Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Southeast Asian Journal of Islamic Education Management p-ISSN: 2716-0599

Vol. 3 No. 1 (2022), pp 103-122 e-ISSN: 2715-9604


https://sajiem.iainponorogo.ac.id/sajiem

Supervisi Pengembangan Mutu Pendidikan:


Tinjauan Konsep Developmental Supervision Glickman

Nur Rahmi Sonia


IAIN Ponorogo, Indonesia
[email protected]

DOI: https://doi.org/10.21154/sajiem.v3i1.97

Abstract

Currently, developmental models of supervision have dominated supervision thinking research


throughout the world. But its importance were not well known by the implementer like
supervisors and teachers and school principals particularly in developing countries. Therefore,
this article aims to provide insight into understanding the essence of monitoring developments.
The methodology or approach used in this paper uses a library research method or approach,
while data collection is carried out by reviewing and/or exploring several journals, books, and
documents (both printed and electronic) as well as data sources. and or other information
deemed relevant to the study. The results of the study indicate that supervisors in carrying out
have a collection of approaches in their implementation that adjust the characteristics of
teachers appropriately. That way, the supervisor can determine a starting point for using
supervisor orientation with individual teachers. Therefore, developmental supervision is based on
three broad propositions, namely, first, based on varying backgrounds and experiences, teachers
operate at different levels of professional development. Second, the ability and effectiveness of
teachers are also different, so they need to be improved in different ways. Third, the long-term
goal of supervision must be to increase the ability of every teacher and school to grow to a higher
stage.

Keywords: developmental supervision, approach; school improvement; quality of education

Abstrak

Saat ini, model supervise perkembangan (developmental supervision) telah mendominasi


pemikiran dunia supervisi dan penelitian seluruh dunia. Namun, kepentingannya tidak diketahui
oleh pelaksana seperti pengawas, kepala sekolah, dan guru. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan
untuk memberikan wawasan dalam memahami esesnsi supervise perkembangan. Metodologi
atau Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode atau pendekatan
kepustakaan (library research), sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menelaah
dan/atau mengekplorasi beberapa Jurnal, buku, dan dokumen-dokumen (baik yang berbentuk
cetak maupun elektronik) serta sumber-sumber data dan atau informasi lainnya yang dianggap
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

relevan dengan kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisor dalam melaksanakan
tugasnya memiliki kumpulan pendekatan yang dalam pelaksanaannya menyesuaikan
karakteristik guru dengan tepat. Dengan begitu, supervisor dapat menentukan titik awal untuk
menggunakan orientasi supervisor dengan guru secara individu. Oleh karena itu, supervisi
perkembangan berdasar pada tiga proposisi yang luas, yaitu pertama, berdasar latar belakang
dan pengalaman yang bervariasi, guru beroperasi pada tingkat pengembangan profesional yang
berbeda. Kedua, kemampuan dan efektifitas guru juga berbeda, sehingga mereka perlu diawasi
dengan cara yang berbeda. Ketiga, tujuan jangka panjang supervise harus dapat meningkatkan
kemampuan setiap guru dan sekolah untuk tumbuh menuju tahap yang lebih tinggi lagi.

Keyword: supervisi perkembangan; pendekatan; perbaikan sekolah; mutu pendidikan

Pendahuluan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin canggih dan
terus mengglobal telah berdampak pada hampir semua kehidupan umat manusia di muka
bumi dewasa ini, termasuk pendidikan1. Dengan semakin berkembangnya IPTEK menjadikan
manusia menjadi masyarakat global, masyarakat teknologi, dan masyarakat informasi yang
bersifat terbuka yang dapat berubah dengan cepat dalam memberikan tuntutan, tantangan,
bahkan ancaman baru 2. Madarasah sebagai salah satu elemen lembaga pendidikan, juga tidak
akan terlepas dalam tantangan-tantangan tersebut 3. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk
semakin maju pula, terutama dalam pengembangan lembaga pendidikan yang bermutu karena
merupakan agenda utama dan merupakan tugas yang paling penting. Hal ini karena mutu
memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dalam
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 6
menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan4.
Akan tetapi banyak persoalan yang dihadapi dalam proses pendidikan mulai dari
kepala sekolah, guru, murid, karyawan dan stakeholders pendidikan lainnya hampir dipastikan
semuanya mempunyai persoalan atau masalah dalam kaitannya dengan pembelajaran. Guru
sebagai salah satu stakeholder penting dalam pembelajaran juga tidak luput dari dari problem-
problem mengajar, karenanya dibutuhkan pengalaman, masukan, bantuan, dan pendapat dari
orang lain guna memecahkan, memberikan alternatif solusi atas persoalan yang dihadapi oleh
guru5. Guru merupakan komponen pendidikan yang memegang peran penting dalam proses
belajar mengajar. Guru sebagai tenaga pengajar di sekolah merupakan komponen sumber daya
manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus. Potensi sumber daya
guru harus terus berkembang agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara profesional.

1
Haris Budiman, “Pengaruh Model Pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat Dalam
Meningkatkan Literasi Sains Dan Teknologi Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa,” Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam 8 (2017): 76, https://media.neliti.com/media/publications/177430-ID-peran-teknologi-
informasi-dan-komunikasi.pdf.
2
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu (Studi Multi
Kasus Di Madrasah Terpadu MAN 3 Malang, MAN 1 Malang, Dan MA Hidayatul Mubtadi’in Kota Malang
(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 1.
3
Sutiah, Pengawas Pendidikan Agama Islam Sebagai Quality Control Implementasi Kurikulum
Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), 1.
4
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional” (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), 10.
5
Imam Machali and Ara Hidayat, The Handbook of Education Management: Teori Dan Praktik
Pengelolaan Sekolah/Madrasah Di Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016), 121.

104
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Mochtar Bukhori dalam Rahman, menyatakan bahwa yang dapat memperbaiki situasi
pendidikan pada akhirnya berpulang pada guru yang sehari-hari bekerja di lapangan6 .
Oleh karena itu, diperlukan adanya supervisi pendidikan untuk mengawasi dan
memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru karena guru mempunyai peran
yang strategis dalam memperbaiki proses belajar mengajar dan situasi pendidikan. Dalam
melaksanakan tugasnya guru menemui beberapa hambatan yang menyebabkan kurang
maksimalnya pelaksanaan proses belajar mengajar. Hal ini juga diungkapkan oleh Mulyasa
bahwa dalam praktek pendidikan sehari-hari masih banyak guru yang melakukan kesalahan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak
disadari oleh para guru, bahkan mereka menganggap hal biasa dan wajar7. Hal ini disebabkan
menurut Sahertian, salah satunya adalah kurangnya bantuan supervisi oleh pengawas sekolah
yang tidak memadai, dalam membantu para pendidiknya dalam meningkatkan mutu
pendidikan, memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan mutu kegiatan belajar
mengajar8.
Selain itu, menurut Muqowim bahwa dalam prakteknya supervisi administrasi lebih
menonjol dibandingkan dengan supervisi akademik, karena itu tidak mengherankan sepervisor
terkesan hanya mencari kesalahan dan tidak berupaya mencari jalan keluarnya. Hal ini senada
dengan Sutiah bahwa control dari pengawas kurang maksimal sehingga yang terjadi adalah
hanya pemenuhan administrasi pelaporan, tidak adanya program kerja yang sejalan dengan
tujuan madrasah binaan, salahnya pendekatan dalam pengawasa kurang intensitasnya
komunikasi antara pengawas dengan stakeholder madrasah, pengawas hanya bersifat inspeksi
tanpa memberi masukan9. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa amanah
dalam undang-undang nomor 12 tahun 2007 belum tercapai dengan baik dan tujuan
pendidikan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 belum dapat sesungguhnya tercapai.
Melihat fenomena dan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peranan
supervisi sangat penting bagi pengembangan sikap dan kemampuan guru, sebab supervisi
tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan kualitas mengajar guru, tetapi juga bagi efektifitas
tujuan mengajar. Acheson dan Gail menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi akan mampu
membina proses guru untuk memperkecil jurang antara perilaku nyata dengan perilaku
mengajar ideal dan mampu menolong guru agar dapat inovasi dan mengubah performance
mereka agar cocok dengan kebutuhan dan perkembangan pendidikan10. Dalam melaksanakan
tugasnya, supervisor harus aktif, kreatif dan inovatif serta memberikan bimbingan, fasilitas
dan memotivasi agar kehadiran supervisor dapat membantu mengembangkan kompetensi
guru yang berkualitas dan dapat meningkatkan hasil belajar maksimal siswa11. Carl Glickman
mengungkapkan bahwa supervisor tidak boleh menjadi orang yang memberi arahan seolah-
olah ia adalah satu-satunya ahli yang terlibat, namun guru juga harus diperlakukan sebagai
ahli dan diberi kebebasan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan yang tepat atas
kegiatan pembelajarannya12. Oleh karena itu, perlunya tingkat kontrol dan wewenang antara

