70-Article Text-118-1-10-20200408

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 30

Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-


Cum-Doctriner Untuk Membentuk Karakter Religius Dan Kreatif Di
Sdn Rejowinangun 1 Yogyakarta
Adhika Alvianto
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
[email protected]

Abstract: The age of the students in primary school is at the


concrete operational phase. A child at the concrete operational
stadium is able to think operationally with a condition that his or
her thinking material is in a concrete manner. Thus, it needs a
research to figure out how the learning design is to build the
religious and creative character. This research is conducted using
the qualitative subject and object taking the background of State
Primary School of Rejowinangun 1 Yogyakarta. The data was
collected by means of observation, interview and documentation.
The data analysis was conducted by defining the data collected and
then a conclusion is made. The data validity was examined through
the triangulation technique. The result of the research showed that
the learning design of scientific-cum-doctriner-based Islamic
education started from the need analysis of the student, objective
design, materials, steps, sources and learning evaluation. The
building of religious and creative character can result in: the habit
to say salaam (greeting), doing a frugal behaviour as taught by the
Prophet of Muhammad SAW, able to read the short Qur’an verses
before starting to study, doing Shalat in congregation, doing
Shalat Dhuha, doing Shalat punctually, implementing the
readings and invoking after shalat, greeting firstly when meeting
other people, buying the goods as needed and saving. Having a
habit to read the book in the spare time and showing the active
behaviour in the class.

Keywords: Learning Design, Islamic Education, Scientific-Cum-


Doctriner, Religious, Creative

Pendahuluan
Pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang
wajib diikuti oleh peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Hal ini
tertuang dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional no. 20
tahun 2003 pasal 12 butir a. Tujuan pendidikan agama di Indonesia
adalah untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang

62
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

bersangkutan dengan mempertimbangkan tuntutan untuk


menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan Agama Islam disekolah/madrasah dalam pelaksanaannya
masih menunjukkan berbagai permasalahan yang kurang
menyenangkan, seperti yang telah dikemukakan oleh Dirjen
Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama (2002): Islam diajarkan
lebih pada hafalan, padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus
dipraktekkan. Penalaran dan argumentasi berpikir untuk masalah-
masalah keagamaan kurang mendapat perhatian.
Berdasarkan pernyataan yang kurang menyenangkan tersebut,
menunjukkan bahwa permasalahan Pendidikan Agama Islam telah
lama terjadi. Sampai saat ini, perbaikan-perbaikan seyogyanya terus
dilakukan. Dalam hal ini, penulis menyoroti kepada pendekatan
pembelajaran yang digunakan saat ini. Terdapat kesulitan dalam
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar, karena bidang
studi Pendidikan Agama Islam banyak menyentuh aspek-aspek
metafisika dan abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra
rasional. Padahal, usia peserta didik tingkat sekolah dasar berada pada
tahap operasional konkret. Anak dalam stadium operasional konkrit
dapat berpikir operasional dengan catatan bahwa materi berpikirnya
ada secara konkrit.72 Operasi konkrit adalah tindakan yang diterapkan
pada objek yang konkrit dan nyata.
Dikarenakan Islam adalah sebuah agama, maka memahami
Tuhan dengan menggunakan metode filosofis, mempelajari kehidupan
manusia di bumi dengan mempergunakan ilmu-ilmu manusia, dan
mempelajari masyarakat dan peradaban dengan metode historis,
sosiologis dan antropologis haruslah dikukuhkan dengan metode
doktriner. Jelasnya, mempelajari Islam dengan segala aspeknya sebagai
salah satu objek ilmu pengetahuan tidak cukup dengan metode ilmiah
semata, atau hanya dengan metode doktriner. Sejatinya, dalam hal ini
pendekatan ilmiah dan doktriner harus digunakan secara bersama.
A. Mukti Ali mengingatkan bahwa metodologi adalah masalah
yang sangat penting dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
Metode kognitif yang benar untuk mencari kebenaran adalah lebih
penting daripada filsafat dan sains. Lebih jauh ia menambahkan bahwa
pada abad pertengahan, Eropa menghabiskan limit waktu seribu tahun
dalam keadaan stagnasi. Tetapi keadaan yang stagnan tersebut
akhirnya berubah menjadi kebangkitan revolusioner multy faces dalam
bidang sains, seni, sastra juga semua wilayah hidup dan kehidupan

Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai


72

Bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hal. 223

63
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

manusia dan sosial. Revolusi yang mendadak dan energi yang meledak
dalam pemikiran manusia itu menghasilkan sebuah peradaban besar
yang begitu menakjubkan dalam bidang kemajuan ilmu pengetahuan.73
Akibat pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
sekolah/madrasah yang masih menunjukkan berbagai permasalahan
yang kurang menyenangkan menjadikan generasi bangsa ini krisis
karakter. Salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini seperti
konflik dan kekerasan atas nama klaim kebenaran palsu dan sempit
yang menyebabkan sentimen antar-kelompok meningkat. Dalam situasi
ini, masyarakat kita merespons dan menanggapi perbedaan pendapat
dan perbedaan keyakinan dengan cara yang salah. Konflik bernuansa
(penafsiran) agama, suku, ras, dan perbedaan pendapat semakin
meluas. Hal ini merupakan masalah penting yang harus dihadapi,
apabila kita ingin menegaskan eksistensi bangsa yang bercirikan
penghormatan akan keberagaman (multikulturalitas dan pluralitas).
Masalah lainnya, dominasi budaya membodohi akibat pengaruh
tayangan media (terutama budaya nonton melalui TV) yang
pengaruhnya pada masyarakat cukup luar biasa. Budaya tonton ini
membuat orang mudah terpengaruh pada “gebyar” kesemarakan yang
dicitrakan media yang membuat para penonton (khalayak masyarakat)
hanya bisa pasif dalam kebudayaan (kebiasaan yang membentuk
karakter pasif, bisu, dan mematikan naluri kreativitas serta
kemandirian berpikir).
Berdasarkan kontradiksi-kontradiksi di atas, beberapa isu yang
harus menjadi titik tekan dari pembangunan karakter cukup penting,
salah satunya adalah pendidikan ilmiah. Nilai-nilai ilmiah yang
berguna untuk melawan dampak berpikir fatalisme yang membuat
mental pasrah, anti-ilmiah, akibatnya seseorang tidak mampu dan
tidak mau bekerja keras untuk memahami dan memecahkan masalah-
masalahnya, mengatasi kesulitan hidup yang menempanya. Latihan
berpikir ilmiah juga akan membuat peserta didik memahami nilai-nilai
ilmiah yang mendukung nilai kejujuran, objektivitas berpikir, dan
memandang persoalan secara analistis dan kritis.
Sekolah/madrasah yang sementara masih menggunakan
kurikulum KTSP, guru Pendidikan Agama Islam merupakan sebagai
titik sentral. Guru seringkali masih menggunakan metode ceramah
(sedikit melakukan eksperimen atau hal-hal yang sebenarnya dapat
disampaikan secara empiris/ilmiah hanya disampaikan secara
dogmatis/verbal saja). Berbeda, dengan sekolah dasar yang sudah
menerapkan pendekatan scientific (mengamati, menanya, mencoba,

73 H.A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan


Bintang, 1991), hal. 27

64
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan) di mana


siswa telah berlatih mengembangkan kreativitas. Terkadang guru juga
memberi penguatan atas ekperimen atau kreativitas yang dilakukan
anak didik. Namun, dalam hal ini (khususnya dalam kurikulum 2013)
belum sepenuhnya terlaksana secara sistematis dan maksimal. Peneliti
mendapati bahwa praktik pembelajaran kurikulum 2013 di SDN
Rejowinangun 1 Yogyakarta masih perlu peningkatan. Pendidik belum
sepenuhnya (jarang) memanfaatkan atau menggunakan media belajar
yang telah ada, seperti: menggunakan LCD/proyektor untuk
membantu penyampaian materi pelajaran. Oleh karena itu, penulis
ingin sekali mengkolaborasikan dua pendekatan ini secara sistematis
dengan berpedoman pada ilmu manajemen pendidikan Islam, sehingga
akan terbentuk desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
scientific-cum-doktriner dan sebagai bahan perbaikan serta peningkatan
penerapan kurikulum 2013 di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta.
Mengingat betapa pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam
mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, maka Pendidikan Agama
Islam harus diberikan dan dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-
baiknya.

