDI. Sehingga
pada putaran mesin yang rendah pun tetap akan menghasilkan tegangan induksi yang relatif
besar dan stabil pada ignition coil.

1.      Saat Pengapian dan Pembakaran


Saat pengapian disebut juga ignition timing adalah waktu yang menunjukkan terjadinya
percikan api pada busi yang dinyatakan dalam derajat engkol (d.e). Saat pengapian berbeda
dengan saat pembakaran, karena pembakaran dalam silinder berlangsung secara proses yang
panjang sedangkan saat pengapian terjadi sekejap dalam detik yang sangat kecil. Untuk
mendapatkan daya pembakaran yang optimal maka ledakan terbesar dari campuran bahan
bakar dan udara diusahakan terjadi beberapa saat setelah TMA. Berikut merupakan beberapa
penjelasan tentang saat pengapian.
Mekanisme pembakaran normal pada sepeda motor dengan bahan bakar bensin
dimulai pada saat terjadi loncatan api pada busi. Selanjutnya api membakar campuran bahan
bakar dan udara (terkompresi) yang berada di sekelilingnya dan akan terus menyebar ke
seluruh ruangan pembakaran sampai semua partikel gas terbakar habis. Proses penyebaran
api ini terjadi dengan tidak terkendali. Pada pembakaran yang normal, penyebaran api sebelum
terjadi ledakan terjadi secara merata di seluruh bagian.
Pada keadaan yang sebenarnya di dalam silinder, mekanisme pembakaran di dalam
motor ini bersifat sangat kompleks dan berlangsung melalui beberapa tahapan, mulai dari
proses perambatan api sampai terjadi ledakan (combustion). Pada saat campuran kabut bahan
bakar dan udara dikompresikan, tekanan dan temperaturnya meningkat, sehingga terjadi reaksi
kimia di mana molekul-molekul hydrocarbon terurai dan bergabung dengan oksigen dan udara.
Sebelum langkah kompresi berakhir terjadilah percikan api listrik pada busi yang kemudian
membakar campuran bahan bakar-udara terkompresi tersebut.

Gambar berikut ini memperlihatkan suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara
tekanan di dalam silinder selama proses kompresi dan ekspansi dengan sudut engkol mulai dari
saat penyalaan sampai akhir pembakaran.
Titik 1 menunjukkan percikan api busi, jarak dari titik 3 ke titik 1 merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk perambatan api untuk mencapai pembakaran eksplosif. Jarak kedua titik ini
selalu tetap yang menunjukkan banyaknya waktu yang diperlukan untuk membakar campuran
gas bam dan tidak bergantung pada putaran mesin.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan ekspansi maksimal maka
tekanan pembakaran maksimum harus berada pada beberapa derajat setelah TMA, sehingga
untuk mencapai hal tersebut maka saat pengapian harus dimajukan beberapa derajat sebelum
TMA. Jarak dari titik 1 sampai dengan titik 3 adalah dinamakan dengan ignition delay/
keterlambatan pembakaran.

      Knocking dan Pre Ignition


Peristiwa pembakaran normal adalah api menyebar ke seluruh bagian ruang bakar
dengan kecepatan konstan dengan busi berfungsi sebagai pusat api. Gas baru yang belum
terbakar terdesak oleh gas yang telah terbakar, sehingga tekanan dan temperaturnya naik
sampai mencapai keadaan hampir terbakar, jika pada saat ini gas tadi terbakar dengan
sendirinya,sebelum mencapai titik timing pembakaran maksimum, maka akan timbul ledakan
(detonasi) yang menghasilkan gelombang kejutan berupa suara ketukan (knocking noise).
Fluktuasi tekanan yang besar dan cepat ini terjadi pada akhir pembakaran. Sebagai akibatnya,
tenaga mesin akan berkurang dan jika sering terjadi akan memperpendek umur mesin.
Gejala pembakaran lain yang tidak normal adalah pre-ignition. Peristiwa-nya hampir
sama dengan knocking tetapi terjadi hanya pada saat busi belum memercikan api. Pada kasus
pre-ignition ini, bahan bakar terbakar dengan sendirinya sebagai akibat dari tekanan dan
temperatur yang cukup tinggi sebelum busi memercikkan api. Tekanan dan temperatur tadi
dapat membakar gas baru tanpa pemberian api dari busi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pre-ignition adalah peristiwa pembakaran yang terjadi sebelum sampai pada saat yang
dikehendaki.
Figur berikut merupakan grafik yang memperlihatkan proses terjadinya fenomena
detonasi (knocking) pada mesin bensin.
Tiga buah grafik tekanan terhadap posisi piston yang berbeda, Tekanan yang berlebihan dan
tidak terkendali ditunjukkan dengan grafik paling atas, inilah yang diartikan dengan knocking
dari segi dinamika tekanan dalam silinder. Apabila tekanan ini melebihi dari kekuatan piston,
maka akan terjadi kerusakan pada kepala piston berupa lubang atau pecah.