6
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran : Implementasi Konsep, Karakteristik Dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, Cet I (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2007), 161.
7
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, Dan Implementasi (Bandung:
Rosdakarya, 2017), 67.
8
Piet Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Offset Printing, n.d.),
141.
9
Sutiah, Pengawas Pendidikan Agama Islam Sebagai Quality Control Implementasi Kurikulum
Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah, 5.
10
Lucio William and John Nell, Supervitision in Throught and Action, Third Edition (New York:
Mc.Graw-Hill Book, Co, 1979), 33–34.
11
Sutiah, Pengawas Pendidikan Agama Islam Sebagai Quality Control Implementasi Kurikulum
Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah, 5–6.
12
Sara Espinoza, “To Be Continued: Carl Glickman’s Work as the Beginning of the Story,” Journal
of Educational Supervision 3, no. 2 (2020): 83–96, https://doi.org/10.31045/jes.3.2.5.

105
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

supervisor dan guru, sehingga menghasilkan kontinum perilaku pengawas berdasarkan


karakteristik guru13. Dalam supervisi, seorang supervisor harus memiliki basis pengetahuan
yang mencakup teori pembelajaran, pengembangan guru, perubahan sistemik, komunitas
belajar, dan kepemimpinan instruksional. Selain itu supervissor harus mempunyai dua
keterampilan yaitu teknis, yang mencakup kemampuan untuk mengamati, merencanakan, dan
mengevaluasi dan kemampuan interpersonal, yaitu kemampuan untuk berkomuniaksi dan
mengembangkan hubungan dengan orang lain14.
Dengan demikian, berangkat dari latar belakang di atas, artikel ini akan mengkaij
tentang supervise pengembangan lembaga pendidikan Islam, tinjauan teori developmental
supervision Glickman. Agar supervisi dapat berfungsi dengan baik, maka dalam penerapannya
perlu pemahaman yang komprehensif mengenai supervisi pengembangan mutu pendidikan
Islam yang baik, agar dapat diimplementasikan dengan baik, efektif dan komprehansif,
sehingga tercapainya lembaga pendidikan yang bermutu.

Metode Penelitian
Metode dan jenis pengumpulan data dalam Penelitian ini adalah studi pustaka (library
research) dengan mengumpulkan buku-buku, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu yang
mendukung tema penelitian, diantaranya literatur tentang supervisi pengembangan mutu
pendidikan Islam: Tinjauan Konsep Developmental Supervision Glickman. Proses penelitian
ini dimulai dengan tahapan sebagai berikut: mengidentifikasi dan menemukan informasi yang
relevan dengan tema supervisi pengembangan mutu pendidikan Islam: Tinjauan Konsep
Developmental Supervision Glickman, kemudian menganalisis hasil temuan, dan kemudian
mengembangkan dan mengekspresikannya menjadi temuan baru terkait dengan supervisi
pengembangan mutu pendidikan Islam: Tinjauan Konsep Developmental Supervision
Glickman15. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis).

Temuan dan Pembahasan


Teori Developmental Menurut Glickman
Dalam kegiatan pembelajaran guru harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang
baik agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun kenyataannya di lapangan,
tidak semua guru mampu mengajar dengan sukses dan menciptakan iklim yang kondusif.
Melihat kondisi tersebut maka supervisor harus mampu menemukan sebab musababnya
sehingga dapat membantu guru dalam mengembangkan kompetensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan bakat, minat dan karakteristik yang dimiliki oleh guru. Hal tersebut
sesuai dengan teori kontingensi bahwa kegiatan supervisi pengajaran harus didasarkan
pemikian bahwa setiap guru berbeda karakteristiknya16. Para ahli menyatakan bahwa ada
berbagai macam pendekatan supervisi dan dimensi dalam mengklasifikasi guru, sehingga
supervisor dapat memilikh pendekatan dan gaya dalam melaksanakan supervisi. Menurut

13
Carl Glickman, “Developing a Super-Vision of Education: Oh, No. I’ve Said Too Much, But
Maybe I Haven’t Said Enough,” Journal of Educational Supervision 4, no. 3 (2021): 82–97,
https://doi.org/10.31045/jes.4.3.6.
14
Rebecca West Burns and Bernard Badiali, “Unearthing the Complexities of Clinical Pedagogy
in Supervision: Identifying the Pedagogical Skills of Supervisors,” Action in Teacher Education 38, no. 2
(2016): 156–74, https://doi.org/10.1080/01626620.2016.1155097.
15
Masrukhin, Metode Penelitian Kualitatif (Kudus: Media Ilmu Press, 2015).
16
Imam Gunawan, “Pendekatan Alternatif Dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran,” Premiere
Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran 1, no. 02 (2016): 143,
https://doi.org/10.25273/pe.v1i02.42.

106
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Glickman bahwa ada dua aspek penekanan yaitu komitmen dan derajat abstraksi guru 17. Kolb,
dkk. mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh supervisor yakni
konsep bagaimana dan gaya pengajaran guru, variasi strategi mengajarnya, gaya dalam
pemecahan masalah dan variasi perkembangan diri guru18. Selain itu, Veniard menambahkan
bahwa pentingnya memberikan motivasi kepada guru sebagaimana yang diungkapkan
motivation is the art of helping people to focus their minds and energies on doing their work as
effectively as possible19.
Supervisor dalam melaksanakan tugasnya dalam membantu guru harus mengetahui
dan mampu mengukur serta menilai kualitas guru tersebut. Glickman dkk memperkenalkan
model pengembangan supervisi yang menitikberatkan pada interaksi intensional antara orang
dewasa untuk mengembangkan lingkungan proses belajar mengajar di sekolah20. Oleh karena
itu, Glickman dalam bukunya “Developmental Supervision” memberikan alternative dalam
pembagian model analisa kategori guru21. Hal ini dikarenakan suatu pendekatan dalam
pemberian supervisi sangat bergantung pada karakteristik dan prototype guru22. Menurut
Glickman dalam Mulyadi dan Fahriana, membagi dalam tiga daftar kelompok A, B dan C,
kelompok tersebut yang bercirikan cara supervisor dapat bekerja sama dengan guru-guru
dalam memperbaiki pengajaran sebagai berikut: 23
Tabel 1. Kelompok Kata-Kata Identifikasi Perilaku Supervisi Glickman
No. A B C
1 Telling Presenting Listening
2 Directing Clarifying Encouraging
3 Demonstrating Listening Clarifying
4 Standardizing Problem Solving Presenting
5 Reinforcing Negotiating Problem Solving

Dari tabel 1 tersebut, dapat diketahui masing-masing kelompok tersebut


menggambarkan corak supervisi. Selanjutnya, bayangkan bagaimana Anda sebagai supervisor
dapat bekerja dengan guru-guru menurut kemampuan di atas. Jika Saudara bukan guru,
bayangkan sejauh mana masing-masing dari ketiga kelompok di atas menyarankan cara
bagimana anda berperilaku. Setelah itu, berilah nilai dengan angka berdasarkan skala yang
terdiri dari enam pilihan dengan angka tertinggi adalah enam24. Teori tersebut dikembangkan
oleh Glickman secara khusus untuk digunakan konteks supervisor dalam mengadakan
perbaikan pengajaran. Glickman mengidentifikasi tiga orientasi dasar kepemimpinan yakni

17
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions
(Virginia, Alexandria: ASCD, 1981).
18
Sergiovanni, The Principalship: A Reflective Practice Perpective (Boston: Allyn and Bacon, Inc,
1991).
19
Williams K, Introducing Management a Development Guide (New York: Elsevier Ltd, 2006).
20
Carl Glickman, Supervision and Instructional Leadership: A Developmental Approach (Boston:
Pearson Education, Inc., 2007), 6.
21
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.
22
Machali and Hidayat, The Handbook of Education Management: Teori Dan Praktik Pengelolaan
Sekolah/Madrasah Di Indonesia, 138.
23
Mulyadi and Ava Swastika Fahriana, Supervisi Akademik (Konsep, Teori, Model Perencanaan,
Dan Implikasinya) (Malang: Madani, 2018), 26.
24
A.J Hariwung, Supervisi Pendidikan (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1989), 131.

