PERANAN KEONG BAKAU Telescopium Telescop

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal

Keong Akuakultur Indonesia,


Bakau sebagai Biofilter1(2): 57–63(2002)
Limbah Tambak Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 57
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L.,


SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENGELOLAAN LIMBAH BUDIDAYA
TAMBAK UDANG INTENSIF
The Role of Bakau Snail, Telescopium telescopium L., as Biofilter
in Waste Water Management of Intensive Shrimp Culture

Hamsiah 1), D. Djokosetiyanto 2), E. M. Adiwilaga 3) & K. Nirmala 2)


1)
Fakultas Perikanan dan Kelautan UMI Makassar, Indonesia
2)
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
3) Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

ABSTRACT

The objective the experiment is to know the role of bakau snail, Telescopium telescopium L., as biofilter for improving waste water
quality in shrimp culture. The experiment was carried out at laboratory scale. The parameters that observed in this experiment are physical,
chemical and biological of waste water. Growth and survival rate of snail were also observed. Waste water quality measurement was carried
out during a week, while the growth and survival rate were measured during two months. The aquarium of 30x40x40 cm were filled with 30
l of waste water from intensive shrimp culture. Bakau snail were stocked to the aquarium with density of 0 (control), 6, 9 and 12
snail/aquarium, and these treatment were replicated 3 times. The result shown that total organic matter (TOM), total ammonia, dissolved
oxygen (DO) of waste water, and growth and survival rate of snail were not different between treatment of stocking density, while the
biological oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS), nitrite and nitrate were significantly different (p<0,05). Bakau snail can be
used as biofilter, expecially for decreasing the suspended material and bacteria population in waste water from intensive shrimp culture.
Key words : Bakau snail, Telescopium telescopium L., biofilter, shrimp culture waste water.

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mengkaji peranan keong bakau, Telescopium telescopium L., sebagai biofilter terhadap perbaikan
mutu air limbah budidaya tambak udang intesif. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong bakau juga dikaji. Percobaan dilakukan dalam
skala laboratorium. Pengamatan kualitas air fisika, kimia dan biologi air limbah budidaya tambak dilakukan selama seminggu, sedangkan
pertumbuhan keong dilakukan selama 2 bulan. Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium ukuran 30x40x40 cm dan diisi air
sebanyak 30 liter yang berasal dari buangan budidaya udang intensif di tambak. Perlakuan percoban berupa padat tebar keong bakau dalam
akuarium yaitu: 0 (tanpa keong), 6, 9 dan 13 ekor/akuarium, dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
respon peubah kadar bahan organik total (TOM), amoniak total, oksigen terlarut (DO) dalam air limbah, serta pertumbuhan dan
kelangsungan hidup keong bakau tidak berbeda antar perlakuan kepadatan, sedangkan BOD 5, padatan tersuspensi total (TSS), nitrit dan nitrat
berbeda nyata (p<0,05). Keong bakau dapat digunakan sebagai biofilter, khususnya untuk menurunkan kadar bahan tersuspensi dan populasi
bakteri, air limbah dari buangan budidaya udang intensif.
Kata kunci : Keong bakau, Telescopium telescopium L., biofilter, air limbah budidaya udang.

PENDAHULUAN keong bakau, Telescopium telescopium L (Lampiran 1).


Keong bakau merupakan salah satu jenis gastropoda
Sistem budidaya udang intensif sekarang ini yang banyak hidup di air payau (15-34 ppt) atau hutan
banyak dilakukan karena memberikan dampak positif mangrove (Alexander et al. 1979; Alexander & Rae
terhadap peningkatan produksi. Sistem ini dicirikan 1979). Hewan ini banyak ditemukan pada daerah
antara lain padat penebaran yang tinggi dan pemberian pertambakan yang dekat dengan mulut sungai dan dapat
pakan buatan secara intensif. Bila kegiatan ini tidak hidup pada kadar garam 1-2 ppt. Hewan ini lebih
dikelola dengan baik dan benar khususnya dalam banyak membenamkan diri di dalam lumpur yang kaya
mengontrol pemberian pakan dan kualitas air maka bahan organik daripada di atas lumpur (Soekendarsi et
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan perairan al. 1996). Carino et al. (1993) menyatakan bahwa
tambak dan sekitarnya. Pencemaran tersebut antara lain hewan ini mempunyai habitat di daerah mangrove dan
berupa menumpuknya bahan organik di dasar tambak kebanyakan bersifat pemakan detritus. Pada umumnya,
yang berasal dari sisa pakan dan kotoran udang. makanan biota dari famili Potamididae ini terdiri atas:
Penurunan kualitas air tersebut dapat menghambat bahan organik halus, partikulat detritus dan diatom
pertumbuhan udang dan menimbulkan serangan yang mengendap di dasar perairan serta berbagai jenis
penyakit yang akhirnya menyebabkan kematian massal. alga (Sreenivasan & Natarajan 1991).
Salah satu cara pengendalian kualitas air adalah Percobaan ini bertujuan untuk mengkaji peranan
menggunakan sistem biofilter dengan memanfaatkan keong bakau sebagai biofilter terhadap perbaikan mutu
58 Hamsiah, D. Djokosetiyanto, E. M. Adiwilaga & K. Nirmala