 Teori pembakaran letupan (knocking) tersebut di atas adalah prinsip yang dikemukakan oleh
Ricardo. Beberapa hal yang menyebabkan knocking adalah :
a.       Perbandingan kompresi dan tekanan kompresi yang terlalu tinggi.
b.      Temperatur pemanasan campuran dan temperatur silinder yang terlalu tinggi.
c.       Saat pengapian terlalu awal.
d.      Putaran mesin rendah dan penyebaran api lambat.
e.       Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat, serta jarak penyebaran api
terlampau jauh.

2.     Pulser/Pick Up Coil


Pulser bekerja sebagai sensor posisi engkol (crank sensor) dan sekaligus sebagai
sensor putaran mesin (speed sensor). Perannya sebagai crank sensor akan memberikan
mformasi ke CDI berupa sinyal untuk saat pengapian sesuai dengan posisi sudut engkol pada
tiap tiap putaran. Perannya sebagai speed sensor berupa besar kecilnya tegangan induksi yang
dihasilkan yang merupakan informasi mengenai putaran mesin. Semakin tinggi putaran mesin
maka semakin tiriggi tegangan induksi yang dihasilkan yang kemudian CDI akan mengaju-kan
saat pengapian.
   Pembentukan Tegangan pada Pulser Coil
Sama halnya dengan source coil, pembentukan tegangan pada pulser melalui sebuah
peristiwa induksi elektromagnetik. Tegangan yang dihasilkan pulser merupakan tegangan
spesifik yang besarnya disesuaikan dengan kapasitas buka gate SCR dalam CDI. Tegangan
kejut yang dihasilkan dari proses induksi ini disebut dengan tegangan penyulut atau pulsa
penyulut (trigger). Secara umum tegangan yang dihasilkan pulser adalah sangat kecil atau kira-
kira tidak lebih dari 1 volt, sehingga listrik yang dihasilkan tidak kasat mata dengan cara
memercikkan kabel pulser ke massa. Pengecekan kondisi pulser akurat jika dilakukan dengan
alat ukur. Tegangan output sebesar 0,5 - 1 volt, bolak balik (arus AC). Pulser atau disebut juga
pick up coil memiliki dua jenis, jenis pertama adalah lilitan pick up dengan inti magnet yang
biasa diadopsi pada mesin honda, suzuki, kawasaki, dan yamaha empat tak. Jenis yang kedua
adalah jenis lilitan dengan inti besi, diadopsi pada mesin yamaha dua tak (RX Spesial dan RX
King misalnya). Jenis ini dipasang pada sisi dalam magnet dan menghasilkan tegangan output
yang lebih besar. Pulser model inti magnet biasa ditempatkan disisi luar magnet dengan sensor
pick up pada sisi luar magnet yang berupa tonjolan lempeng konduktor, yang berfungsi untuk
memotong garis medan magnet pada pulser untuk, menghasilkan tegangan induksi sesaat.
Besar kecilnya tegangan yang dikeluarkan pulser mempengaruhi maju mundurnya saat
pengapian. SCR dalam CDI memiliki ambang batas buka spesifik. SCR akan terbuka melalui
GATE jika tegangan yang dihasilkan pulser melebihi ambang buka gate spesifiknya sesuai
dengan model CDI yang digunakan. Hubungan tegangan pulser dengan saat pengapian akan
disajikan pada ulasan berikutnya tentang pengajuan pengapian oleh pulser.
2.2.2.   Penempatan Pulser dan Jumlah Letikan Api Busi
Sesuai dengan perannya sebagai sensor saat pengapian, maka sebenarnya pulser
hanyalah bekerja pasif. Selama Pick up pulser pada magnet tidak berputar melewati pulser,
maka pulser tidak akan pernah menghasilkan tegangan induksi.