107
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

directive, collaborative, dan non directive. Perkataan dalam kelompok A melukiskan gaya
directive, perkataan dalam kelompok B adalah collaborative dan perkataan dalam kelompok C
adalah nondirective. Hal tersebut senada dengan Kemendikbud yang membagi pendekatan
supervisi sesuai dengan perilaku dan karakteristik guru sebagai berikut:
Tabel 2. Perilaku dan Pendekatam Supervisi
Perilaku Pendekatan Supervisi
Direktif Nondirektif Kolaboratif
Clarifiying ˅ ˅ ˅
Presenting ˅ ˅ ˅
Directing ˅ - -
Demonstrating ˅ - -
Setting the standars ˅ - -
Reinforcing ˅ - -
Listening - ˅ ˅
Problem solving - ˅ ˅
Negotiating - ˅ -
Encouranging - - ˅

Dari tabel 2 tersebut tampak bahwa pemberian melalui pendekatan atau teknik
supervisi sangat bergantung pada prototype guru25. Setidaknya ada empat prototype guru yang
dilihat berdasarkan pada tingkat abstraksi (kemampuan) dan motivasi (komitmen). Pada
gambar di bawah ini merupakan model contingency Glickman yang menggambarkan ketiga
gaya supervisi yang telah tersusun berlapis pada kisi-kisi kepemimpinan tradisional dengan
empat kuadran. Aspek pertama yang harus diperhatikan dalam menentukan pendekatan
supervisi adalah tingkat komitmen guru. Komitmen merupakan kecenderungan dalam diri
seseorang untuk terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian komitmen
lebih luas dari kepedulian (concern) karena dalam pengertian komitmen terdapat makna
usaha dan dorongan serta waktu yang cukup banyak26. Komitmen tidak diperoleh sejak lahir,
melainkan harus dikenal dan dipelajari. Komitmen dapat muncul bila ada rasa cinta terhadap
tugas dan profesi guru sebagai panggilan jiwa, meski saat masuk belum merasa terpanggil,
namun dapat dipupuk, dibina melalui proses pembentukan profesi.
Glickman menyatakan bahwa guru-guru yang masih muda mempunyai cita-cita,
aspirasi, semangat yang tinggi dan rencana hidup yang lebih bergairah dibandingkan dengan
mereka yang sudah hidup setengah abad27. Sedangkan Loevinger mengungkapkan bahwa
dalam diri manusia ada kecenderungan memiliki sifat egosentrik yang jika dikembangkan ke
arah lebih manusiawi dan dapat dibina untuk dapat lebih memperhatikan orang lain. Oleh
karena itu, untuk melihat perkembangan karir dan perspektif manusia yang dapat dijadikan
acuan dalam mengubah sikap guru, yaitu dengan membina orang agar dapat menemukan jati
dirinya. ada tiga unsur pokok konsep diri manusia 1. Konsep diri, 2. Ide ciri, 3. Realita diri. Oleh
karena itu, bagi supervisor perlu secara rohani mengetahui dan mengidentifikasi diri sendiri

25
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan, 44.
26
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions, 43.
27
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.

108
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

sehingga ia dapat memahami konsep diri guru yang disupervisi. Adapun proses yang dapat
dilakukan melalui identifikasi diri, refleksi diri dan aktualisasi diri28.
Guru yang memiliki komitmen yang tinggi akan memiliki kepedulian terhadap tugas,
kebutuhan siswa, teman sejawat dan atasan langsung. Guru tersebut juga mempunyai
komitmen terhadap tugas yang dibebankankan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
bangsa dan negara. Oleh karena itu, setiap guru harus selalu meningkatkan komitmen dan
kepedulian terhadap setiap tugas profesinya. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan
Sahertian bahwa guru muda yang baru bekerja akan lebih banyak mempedulikan
kelangsungan hidup profesinya. Selain itu, guru yang punya komitmen terhadap tugas akan
menyediakan waktu dan tenaga untuk membaca buku-buku baru atau mengembangkan
penelitian yangs ederhana di kelas saat mengajar maupun dalam tugas lainnya29. Dengan
demikian tingkatan komitmen di atas dapat digambarkan dalam satu garis kontinum yang
bergerak dari tingkatan rendah sampai pada tingkatan tinggi sebagai berikut.
Tabel 3. Kontinum Tingkat Komitmen30
No Rendah Tinggi
1 Sedikit perhatian terhadap Tinggi perhatian terhadap siswa
siswanya dan guru lain
2 Sedikit waktu dan tenaga yang Banyak tenaga dan waktu serta
dikeluarkan tenaga yang dikeluarkan
3 Perhatian utama adalah Bekerja sebanyak mungkin untuk
mempertahankan jabatan orang lain

Berikutnya aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan pendekatan supervisi


adalah tingkat abstraksi atau tingkat simbolik guru. Tingkat abstraksi guru merupakan
kemampuan bergerak dari identifikasi visual dan taktil serta kemampuan untuk menjangkau
daya fikir yang jauh hingga ke tingkat generalisasi31. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
abstraksi merupakan tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran,
mengklasifikasi masalah, menentukan alternative pemecahan masalah dan merencanakan
tindakannya, yang semuanya itu merupakan usaha berpikir kreatif, imajinatif dan demokratis.
Hal ini senada dengan yang ditemukan oleh Harvey dkk, dalam Bafadal bahwa guru yang
tingkat perkembangan kognitifnya tinggi, maka akan lebih berpikir abstrak, imajinatif, kreatif
dan demokratis. Mereka akan lebih fleksibel dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian
guru yang memiliki karakteristik tersebut, jarang memiliki gangguan bahkan akan memiliki
relasi yang baik dengan siswa dan teman-temannya32.
Glickman melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa guru yang memiliki tingkat
abstraksinya tinggi dapat melihat berbagai kemungkinan dan mampu menggunakan berbagai
cara untuk mencari alternative model mengajar33. Oleh karena itu, umumnya mereka lebih
konsekuen dan efektif dalam menghadapi siswanya dari multi perspektif. Demikian juga

28
Piet Sahertian, Profesi Pendidik Profesional (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), 45.
29
Sahertian, 46.
30
Ali Imron, Pembinaan Guru Di Indonesia (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), 78.
31
Suharsimi Arikunto, Organisasi Dan Administrasi (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), 168.
32
Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran (Teori Dan Aplikasi Dalam Membina Profesi Guru)
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 118.
33
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.

