171-Article Text-743-1-10-20220602
171-Article Text-743-1-10-20220602
1 pp:68-76
Available online http:// gemangabdi.unram.ac.id
Maret 2022
p-ISSN : 2656-6516, e-ISSN : 2656-8098
DOI: https://doi.org/10.29303/jgn.v4i1.171
Terakreditasi Nasional SINTA 5
Nomor : 164/E/KPT/2021
Article history Abstract: Gumantar Village, Kayangan District in North Lombok Regency, has
Received: 21-03-2022 a reasonably large area of dry sandy land. This dryland has the potential to be
Revised: 25-03-2022 developed as a cayenne pepper-producing area in the off-season (rainy season)
Accepted: 29-03-2022 because the possibility of waterlogging is very low. However, very few farmers
grow cayenne pepper outside of the season in Gumantar Village, and the failure
*Corresponding Author:
rate due to pests and diseases is very high. This extension aimed to motivate
I Komang Damar Jaya,
Department of Agronomy, farmers to grow cayenne pepper out of season by providing knowledge on
Faculty of Agriculture cultivation procedures and techniques for managing plant pests and diseases. The
University of Mataram, method used was by meeting, discussion, and plot demonstration. Evaluation
Mataram, Indonesia activities were carried out using two methods, namely ex-ante and summative.
Overall, it can be said that the extension activities had a positive impact on the
Email: [email protected] participants, as indicated by the high motivation of farmers to grow cayenne
pepper out of season. Participants' satisfaction with the presented materials, along
with the visualization results of the demonstration plot, were the main keys to the
success of the extension.
PENDAHULUAN
Cabai sangat lekat dengan kehidupan masyarakat Asia Tenggara umumnya dan masyarakat
Indonesia khususnya. Cabai merupakan bagian penting dari bumbu masakan khas nusantara karena
cabai dapat memberikan cita rasa pedas dan warna merah yang menarik. Hampir semua jenis masakan
khas nusantara menggunakan cabai sebagai salah satu bagian dari bumbunya. Terlebih di pulau
Lombok yang sangat terkenal dengan masakan khasnya, ayam taliwang dan pelecing kangkung, sangat
bergantung pada cabai untuk cita rasanya. Dari segi nutrisi, cabai kaya akan vitamin, seperti vitamin
A, vitamin B dan vitamin C serta zat besi, magnesium dan kalium. Dengan kandungan nutrisi yang
tinggi tersebut, cabai dipromosikan sebagai salah satu tanaman sayuran untuk mengatasi masalah
rendahnya unsur mikro pada makanan manusia (Olatunji and Afolayan, 2018). Salah satu jenis cabai
yang memiliki nilai ekonomi sangat penting di Indonesia adalah cabai rawit (Capsicum frutescens L.).
Data statistik menunjukkan bahwa produksi cabai rawit di Indonesia meningkat terus dari
tahun ke tahun. Sebagai contoh, pada tahun 2018, produksi cabai nasional adalah 1.335.595 ton
sedangkan pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 1.374.217 ton (Badan Pusat Statistik dan
Direktorat Jenderal Hortikultura, 2019). Terjadinya peningkatan ini tidak lepas dari adanya permintaan
yang semakin tinggi sebagai akibat dari bertambahnya jumlah penduduk. Data menunjukkan bahwa
pada tahun 2019, rata-rata konsumsi cabai di negara kita adalah 1,46 kg/kapita (Saida, 2019). Jika
angka produksi dibagi dengan angka konsumsi, maka jelas terlihat bahwa produksi cabai rawit di
Indonesia berlebih. Namun pada waktu-waktu tertentu, seperti di musim penghujan, produksi cabai
menurun drastis karena terbatasnya lahan yang dapat ditanami cabai. Seperti diketahui, tanaman cabai
tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi terlalu banyak air (Ou et al., 2011). Tanaman cabai sangat
mudah terserang oleh berbagai penyakit, khususnya yang diakibatkan oleh bakteri dan jamur, jika
kelembaban udara dan suhu tinggi (Mamphogoro et al., 2020). Demikian juga halnya dengan
gangguan hama, umumnya meningkat pada saat musim penghujan (Saini et al., 2017). Tidak hanya
gangguan hama dan penyakit, curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan angka gugur bunga atau
tingkat gagalnya penyerbukan cukup tinggi (Jaya et al., 2021).
Permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya membuat produksi cabai di
musim penghujan selalu rendah sehingga harganya melambung tinggi. Bagi konsumen, harga cabai
yang tinggi tentulah tidak baik bagi mereka, tetapi bagi produsen (petani cabai), menghasilkan cabai di
musim penghujan adalah berkah. Oleh karena itulah usaha-usaha untuk dapat menghasilkan cabai di
musim penghujan (di luar musim) terus dilakukan guna memenuhi kebutuhan cabai nasional (sehingga
tidak harus impor cabai) dan mendapatkan harga yang tinggi.
Peluang untuk dapat menghasilkan cabai di luar musim dengan biaya rendah terbuka lebar di
lahan-lahan kering, seperti di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara
(KLU). Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar lahan kering di Desa Gumantar tanahnya
memiliki tekstur pasiran (Jaya, 2021). Lahan pasiran memiliki keuntungan karena memiliki potensi
yang rendah untuk terjadi genangan air di musim penghujan. Seperti diketahui, genangan air di musim
penghujan dapat mengakibatkan kelembaban tanah dan udara meningkat sehingga mendorong
berkembangnya penyakit pada tanaman cabai. Sementara itu, biaya produksi cabai di luar musim di
lahan kering dikatakan rendah karena petani tidak perlu membeli air untuk kebutuhan tanaman.
Petani yang menanam cabai di luar musim di Desa Gumantar sebelum tahun 2021 masih
sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kematian tanaman akibat penyakit atau
rusaknya (gugur) buah akibat serangan hama lalat buah. Namun penelitian yang dilaksanakan pada
tahun 2021 dengan menguji kehandalan beberapa varietas dan penggunaan pupuk daun organik
menunjukkan hasil yang positif (Jaya et al., 2021). Oleh karena itu, peluang untuk menghasilkan cabai
rawit di luar musim harus dimanfaatkan oleh petani di Desa Gumantar. Penelitian oleh Jaya et al.
69
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
(2021) memang menunjukkan adanya serangan penyakit virus kuning keriting pada tanaman cabai
tetapi secara keseluruhan, tanaman cabai masih bisa menghasilkan buah dengan baik. Tujuan kegiatan
penyuluhan adalah untuk membangkitkan semangat petani di lahan kering Desa Gumantar untuk
menanam cabai di luar musim. Tulisan ini melaporkan hasil kegiatan penyuluhan dan demonstrasi plot
penanaman cabai rawit di musim penghujan tahun 2021/2022 di lahan kering Desa Gumantar,
Kabupaten Lombok Utara. Diharapkan tulisan ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pembaca untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi lahan kering pasiran untuk
ditanami cabai di luar musim.
METODE
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dimulai sejak bulan Oktober 2021 sampai bulan
Maret 2022. Lokasi kegiatan adalah di salah satu Kawasan Geopark Rinjani, yaitu di Desa Gumantar,
Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Metoda yang digunakan adalah pertemuan, diskusi
dan demonstrasi plot. Tahapan kegiatan dibagi menjadi tiga, yaitu pertama: penyiapan lahan dan
tanaman untuk dijadikan sebagai demonstrasi plot; kedua: pertemuan untuk penyampaian materi
penyuluhan dan kunjungan ke demontrasi plot; dan ketiga: evaluasi kegiatan.
70
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
Materi penyuluhan tentang budidaya tanaman cabai rawit di luar musim disampaikan lewat
pertemuan di rumah Sekretaris Kelompok Tani Lembah Telaga dan di lokasi demonstrasi plot di
Dusun Amor-amor Desa Gumantar pada tanggal 26 Januari 2022. Sebanyak 41 orang peserta hadir
yang terdiri atas aparat desa (Sekretaris Desa, seorang staf desa dan beberapa Kepala Lingkungan),
petani, baik yang masuk Kelompok Tani Lembah Telaga maupun yang bukan anggota dan mahasiswa
KKN di Desa Gumantar.