Metode Penelitian
Dilihat dari sisi pengumpulan data, jenis penelitian ini adalah
field research, yakni hasil penelusuran yang diperoleh di lokasi
penelitian digunakan sebagai tumpuan utama keseluruhan penelitian,
mulai dari melakukan observasi, wawancara, dan kajian dokumen.
Sehingga, pada pelaksanaannya penelitian ini dimaksudkan untuk
menjelaskan dan memecahkan problem yang bersifat konseptual-
teoritis tentang desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam
berbasis scientific-cum-doctriner.
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti
melakukan observasi dan wawancara hanya kepada orang-orang
yang memiliki informasi tentang desain pembelajaran Pendidikan
Agama Islam berbasis scientific-cum-doctriner untuk membentuk
karakter religius dan kreatif, sebagai berikut: Kepala sekolah SDN
Rejowinangun 1 Yogyakarta, untuk memperoleh data secara garis
besar karakter peserta didik dan kompetensi yang dimiliki oleh para
pendidik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SDN
Rejowinangun 1 Yogyakarta. Guru Pendidikan Agama Islam, untuk
mendapatkan informasi bagaimana perkembangan peserta didik guna
mengetahui kebutuhannya, merancang tujuan pembelajaran,
merancang materi pembelajaran, merancang sumber-sumber belajar,

65
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

merancang pengalaman belajar (langkah-langkah pembelajaran), dan


merancang evaluasi pembelajaran berbasis scientific-cum-doctriner
untuk membentuk karakter religius dan kreatif. Peserta didik kelas IV,
merupakan objek penelitian. Peneliti melakukan wawancara dengan
informan untuk menggali data sumber-sumber belajar yang mereka
gunakan. Selain itu, juga untuk mengetahui perkembangan pola pikir
atau karakter religius dan kreatif mereka.
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan
data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
Teknik pengumpulan dalam penelitian ini, meliputi:
Observasi, kegiatan ini peneliti melakukan pencatatan secara
sistematik atas kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang diamati
dan hal-hal lain yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian yang
sedang dilakukan.74 Terdapat beberapa tahapan dalam kegiatan ini:
pertama, peneliti melakukan observasi secara umum, maksudnya
peneliti mengumpulkan informasi/data sebanyak mungkin. Kedua,
peneliti melakukan observasi secara terfokus atau lekas
menyempitkan informasi/data yang dibutuhkan selama penelitian
untuk memperoleh/menemukan pola-pola perilaku dan hubungan
obyek-obyek yang diamati.
Interview khusus, dalam hal ini peneliti melakukan
wawancara dengan kelompok atau orang-orang tertentu. Tujuan
utamanya adalah untuk memperoleh informasi/data yang berkaitan
dengan topik/rumusan masalah penelitian. Orang yang menjadi
informan, yaitu kepala sekolah SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta,
guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, dan peserta didik
SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta. Penentuan informan tersebut
berdasarkan kredibilitas. Dari kepala sekolah akan diperoleh
informasi/data terkait karakter-karakter yang dimiliki peserta didik
sisi kualitas sumber daya manusia, khususnya kualitas pendidik.
Sedangkan, dari guru dan peserta didik didapatkan informasi/data
tentang desain pembelajaran pendidikan agama Islam berbasis
scientific-cum-doctriner untuk membentuk karakter religius dan kreatif.
Kajian dokumen, kegiatan ini merupakan sarana pembantu
peneliti dalam mengumpulkan informasi/data dengan cara membaca
surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan

74Jonathan, Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,


(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 224

66
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya.75 Dalam kegiatan ini,


peneliti mempelajari dokumen-dokumen tertulis untuk mendukung
atau menguatkan temuan-temuan informasi/data yang diperoleh
sebelumnya. Dokumen yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan
cara memeriksa dokumen secara sistematik bentuk-bentuk
komunikasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang obyektif.
Teknik keabsahan data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi dalam pengujian
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.76 Keabsahan data
ditekankan berdasar pada tiga kriteria, yaitu valid, reliebel, dan
obyektif. Dalam menguji kredibilitas sumber, dimana informasi/data
yang diperoleh dari sumber (informan) yang terdiri dari kepala
sekolah SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta, guru Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti, dan peserta didik SDN Rejowinangun 1
Yogyakarta. Kemudian, informasi/data tersebut dideskripsikan,
dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan
mana spesifik diantara sumber (informan).
Menguji kredibilitas teknik pengumpulan data, dilakukan
dengan cara mengecek informasi/data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda. Setelah melakukan interview dengan
kepala sekolah SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta terkait kualitas
pendidik, kemudian infomasi/data dicek dengan observasi,
dokumentasi, atau kuesioner. Begitu juga informasi/data hasil
interview dengan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, dan
peserta didik SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta tentang desain
pembelajaran pendidikan agama Islam berbasis scientific-cum-doctriner
untuk membentuk karakter religius dan kreatif dicek dengan
observasi, dokumentasi, atau kuesioner.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model Miles and Huberman. Analisis data dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Tahapan dalam proses analisis ini,
meliputi: Pertama, peneliti mereduksi data yang telah diperoleh di
lapangan. Peneliti merangkum, memilih, dan memfokuskan

75 Jonathan, Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif…, hal.


225
76Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hal. 273

67
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

informasi/data sesuai dengan topik penelitian. Informasi/data yang


tidak masuk ke dalam kategorisasi topik penelitian, maka
disingkirkan. Kedua, melakukan penyajian data. Maksudnya, hasil
dari tahapan pertama (reduksi data) dideskripsikan atau disajikan
dalam bentuk teks (naratif). Penyajian data, juga dapat berbentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.
Ketiga, menyimpulkan hasil penyajian data dengan didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten selama peneliti melakukan
penelitian di lapangan. Sehingga, hasil verifikasi ini dapat menjadi
jawaban dari rumusan masalah penelitian.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Manajemen pendidikan Islam merupakan suatu proses
pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami dengan cara
menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.77 Makna
ini mempunyai implikasi-implikasi yang saling terkait dan
membentuk satu kesatuan sistem dalam manajamen pendidikan
Islam, seperti: proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara
Islami yang menghendaki adanya sifat inklusif dan eksklusif, sumber-
sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait, serta tujuan pendidikan
Islam.
Dari beberapa implikasi ilmu manajemen pendidikan Islam
tersebut, penulis menekankan pada pengelolaan strategi pembelajaran
yang mencakup langkah-langkah penyusunannya, dimulai dari
analisis perkembangan peserta didik guna mengetahui kebutuhannya,
perancangan tujuan pembelajaran, perancangan materi pembelajaran,
perancangan langkah-langkah pembelajaran, perancangan sumber-
sumber belajar, dan perancangan evaluasi pembelajaran. Perancangan
desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis scientific-cum-
doctriner ini untuk membentuk karakter religius dan kreatif pada
peserta didik di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta.

Analisis Perkembangan Peserta Didik


Perkembangan usia peserta didik Sekolah Dasar kelas IV
berada pada usia berkisar 9-11 tahun. Pada usia ini, unsur fantasi
pada peserta didik telah banyak diganti dengan pengamatan konkrit.
Dimana peserta didik membutuhkan sesuatu yang bersifat rasional.
Namun, sesuatu yang bersifat dogmatis juga diperlukan dalam
pendidikan agama Islam di sekolah dasar. Pendidikan agama Islam

77 Mujammil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,


2010), hal. 10

68
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

hendaknya diberikan sesuai dengan perkembangan psikis, kebutuhan


dan keinginan peserta didik. Menyampaikan kebesaran Allah Swt.
pada peserta didik di usia operasional konkrit dengan menunjukkan
ciptaan-Nya (benda/makhluk hidup) akan lebih mudah diterima
kognitif peserta didik. Diterangkan dalam QS. An-Nahl ayat 11:

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-


tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”

Pada kurikulum 2013 anak lebih mudah menerima pelajaran.