109
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

mereka dapat memiliki kemampuan untuk menemukan cara yang tepat untuk memecahkan
masalah, menciptakan pendekatan-pendekatan baru dalam membuat variasi cara mengajar
untuk mendapat alternative yang lebih efektif34. Adapun menurut Glickman tingkat abstraksi
guru dapat terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah dan tinggi,
seperti pada tabel di bawah.
Tabel 4. Kontinum Tingkat Abstraksi Guru
Rendah Sedang Tinggi
Bingung bila Dapat memcahkan Dalam menghadapi
menghadapi salah masalah masalah selalu dapat
mencari alternative
pemecahan masalah
Tidak mengetahui Dapat menafsirkan satu Dapat
cara bertindak bila atau dua kemungkinan menggeneralisasikan
menghadapi masalah pemecahan masalah berbagai alternatifn
pemecahan masalah
Suka minta petunjuk Sulit merencanakan Bisa membuat
Responsinya pemecahan masalah perencanaan dan
terhadap masalah secara komprehensif memikirkan langkah-
biasa saja langkah pemecahan
Dari tabel 4 di atas nampak bahwa guru yang memiliki kemampuan berfikir abstrak
yang rendah, akan tidak merasa bahwa ia memiliki problem pengajaran, atau jika merasakan,
ia akan bingung tidak tahu apa yang akan dikerjakan sehingga membutuhkan petunjuk apa
yang bisa dikerjakan. Adapun guru memiliki kemampuan abstrak menengah biasanya bisa
mengidentifikasi masalah dan solusinya dalam satu atau dua kemungkinan, namun akan
kesulitan dalam rencana tindakan yang komprehensif. Sedangkan guru yang memiliki
kemampuan abstraksi tinggi, bisa memandang masalah dari multi perspektif dan
mengumpulkan dan memilih rencana alternative serta memikirkan langkah pelaksnaannya.
Dari pemaparan di atas, maka sebagai supervisor yang baik harus mengetahui secara
pasti seberapa tinggi daya abstraksi dan besar tingkat komitmen guru yang dibina sehingga
dapat diketahui prototype guru yang ada. Paradigma yang dikemukakan oleh Glickman untuk
dapat memilah guru menjadi empat protiotipe guru. Penggunaan pendekatan supervisi guru
berbeda-beda sebagaimana pada gambar berikut:

Kuadran II Kuadran 1
A K A K
+ - + -

Kuadran IV Kuadran III


A K A K
- - -

Gambar 1. Kuadran Guru35

34
Imron, Pembinaan Guru Di Indonesia, 78–79.
35
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan.

110
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Pada gambar di atas terdapat empat kuadran (sisi). Ada empat sisi yakni sisi I, II, III,
IV. Setiap sisi terdapat dua kemampuan yang disingkat A (daya abstrak/kemampuan) dan K
(komitmen/motivasi). Pada tiap sisi terdapat di sebelah kanan garis abstrak (sebelah kanan
garis tegak lurus), komitmen nya K tinggi (+). Dari gambar di atas dapat terlihat juga bahwa
setiap sisi yang terdapat pada garis komitmen (garis horizontal) daya abstraknya (A) positif.
Sisa semuanya rendah (-), sehingga sisi K-, sisi III A-, sisi IV A-, dan K-. Dengan demikian
dapat kita temukan bahwa36:
I. Pada sisi 1 daya A+ K+, disebut guru profesional.
II. Pada sisi II daya abstrak tinggi A+, namun komitmen (K-) disebut guru
tukang kritik (analiytical observer).
III. Pada sisi III daya abstrak rendah (A-), namun komitmen tinggi (K+) disebut
guru terlalu sibuk (unfocused worker)
IV. Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga komitmen rendah (K-) maka
disebut guru yang tidak bermutu (drop out/ unqualified).
Dari gambar kuadran di atas terdapat empat jenis prototype guru dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Kuadran satu (guru profesional), ia memiliki tingkat abstrak tinggi dan tanggung jawab
serta komitmen tinggi dan terus menerus. Selain itu, ia juga memiliki kemampuan
untuk mengembangkan diri secara terus menerus. Guru tersebut juga mampu
mengajak teman sejawat dan siswa untuk menunaikan tugas dan kewajibanya melalui
berbagai alternative, mampu membuat program yang rasional, mengembangkan dan
melaksnakan rencana. Ia tidak hanya melaksanakan untuk satu kelasnya saja,
melainkan satu sekolah dan membantu siapa saja sehingga ia dihargai dan dihormati
oleh sejawatnya. Ia tidak hanya mencetuskan ide namun juga terlibat aktif dalam
program nya hingga selesai. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan ialah
pendekatan non directive.
b. Kuadran dua (guru yang suka kritik), ia memiliki tingkat tanggung jawab dan
komitmen rendah, namun berpikir abstraknya tinggi. Guru tersebut pandai,
mempunyai kemampuan bicara yang tinggi, selalu mencetuskan ide besar dan rencana
demi tercapainya program tersebut. Namun, ia tidak bersedia mengorbankan waktu,
energi, perhatian khusus untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan kolaborative dengan titik tekan pada negosiasi.
c. Kuadran tiga (guru yang sibuk), guru yang memiliki tingkat tanggung jawab dan
komitmen tinggi, namun abstraksinya rendah sehingga ia sangat energik, antusias, dan
penuh perhatian. Ia memiliki keinginan untuk menjadi guru yang lebih baik seperti
membuat kelas lebih menarik namun ia juga digolongkan sebagai guru yang tidak
memiliki tujuan yang pasti. Hal ini disebabkan oleh terlalu sibuk dan beban kerja yang
bermacam-macam. Oleh karena itu, guru semacam ini akan terlihat dalam berbagai
kegiatan tapi cepat mudah linglung karena ketakutan dan dibanjiri tugas yang
menumpuk sehingga membebani ia sendiri. Dalam meghadapi guru semacam ini,
menggunakan pendekatan kolaborative dengan titik tekan presentasi.
d. Kuadran empat (guru drop out), yaitu guru yang memiliki tingkat berpikir abstrak yang
rendah dan tingkat komitmen yang rendah pula. Ciri-cirinya yaitu guru dalam

36
Sahertian, 45.

111
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

menjalankan tugas hanya berusaha sampai pada batas minimal, hanya sekedar untuk
mempertahankan pekerjaannya, ia juga memiliki sedikit sekali motivasi untuk
meningkatkan kompetensinya, guru tersebut juga tidak tertarik dengan perubahan
yang perlu dibuat tidak memikirkan perbaikan apa yang harus dilakukan sehingga
merasa puas dengan tugas rutin yang dilakukan sehari-hari. Dalam menghadapi guru
yang demikian menggunakan pendekatan direktif.
Setelah menganalisa karakteristik guru di atas dan menentukan empat macam
prototype, maka dapat diketahui bahwa tidak semua sekolah yang semuanya gurunya
profesional atau semuanya drop out. Berdasar hasil penelitian, biasanya sekolah mempunyai
perbandingan kategori guru sebagai berikut:
1-10 % guru yang drop oout
10-20% guru yang profesional
60-70% guru yang unfokus workers dan guru yang analitical observer37.

Orientasi Supervisi Pendidikan


Supervisi akademik merupakan bantuan profesional yang diberikan oleh supervisor
kepada guru dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalnya, terutama dalam
kemampuan mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru dan siswa berinteraksi menjadi
sentral dalam layanan supervisi akademik38. Oleh karena itu, orientasi pandangan supervisi
akademik juga berangkat dari pandangan mengenai aliran teori belajar39 Hal ini senada dengan
Sutiah bahwa keberhasilan siswa dalam menggapai tujuan pendidikan salah satunya
ditentukan oleh keberhasilan mereka dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Dengan
demikian para guru tidak boleh tidak menaruh perhatian lebih pada kegiatan belajar dan
pembelajaran tersebut. Ada tiga pandangan mengenai teori belajar. Pertama pandangan yang
berasal dari teori behavioristik. Menurut teori ini belajar dilakukan dengan kontrol
instrumental dari lingkungan. Teori ini muncul karena menganggap bahwa pada prinsipnya
segala perbuatan berasal dari refleks yaitu respon terhadap rangsangan atau stimulus. Oleh
karena itu, menurut teori ini guru perlu diberi rangsangan agar bisa bereaksi. Guru
mengkondisikan siswa sehingga siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian dilaksanakan
secara kondisioning, pembiasaan, peniruan, hadiah dan hukuman sering ditawarkan dalam
mengajar dan belajar demikian. Oleh karena itu, kedaulatan guru dalam belajar demikian
relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebaliknya relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan ini merupakan
antitesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan belajar demikian, belajar dilakukan
sendiri oleh siswa, dan siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak
campur tangan dari guru. Psikologi humanistik memperlakukan manusia secara bebas untuk
mengemukakan pendapat dan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi,
tujuan dan pemaknaan. Dalam psikologi humanistik menekankan pada kehendak bebas,
pertumbuhan pribadi, kegembiraan, keberhasilan dalam merealisasikan potensi dan keunikan
manusia, seperti tentang self, actuating, kesehatan, harapan, cinta, hakikat, individualitas, dan

37
Piet Sahertian and Sahertian Allaida, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice
Education (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 45–47.
38
Mulyadi and Fahriana, Supervisi Akademik (Konsep, Teori, Model Perencanaan, Dan
Implikasinya), 27.
39
Sutiah, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), 2.