air limbah budidaya tambak dalam skala laboratorium. limbah dan dimasukan keong untuk diamati selama 2
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong juga bulan. Pengamatan meliputi kualitas air limbah,
dikajinya. pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta kandungan
gizi keong.
BAHAN DAN METODE
Kualitas Air
Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Pengamatan kualitas air meliputi padatan
Oktober 1999 di Proyek Tambak Udang N.V. Hadji tersuspensi total (TSS), oksigen terlarut (DO),
Kalla Garongkong, Kabupaten Barru. Analisis kualitas biological oxygen demand (BOD5), bahan organik total
air dan kandungan gizi dilakukan di Balitkanta Maros, (TOM), amoniak total (NH3-N), NO2-N, NO3-N, suhu,
Sulawesi Selatan. salinitas dan pH dan populasi bakteri. Pengamatan ini
dilakukan setiap hari, kecuali bakteri, selama seminggu.
Keong Bakau dan Air Limbah Tambak Pengamatan bakteri dilakukan setiap 2 hari. Alat dan
metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air
Keong bakau yang digunakan dalam percobaan ini disajikan dalam Tabel 2.
memiliki panjang dan lebar cangkang masing-masing Untuk mengetahui tingkat efisiensi pengubahan
7,0–7,5 dan 3,2–3,85 cm dan bobot tubuh antara 38,47 kualitas air setiap perlakuan digunakan rumus: EP = (A-
–40,17 g. Air limbah yang digunakan berasal dari B)/A x 100%, dengan EP adalah efisiensi pengubahan
buangan tambak pembesaran udang intensif. Pada saat (%), A adalah konsentrasi beban awal penelitian
tersebut udang di tambak berumur 3–4 bulan (mg/l) dan B adalah konsentrasi beban akhir penelitian
pemeliharaan. (mg/l).
Percobaan Pendahuluan
Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Keong
substrat terhadap kemampuan keong menyerap bahan Laju pertumbuhan harian individu keong bakau
organik dan kelangsungan hidup keong. Keong bakau dihitung berdasarkan Huisman (1976) yaitu :
dipelihara dalam akuarium 30x40x40 cm dengan; a)
tanpa substrat, b) substrat lumpur dan c) substrat pasir =( Wt / Wo -1)x100%, dengan adalah laju
halus. Keong dipelihara dengan kepadatan 9 pertumbuhan harian individu (%), Wt adalah bobot rata-
ekor/akuarium selama 2 minggu. rata keong pada waktu t (g), W o adalah bobot rata-rata
Pemanfaatan bahan organik oleh keong dalam keong pada waktu t=0 (g) dan t adalah waktu
media tanpa substrat, substrat lumpur dan substrat pasir pengamatan (hari).
halus tampaknya tidak berbeda (Tabel 1). Tingkat Kelangsungan hidup keong dihitung dengan
kelangsungan hidup keong mencapai 100%. menggunakan rumus SR = Nt/No x 100%, dengan SR
Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan tersebut, adalah kelangsungan hidup (%), Nt dan No masing-
maka untuk percobaan utama digunakan media tanpa masing adalah jumlah keong pada akhir dan awal
substrat. Hal ini memudahkan pengambilan sampel air pengamatan (ekor).
dan perkerjaan teknis percobaan lainnya.
Kandungan Gizi Keong
Percobaan Utama Kandungan protein, lemak, air abu, serat kasar dan
Empat tingkat kepadatan telah diberlakukan dalam bahan ekstrak tanpa N (nitrogen free extract, NFE
percobaan ini, yaitu; 0 (tanpa keong, sebagai kontrol), daging keong juga diperiksa. Pemeriksaan dilakukan
50, 75 dan 100 ekor/m2 atau sebanyak 0, 6, 9 dan 12 pada awal dan akhir penelitian.
ekor/akuarium. Akuarium (30x40x40 cm) diisi air