Karena, dalam kegiatan belajar anak-anak mengambil contoh-contoh
dari lingkungan sekitar. Peserta didik diberi kesempatan berkreasi
untuk menciptakan ide-ide (gagasan) berdasarkan pengamatannya,
kemudian dikemukakan di depan kelas. Metode yang sering
digunakan pada proses ini adalah diskusi kelompok. Selanjutnya,
pendidik memberi penguatan terhadap ide-ide anak didik yang sudah
baik. Sedangkan, ide-ide yang masih kurang baik maka perlu
diperbaiki.
Proses dalam pendidikan agama Islam unsur ketegasan
(dogmatis) dari seorang pendidik mutlak perlu, untuk menumbuhkan
dan memantapkan kemauan anak sampai ia mampu berkemauan
sendiri. Seorang pendidik yang dapat memberikan satu motif yang
maha besar (motievencomplex), ia pasti akan mampu menciptakan
peserta didik yang berprestasi dan mampu melakukan perbuatan-
perbuatam terpuji. Lebih dari itu, ciri-ciri yang baik peserta didik
pada usia ini yang disertai kemampuan berpikir logis-obyektif, ia
akan mulai membuat rencana hidup masa depannya.
Kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh anak usia 9-11 tahun, dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:78

Tabel I.
Kebutuhan-kebutuhan Anak Usia 9-11 Tahun
Gambaran Umum Anak Usia Materi Pendidikan Agama
9-11 tahun Islam Yang Dibutuhkan
Anak dapat belajar dengan baik
Mengambil pendekatan
saat mereka aktif dan mencari
konstruktivis
solusinya sendiri

John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak Buku 2 Edisi 11, (Jakarta,


78

Salemba Humanika, 2011), hal. 190

69
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Anak memiliki keinginan dapat Memfasilitasi (tidak sekedar


belajar sambil melakukan belajar secara langsung)
Anak memiliki banyak gagasan
mengenai, baik dunia secara fisik Mempertimbangkan
maupun secara alamiah. Mereka pengetahuan dan daya pikir
memiliki konsep ruang, waktu, anak-anak
kuantitas, dan kausalitas
Setiap anak tidak dapat diukur
dengan tes standar. Karena,
Menggunakan penilaian yang
mereka memiliki kemampuan
berkesinambungan
yang berbeda-beda
(perkembangan anak bervariatif).
Anak akan senang (berminat Mengubah kelas menjadi
terhadap sesuatu) apabila ruang lingkup eksplorasi dan
lingkungannya mendukung penemuan

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh kesimpulan bahwa


kebutuhan anak usia 9-11 tahun atau tingkat Sekolah Dasar kelas
IV terhadap PAI di sekolah sebagai berikut:
Mengambil pendekatan konstruktivis. Anak dapat belajar
dengan baik saat mereka aktif dan mencari solusinya sendiri. Peserta
didik dapat mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam, apabila
mereka melakukan penemuan, memikirkan mengenai pemikiran
tersebut, dan mendiskusikannya kemudian pendidik memberikan
penguatan. Oleh karena itu, materi pendidikan agama Islam
sebaiknya disampaikan secara scientific dan doctriner. Memfasilitasi
(tidak sekedar belajar secara langsung). Pendidik pendidikan agama
Islam sebaiknya merancang pola pembelajaran yang
memperbolehkan para peserta didik dapat belajar sambil
melakukan. Situasi ini dapat mendukung cara berpikir peserta didik
dan mendukung mereka untuk dapat menemukan. Pendidik
mendengarkan, mengamati, dan memberikan pertanyaan kepada
peserta didik untuk membantu mereka mendapatkan pemahaman
lebih.
Mempertimbangkan pengetahuan dan daya pikir anak-anak.
Gagasan-gagasan yang dimiliki oleh peserta didik tidak sama
dengan yang dimiliki oleh pendidik. Oleh karena itu, pendidik harus
menginterpretasikan apa yang dimaksud oleh peserta didik dan
mampu memberikan tanggapan yang sesuai dengan tingkat
pemahaman peserta didik. Dalam penilaian juga menggunakan
model penilaian yang berkesinambungan. Artinya, penilaian

70
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk


memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik
sebagai hasil kegiatan belajarnya. Kemudian, mengubah kelas
menjadi ruang lingkup eksplorasi dan penemuan. Pendidik
sebaiknya menekankan eksplorasi dan penemuan dari para peserta
didik itu sendiri. Pendidik cenderung mengobservasi terhadap
partisipasi serta minat alami peserta didik dalam kegiatan untuk
menentukan jenis pembelajaran yang akan diberikan.

Perancangan Tujuan Pembelajaran


Tujuan pembelajaran khusus dipahami sebagai deskripsi dari
suatu kinerja yang diinginkan untuk mampu ditunjukkan oleh peserta
didik sebelum guru menganggap mereka kompeten. Tujuan
pembelajaran khusus merupakan pernyataan khusus yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang ingin dikuasai oleh
peserta didik setelah menyelesaikan pembelajaran.79
Adapun klasifikasi tujuan pembelajaran khusus meliputi
domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik. Untuk
membagi ketiga domain secara simetrik, rumusan tujuan
pembelajaran khusus dibagi ke dalam tiga kategori, yakni kategori
mudah, sedang, dan sulit. Pada domain kognitif, kategori mudah
mencakup pengetahuan dan pemahaman, kategori sedang mencakup
aplikasi, dan untuk kategori sulit mencakup analisis, sintesis, dan
evaluasi. Untuk domain afektif, kategori mudah mencakup
penerimaan dan pemberian respon, kategori sedang mencakup
penilaian dan pengorganisasian, dan pada kategori sulit mencakup
internalisasi atau karakterisasi nilai. Kemudian, untuk domain
psikomotorik, kategori mudah mencakup persepsi dan kesiapan,
kategori sedang mencakup respon terbimbing, mekanisme, dan
respon kompleks, dan pada kategori sulit mencakup adaptasi dan
organisasi.
Pada dasarnya tujuan pembelajaran merupakan tujuan dari
setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik,
dan kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam menentukan dan menyusun tujuan pembelajaran terdapat
beberapan acuan sebagai landasan, seperti falsafah bangsa, strategi
pembangunan, hakekat anak didik serta ilmu pengetahuan dan
teknologi.80

79 Muhammad, Yaumi, Prinsi-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta:

Kencana, 2013), hal. 148


80 Muhammad, Zaini, Pengembangan Kurikulum: konsep implementasi

evaluasi dan inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 82

71
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Berdasarkan pengamatan pembelajaran di lapangan, pendidik


telah melaksanakan pembelajaran dengan baik, mulai dari melakukan
apersepsi dan motivasi, penyampaian kompetensi dan rencana
kegiatan, penguasaan materi pembelajaran, penerapan strategi
pembelajaran yang mendidik, pemanfaatan sumber belajar/media,
pelaksanaan penilaian, pelibatan peserta didik dalam pembelajaran,
serta penggunaan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran.

Perancangan Materi Pembelajaran


Materi pelajaran merupakan segala sesuatu yang diberikan
kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai
tujuan.81 Materi pembelajaran dalam kurikulum 2013 menekankan
pembelajaran yang berbasis ilmiah. Materi pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan anak didik akan memudahkannya dalam menerima
dan mengimplementasikan informasi dengan baik. Hal ini menjadikan
materi pembelajaran berperan penting dalam ketercapaian kurikulum
2013. Selanjutnya, pemerintah juga telah menyediaan buku bagi guru
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga
harapannya informasi yang disampaikan pada anak didik dapat
diterima dan tertanam dengan baik.
Sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum 2013 dan kebutuhan penelitian ini, yaitu pendekatan
scientific-cum-doctriner, maka objek kajian dalam pengembangan materi
pembelajaran menggunakan buku pegangan siswa Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti: SD/MI kelas IV (edisi revisi 2016) dan pelaksanaan
pembelajaran di SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta.
Langkah-langkah dalam penyusunan materi pembelajaran
berbasis scientific-cum-doctriner, dimulai dari penentuan atau pemilihan
tema yang sesuai dengan KD yang perlu pendekatan scientific-cum-
doctriner pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti: SD/MI kelas
IV (edisi revisi 2016). Pada tahap ini, sesuai dengan waktu penelitian
ditemukan dalam bab “Mari berperilaku terpuji”, “Mari Melaksanakan
Salat”, dan “Kisah Keteladanan Wali Songo”.
Berdasarkan hasil penentuan atau pemilihan di atas, bab-bab
yang perlu penyampaiannya dengan pendekatan scientific-cum-
doctriner, yaitu pada bab “Mari berperilaku terpuji” terdiri dari empat
sub materi: gemar membaca, pantang menyerah, rendah hati, dan
hemat. Bab “Mari Melaksanakan Salat” terdiri empat sub materi:

81 Muhammad, Zaini, Pengembangan Kurikulum: konsep implementasi


evaluasi dan inovasi…, hal. 83-84

72
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

keutamaan salat, makna bacaan salat, perilaku yang mencerminkan


pemahaman ibadah salat, dan pengalaman salat di rumah dan di
masjid. Dan bab “Kisah Keteladanan Wali Songo” terdiri dua sub
materi: siapakah wali Allah itu? dan kisah teladan Wali Songo.