Sebelum pertemuan dan penyampaian materi, kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan
sederhana disebarkan kepada peserta untuk diisi atau dijawab. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
berisi tentang pengetahuan awal mengenai budidaya tanaman cabai di musim penghujan,
permasalahan-permasalahan yang diketahui serta keinginan mereka untuk menanam. Kuisioner ini
membantu pemateri dalam menyampaikan materi untuk lebih menekankan pada permasalahan-
permasalahan yang dihadapi petani yang sudah mencoba menanam cabai rawit di musim penghujan.
Setelah semua kuisioner dijawab dan dikumpulkan, kegiatan pertemuan untuk penyampaian materi
dimulai dan diawali dengan kata sambutan dari Sekretaris Desa Gumantar. Materi yang disampaikan
meliputi potensi lahan kering yang ada di Desa Gumantar untuk melakukan budidaya tanaman cabai,
trend harga cabai rawit di musim penghujan dan peluang usahanya bagi petani di Desa Gumantar,
serta pengelolaan hama dan penyakit tanaman di musim penghujan. Setelah materi selesai
disampaikan, semua peserta langsung diajak ke lokasi demonstrasi plot. Setelah memberikan
penjelasan tentang varietas tanaman, pemeliharaan, perlakuan dan pengelolaan hama dan penyakit
tanaman, selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab. Diskusi dilakukan di lokasi demonstrasi plot
dan di tempat penyampaian materi.
3. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan penyuluhan tentang budidaya tanaman cabai rawit di luar musim dilakukan
dengan metoda ex-ante dan summative. Ex-ante bertujuan untuk melakukan kajian tentang
kemungkinan tercapainya tujuan dan summative bertujuan untuk mengkaji pengaruh atau dampak dari
kegiatan penyuluhan, baik yang disengaja atau tidak disengaja dan juga pengaruh positif maupun
pengaruh yang negatif. Evaluasi ex-ante dilakukan menjelang pertemuan untuk penyampaian materi
dan evaluasi summative dilakukan setelah kegiatan berakhir (Martin et al., 2011).
Evaluasi dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama adalah evaluasi ex-ante dengan melakukan
tabulasi dari jawaban terhadap kuisioner yang sudah diberikan untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan yang dihadapi petani yang sudah pernah menanam cabai di luar musim. Dengan
mengetahui keinginan atau tujuan petani datang ke tempat pertemuan maka materi penyuluhan
disampaikan dengan lebih fokus pada kebutuhan petani. Dengan demikian, kemungkinan tercapainya
tujuan kegiatan menjadi lebih jelas. Tahap kedua, yaitu menilai antusiasme peserta dalam bertanya dan
berdiskusi, dan tahap ketiga, menghitung persentase petani peserta yang menanam cabai di musim
penghujan di Desa Gumantar setelah kegiatan penyuluhan dilakukan, merupakan bagian dari evaluasi
summative. Kegiatan evaluasi diakhiri pada minggu kedua di bulan Maret 2022 dengan pertimbangan
bahwa, terlalu terlambat untuk memulai menanam cabai di musim penghujan setelah waktu ini.
71
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
sempit. Selain itu, banyak juga peserta yang membuka maskernya selama kegiatan penyampaian
meteri dengan alasan merokok. Suasana pertemuan pada saat penyampaian materi disajikan pada
Gambar 1.
72
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
daun cabai yang keriting (penyakit virus) dan masalah terakhir adalah gugur buah akibat penyakit
antraknosa yang disebabkan oleh jamur Coletotricum capsici. Karena ketiga permasalahan tersebut
terjadi secara berulang pada beberapa petani yang sudah mencoba menanam cabai di luar musim,
maka banyak petani yang mengurungkan niatnya untuk menanam cabai, meskipun mereka punya
keinginan.