Tabel 1. Bobot rata-rata (g), kandungan bahan organik total dan kelangsungan hidup keong bakau, Telescopium telescopium
L., selama percobaan pendahuluan.
Bobot Rata-rata (g) Bahan Organik Total (mg/l) Kelangsungan
Substrat Hari Ke Hari Ke Hidup (%)
0 7 14 0 7 7 14
Tanpa substrat 40.46 38.73 40.79 3.64 3.03 7.88 0.61 100
Lumpur 41.64 41.48 41.27 6.07 4.25 6.67 <0.61 100
Pasir Halus 47.85 44.61 45.51 2.43 4.85 7.27 <0.061 100
Keong Bakau sebagai Biofilter Limbah Tambak 59

Tabel 2. Peubah dan metode pengukuran kualitas air media pemeliharaan keong bakau, Telescopium telescopium L.

Peubah Satuan Alat dan Metode yang Digunakan


Padatan tersuspensi total (TSS) mg/l Modifikasi Winkler, titrimetrik
Oksigen terlarut (DO) mg/l Inkubasi 20o C modifikasi Winkler, titrimetrik
Biological oxygen demand (BOD5) mg/l Permanganat, titrimetrik
Bahan organik total (TOM) mg/l Penyaringan, gravimetrik
Amoniak total (NH3-N) mg/l Spektrofotometer, phenate
NO2-N mg/l Spektrofotometer, sulfanilamide
NO3-N mg/l Spektrofotometer, brucin
Salinitas Ppt Refraktometer
o
Suhu C Termometer air raksa
pH pH scan 2
Populasi bakteri cfu/ml Media agar TCBSA
Bobot tubuh keong gr Timbangan elektrik

Analisis Data BOD5 dan populasi bakteri, pada hari ke 7 cenderung


menurun. Penurunan kadar peubah tersebut tampaknya
Data TSS, DO, BOD5, TOM, NH3-N, NO2-N,
disebabkan aktivitas penyerapan oleh keong, sehingga
NO3-N, populasi bakteri dan laju pertumbuhan
keong dapat berfungsi sebagai biofilter.
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
Kadar nitrit dan nitrat cenderung meningkat akibat
nonparametrik Kruskal-Wallis. Jika ada yang
adanya penambahan bahan organik yang berasal dari
menunjukkan perbedaan antara perlakuan dilanjutkan
eksresi keong itu sendiri. Peningkatan itu juga
dengan uji beda rerata yang sejajar dengan uji Tukey
disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses
(Zar 1984). Data pengamatan lainnya seperti suhu,
nitrifikasi yaitu oksidasi amoniak secara biologi
salinitas, pH air dan kandungan gizi keong dianalisis
menjadi nitrit dan nitrat.
secara deskriptif.
Kadar DO, TOM dan amoniak total
memperlihatkan pola yang sama pada semua perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN dan tampaknya tidak dipengaruhi oleh keberadaan
keong. Untuk peubah tersebut keong belum berfungsi
sebagai biofilter. Berhubung ketersediaan oksigen
Kualitas Air
terlarut cukup karena adanya pemberian aerasi telah
Hasil pengamatan kualitas air selama percobaan menyebabkan proses oksidasi TOM dan amoniak total
disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Kualitas air yang dapat berjalan dengan baik. Adanya peningkatan kadar
diperoleh selama percobaan masih dalam batas TOM dan amoniak selama percobaan disebabkan
toleransi keong bakau. Hal ini disebabkan sumber air adanya penambahan dari sisa-sisa metabolisme dari
limbah sebagai media percobaan masih dalam batas hewan uji, namun peningkatan tersebut tidak berbeda
persyaratan mutu air tambak budidaya, kecuali kadar antar perlakuan.
TSS (Lampiran 2). Kemungkinan ini diduga dari Nilai efisiensi pengubahan memperlihatkan bahwa
adanya pergantian air setiap hari sebesar 20–30% di TOM, TSS (kecuali pada kontrol), BOD 5 dan populasi
tambak, tempat pengambilan air untuk media bakteri memiliki nilai yang positif (Tabel 5). Hal ini
percobaan. menunjukkan efektifitas kerja sistem biofilter oleh
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 4) keong. Efisiensi pengubahan kadar DO, amoniak total,
menunjukkan bahwa kadar TSS, BOD5, NO2-N, NO3-N NO2-N dan NO3-N diperoleh nilai negatif, kecuali
dan populasi bakteri pada umumnya berbeda nyata kontrol. Hal ini menunjukkan adanya penambahan
dengan kontrol (p<0,05) tetapi antar perlakuan beban dalam limbah dan belum efektifnya kerja keong
(kepadatan keong) tidak berbeda nyata. Hal ini sebagai biofilter.
tampaknya tingkat kepadatan keong yang digunakan
masih kurang tepat. Namun demikian kadar TSS,
60 Hamsiah, D. Djokosetiyanto, E. M. Adiwilaga & K. Nirmala