Perancangan Langkah-langkah Pembelajaran


Perancangan langkah-langkah pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta, guru berpedoman
pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, silabus,
program semester, serta program tahunan. Proses pembelajaran ini
dalam pendekatan saintifik yang menyentuh 3 ranah, yaitu: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Adapun kegiatan pembelajaran yang
dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mengekspor data
atau mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti di sekolah terdiri dari kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup. Adapun perinciannya sebagai berikut:

Pendahuluan
Berdasarkan Pedoman Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti
dalam kegiatan pendahuluan, guru melakukan beberapa kegiatan
sebagai berikut:
Pertama, menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran. Memberikan tekanan positif atau
suportif pada peserta didik dapat menjadikan otak terlibat secara
emosional dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja maksimal. Hal ini
muncul pada kondisi senang dan semangat dalam belajar, dan kondisi
demikian akan membuat peserta didik maksimal dalam belajar.
Dengan demikian, peserta didik akan belajar lebih lama dan lebih giat
sehingga hasil belajar menjadi maksimal.82 Suasana seperti ini perlu
dibangun dalam proses mengawali pembelajaran.
Kedua, memberi motivasi belajar peserta didik secara
kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan
sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal,
nasional dan internasional. Kegiatan belajar peserta didik dapat
terlaksana dengan baik, apabila ada perhatian dan dorongan terhadap
stimulus belajar. Oleh karena itu, guru harus menciptakan dan
mempertahankan perhatian serta dorongan peserta didik melakukan
kegiatan belajar. Memberikan stimulasi belajar dapat melalui

82 Sugihartono, et. al. , Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press,


2007), hal. 22

73
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

penggunaan media pengajaran atau alat-alat peraga yang akan


digunakan untuk belajar.83
Ketiga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Hal ini,
bukan soal guru sudah lupa, tapi menguji atau mengecek kembali
ingatan peserta didik terhadap materi yang telah dipelajarinya. Oleh
karena itu, guru dapat mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajar
peserta didik di rumahnya sendiri, setidaknya-tidaknya kesiapan
menghadapi pelajaran hari itu.
Keempat, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
dasar yang akan dicapai. Informasi tujuan penting diberikan kepada
peserta didik, karena tujuan tersebut untuk peserta didik dan harus
dicapai setelah pengajaran selesai.
Kelima, menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus. Guru menyampaikan materi dalam bentuk
sub-sub materi dengan menggunakan media LCD atau ditulis
dipapan tulis. Hal ini, untuk memudahkan peserta didik dalam
menerima materi pelajaran yang akan disampaikan pada hari itu.
Sebaiknya dalam menyampaikan cakupan materi ini dibuat semenarik
mungkin untuk meningkatkan minat belajar peserta didik.
Berdasarkan Pedoman Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti
dalam kegiatan inti menggunakan model, media pembelajaran,
sumber belajar, dan pendekatan scientific. Hal ini, disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, kompetensi, dan jenjang
pendidikan. Adapun aspek-aspek yang terkandung dalam kegiatan
inti adalah:

Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif
yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas
pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong
peserta didik untuk melakuan aktivitas tersebut. Sesuai dengan KI-1
dan KI-2, yaitu sikap yang dikembangkan pada peserta didik adalah
sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2). Kemudian, berdasarkan
materi-materi yang digunakan pada penelitian ini, maka peserta didik
dapat menunjukkan perilaku rendah hati, hemat, gemar membaca,
dan sikap pantang menyerah. Menjalankan salat dengan tertib dan
menunjukkan sikap disiplin. Menyakini keimanan Wali Songo kepada
Allah Swt., serta menunjukkan perilaku peduli dan rendah hati. Hal

Nana, Sujana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar


83

Baru Algensindo, 1989), hal. 160

74
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

ini, karakter religius dan kreatif peserta didik berperan penting


terhadap tercapainya kompetensi-kompetensi tersebut.

Pengetahuan
Sesuai dengan Pedoman Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti
bahwa dalam aspek pengetahuan untuk memperkuat pendekatan
scientific, disarankan menerapkan belajar berbasis penyingkapan
penelitian. Disamping itu, untuk mendorong peserta didik
menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun
kelompok, disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah. Kompetensi yang
hendak dicapai pada materi “Mari berperilaku terpuji” adalah
memahami sikap rendah hati, memahami perilaku hemat, memahami
manfaat gemar membaca, dan memahami makna sikap pantang
menyerah. Untuk materi “Mari melaksanakan salat” kompetensi yang
hendak dicapai adalah memahami makna ibadah salat. Kemudian,
untuk materi “Kisah keteladanan Wali Songo” kompetensi yang
hendak dicapai yakni memahami kisah keteladanan Wali Songo.
Berikut ini, beberapa aktivitas dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam berbasis Scientific-cum-doctriner:
Mengamati, kegiatan ini menekankan pada aktivitas
pengamatan gambar yang terdapat buku teks. Selain itu, penggunaan
media belajar seperti LCD atau penayangan video akan meningkatkan
daya tangkap peserta didik dalam proses pengamatan. Untuk materi
“Mari berperilaku terpuji” dapat ditayangkan video suasana di
perpustakaan, video tentang perjuangan anak berangkat sekolah
dengan menyebrang sungai hanya berpegang seutas tali, video
tentang anak yang menyanyangi orang kurang mampu (miskin), dan
video anak yang rajin menabung. Untuk materi “Mari melaksanakan
salat” dapat ditayangan video anak yang sedang praktik salat.
Kemudian, untuk materi “Kisah keteladanan Wali Songo” dapat
ditayangkan video tentang kisah-kisah Wali Songo, bangunan atau
alat-alat kesenian warisan para Wali Songo.
Menanya, merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dengan cara memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang belum ia pahami dari
apa yang diamatinya. Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya
terkait materi “Mari berperilaku terpuji”, “Mari melaksanakan salat”,
dan “Kisah keteladanan Wali Songo”.
Mengumpulkan informasi, merupakan kegiatan pembelajaran
yang berupa membaca sumber belajar selain buku teks, dapat berupa

75
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

pengamatan objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan


narasumber. Peserta didik dapat memanfaatkan media internet untuk
menambah pengetahuan, misalnya dengan mengakses contoh-contoh
perilaku terpuji, makna dan keutamaan salat, dan kisah-kisah Wali
Songo melalui youtube, atau media internet lainnya.
Mengasosiasi, merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa
pengolahan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, baik
terbatas dari hasil kegiatan mengamati maupun hasil dari kegiatan
mengumpulkan informasi. Pada proses ini, peserta didik dapat
diminta untuk berdiskusi dalam sebuah kelompok. Kemudian,
masing-masing kelompok memperoleh tema pembahasan yang
berbeda, sehingga nantinya setiap kelompok dapat bertukar informasi
dengan kelompok lainnya.
Mengkomunikasikan, merupakan kegiatan pembelajaran yang
berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, ataupun media lainnya. Peserta
didik diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh guru.

Keterampilan
Sesuai dengan Pedoman Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti
bahwa dalam upaya mewujudkan keterampilan peserta didik, perlu
melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquirylearning) dan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning). Kompetensi yang hendak dicapai pada materi “Mari
berperilaku terpuji” adalah mencontohkan sikap rendah hati,
mencontohkan perilaku hemat, menunjukkan perilaku gemar
membaca, dan menunjukkan sikap pantang menyerah. Untuk materi
“Mari melaksanakan salat” kompetensi yang hendak dicapai adalah
menunjukkan contoh makna ibadah salat dan menceritakan
pengalaman melaksanakan salat di rumah dan masjid lingkungan
sekitar rumah. Kemudian, untuk materi “Kisah keteladanan Wali
Songo” kompetensi yang hendak dicapai yakni menceritakan kisah
keteladanan Wali Songo. Adapun, kegiatan dalam proses ini meliputi:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
Mengamati, merupakan kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada aktivitas pengamatan gambar yang terdapat buku teks.
Disamping itu, penggunaan media belajar seperti LCD atau
penayangan video akan meningkatkan daya tangkap peserta didik
dalam proses pengamatan. Kompetensi yang dikembangkan dalam