Sebelum membahas atau menyampaikan materi tentang ketiga permasalahan yang
disampaikan oleh petani pada pertemuan yang diadakan, penyuluh menyampaikan materi tentang
potensi lahan kering di Desa Gumantar untuk memproduksi cabai di luar musim. Potensi ini ada
karena lahan kering di Desa Gumantar sebagian besar memiliki tekstur pasiran, sehingga peluang
untuk terjadi genangan pada musim penghujan sangat sedikit (Jaya, 2021). Selain itu, rata-rata curah
hujan di wilayah Gumantar dari bulan Desember sampai bulan April tahun berikutnya melebihi 1000
mm, dengan total hari hujan lebih dari 50 hari, meskipun masih ada peluang untuk terjadinya dry spell
atau hujan hilang beberapa hari (Jaya et al., 2020). Sebelumnya dilaporkan bahwa di wilayah dengan
curah hujan 1100 sampai 1500 mm per tahun, tanaman cabai rawit dapat tumbuh dengan baik (Idowu-
Agida et al., 2010). Data pendukung lainnya adalah hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan
bahwa beberapa varietas tanaman cabai rawit tumbuh dan menghasilkan buah cukup baik di Desa
Gumantar (Jaya et al., 2021).
Permasalahan lalat buah adalah merupakan materi selanjutnya yang disampaikan pada
pertemuan yang dilaksanakan. Pertama-tama diuraikan tentang habitat lalat buah dan ketersediaan
tanaman inangnya selain tanaman cabai. Diuraikan bahwa beberapa tanaman buah-buahan, seperti
papaya dan mangga merupakan inang alternatif bagi lalat buah (Koswanudin et al., 2018). Oleh karena
itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan sanitasi di lingkungan
pertanaman. Caranya adalah dengan membakar, merebus atau menanam semua buah-buahan yang
sudah terinfeksi oleh lalat buah. Tujuannya adalah untuk membunuh ulat lalat buah yang sudah ada di
dalam buah. Langkah berikutnya yang dapat ditempuh adalah dengan memasang perangkap lalat buah
yang dilengkapi dengan Petrogenol. Cara pembuatan perangkap lalat buah dengan materi botol bekas
air minum kemudian didemonstrasikan. Jika langkah pertama dan kedua sudah dilakukan dan
permasalahan lalat buah masih ada, maka langkah terakhir adalah pengendalian secara kimia
menggunakan pestisida seperti sudah diuraikan sebelumnya.
Untuk mengatasi masalah daun-daun cabai yang keriting dan menguning sebagai akibat dari
virus, disarankan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan. Langkah pencegahan pertama adalah
dengan menggunakan benih yang sehat yang terbebas dari virus. Pencegahan selanjutnya adalah
mengupayakan agar daun-daun tanaman tidak terinfeksi oleh kutu daun seperti Myzus persicae dan
kutu kebul (Bemisia tabaci). Kalau tingkat serangannya tidak tinggi, maka dapat disemprot dengan
larutan sabun cuci piring, namun jika diperlukan, maka harus disemprot dengan pestisida. Sementara
itu, permasalahan penyakit jamur antraknosa memang agak sulit dikendalikan karena tingginya suhu
dan kelembaban udara, mulai bulan Maret. Sebelumnya sudah dilaporkan bahwa suhu dan kelembaban
tinggi dapat merangsang berkembangnya jamur Colletotrichum gloesporioides sebagai penyebab
penyakitantraknosa (Sharma & Kulshresha, 2015). Untuk itu, sangat disarankan melakukan sanitasi di
pertanaman dan melakukan penyemprotan dengan fungisida yang sudah cukup banyak keberadaannya
di pasar. Semua peserta puas dengan penjelasan materi yang diberikan dan sangat tertarik untuk
melihat bukti tentang apa yang disampaikan oleh penyuluh. Selanjutnya semua peserta diajak menuju
lokasi demonstrasi plot.
Ekspresi wajah ceria dan decak kagum ditunjukkan oleh peserta saat mereka melihat tanaman
cabai varietas Dewata 43 yang sedang berbuah lebat dan varietas Sret yang baru berbunga. Mereka
yang sudah pernah dan sedang menanam cabai di luar musim, belum pernah melihat tanaman cabai
dengan kondisi buah sudah siap panen, namun sangat sedikit yang rusak akibat serangan lalat buah.