Pada mesin dua tak dengan pulser di sisi luar fly wheel merupakan tempat yang sangat
ideal. Disamping tidak ada api yang terbuang, lingkaran fly wheel yang relatif besar membuat
saat pengapian lebih terkendali dengan baik. Pada mesin mesin dengan pulser dengan inti besi
dan ditempatkan di dalam magnet, jumlah letikan dalam satu putaran rotor adalah sama dengan
jumlah keping magnet yang dipasangkan.
. Pembentukan tegangan induksi pada pulser Sebuah ilustrasi pemotongan garis
garis gaya magnet oleh tonjolan (pick up) sehingga menghasilkan tegangan listrik pada pulser.
Beberapa data tentang pulser dan panjang pick up
Sepeda motor Panjang Tonjolan
   HONDA
Supra/ Legenda 12 + 1 mm
Kirana 12 ±1 mm
Mega Pro 12 ± 1 mm
Tiger 2000 12 ±1 mm
Karisma 38 ±1 mm
Sonic 125/CBR 150 38 ± 1 mm
YAMAHA 57.5 ± 1 mm
Vega-R/F1ZR 57.5 ± 1 mm
Jupiter Z/ Nouvo/Mio/
RX  King
SUZUKI
Shogun 110 14 ±1 mm
Smash 110 14 ±1 mm
Shogun 125 30 ± 1 mm
Satria 120R 30 ± 1 mm
Satria 150F 39 ± 1 mm

            Pemeriksaan Pulser/Pick Up Coil


1.      Pengukuran tahanan pulser
Sama halnya dengan pengukuran resistansi source coil, pengukuran resistansi pulser
diperlukan untuk mengetahui apakah pulser tersebut dalam keadaan baik atau buruk. Dikatakan
baik jika nilai tahanannya sesuai spesifikasi dan dikatakan jelek jika hasil pemeriksaan diluar
spesifikasi. Prosedur pengukurannya sebagai berikut:
1.      Pilih selector AVO METER (OHM METER) pada posisi X1 atau X10.
2.      Lakukan kalibrasi multi meter atau ohm meter sebelum digunakan agar hasil pengukuran lebih
akurat.
3.      Hubungkan test lead AVO METER pada ujung ujung pulser. Ada ebagian jenis pulser
menggunakan satu kabel. Artinya terminal negatifnya langsung disambungkan ke body pulser
(dudukan baud pulser).

Sekian sekilas tentang dasar sistem pengapian untuk tulisan berikutnya akan saya
bahas detail tentang apa itu bagian- bagian sistem pengapian.

Daftar Rasio Primer Standar

Written By Novanda ST on Monday, February 15, 2016 | 2:57 AM

Daftar Rasio Primer Standar - Berikut catatan rasio primer standar berbagai motor yang telah saya dapat
dari berbagai sumber.
gir rasio primer RXZ

YAMAHA

V75/80 = 21/66
Alfa, Fizr = 21/66
125z = 22/71
RXZ = 22/71
RX King = 21/70
Crypton, Vega = 18/67
Jupiter Z = 18/67
Jupiter Z New = 21/69
Jupiter Z1 = 20/58
Vega ZR = 21/69
Vega RR = 21/69
Force 115 = 20/58
Jupiter MX = 24/73
Scorpio = 21/70

HONDA
C100 = 17/69
SX125 = 20/67
CS1 = 20/67
CB100 = 18/73
CG110= 18/73
MegaPro = 21/70
Tiger = 22/68
SUZUKI
Satria 120 = 20/65

Smash 110 = 21/77


Shogun 125 = 22/75
Satria 150F = 20/70
Satria 150FI = 21/69

KAWASAKI
Athlete = 22/75
D-Tracker SE = 25/72
D-Tracker X = 30/84
KLX 150 = 25/72
KLX 250 = 30/84
Pulsar NS200 = 19/
Ninja R 150 = 22/72
Ninja RR 150 = 22/72
Ninja 250 = 23/71
Versys 650 = 42/88

You might also like