76
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

proses ini, yakni bagaimana cara peserta didik dalam melakukan


sebuah pengamatan. Proses pengamatan dapat dilakukan dengan cara
mengisi daftar pernyataan-pernyataan yang telah dibuat oleh guru
(observasi tersruktur), atau menyimpulkan hasil pengamatan tanpa
menggunakan pernyataan-pernyataan (observasi tidak terstruktur).
Menanya, merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dengan cara memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang belum ia pahami dari
apa yang diamatinya. Kompetensi yang dikembangkan yakni
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan dalam membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Mengumpulkan informasi, merupakan kegiatan pembelajaran yang
berupa membaca sumber belajar selain buku teks, dapat berupa
pengamatan objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan
narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses ini lebih
menekankan pada sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasi, merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa
pengolahan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, baik
terbatas dari hasil kegiatan mengamati maupun hasil dari kegiatan
mengumpulkan informasi. Kompetensi yang dikembangkan dalam
proses ini, yakni mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat
aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Mengkomunikasikan, merupakan kegiatan pembelajaran yang
berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, ataupun media lainnya. Kompetensi
yang dikembangkan dalam proses ini, yakni mengembangkan sikap
jujur, teliti, toleransi, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan
jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar. Pada proses ini, untuk materi “Mari berperilaku terpuji” peserta
didik diminta untuk menceritakan pengalamannya membaca buku di
perpustakaan, pengalaman mengerjakan tugas sekolah di rumah,
menceritakan hasil pengamatan video/gambar tentang sikap rendah
hati, dan pengalaman menabung dari sebagian uang jajan. Untuk
materi “Mari melaksanakan salat” peserta didik diminta untuk
mempraktikkan gerakan dan bacaan salat dengan benar, serta

77
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

mempraktikkan bacaan dan doa setelah salat. Kemudian, untuk materi


“Kisah keteladanan Wali Songo” peserta didik diminta untuk
menceritakan kisah keteladanan Sunan Drajat, Sunan Bonang, ataupun
tokoh wali lainnya (tergantung kebijakan guru).
Berdasarkan Pedoman Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti
dalam kegiatan penutup, guru melakukan beberapa kegiatan sebagai
berikut:
Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang
diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah
berlangsung. Aktivitas ini untuk mengevaluasi atau mengetahui
tingkat keberhasilan dari proses kegiatan inti pembelajaran. Metode
dan alat evaluasi dapat berupa pertanyaan yang bersumber pada
materi pelajaran. Pertanyaan dapat diajukan kepada peserta didik
secara lisan maupun tertulis. Pertanyaan ini disebut posttest. Berhasil
tidaknya dalam proses ini dapat dilihat dari dapat/tidaknya peserta
didik menjawab pertanyaan yang diajukan. Kemudian, untuk
kemanfaatan dapat disimpulkan bersama peserta didik dengan
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, seperti:
selalu menyisihkan uang saku untuk ditabung di rumah, melaksanakan
salat secara tepat waktu dan berjamaah di masjid.
Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran. Kegiatan ini merupakan proses menyimpulkan hasil
pembelajaran yang disertai dengan penguatan terhadap kesimpulan
yang dibuat peserta didik, serta dapat berupa pemberian reward
terhadap peserta didik yang aktif (mengikuti pembelajaran dengan
baik). Reward tidak sepenuhnya berwujud fisik, ucapan/pujian juga
dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian
tugas, baik tugas individual maupun kelompok. Untuk memperkaya
pengetahuan peserta didik, materi yang dibahas, guru dapat
memberikan tugas atau pekerjaan rumah yang ada hubungannya
dengan materi perilaku akhlak terpuji, melaksanakan salat, dan
keteladanan Wali Songo. Tugas dapat berupa menulis karangan,
membuat kliping dari koran, dan sebagainya.
Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya. Informasi ini perlu, supaya peserta didik dapat
mempelajari bahan/materi tersebut dari sumber-sumber yang
dimilikinya.

78
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

Perancangan Sumber-sumber Belajar


Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat
memberikan informasi dalam kegiatan belajar. Bentuk sumber belajar
beragam, tidak sebatas buku/cetakan, video, dan internet. Lingkungan
sekolah atau sekitar juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Adapun klasifikasi sumber belajar menurut AECT (Association of
Education Communication Technology), meliputi: pesan, orang, bahan,
alat, teknik, dan lingkungan. Berikut adalah sumber belajar yang dapat
digunakan oleh peserta didik:
Buku teks, sebagai rujukan/sumber utama, yaitu buku
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti: SD/MI kelas IV (edisi revisi
2016). Selain itu, guru PAI di SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta
juga menggunakan buku-buku lama yang masih relevan dengan materi
yang akan diajarkan. Guru PAI, yakni yang bertindak sebagai
penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan atau isi buku Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti: SD/MI kelas IV (edisi revisi 2016) dan buku
pendukung lainnya.
Bahan, yakni perangkat lunak yang mengandung pesan untuk
disajikan melalui penggunaan alat/perangkat keras ataupun dirinya
sendiri. Untuk materi ”Mari berperilaku terpuji” dengan slide berisi
penjelasan perilaku rendah hati, hemat, gemar membaca, pantang
menyerah dan video tentang perilaku rendah hati, hemat, gemar
membaca, pantang menyerah. Selain itu, dapat menggunakan media
elektronik untuk mengakses situs internet, seperti: youtube, untuk
mengakses contoh-contoh lainnya perilaku rendah hati, hemat, gemar
membaca, dan pantang menyerah. Untuk materi “Mari melaksanakan
salat” dengan slide berisi penjelasan keutamaan dan makna ibadah
salat, serta video tentang perilaku yang mencerminkan pemahaman
ibadah salat, pengalaman salat di rumah dan masjid. Selain itu, dapat
menggunakan media elektronik untuk mengakses situs internet,
seperti: youtube, untuk mengakses tata cara pelaksanaan ibadah salat
dan manfaat ibadah salat terhadap kesehatan jiwa dan raga. Kemudian,
untuk materi “Kisah keteladanan Wali Songo” dengan slide berisi
penjelasan makna wali Allah Swt. dan tokoh-tokoh wali songo, serta
video tentang kisah keteladanan wali songo dan karya-karyanya,
misalnya dengan menampilkan gending jawa ciptaan Wali songo.
Selain itu, dapat menggunakan media elektronik untuk mengakses
situs internet, seperti: youtube, untuk mengakses karya-karya atau
peninggalan para wali songo, khususnya di tanah jawa.

79
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Alat, sebagai perangkat keras yang digunakan untuk


menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan, seperti
LCD/proyektor, speaker, dan sebagainya.
Teknik, yakni prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk
penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk
menyampaikan pesan. Pembelajaran berbasis scientific-cum-doctriner
menggunakan teknik diskusi, dogmatis, simulasi, demonstrasi, dan
tanya jawab.
Lingkungan, yakni situasi atau suasana sekitar di mana pesan
disampaikan. Berkaitan dengan pembelajaran berbasis scientific-cum-
doctriner untuk materi “Mari berperilaku terpuji” lingkungan yang
sesuai, misalnya: ruang kelas digunakan sebagai tempat kreasi peserta
didik, berupa pembuatan poster kata bijak sebagai pengamatan
terhadap perilaku kreatif, gemar membaca, dan religius. Perpustakaan
digunakan sebagai ruang pengamatan terhadap pencarian informasi
yang mencerminkan perilaku pantang menyerah. Halaman sekolah
dapat digunakan sebagai pengamatan terhadap praktik tolong-
menolong peserta didik dan sikap ramah kepada orang lain. Untuk
materi “Mari melaksanakan salat” lingkungan yang sesuai, misalnya:
ruang kelas digunakan sebagai tempat kreasi peserta didik, berupa
pembuatan poster yang berisi ajakan untuk melaksanakan salat secara
tepat waktu dan berjamaah sebagai pengamatan terhadap perilaku
kreatif dan religius. Perpustakaan digunakan sebagai ruang
pengamatan terhadap pencarian informasi tentang mukjizat gerakan
salat dan nikmat salat berjamaah. Halaman sekolah digunakan
sebagai pengamatan terhadap perilaku yang mencerminkan
pemahaman ibadah salat berjamaah, yaitu kebersamaan. Kemudian,
mushola sekolah digunakan sebagai laboratorium pengamatan
terhadap tata cara pelaksanaan ibadah salat. Dan untuk materi “Kisah
keteladanan Wali Songo” lingkungan yang sesuai, misalnya: ruang
kelas digunakan sebagai tempat kreasi peserta didik, berupa kagiatan
tadarus Al-Qur’an bersama dipimpin oleh guru Pendidikan Agama
Islam sebagai pendukung perilaku kreatif dan religius. Perpustakaan
digunakan sebagai ruang pengamatan terhadap pencarian informasi
tentang tokoh-tokoh Wali Songo dan cara menyebarkan agama Islam
di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Halaman sekolah digunakan
sebagai pengamatan terhadap perilaku yang mencerminkan perilaku
peduli dan rendah hati kepada orang lain. Kemudian, ruang kesenian
(karawitan) digunakan sebagai pengamatan langsung terhadap
dakwah/syiar agama Islam yang dilakukan oleh Wali Songo melalui
alat musik gamelan.