73
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
Para peserta penyuluhan yang sedang menanam cabai mengatakan bahwa saat itu, hampir semua buah
tanaman cabai mereka menghitam ataupun gugur sebagai akibat serangan lalat buah. Tanaman cabai
yang ada di demonstrasi plot tampak sehat dengan buah yang lebat dan sangat minim serangan lalat
buah (Gambar 2, kiri). Penyuluh selanjutnya menjelaskan perbedaan tampilan dari varietas Dewata 43
dan Sret yang ada di lokasi. Sebelum kegiatan tanya jawab dilakukan, beberapa peserta meminta untuk
dapat berpose bersama dengan penyuluh di depan tanaman cabai yang tumbuh subur (Gambar 2,
kanan).
Gambar 2. Kondisi tanaman cabai varietas Dewata 43 yang sudah siap panen (kiri) dan sebagian peserta
penyuluhan berpose di lokasi demonstrasi plot (kanan)
Peserta mulai bertanya tentang bagaimana caranya meletakkan perangkap lalat buah dan di
mana harus diletakkan. Dijelaskan bahwa perangkap lalat buah dapat digantung di pohon-pohon yang
ada di sekitar pertanaman cabai dengan catatan, jangan terlalu dekat (sekitar 50 m dari pertanaman).
Maksudnya adalah agar jangan sampai lalat buah tertarik untuk datang ke pertanaman karena aroma
dari methyl eugenol yang digunakan. Jika itu terjadi, maka tingkat kerusakan akibat lalat buah akan
meningkat. Pertanyaan-pertanyaan berikutnya adalah tentang alasan pemilihan varietas dan peluang
usahanya. Oleh penyuluh disampaikan bahwa untuk dapat mengembalikan modal dengan lebih cepat
maka perlu untuk menanam cabai rawit varietas hibrida, seperti Dewata 43. Varietas ini sudah bisa
dipanen sekitar 60 hari setelah tanam, sementara varietas Sret baru bisa dipanen pertama sekitar umur
100 hari setelah tanam. Pertanyaan tentang pengendalian lalat buah dan penyakit antraknosa sangat
banyak sekali diajukan oleh peserta. Oleh karena itu, penyuluh menjelaskan tentang kegiatan
pemeliharaan tanaman di lokasi demonstrasi plot dan menunjukkan pestisida yang digunakan
(Metindo 40 WP dan Curacron 500EC) sambil mengingatkan untuk menambahkan bahan perata dan
perekat pestisida (surfactant) pada larutan pestisida. Pada bagian akhir diskusi dijelaskan tentang
langkah-langkah pencegahan terhadap penyakit antraknosa, yaitu dengan menanam varietas yang
resisten, mengatur jarak tanam dan melakukan pemangkasan terhadap tunas-tunas non-produktif di
bawah cabang ‘V’ tanaman di awal pertumbuhan.
74
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
penyuluhan akan tercapai dengan baik, karena sebelumnya sudah disediakan demonstrasi plot yang
kondisi tanamannya optimal, sehingga dapat menghilangkan keraguan petani tentang masalah
menanam cabai di luar musim. Demonstrasi tentang cara pembuatan perangkap lalat buah dan tata
cara meletakkannya juga sudah dipersiapkan. Seperti disampaikan sebelumnya, lalat buah merupakan
masalah utama yang dihadapi petani kalau menanam cabai di luar musim. Penyuluh juga yakin bahwa
setelah kegiatan penyuluhan dilakukan, semua petani tertarik dan akan menanam cabai di musim
penghujan.
Setelah kegiatan penyuluhan selesai dilakukan, tahap terakhir adalah melakukan evaluasi summative.
Dari hasil evaluasi diketahui bahwa semua peserta puas dengan kegiatan penyuluhan, baik materi dan
proses diskusi maupun tampilan tanaman cabai di lokasi demonstrasi plot. Kepuasaan itu tercermin
dari jawaban yang diberikan oleh petani ketika dilontarkan pertanyaan, ‘Apakah bapak dan ibu akan
menanam cabai rawit di musim hujan tahun ini atau di musim hujan di tahun yang akan datang?’