112
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

lain sebagainya. Oleh karena itu, peran guru relatif rendah, namun kedaulatan siswa dalam
belajar relatif tinggi. Tujuan utama aliran ini adalah membantu manusia mengekspresikan
dirinya secara kreatif dan merealisasikan potensi secara utuh. Adapun tokonya Abraham
Maslow, Carl Rogers dan Clark Mous-takas.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan
konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan ini, belajar
merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari
lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam pembentujkan aktivitas individu.
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang psikologi dengan pendekatan kognitif dalam
rangka memahami perilaku manusia. Oleh karena itu, pada perilaku psikologi kognitif
mempelajari tentang cara manusia menerima, memrsepi, mempelajari, menalar, mengingat
dan berpikir tentang suatu informais. Dengan demikian, metode belajar yang cocok dalam
pandangan ini adalah eksperimentasi. Glickman meskemakan orientasi pandangan belajar
sebagai berikut:
Tabel 5. Pandangan tentang Belajar 40
Tanggung jawab siswa Tinggi Sedang Rendah
Tanggung jawab guru Rendah Sedang Tinggi
Pandangan psikologi Humanis Kognitif Behavioris
belajar
Metode belajar Menemukan Eksperimen Kondisioning

Berdasarkan pandangan psikologi tentang teori belajar tersebut dapat diketahui bahwa
dalam pandangan psikologi behavioristi, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah,
sedangkan tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam teori psikologi
humanistik tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Adapun
dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang. Oleh
karena itu, kemudian muncul pandangan atau pendekatan supervisi pendidikan sebagai
berikut:
Tabel 6. Pandangan Supervisi Akademik41
Tanggung Jawab Tinggi Cukup Rendah
Guru
Tanggung jawab Rendah Cukup Tinggi
supervisor
Orientasi Nondirective Collaborative Directive
supervisi
Metode Utama Self assessment Mutual contract Delineated
standars

Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui bahwa pada pandangan directive, tanggung jawab
supervsior tinggi. Pada pandangan nondirective sebaliknya, yakni tanggung jawab guru tinggi
sedangkan siswa rendah. Sementara pada pandangan collaborative tanggung jawab guru dan
siswa sama-sama sedang. Berdasarkan pandangan psikologis mengenai belajar dan mengajar

40
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions, 92.
41
Glickman, 120.

113
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

serta pandangan mengenai supervisi akademik, dapat diidentifikasi orientasi perilau supervisi
akademik, sebagai berikut42:
1. Mendengarkan (listening), berarti bahwa supervisor mendengarkan apa saja yang
dikemukakan oleh guru, dapat berupa kelemahan, kesulitan guru, masalah, dan apa saja
yang dialami guru.
2. Mengklarifikasi (clarifying), yakni aupervisor mempertegas apa yang dikemukankan oleh
guru melalui supervisor memperjelas apa yang dimau oleh guru dengan menanyakan
kepadanya.
3. Mendorong (encouraging) yakni supervisor mendorong guru agar bersedia
mengemukakan kembali apabila dirasa belum jelas.
4. Mempresentasikan (presenting) berarti supervisor mengemukakan persepsi dan
pemikirannya terhadap apa yang dikemukakan oleh guru.
5. Memecahkan masalah (problem solving), berarti supervisor bersama guru menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh guru.
6. Negosiasi (negotiating), berarti supervisor membuat kesepakan mengenai pembagian
tugas bersama guru.
7. Mendemonstasikan (demontrating), yaitu supervisor mendemonstrasikan tingkah laku
tertentu sebagai contoh yang diikuti oleh guru.
8. Mengarahkan (directing), yaitu supervisor mengarahkan guru melakukan hal-hal tertentu.
9. Standarisasi (standarditation) supervisor mengadakan penyesuaian bersama guru.
10. Menguatkan (reinforcing), berarti bahwa supervisor menggambarkan kondisi-kondisi yang
menguntungkan bagi pembinaan guru
Berdasarkan uraian di atas orientasi perilaku supervisor terbentang dalam satu garis
kontimum. Pada orientasi perilaku supersivi directive, semakin ke kanan maka tanggung jawab
supervisor semakin minimum. Sebaliknya, pada orientasi perilaku supervisor yang non
directive, baik tanggung jawab guru maupun siswa sama-sama berada dalam keadaan sedang
atau berada di kawasan tengah. Hal ini selaras dengan Sahertian bahwa perilaku supervisor
nondirective yakni mendengarkan, memberanikan, menjelaskan, menyajikan, memecahkan
masalah dengan teknik dialog dan mendengarkan aktif. Apabila gurunya tukang kritik atau
terlalu sibuk maka pendekatan yang digunakan adalah kolaboratif. Adapun perilaku supervisor
yaitu menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, menegosiasi. Teknik
yang digunakan supervisor melalui percakapan pribadi, dialog dan menjelaskan. Namun
apabila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah direktif dengan
perilaku supervisor melalui menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh,
menetapkan tolak ukur dan menguatkan43.

Pola Pendekatan Supervisi Pendidikan


1. Pendekatan Supervisi Directive
Pendekatan direktif dalam supervisi telah dikenal sejak diterapkannya supervisi yakni
tahun 1800-an. Pola ini dianggap kurang efektif karena guru tidak diberikan kesempatan untuk
mengembangkan kemmapuan dan kreativitasnya. Supervisor mengambil tanggung jawab
sepenuhnya, karena beranggapan bahwa dengan tanggung jawab itu, dapat melakukan
perubahan perilaku mengajar dengan memberikan pengarahan yang jelas setiap rencana

42
Glickman, Supervision and Instructional Leadership: A Developmental Approach, 128.
43
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan, 45–46.