80
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

Perancangan Evaluasi Pembelajaran


Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen,
kemudian hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu untuk
memperoleh kesimpulan.84 Dalam mengevaluasi pembelajaran PAI
berbasis scientific-cum-doctriner di lakukan dengan penilaian beberapa
aspek. Adapun, yang menjadi aspek penilaian pembelajaran di SDN
Rejowinangun 1 Yogyakarta meliputi: praktik, ketrampilan, dan
pengetahuan. Evaluasi dalam hal ini, dimulai dengan
pengorganisasian teknik penilaian, penentuan bentuk penilaian yang
sesuai dengan indikator, penyusunan instrumen penilaian, dan
penyusunan pedoman interpretasi skor.

Pencapaian Pembentukan Karakter Religius dan Kreatif Pendidikan


Agama Islam berbasis Scientific-Cum-Doctriner
Penerapan kurikulum 2013 di SD Negeri Rejowinangun 1
Yogyakarta merupakan upaya untuk mencapai cita-cita pemerintah
dalam mencetak generasi bangsa yang berkarakter. Berkaitan dengan
ini, pemerintah telah merumuskan 18 macam karakter. Namun, sesuai
dengan keperluan penelitian terambil dua karakter saja, yaitu religius
dan kreatif. Berikut ini pencapaian pembentukan karakter religius dan
kreatif pendidikan agama Islam berbasis scientific-cum-doctriner:
Karakter Religius
Sesuai dengan kompetensi inti yang digunakan dalam
penelitian ini, maka diperoleh beberapa indikator yang menunjukkan
karakter religius:
1. Mengucapkan salam
Peserta didik dalam kesehariannya sangat banyak kegiatan
atau kebiasaan yang berlangsung secara otomatis baik bertutur
kata maupun bertingkah laku. Di SD Negeri Rejowinangun 1
Yogyakarta kebiasaan yang berlangsung secara otomatis seperti
mengucapkan salam pada waktu masuk ruang kelas atau ruangan
lainnya, dan ketika bertemu dengan orang lain. Sehubungan
dengan ini Allah swt. berfirman dalam QS. An-Nur ayat 27:

َ‫ل تَ ۡد ُخلُواَ بُيُوتًا َغ ۡي َرَ بُيُوتِ ُكمَۡ َحتَّىَ تَ ۡستَ ۡأنِسُواَ َوت ُ َسلِّ ُمواَ َعلَ َٰٓى‬ َ َ َ‫يََٰٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينََ َءا َمنُوا‬
َ َۡ‫أَ ۡهلِهَاَ َذلِ ُكم‬
َ ٧٢ ََ‫خ ۡيرَ لَّ ُكمَۡ لَ َعلَّ ُكمَۡ تَ َذ َّكرُون‬

Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung, Pustaka Setia, 2011),


84

hal. 297-298

81
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki


rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi
salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu,
agar kamu (selalu) ingat.”85

Kebiasaan yang ada di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta


salah-satunya seperti mengucapkan salam apabila memasuki
ruang kelas atau ruang lainnya, dan ketika ia bertemu (menyapa)
teman-temannya. Kebiasaan akan terbentuk apabila dilatih dan
dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan baik yang perlu dilatih dan
dilakukan salah satunya adalah membiasakan mengucapkan salam
apabila bertemu dengan orang lain. Menyebarluaskan salam
berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Oleh karena
itu, kebiasaan ini merupakan salah satu sarana untuk membentuk
karakter religius peserta didik di SD Negeri Rejowinangun 1
Yogyakarta.
Sehubungan dengan ini, sesuai dengan sabda Rasulullah
Saw., “Sesungguhnya orang yang lebih utama di sisi Allah adalah orang
yang memulai mengucapkan salam kepada orang-orang lain.” (HR. Abu
Dawud).86 Adapun tata cara dalam mengucapkan salam, yakni
hendaknya yang berkendaraan mengucapkan salam kepada yang
jalan kaki, yang jalan kaki mengucapkan salam kepada yang
duduk, orang yang sendiri atau sedikit jumlahnya mengucapkan
salam kepada yang lebih banyak, dan yang muda mengucapkan
salam kepada yang tua.
2. Menjalanan perilaku hemat seperti yang diajarkan Rasulullah Saw.
Rasulullah memiliki kemampuan, kesempatan dan kekuasaan
untuk menjadi kaya raya. Sebagai Rasul dan kepala negara, beliau
selalu mendapatkan harta berlimpah dari berbagai arah. Mulai dari
rampasan perang, dan berbagai hadiah yang diterimanya dari
berbagai pihak baik dari umat Islam maupun dari raja-raja non-
muslim. Namun, beliau selalu membagi setiap hadiah atau harta
yang diterimanya pada orang lain dan hanya menyisakan bagian
sangat sedikit untuk Nabi dan keluarganya.
Sebagai generasi dan sekaligus calon pemimpin bangsa,
sebaiknya pada diri peserta didik ditanamkan nilai-nilai atau
perilaku yang meneladani kesederhanaan Rasulullah Saw., sehingga
akan tercipta generasi yang tidak haus dengan kekayaan dan lebih

Terjemahan ini diambil dari Aplikasi Qur’an in Ms Word Setup.


85

Syekh Thaha Abdullah Al-Afifi, Ahlur-Rahmah Fil Qur’an Was-Sunnah,


86

Terjemahan Abdul Hayyie Al-Kattani dan Taqiyuddin Muhammad, (Jakarta:


Gema Insani, 2007), hal. 166

82
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

memikirkan kesejahteraan bersama. Hal ini, dapat dibentuk pada


peserta didik dengan merangsang kreatifitas untuk empati/peduli
dengan keadaan temannya. Hal ini diwujudkan dengan apabila ada
teman yang lupa/tidak membawa uang saku dan tidak jajan, teman
yang lain akan berbagi makanan (jajanan) dengannya. Contoh ini
menunjukkan bahwa perilaku empati muncul, karena adanya daya
berpikir kreatif pada peserta didik tersebut.
Selain contoh di atas, berdasarkan hasil pengamatan penulis
dan sesuai materi yang terdapat pada buku Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti: SD/MI kelas IV (edisi revisi 2016), diperoleh
informasi bahwa ketika peserta didik berwudhu sebelum
melaksanakan salat dzuhur berjamaah, mereka telah menunjukkan
perilaku yang hemat. Maksudnya, mereka telah menggunakan air
hanya untuk kebutuhan berwudhu saja. Meskipun, masih ada satu-
dua peserta didik yang menggunakan air untuk bermain (bercanda
dengan mencipratkan air kepada temannya). Namun, secara
keseluruhan lebih banyak peserta didik yang menggunakan air
sesuai kebutuhan daripada peserta didik yang menggunakan air
untuk bermain.
3. Membaca surah-surah pendek sebelum belajar
Kegiatan pembiasaan sebelum melaksanakan kegiatan belajar
yang terdapat di SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta yang dapat
membentuk karakter religius peserta didik yakni dengan membaca
surah-surah pendek terlebih dahulu. Peserta didik secara bersama-
sama melafalkan surah-surah pendek sesuai dengan arahan guru.
Berdasarkan pengamatan penulis, peserta didik telah menunjukkan
karakter religius. Hal ini, dapat diketahui dengan cara mereka
melafalkannya dengan lancar dan benar. Selain membaca secara
bersama-sama, terkadang peserta didik juga diminta untuk
menghafalkan surat-surat pendek tersebut. Kemudian, secara
bergantian peserta didik melafalkannya di depan kelas.
4. Melaksanakan salat fardu berjamaah
Karakter religius pada peserta didik dapat terbentuk dengan
adanya suatu hubungan/komunikasi antara hamba dengan
Tuhannya. Salat merupakan salah satu sarana komunikasi tersebut.
Oleh karena itu, setiap waktu salat dzuhur dan salat jum’at di SD
Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta dilaksanakan secara berjamaah.
Berdasarkan pengamatan penulis, peserta didik sudah tertib
(disiplin) dalam melaksanakan salat fardu berjamaah. Hal ini,
dibuktikan dengan perilaku peserta didik yang menunjukkan