Tabel 3. Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan keong bakau, Telescopium telescopium L., pada kepadatan 0, 50, 75,
dan 100 ekor/m2 hari ke 1 dan 7.
Hari Ke 7
Peubah Hari Ke 1 2 2
0 ekor/m 50 ekor/m 75 ekor/m2 100 ekor/m2
TSS (mg/l) 1.251 1.061,67 - 1375 767,33 - 1249 849 - 1153,67 765 - 1039,67
DO mg/l) 4,05 4,45 – 7,44 4,43 – 6,67 4,16 – 5,84 4,05 – 5,52
BOD5 (mg/l) 3,40 1,33 – 2,69 1,04 – 2,00 1,06 – 2,00 1,15 – 1,71
TOM (mg/l) 23,45 6,69 – 27,88 5,58 – 32,38 7,81 – 25,68 8,93 – 32,44
NH3-N (mg/l) 0,0914 0,1492-0,1775 0,1703-0,1799 0,1613-0,1823 0,1643-0,1893
NO2-N (mg/l) 0,0163 0,0202-0,0844 0,0363-0,0841 0,0411-0,0842 0,0471-0,0847
NO3-N (mg/l) 0,0418 0,0252-0,0330 0,0283-0,0468 0,0288-0,0608 0,0295-0,0661
Bakteri (cfu/ml) x 10 2
11,60 4,72 – 9,27 3,74 – 5,11 2,69 – 5,18 2,42 – 4,93
Suhu (oC) 30,00 26,20 – 29,93 26,93 – 29,80 26,90 – 29,77 27,03 – 29,47
Salinitas (ppt) 39,50 37,67 – 39,00 37,67 – 38,67 37,00 – 38,33 36,67 – 38,33
pH 7,40 7,40 – 7,67 7,40 – 7,53 7,40 – 7,53 7,40 – 7,53

Tabel 4. Rataan nilai kualitas air media pemeliharaan keong bakau, Telescopium telescopium L., pada kepadatan 0, 50, 75,
dan 100 ekor/m2 hari ke 7.
Kepadatan (ekor/m2)
Peubah
0 50 75 100
a b b
TSS (mg/l) 1229,33 139,13 991,86 191,13 969,71 157,90 879,33 150,33b
DOmg/l) 5,62 0,95a 5,56 0,84a 5,21 0,75a 5,06 0,61a
BOD5 (mg/l) 2,23 0,57a 1,28 0,62b 1,15 0,65b 1,24 0,43b
TOM (mg/l) 15,47 9,75a 17,56 10,39a 17,87 7,75a 19,15 10,87a
Amoniak Total (mg/l) 0,166 0,012a 0,171 0,021a 0,174 0,010a 0,176 0,011a
NO2-N (mg/l) 0,054 0,027a 0,071 0,016ab 0,075 0,016b 0,076 0,013b
NO3-N (mg/l) 0,029 0,003a 0,038 0,009ab 0,044 0,014bc 0,047 0,015c
Bakteri (cfu/ml)x 102 6,38 2,22a 4,36 0,71ab 3,58 1,24b 3,50 1,20b
Keterangan : Nilai pada baris yang sama berbeda nyata jika terdapat huruf yang tidak sama (p< 0,05).