114
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

kegiatan yang dapat dievaluasi. Meskipun dianggap kurang efektif pendekatan ini, Brown
dalam Mulyadi melaporkan ada beberapa guru yang memberikan kesaksian bahwa ada
beberapa guru yang memberikan reaksi menyenangkan dengan menunjukkan perbaikannya.
Brown juga menemukan guru yang diklasifikasikan sebagai neorotik dan tingkat kecemasan
rendah (menurt skala kepribadian) menuturkan bahwa senang terhadap pola pendekatan ini
dan merasakan adanya perbaikan44. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak semua guru
mudah patah semangat atau tidak menerima kritikan secara langsung.
Fuller dan Blumberg seorang pakar supervisi non direktif melaporkan bahwa 45%
untuk pembicaraan guru dan 65% adalah supervisi direktif. Harris menyebutkan bahwa
supervisi directive dapat diterima baik oleh para guru yang tidak termotivasi dengan baik
untuk melakukan perubahan positif dan yang tidak bisa bekerja sama dengan supervisor.
Ginkel hasil penelitiannya yakni pendekatan supervisi yang lebih disukai guru dan tingkat
konspetualya rendah ialah pendekatan direktif. Namun menurut Calhoun supervisi yang
dilakukan secara directif tidak dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat. Temphil dan
Ngugi menyatakan bahwa pendekatan direktif lebih disukai golongan kulit putih dan guru
pria45. Pendekatan direktif merupakan cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat
langsung. Supervisor memberikan arahan langsung dengan tujuan supaya guru yang
mengalami problem perlu diberi rangsangan agar ia bisa bereaksi. Pendekatan ini lahir dari
teori psikologi behaviorisme yaitu segala perbuatan berasal dari rileks atau respons terhadap
rangsangan/ stimulus. Sehingga guru yang mempunyai kekurangan perlu diberi rangsangan
agar ia bereaksi dengan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment)46. Pendekatan
ini lebih tepat digunakan terhadap guru yang acuh atau tidak bermutu 47.
Hasil penelitian Glickman juga menunjukkan bahwa guru baru lebih suka supervisi
direktif karena dengan pendekatan tersebut ia berhasil memperbaiki cara mengajarnya48.
Bentuk tekhnik supervisi direktif dapat dilakukan dengan cara kunjungan kelas, pertemuan
individual, dan kunjungan sekolah/ madrasah49. Adapun langkah-langkah pendekatan direktif
yaitu sebagai berikut50.
a. Menjelaskan (Clarifying): Penjelasan terhadap masalah guru dan bertanya pada guru
untuk memperoleh gambaran yang jelas
b. Menyampaikan pikiran (Presenting): Mengemukakan ide-ide tentang informasi yang
seharusnya dikumpulkan dan bagaimana cara mengumpulkannya.
c. Mengarahkan ((Directing): Memberi petunjuk kepada guru mengenai usaha apa yang
diperlukan sesudah data terkumpul dan dianalisa.

44
Mulyadi and Fahriana, Supervisi Akademik (Konsep, Teori, Model Perencanaan, Dan
Implikasinya), 32.
45
Sir James Marks, Emery Stoops, and Joyce King-Stoops, Handsbook of Educational Supervision:
A Guide for Practitioner (New York: Allyn Bacon, 1985).
46
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan.
47
Sahertian.
48
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.
49
Ara Hidayat and Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta : Kaukaba, 2012),
Hlm.117 (Yogyakarta: Kaukaba, 2012).
50
Sahertian and Allaida, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, 68–
69.

115
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

d. Mendemonstrasikan (Demonstration): Mendemonstrasikan kepada guru bagaimana


tingkah laku mengajar yang patut ditiru dan menganjurkan agar guru melihat teman lain
mengajar di kelas lain.
e. Menetapkan tolak ukur tingkah laku kemajuan siswa (Standardizing): Menyusun tolak
ukur untuk digunakan sebagai dasar perbaikan
f. Penguatan (Reinforcement): Dengan menggunakan berbagai cara untuk memberikan
dorongan psikhologis.
g. Dengan demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan perbaikan pada guru,
supervisor harus aktif, kreatif, dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar guru,
sehingga guru tidak merasa didikte dalam mengembangkan kemampuannya dan
kreativitasnya
Hal di atas senada dengan teori Glickman bahwa perilaku supervisor yakni
menjelaskan, mengarahkan, memberikan contoh dan menilai kemampuan tersebut. Dengan
demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan perbaikan pada guru, supervisor harus
aktif, kreatif, dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar guru, sehingga guru tidak merasa
di dikte dalam mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
2. Pendekatan Nondirective
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung
menunjukkan permasalahan, tetapi ia lebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang
dikemukakan oleh guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru-guru
untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini
berdasarkan pemahaman psikologis humanistik 51. Hal ini karena pendekatan ini muncul
karena menganggap bahwa belajar merupakan pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya ia
sendiri yang harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Dalam teori psikologi
humanistik memandang bahwa guru-guru dapat menganalisis dan memecahkan
pembelajarannya sendiri. Guru berpandangan bahwa peningkatan kompetensi menjadi
tanggung jawab utama mereka sedangkan supervisor bertindak sebagai fasilitator52. Oleh
karena itu, supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh guru-
guru. Guru mengemukakan masalahnya. Peranan supervisor disini adalah mendengarkan,
mendorong, atau membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman–pengalaman guru
diklasifikasikan53. Tanggung jawab supervisi lebih banyak berada di pihak guru54. Pendekatan
ini dilebih tepat digunakan terhadap guru yang profesional55
Pada pendekatan non-direktif ini guru menjadi central yang menentukan perbaikan
pada dirinya sendiri. Selanjutnya supervisor mendorong guru untuk mewujudkan inisiatif yang
dipikirkan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya serta meningkatkan
pengajarannya dan mengembangkan kemampuan serta kreatifitasnya. Perilaku supervisor
dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut: listening, clarifiying, presenting,

51
Machali and Hidayat, The Handbook of Education Management: Teori Dan Praktik Pengelolaan
Sekolah/Madrasah Di Indonesia.
52
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam (Teori Dan Praktek) (Yogyakarta: Teras, 2009), 137.
53
Abdul Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran Dan Pengembangan Kapasitas Guru (Bandung:
Alfabeta, 2013).
54
Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru
(Bandung: Alfabeta, 2010), 80.
55
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan.

116
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

encouraging, problem solving, negotiating, demonstrating, directing, standardizing, and


reinforcing56. Diharapkan melalui cara ini guru-guru dapat menemukan dirinya sendiri. Dalam
pendekatan ini gurulah yang menentukan langkah-langkah bila akan diadakan percakapan.
Jadi bukan inisiatif Supervisor seperti pada pendekatan direktif tetapi gurulah yang mengambil
inisiatif. Secara garis besar dalam pelaksanaan supervisi non direktif memiliki tahapan yang
hampir sama dengan supervisi lainnya. Adapun tahapan-tahapan itu sebagai berikut :
1. Supervisor mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan pengajaran dengan guru
2. supervisor mendorong guru untuk mengelaborasi
3. supervisor mengajukan pertanyaan
4. apabila guru bertanya, supervisor mengupayakan pemecahan
5. supervisor bertanya kepada guru guna menentukan tindakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan supervisi dapat
menggunakan berbagai pendekatan sesuai dengan karakteristik guru yang akan disupervisi.
Oleh karena itu, sebelum melakukan supervisi, seorang supervisor harus mempelajari keadaan
guru terlebih dahulu. Sebagaiaman Glickman ada dua elemen penting yang dapat digunakan
supervisor dalam mengukur keefektifan kerja guru, yaotu komitmen terhadap tugas dan
kemmapua berfikir abstrak dan abstraksi guru57.
3. Pendekatan Kolaborative
Pendekatan kolaboratif ini lahir dari psikologi kognitif, yang beranggapan bahwa
belajar adalah hasil paduan antara kontrol lingkungan belajar dan penemuan sendiri.
Supervisor yang menganut pandangan psikologi kognitif dalam melakukan supervisi
mengambil tanggung jawab yang bersifat moderat antara supervisor dan guru58. Dengan
demikian pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan
direktif dan non-direktif. Pada pendekatan ini supervisor dan guru bersama-sama, bersepakat
untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi, pendekatan kolaboratif ini mengunakan kumunikasi dua
arah, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Pendekatan ini lebih tepat digunakan
terhadap guru tukang kritik atau terlalu sibuk59. Pengunaan pendekatan tersebut juga
disesuaikan dengan dua karakteristik guru yang akan disupervisi, yaitu tingkat abstraksi guru
(level of teacher abstraction) dan komitmen guru (level of teacher commitment)60. Tugas
supervisor adalah meminta penjelasan kepada guru apabila ada hal-hal yang diungkapkannya
kurang dipahami, kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikannya inisiatif yang
dipikirkannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau mengingkatkannya
paengajarannya25.
Adapun langkah-langkah pendekatan kolaboratif yang paling menonjol yaitu
menyajikan (presenting), memecahkan masalah (problem solving), dan perundingan
(negotiating)61. Pendekatan kolaboratif diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian
supervisi sebagai berikut: Percakapan awal (pre conference), Observasi, Analisis/interpretasi,

56
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.
57
Glickman.
58
Masaong, Supervisi Pembelajaran Dan Pengembangan Kapasitas Guru.
59
Sahertian, Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan.
60
Olivia, Supervision for Today School (New York: Longman, 1984).
61
Glickman, Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.