83
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

bahwa apabila waktu salat dzuhur telah tiba, mereka secara


bersama-sama menuju ke mushola sekolah untuk melaksanakan
salat berjamaah.
5. Melaksanakan salat sunah dhuha
Selain melaksanakan salat fardu, karakter religius peserta
didik juga dapat dibentuk melalui salat sunah. Salah satunya
dengan salat duha. Salat sunah duha atau juga sering disebut salat
awwabiin duha, ialah salat sunah yang dikerjakan pada waktu
matahari sudah menaik sekitar satu tombak (sekitar pukul 07.00
WIB, matahari setinggi sekitar 7 hasta) hingga tergelincirnya
matahari menjelang waktu salat dzuhur.87 Peserta didik di SD
Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta, sebagian besar telah
melaksanakan salat sunat dhuha. Meskipun hal ini, bukan
kewajiban namun keteladanan yang diberikan oleh bapak dan ibu
guru dapat menjadikan peserta didik meniru (melakukan salat sunat
dhuha).
6. Melaksanakan salat tepat waktu
Kedisiplinan peserta didik dalam melaksanakan salat fardu
secara tepat waktu akan membiasakan mereka untuk
melakukan/mengerjakan aktivitas lainnya dengan disiplin pula.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan peserta didik di SD Negeri
Rejowinangun 1 Yogyakarta dalam melaksanakan salat fardu,
khususnya salat dzuhur secara berjamaah sudah tertib (disiplin).
Hal demikian, menunjukkan bahwa karakter religus pada peserta
didik telah tertanam dengan baik.
Salat bagi orang beriman merupakan tali cinta kasih dari
Allah Swt. Selain itu, ia adalah momentum perjumpaan antara
hamba dan Tuhannya. Itulah kenapa seorang mukmin tidak akan
mengabaikan kehadiran di awal waktu salat. Sebab, dengan
demikian, ia dapat mengawali prosesi dialog dengan Allah Swt. itu
dengan dzikir. Menurut Imam Asy-Syafi’i, salat di awal waktu
adalah amalan yang paling utama. Rasulullah Saw. ditanya:
“Amalan apakah yang paling utama?” “Salat di awal waktu”, jawab
beliau.”88

87 Muhammad, Sholikhin, Panduan Shalat Sunah Lengkap: 80 Ibadah Shalat

Para Kekasih Allah (Kitab Fikih Pedoman Shalat Sunah Terlengkap), (Jakarta:
Gramedia, 2013), hal. 55
88 Raswad, Myr, Dua Puluh Tujuh Keutamaan Salat Berjamaah di Masjid,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hal. 186-189

84
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

Di samping untuk melaksanakan anjuran Rasulullah Saw.,


menjaga salat tepat pada waktunya perlu ditanamkan sejak bangku
sekolah dasar. Hal ini, supaya mendarah daging pada diri peserta
didik hingga akhir hayat.
7. Menerapkan bacaan dan doa setelah salat
Peserta didik di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta setelah
melaksanakan salat dzuhur berjamaah, kemudian mereka
melafalkan doa-doa setelah salat, seperti doa memohon keselamatan
di dunia dan di akhirat, serta doa untuk kedua orangtua. Ibadah
salat merupakan sarana komunikasi untuk memohon pertolongan,
sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 45-46:

ََ‫ ٱلَّ ِذينََ يَظُنُّون‬٥٤ ََ‫ل َعلَى ۡٱل َخ ِش ِعين‬


َ َّ ِ‫صلَو َِة َوإِنَّهَا لَ َك ِبي َرةَ إ‬
َّ ‫ٱستَ ِعينُواَ ِبٱلص َّۡب َِر َوٱل‬
ۡ ‫َو‬
َ ٥٤ ََ‫أَنَّهُم ُّملقواَ َربِّ ِهمَۡ َوأنهُمَۡ إِلي َِه َر ِجعُون‬
ۡ َ َّ َ ُ َ

Artinya: ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan


sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-
orang yang khusyu´. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa
mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.”89

Karakter Kreatif
Untuk mengukur perkembangan kreativitas siswa, penulis
merumuskan beberapa perilaku kreatif berdasarkan empat aspek
pengembangan kreativitas (pribadi, press, proses, dan produk):

Sub Variabel Indikator Perilaku

a. Menyapa terlebih dahulu


jika bertemu dengan
orang lain
1) Pribadi kreatif
b. Menunjukkan sikap
Aspek tolong-menolong kepada
Pengembangan orang lain
Kreativitas 2) Dorongan a. Mengemukakan
(press) pendapat ketika belajar
a. Membiasakan membaca
3) Proses kreatif buku di waktu luang
b. Menunjukkan keberanian

89 Terjemahan ini diambil dari Aplikasi Qur’an in Ms Word Setup.

85
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

bertanya dan menjawab


pertanyaan ketika belajar
a. Membeli barang sesuai
kebutuhan
b. Menyisihkan uang untuk
4) Produk kreatif ditabung
c. Memanfaatkan kertas
berkas untuk membuat
poster
Berikut ini, penjabaran rumusan tabel di atas sesuai kompetensi
inti yang digunakan dalam penelitian yang mencerminkan
perilaku/karakter kreatif:
1. Menyapa terlebih dahulu jika bertemu dengan orang lain
Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah pergaulan
antarmanusia. Islam menginginkan supaya hubungan di antara
manusia berlangsung hangat dan penuh kasih sayang. Contohnya,
apabila salah seorang bertemu dengan kawannya di perjalanan,
maka ia menyapa dengan ramah, wajah berseri-seri, serta dengan
senyuman yang merekah di bibir. Sebagaimana sabda Rasulullah
Saw.:90
“Setiap perbuatan baik merupakan sedekah. Termasuk dalam
kategori sedekah sikapmu menunjukkan wajah yang berseri-seri ketika
bertemu dengan saudaramu sesama muslim serta memberikan air yang ada
di dalam bejanamu kepadanya.” (HR. Tirmidzi)
Hal di atas telah ditunjukkan oleh peserta didik, ketika ia
bertemu dengan temannya, baik teman sekelas maupun lain kelas.
Secara spontanitas, kebiasaan ini merupakan hasil dari berpikir
kreatif. Kebiasan saling tegur sapa antar teman ini, dapat terjadi di
pagi hari (berangkat sekolah), siang hari (waktu istirahat), dan
sepulang sekolah.
2. Menunjukkan sikap tolong menolong kepada orang lain
Rasulullah Saw. sering menyeru untuk saling tolong-
menolong atau bahu-membahu. Dengan demikian, akan terbentuk
masyarakat yang kokoh laksana benteng yang masing-masing
komponennya saling menguatkan, atau laksana satu tubuh yang jika
salah satu bagian sakit, maka yang lain juga akan ikut merasakan.
Rasulullah Saw. bersabda:91

90 Saad, Riyadh, Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani,

2007), hal. 111


91 Saad, Riyadh, Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah…, hal. 113-114

86
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

“Perumpamaan hubungan seorang mukmin dengan mukmin


yang lain adalah laksana sebuah bangunan yang masing-masing
bagian saling menguatkan. (Beliau kemudian mengisyaratkan hal
itu dengan menyatukan jari-jari kedua tangan beliau).” (HR
Bukhari)
Adapun bentuk tolong-menolong yang ditunjukkan oleh
peserta didik di SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta, seperti
meminjamkan peralatan tulis, membantu guru menghapus tulisan
di papan tulis, membantu menjaga kebersihan kelas, dan
sebagainya. Perilaku-perilaku tersebut muncul dari hasil berpikir
kreatif. Selain itu, sekolah juga sering melakukan kegiatan kerja
bakti (membersihkan sekolah). Oleh karena itu, karakter kreatif
peserta didik akan terbentuk melalui kegiatan atau perilaku-
perilaku tersebut.
3. Membeli barang sesuai kebutuhan dan menyisihkan uang untuk
ditabung
Kebiasaan peserta didik dalam mengelola uang saku akan
membentuk karakter kreatif. Hal ini, karena peserta didik akan
berpikir kreatif dalam menggunakan uang sakunya, seperti membeli
barang sesuai kebutuhan (tidak berlebihan) dan menyisihkan untuk
ditabung. Rasulullah Saw. bersabda:92 “Makanlah, bersedekahlah, serta
berpakaianlah dengan tidak berlebihan, serta tidak pula bersikap sombong.”
(HR an-Nasa’i)
Adapun, barang-barang yang dibutuhan oleh peserta didik
meliputi buku tulis, penggaris, pensil, penghapus, dan sebagainya.
Contoh lain yang menunjukkan bahwa peserta didik telah berpikir
kreatif dalam mengelola uang saku adalah ia menyisihkan sebagian
uang saku untuk ditabung.
4. Membiasakan membaca buku di waktu luang
Kegiatan membaca-baca buku dapat dilakukan dalam waktu
yang singkat, misalnya lima menit sampai setengah jam (waktu
istirahat). Di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta setiap waktu
istirahat perpustakaan selalu terdapat peserta didik yang
berkunjung untuk melihat-lihat dan membaca koleksi buku di
perpustakaan. Keinginannya untuk berkunjung atau membaca buku
di perpustakan merupakan salah satu perilaku kreatif.
Peserta didik yang yang terbiasa membaca, ia akan mudah
dalam membahasakan kata-kata dalam tulisan. Oleh karena itu,