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Hasil analisis proksimat keong bakau berdasarkan
bobot kering dan bobot basah memperlihatkan
Laju pertumbuhan keong yang tertinggi diperoleh
komposisi kandungan gizi keong yang mengalami
berturut-turut pada kepadatan pemeliharaan 75, 100 dan
perubahan sebelum dan setelah percobaan (Tabel 7).
50 ekor/m2 atau 9, 12 dan 6 ekor/akuarium, yakni
Hal ini disebabkan kadar bahan organik pada limbah
masing-masing sebesar 0,0687 0,061; 0,0087 0,028 dan
budidaya lebih tinggi daripada di tempat pengambilan
0,0037 0,093% (Tabel 6). Hal ini berarti pada kepadatan
sampel yaitu hutan mangrove. Ardani (1997)
pemeliharaan 75 ekor/m2 keong bakau dapat
mendapatkan kandungan gizi keong yang berasal dari
memanfaatkan bahan organik sebagai pakan secara
sungai yang berbatasan dengan daerah pertambakan
efektif. Kenyataan ini didukung oleh kandungan
yaitu sebagai berikut protein 45,38 %, karbohidrat 3,09
protein yang lebih tinggi pada keong dengan kepadatan
%, lemak 1,3 %, abu 28,23 % dan sisanya bahan
demikian dibandingkan dengan kepadatan 100 dan 50
anorganik. Adanya perbedaan ini diduga disebabkan
ekor/m2 (Tabel 7). Meskipun demikian tidak terdapat
oleh kondisi lingkungan hidup keong yang berbeda
perbedaan laju pertumbuhan keong antar kepadatan
terutama kandungan bahan organik sebagai makanan
pemeliharaan. Hal ini berarti ketersediaan bahan
utama keong bakau.
organik sebagai pakan keong belum memberikan
pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan.
Keong Bakau sebagai Biofilter Limbah Tambak 61

Tabel 5. Rataan nilai efisiensi pengubahan (%) kualitas air media pemeliharaan keong bakau, Telescopium telescopium L.,
pada kepadatan 0, 50, 75, dan 100 ekor/m2.
Kepadatan (ekor/m2)
Peubah
0 50 75 100
TSS (mg/l) - 9,91 24,73 21,13 29,26
DO (mg/l) - 82,70 - 25,10 - 38,27 - 25,10
BOD5 (mg/l) 20,78 42,75 41,18 63,14
TOM (mg/l) 61,92 76,22 66,70 52,40
NH3-N (mg/l) - 78,37 - 86,98 - 77,75 - 81,04
NO2-N (mg/l) - 418,00 - 356,65 - 380,98 - 367,08
NO3-N (mg/l) 20,97 - 11,88 - 45,37 - 52,71
Bakteri (cfu/ml)x 102 20,12 55,95 55,37 79,17

Tabel 6. Rataan laju pertumbuhan harian individu dan kelangsungan hidup keong bakau, Telescopium telescopium L., pada
kepadatan 0, 50, 75, dan 100 ekor/m2.
Kepadatan (ekor/m2)
Peubah
50 75 100
Laju Pertumbuhan (%) 0,0037 0,093 0,0687 0,061 0,0087 0,028
Kelangsungan Hidup (%) 100 100 100

Tabel 7. Hasil analisis proksimat keong bakau, Telescopium. telescopium L., berdasarkan bobot basah dan kering (angka
dalam kurung) pada kepadatan 0, 50, 75, dan 100 ekor/m2 pada awal dan akhir pemeliharaan (2 bulan).
Kepadatan (ekor/m2)
Komposisi (%) Awal
50 75 100
Protein 10,44 (34,19) 19,00 (34,00) 20,19 (42,94) 21,00 (35,02)
Lemak 0,08 (0,62) 0,04 (0,75) 0,08 (1,06) 0,01 (0,71)
Air 69,51 (12,16) 67,75 (10,29) 66,41 (10,95) 67,84 (10,56)
Abu 4,87 (12,71) 7,24 (20,69) 4,23 (29,85) 5,46 (13,08)
Serat kasar 3,55 (1,54) 0,46 (2,53) 0,12 (3,77) 2,73 (1,71)
NFE*) 11,55 (38,78) 5,51 (31,74) 8,97 (11,43) 2,96 (38,92)
*) Nitrogen free ekstrak (Bahan ekstrak tanpa N)