117
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Percakapan akhir (past conference), Analisis akhir, dan diskusi62. Perilaku supervisor dalam
pendekatan kolaboratif, yaitu: a). supervisor mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu
yang dijadikan sasaran supervise, b). supervisor mempertanyakan mengenai sesuatu yang
menjadi sasaran supervise, c). supervisor mendengarkan guru, d). supervisor dan guru
bersama-sama mengajukan alternative pemecahan masalah, e). supervisor dan guru
bernegosiasi atau berunding63.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan kolaboratif ini, yang
menjadi central adalah supervisor dan guru. Keduanya saling mengisi untuk menentukan
perbaikan dan pengembangan kemampuan dan kreativitas guru. Selain itu pada pendekatan
kolaboratif, supervisi yang diterapkan akan terasa tenang dan tidak mengandung ketegangan.
Bahkan sebaliknya yang muncul adalah suasana akrab dan saling memahami antar satu
dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra
bagi guru yang disupervisi bukan sebagai arspektor yang mencari kesalahan dari guru.
Disamping itu supervisi kolaboratif memberikan ruang terbuka bagi guru sehingga guru
mendapat kesempatan yang luas guna menyampaikan ide ataupun maslah-masalah yang
muncul dalam proses pembelajaran. Sehingga dari diskusi yang dilakukan akan mucul ide-ide
baru yang merupakan problem solving dalam problem-problem yang ditemukan dalam proses
pembelajaran.
4. Pendekatan Development
Supervisi pengajaran yang mulai berkembang sejak tahun 1980-an telah mulai
diarahkan pada pendekatan baru, setelah diperkenalkan oleh Glickman. Setelah itu, menyadari
adanya kenyataan bahwa temuan keefektifan tiap-tiap pendekatan itu. Oleh karena itu
disarankan supervisor untuk menggunakan sesuai dengan kebutuhan guru tersebut. Dari
perbedaan kebutuhan tersebut berimplikasi pada perbedaan-perbedaan individual sehingga
supervisor perlu mengenal dengan baik ketiga pola pendekatan supervisi pengembangan
tersebut. Supervisi pengembangan berangkat dari proporsisi yang didasarkan atas pandangan
bahwa supervisi pengajaran jalin menjalin dengan perkembangan insani dan belajarnya. Oleh
karena itu, mengakibatkan adanya perbedaan individu dalam perkembangan guru. Glickman
juga telah menetapkan pemilihan kategori berdasar abstraksi dan komitmen guru. Salah satu
hal yang membedakan antara ketiga pendekatan supervisi pengembangan tersebut adalah
besarnya tanggung jawab, baik pada supervisor maupun guru.
Olivia mengemukakan terkait perbedaan pendekatan ketiga pendekatan tersebut
dengan supervisi pengembangan yakni pendekatan supervisi pengembangan tidak melihat
masing-masing pendekatan sebagai pendekatan yang berdiri sendiri melainkan sebagai suatu
kebulatan yang berada dalam kontinum64. Oleh karena itu, proses supervisi berkembang dari
direktif ke kolaboratif ke nondirektif, sebagai dampak perkembangan dan perolehan belajar
guru. Hasil penelitian Glickman menunjukkan bahwa pengalaman mengajar guru memiliki
peranan penting dalam menetapkan pilihan pendekatan supervisi. Tugas supervisor saat ini
selaras dengan perilaku kepemimpinan yang mana harus dengan budaya mendengar, daripada
budaya didengar, budaya menggurui dan budaya mengritik. Selain itu, Sergiovanni

62
Marah Doli Nasution Ahmad and Marah, “Approaches to School Supervision in Indonesian Context”
109, no. Aecon (2017): 6–9, https://doi.org/10.2991/aecon-17.2017.2.
63
Mulyadi and Fahriana, Supervisi Akademik (Konsep, Teori, Model Perencanaan, Dan Implikasinya).
64
Olivia, Supervision for Today School.

118
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

menemukan pentingnya pendekatan sumber daya insani dalam supervisi dan juga guru harus
memiliki komitmen dan motivasi kerja yang kuat.6566.

Implementasi Model Developmental Supervision di Lembaga Pendidikan


Ada tiga fase supervisi perkembangan saat diterapkan di lembaga pendidikan, yaitu67
1. Tahap Satu: Diagnostik
Tugas utama supervisi perkembangan (developmental supervision) adalah untuk
mendiagnosis tingkat dimana seorang guru atau sekelompk guru berfungsi dalam
indtruksi atau kurikuler tertentu. Penentu utama dalam diagnosis adalah supervisor
berdasarkan tingkat abstraksi dan komitmen yang ditunjukkan oleh guru atau
kelompoknya. Supervisor membuat diagnosis melalui berbicara dan pengamatan langsung
dengan guru dalam tindakannya, serta mengajukan pertanyaan seperti apa yang Anda
lakukan sebagai area untuk perbaikan pembelajaran di kelas?. Oleh karena itu, cara
terbaik supervisor dalam menentukan karakteristik guru dan pendekatan supervisi adalah
melalui menggabungkan observasi guru dalam tindakan dengan diskusi bersama guru.
2. Tahap Dua: Taktis
Langkah supervisor berikutnya, adalah taktis. Hal ini dilakukan dengan cara berfokus
pada perhatian langsung untuk membantu dalam memecahkan masalah instruksional saat
ini. Fase taktis awalnya melibatkan penyelia yang cocok dengan tingkat abstraksi dan
komitmen guru. Hal ini adalah dimensi model fungsional, yang berkaitan dengan
pendekatan yang paling mungkin untuk menghasilkan solusi yang memuaskan.
3. Tahap Tiga: Strategis
Fase strategis bertujuan untuk mempercepat pengembangan abstraksi guru, membantu
guru untuk berpikir lebih keras dan lebih cerdas serta merangsang kemampuan
pemecahan masalah mereka. Ada tiga strategi dalam mendorong pertumbuhan abstraksi
guru, yaitu a) Strategi pertama, secara bertahap memaparkan ide-ide baru, misal cara
melihat siswa dan pemberian instruksi, teknik pemecahan masalah dan metode
pengajaran. Pada awalnya ide-ide baru seperti itu dikaitkan dengan konspe-konsep yang
sudah dipahami dan dikerjakan oleh guru, b). Strategi kedua, secara bertahap mengurangi
ketergantungan guru pada supervisor selama pengambilan keputusan. Hal ini dapat
dilakukan secara bertahap dan mengurangi struktur dan instruksi yang diberikan oleh
supervisor dan meningkatkan peran guru dalam pengambilan keputusan., c). Strategi
ketiga, supervisor harus melibatkan guru melalui mengamati dan berinteraksi dengan
guru, membandingkan perilaku guru dengan penelitian tentang abstraksi guru.
Model supervisi perkembangan sangat kompleks. Adanya tingkat abstraksi yang
bervariasi yang tidak hanya diantara individu dan kelompok, melainkan dalam individu atau
kelompok yang sama tergantung pada perhatian instruksional tertentu. Selain itu, tahap
perkembangan tidak akan tercapai secara permanen, melainkan dapat berubah sesuai dengan
situasi tertentu, seperti pengajaran yang baru, kejadian kehidupan pribadi (guru) dan kondisi
kerja profesional yang berubah. Oleh karen itu, supervisor perkembangan harus dapat

65
Sergiovanni, The Principalship: A Reflective Practice Perpective.
66
William Mantja, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan; Ilmu Pendidikan (Malang: Naskah
Seminar Nasional, IKIP Malang, 2000).
67
Mulatu Dea Lerra, “Guided Paper on Developmental Supervision: Critical Review,”
International Journal for Research in Applied Sciences 2, no. January 2016 (2017): 39–53.