92 Saad, Riyadh, Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah…, hal. 142

87
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

peserta didik yang rajin membaca buku selalu aktif di kelasnya. Hal
ini merupakan proses kerja otak yang sistematis dan otomatis
karena kebiasaan. Ketika membaca peserta didik tidak hanya
sebatas memasukkan informasi ke dalam otak namun secara
bersamaan melatih konsentrasi.
5. Mengemukakan pendapat ketika belajar
Kebiasaan peserta didik yang berpikir kreatif salah satunya
adalah semangat dalam mengikuti pelajaran dan berani
mengemukakan gagasan. Hal ini, biasanya muncul ketika guru
memberikan pertanyaan kepada peserta didik, kemudian peserta
didik yang lain diberi kesempatan untuk menanggapinya.
Pembelajaran yang berbasis scientific-cum-doctriner memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk aktif (kreatif), misalnya
peserta didik mendiskusikan sub materi pelajaran dalam sebuah
kelompok. Kemudian, disampaikan kepada peserta didik yang lain
(antar kelompok) dan kelompok lain diberikan kesempatan untuk
menanggapinya.
6. Menunjukkan perilaku berani bertanya dan menjawab
Peserta didik yang berpikir kreatif dan semangat dalam
mengikuti pelajaran dapat dilihat dari kebiasaannya mengajukan
dan menjawab pertanyaan. Pembelajaran melalui pendekatan
scientific akan membentuk karakter kreatif peserta didik. Mereka
secara aktif diberi kesempatan untuk mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta.
Berdasarkan pengamatan penulis di kelas: “...setiap guru memberikan
pertanyaan, peserta didik secara berebut mengangkat tangan untuk
menjawab pertanyaan.” Hal ini, menunjukkan peserta didik sangat
aktif dalam mengikuti pelajaran. Namun, keberanian peserta didik
untuk bertanya di kelas masih kurang. Beberapa peserta didik yang
berani bertanya hanya itu-itu saja (orang yang sama).

88
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

Kesimpulan
Implikasi ilmu manajemen pendidikan Islam dapat digunakan
untuk menyusun pengelolaan strategi pembelajaran di kelas.
Manajemen strategi pembelajaran merancang desain pembelajaran
Pendidikan Agama Islam berbasis scientific-cum-doctriner untuk
membentuk karakter religius dan kreatif pada peserta didik SDN
Rejowinangun 1 Yogyakarta ditempuh melalui enam tahapan: analisis
perkembangan peserta didik guna mengetahui kebutuhannya,
perancangan tujuan pembelajaran, perancangan materi pembelajaran,
perancangan langkah-langkah pembelajaran, perancangan sumber-
sumber belajar, dan perancangan evaluasi pembelajaran.
Hasil implementasi ilmu manajamen pendidikan Islam dalam
aspek manajamen strategi pembelajaran yang berbentuk desain
pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis scientific-cum-doctriner
dapat diketahui melalui pembentukan karakter religius dan kreatif
pada peserta didik di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta dengan
berdasarkan indikator yang menunjukkan karakter religius dan kreatif.
Indikator karakter religius seperti: terbiasa mengucapkan salam,
menjalanan perilaku hemat seperti yang diajarkan Rasulullah SAW,
membaca surah-surah pendek sebelum belajar, melaksanakan salat
fardu berjamaah, melaksanakan salat sunah dhuha, melaksanakan salat
tepat waktu, menerapkan bacaan dan doa setelah salat. Sedangkan,
indikator karakter kreatif seperti: menyapa terlebih dahulu jika
bertemu dengan orang lain, menunjukkan sikap tolong menolong
kepada orang lain, membeli barang sesuai kebutuhan dan menyisihkan
uang untuk ditabung, membiasakan membaca buku di waktu luang,
mengemukakan pendapat ketika belajar, menunjukkan perilaku berani
bertanya dan menjawab.

89
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Scientific-Cum-Doctriner

Daftar Pustaka
Al-Afifi, Syekh Thaha Abdullah, Ahlur-Rahmah Fil Qur’an Was-Sunnah,
diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani dan Taqiyuddin
Muhammad, Jakarta: Gema Insani, 2007.
Al-Qahthani, Said Bin Ali Bin Wahf, Al-Khusyuk Fish-Shalah Fi Dhau’il-
Kitab Was-Sunnah, diterjemahkan oleh Abu Anisa Farid Abdul
Aziz Qurusy, Yogyakarta: Darul Uswah, 2013.
Ali, H.A. Mukti., Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1991.
Aliah B., Hasan, Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap
Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Dacholfany, M. Ihsan, “Reformasi Pendidikan Islam dalam
Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan”,
Jurnal, Akademika, Vol. 20, No. 01., 2015.
Hadi, Samsul, “Pengembangan Desain Pembelajaran dengan Model
Contextual Teaching and Learning pada Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Asembagus”, Jurnal
Studi Agama, El-Wasathiya, Vol. 4, No. 2., 2016.
Haditono, Siti Rahayu, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, Pustaka Setia, 2011.
Hanafiah, Muhibuddin, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam:
Suatu Pendekatan Terhadap Studi Ilmu-Ilmu Keislaman”, Jurnal
Ilmiah, Didaktika Vol. XI, No. 2., 2011.
Hari Suciningsih, Cristiana, Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai
dengan Kanak-Kanak Akhir, Jakarta: Prenadamedia, 2014.
Karman, Supiana, M., Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2012.
Latif, Abdul, “Pendekatan Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI)”, Jurnal, El-Hikmah, Vol. 9, No. 1., 2015.
Mahfud, “Berpikir dalam Belajar: Membentuk Karakter Kreatif Peserta
Didik”, Jurnal, Al-Tarbawi, Al-Haditsah, Vol. I, No.1, ISSN, 2407-
6805.
Majid, Abdul, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013.
Majid, Abdul, Chaerul Rochman., Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi
Kurikulum 2013, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

90
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020
Adhika Alvianto

Mubarok, Ruma, “Strategi Pendidikan Islam dalam Meningkatkan


Kualitas Sumber Daya Manusia”, Jurnal, El-Hikmah, Vol. X, No.
1., 2012.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake
Sarasin, 2000
Mukani, “Redefinisi Peran Guru Menuju Pendidikan Islam Bermutu”,
Jurnal, Vol. 02 No. 01., 2014.
Mustari, Mohammad, Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Myr, Raswad, Dua Puluh Tujuh Keutamaan Salat Berjamaah di Masjid,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Qomar, Mujammil Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2010.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013.
Salim, Ahmad, “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Madrasah”, Jurnal, Cindekia Vol. 12, No.
1., 2014.
Sanaky, Hujair AH., “Mengembangkan Model Ideal Pendidikan
Islami”, Jurnal, El-Tarbawi, Vol. 7 No. 1., 2014.
Santrock, John W., Masa Perkembangan Anak Buku 2 Edisi 11, Jakarta,
Salemba Humanika, 2011.
Sholikhin, Muhammad, Panduan Shalat Sunah Lengkap: 80 Ibadah Shalat
Para Kekasih Allah (Kitab Fikih Pedoman Shalat Sunah Terlengkap),
Jakarta: Gramedia, 2013.
Subhan, Fauti, “Konsep Pendidikan Islam Masa Kini”, Jurnal, Vol. 02
No. 02., 2013.
Wiyani, Novan Ardy, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang
Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi, Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2013.

91
ÁL-FÂHIM | Vol. II No. 1, Maret 2020

You might also like