DAFTAR PUSTAKA Atmomarsono, M. 1992. Faktor penduga kesuburan


tambak tradisional. Jurnal Penelitian Budidaya
Alexander, C.G., R.L. Cutler & D. Yellowless. 1979. Pantai, 8(4): 73–85.
Studies on the composition and enzyme content of
the crystalline style of Telescopium telescopium L. Carino, V.C., A.A. Casway & H.I. Rivero. 1993. Use
J. Comp. Biochem. Physiol., 64B(1): 83–89. of molluscs (Gastropoda and Bivalves) as
biological indicator of Cu and Zn pollution in the
Alexander, C. G. and J. C. Rae. 1979. The structure estuaries of a mining town in camarines norte
and formation of the crystalline style of (Philippines). Proceeding of The Second National
Telescopium telescopium (Linnaeus) (Gastropoda: Malacological Convention, Philippines. pp. 93–
Prosobranchia). Veliger, 17(1): 56-60. 100.

Ardani, D.S. 1997. Analisa Kandungan Gizi pada Ginting, E.L. 1995. Hubungan Habitat Tambak Udang
Telescopium telescopium L. (Gastropoda: Windu (Penaeus monodon Fabricus) dengan
Mollusca) Asal Muara Sungai Pompengan Populasi Bakteri Vibrio sp. Tesis. Fakultas
Kabupaten Luwu. Skripsi. Fakultas Matematika Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.
62 Hamsiah, D. Djokosetiyanto, E. M. Adiwilaga & K. Nirmala

Huisman, E. A. 1976. Food conversion efficiencies at Sreenivasan, P.V. & R. Natarajan. 1991. Potamidid
maintenance and production level for carp, snails of Vellar-Coleroon estuarine area, Southeast
Cyprinus carpio L. and rainbow trout, Salmo Coast of India. J. Mar. Biol. Ass. India, 33(1& 2):
gairdneri R. Aquaculture, 9(3): 259-273. 385–395.

Poernomo. 1996. Peranan Tata Ruang, Disain Interior Tiensongrusmee, B. 1980. Shrimp culture improve-
Kawasan Pesisir dan Pengelolaannya terhadap ment in Indonesia. Bull. Brack. Aqua. Dev. Centre,
Kelestarian Budidaya Tambak. Puslitbang 6: 404-412.
Perikanan, Jakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1994. Teknik Pengelolaan Kualitas
Rokhmani. 1994. Pengaruh Manipulasi Suhu dan Air Laut. Pengelolaan Awal Pelatihan Sistem
Tingkat Aerasi terhadap Infeksi Bakteri Vibrio Operasi Pengendalian dan Pemeliharaan Air Laut.
harveyi pada Larva Udang Windu (Penaeus Proyek Pengembangan Pendidikan Ilmu Kelautan.
monodon F.). Tesis. Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bogor.

Soekendarsi, E., M. Litaay & A. Matimmu. 1996. Wickins, J. F. 1976. The tolerance of warmwater
Monthly measurements of shell, soft body, and prawn to recirculated water. Aquaculture, 9: 19–
density of Telescopium telescopium L., Bone Bay, 37.
South Sulawesi, Indonesia. Tropical Marine
Mollusc Programme (TMMP). Phuket Marine Zar, J.H. 1984. Biostatistical Analysis. Second
Biological Center Special Publication, 16: 269- Edition. Prentice-Hall International Edition,
272. London.
Keong Bakau sebagai Biofilter Limbah Tambak 63

Lampiran 1. Morfologi keong bakau, Telescopium .telescopium L.

2 cm

Lampiran 2. Persyaratan mutu air tambak udang windu, Penaeus monodon.

Parameter Satuan Kisaran Optimum Pustaka


TSS mg/l 25 – 40 < 25 Wardoyo (1994)
DO mg/l 3 – 12 4-7 Poernomo (1996)
*)
BOD5 mg/l < 12 - Ginting (1995)
TOM mg/l < 26 - Atmomarsono (1992)
Amoniak total mg/l 1,0 0,1 Poernomo (1996)
Nitrit mg/l 0,25 - Poernomo (1996)
Nitrat mg/l 200 < 100 Wickins (1976)
4
Bakteri cfu/ml < 10 - Rokhmani (1994)
Suhu o
C 18 - 38 26 – 32 Tiensongrusmee (1980)
Salinitas ppt 3 - 45 12 – 28 Tiensongrusmee (1980)
pH 7,5 – 8,7 8,0 – 8,5 Poernomo (1996)

*) Tidak ada data

You might also like