119
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

mengubah perilaku pengawasan untuk beradaptasi sesuai dengan perubahan situasi guru atau
kelompoknya. Namun, supervisi perkembangan bukan merupakan teori kontingensi atau
situasional. Bukan pula untuk memberi label pada guru ke dalam kategori tetap, melainkan
teori tentang memahami tujuan pekerjaan kita dalam kaitannya dengan diri kita sendiri dan
orang lain. Sama seperti pendidikan demokratis yang bertujuan untuk mendidik siswa menjadi
warga negaa yang bijaksana dan mandiri yang pada akhirnya dapat membuat keputusan demi
kepentingan terbaik semua orang.
Dengan demikian, peran pengawas dalam developmental supervision antara lain: a).
Membantu guru dan kepala sekolah dalam memahami siswa dan orang lain dengan lebih baik,
b). Membantu guru dalam mengembangkan dan meningkatkan secara individu dan sebagai
anggota yang bekerja sama dengan staf sekolah dan stakeholders, c). Membantu personel
sekolah dalam membuat materi ajar yang lebih menarik dan efektif, d). Membantu guru
meningkatkan metode pengajarannya, e). Membuat personel khusus dalam bantuan maksimal
guru, f). Membantu guru dalam membuat penilaian terbaik siswa, f). Membantu guru dalam
mengevaluais perencanaan, pekerjaannya dan kemajuannya sendiri, g). Membantu guru
mencapai kepuasan dan ketenangan rasa aman dalam peskerjaannya dan masyarakat, h).
Merangsang kelompok sekolah untuk merencanakan perbaikan kurikulum dan
melaksanakannya secara kooperatif dan memikul tanggung jawab versama dalam
mengkoordinasikan pekerjaanya, i). Memperkenalkan administrasi sekolah kepada para guru,
siswa dan masyarakat guna kemajuan sekolah.

Kesimpulan
Dalam tugasnya sebagai pengawas para supervisor mempunyai beberapa pendekatan dalam
membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi para guru melalui mengetahui karakteristik
guru berdasar teori belajar mengajar psikologis. Pendekatan supervisi itu dapat dilaksanakan
secara langsung (direktif), tidak langsung (non-direktif), dan kolaboratif. Pendekatan langsung
(direktif) maksudnya adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung
supervisor memberikan arahan langsung sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih
dominan. Pendekatan tidak langsung (non-direktif) maksudnya cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung
menunjukkan permasalahan tapi ia lebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang
dikemukakan oleh guru-guru. Pendekatan kolaboratif maksudnya pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada
pendekatan ini supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan
struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi guru. Perbedaan ketiga pendekatan di atas dengan supervisi pengembangan
(developmental supervision) yakni pendekatan dalam supervisi pengembangan tidak melihat
masing-masing pendekatan sebagai pendekatan yang berdiri sendiri melainkan sebagai suatu
kebulatan yang berada dalam kontinum. Karakteristik mengajar guru memiliki peranan
penting dalam menetapkan pilihan pendekatan supervisi. Oleh karena itu, proses supervisi
berkembang dari direktif ke kolaboratif ke nondirektif, sebagai dampak perkembangan dan
perolehan belajar guru sehingga guru memiliki komitmen dan motivasi kerja yang kuat

Daftar Pustaka
Ahmad, Marah Doli Nasution, and Marah. “Approaches to School Supervision in Indonesian
Context” 109, no. Aecon (2017): 6–9. https://doi.org/10.2991/aecon-17.2017.2.
Arikunto, Suharsimi. Organisasi Dan Administrasi. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.
Bafadal, Ibrahim. Supervisi Pengajaran (Teori Dan Aplikasi Dalam Membina Profesi Guru).

120
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Jakarta: Bumi Aksara, 1992.


Budiman, Haris. “Pengaruh Model Pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat Dalam
Meningkatkan Literasi Sains Dan Teknologi Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa.” Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 8 (2017): 75–83.
https://media.neliti.com/media/publications/177430-ID-peran-teknologi-informasi-dan-
komunikasi.pdf.
Burns, Rebecca West, and Bernard Badiali. “Unearthing the Complexities of Clinical Pedagogy
in Supervision: Identifying the Pedagogical Skills of Supervisors.” Action in Teacher
Education 38, no. 2 (2016): 156–74. https://doi.org/10.1080/01626620.2016.1155097.
E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, Dan Implementasi. Bandung:
Rosdakarya, 2017.
Espinoza, Sara. “To Be Continued: Carl Glickman’s Work as the Beginning of the Story.”
Journal of Educational Supervision 3, no. 2 (2020): 83–96. https://doi.org/10.31045/jes.3.2.5.
Glickman. Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve Instructions.
Virginia, Alexandria: ASCD, 1981.
Glickman, Carl. “Developing a Super-Vision of Education: Oh, No. I’ve Said Too Much, But
Maybe I Haven’t Said Enough.” Journal of Educational Supervision 4, no. 3 (2021): 82–97.
https://doi.org/10.31045/jes.4.3.6.
———. Supervision and Instructional Leadership: A Developmental Approach. Boston: Pearson
Education, Inc., 2007.
Gunawan, Imam. “Pendekatan Alternatif Dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran.” Premiere
Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran 1, no. 02 (2016): 142–56.
https://doi.org/10.25273/pe.v1i02.42.
Hariwung, A.J. Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1989.
Hidayat, Ara, and Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta : Kaukaba, 2012),
Hlm.117. Yogyakarta: Kaukaba, 2012.
Imron, Ali. Pembinaan Guru Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.
K, Williams. Introducing Management a Development Guide. New York: Elsevier Ltd, 2006.
Lerra, Mulatu Dea. “Guided Paper on Developmental Supervision: Critical Review.”
International Journal for Research in Applied Sciences 2, no. January 2016 (2017): 39–53.
Machali, Imam, and Ara Hidayat. The Handbook of Education Management: Teori Dan Praktik
Pengelolaan Sekolah/Madrasah Di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016.
Mantja, William. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan; Ilmu Pendidikan. Malang: Naskah
Seminar Nasional, IKIP Malang, 2000.
Marks, Sir James, Emery Stoops, and Joyce King-Stoops. Handsbook of Educational Supervision:
A Guide for Practitioner. New York: Allyn Bacon, 1985.
Masaong, Abdul Kadim. Supervisi Pembelajaran Dan Pengembangan Kapasitas Guru. Bandung:
Alfabeta, 2013.
Masrukhin. Metode Penelitian Kualitatif. Kudus: Media Ilmu Press, 2015.
Maunah, Binti. Supervisi Pendidikan Islam (Teori Dan Praktek). Yogyakarta: Teras, 2009.
Mulyadi. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu (Studi Multi
Kasus Di Madrasah Terpadu MAN 3 Malang, MAN 1 Malang, Dan MA Hidayatul
Mubtadi’in Kota Malang. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010.
Mulyadi, and Ava Swastika Fahriana. Supervisi Akademik (Konsep, Teori, Model Perencanaan,
Dan Implikasinya). Malang: Madani, 2018.
Muslim, Sri Banun. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru.
Bandung: Alfabeta, 2010.
Olivia. Supervision for Today School. New York: Longman, 1984.
Rahman, Nazarudin. Manajemen Pembelajaran : Implementasi Konsep, Karakteristik Dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, Cet I. Yogyakarta: Pustaka
Felicha, 2007.

121
Southeast Asian Journal of Islamic Education Management 3 (1) 2022)

Sahertian, Piet. Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Offset Printing, n.d.
———. Profesi Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset, 1994.
Sahertian, Piet, and Sahertian Allaida. Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice
Education. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Sergiovanni. The Principalship: A Reflective Practice Perpective. Boston: Allyn and Bacon, Inc,
1991.
Sutiah. Pengawas Pendidikan Agama Islam Sebagai Quality Control Implementasi Kurikulum
Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah. Sidoarjo: Nizamia Learning Center,
2016.
———. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016.
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.” Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003.
William, Lucio, and John Nell. Supervitision in Throught and Action, Third Edition. New York:
Mc.Graw-Hill Book, Co, 1979.

122

You might also like