Semua peserta menjawab ‘iya’ dengan pasti. Jawaban ini menunjukkan respon postif dari peserta
terhadap materi penyuluhan. Setelah ditelusuri jumlah petani peserta penyuluhan yang memutuskan
untuk tidak menanam cabai sampai pada minggu kedua di bulan Maret 2022, ditemukan persentase
yang kurang dari 10%. Alasan mereka tidak menanam adalah karena tidak tersedianya bibit yang
sudah siap tanam di pasar bibit. Kalau mereka melakukan pembibitan sendiri, maka dibutuhkan waktu
sekitar 30 hari sebelum bibit siap ditanam dan dikhawatirkan hujan sudah berakhir sebelum tanaman
berbuah. Mereka khawatir dengan biaya pengairan yang harus dikeluarkan dan potensi harga cabai
yang menurun setelah bulan Mei. Namun mereka yakin akan menanam cabai rawit di musim
penghujan tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2019. Produksi Cabai Rawit Menurut
Provinsi, Tahun 2015-2019.
https://www.pertanian.go.id/home/index.php?show=repo&fileNum=289 (Diakses tanggal 1
Maret 2022).
75
Jurnal Gema Ngabdi Vol. 4, No. 1 Maret 2022 Jaya, Santoso, Jayaputra
Budiyani, N.K, Sukasana, I.W. 2020. Pengendalian serangan hama lalat buah pada intensitas
kerusakan buah pada intensitas kerusakan buah cabai rawit (Capsicum frutescens L) dengan
bahan petrogenol. Agrica. vol. 13, hal 15-27.
Idowu-Agida, O.O, Adetimirin, V.O, Nwanguma, E.I and Makinde, A.A. 2010. Effects of seasonal
variability on the performance of long cayenne pepper collected from southwestern Nigeria.
International Journal of Applied Agricultural Research. vol. 5, hal. 117-127.
Jaya, I.K.D. 2021. Cropping strategy in dryland areas with a high rainfall variability: a study from
maize farmers in North Lombok, Indonesia. Agriculture Food and Development. vol. 7, hal.
25-31.
Jaya, I.K.D, Sudika, I.W, Windarningsih, M and Isnaini, M. 2021. Organic foliar fertilizer to improve
yield of cayenne pepper (Capsicum frutescens L.) grown off-season. E3S Web of
Conferences. vol. 306, 01016 (2021). doi.org/10.1051/e3sconf/202130601016.
Jaya, I.K.D, Sudirman, Rosmilawati, Soemeinaboedhy, I.N. and Sudika, I.W. 2020. Maize yield in a
dryland area as affected by rainfall variability. IOP Conf. Series: Earth and Environmental
Science. vol. 411 (2020) 012067. doi:10.1088/1755-1315/411/1/01206
Koswanudin, D, Basukiriadi, A, Samudra I.M, Ubaidillah, R. 2018. Host preference fruit flies
Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) and Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock)
(Diptera: Tephritidae). Jurnal Entomologi Indonesia. vol. 15, hal. 40-49.
Mamphogoro, T.P, Babalola, O.O and Aiyegoro, O.A. 2020. Sustainable management strategies for
bacterial wilt of sweet peppers (Capsicum annuum) and other Solanaceous crops. Journal of
Applied Microbiology. vol 129, hal 496-508.
Martin, A, Gündel, S, Apenteng, E. and Pound, B. 2011. Review of Literature on Evaluation Methods
Relevant to Extension. GFRAS – Global Forum for Rural Advisory Services. Lindau,
Switzerland. p10.
Olatunji, T.L, Afolayan, A.J. 2018. The suitability of chili pepper (Capsicum annuum L.) for
alleviating human micronutrient dietary deficiencies: a review. Food Science & Nutrition.
vol. 6, hal. 2239–2251.
Ou, L.J, Dai, X.Z, Zhang, Z.Q and X.X. Zou, X.X. 2011. Responses of pepper to waterlogging stress.
Photosynthetica. vol. 49, hal. 339-345.
Saida, M.D.N. 2019. Konsumsi dan neraca penyediaan-penggunaan cabai. Buletin Konsumsi Pangan.
vol. 10 hal. 46-54.
Saini, A, Ahir, K.C, Rana, B.S. and Kumar, R. 2017. Population dynamics of sucking pests infesting
chilli (Capsicum annum L.). Journal of Entomology and Zoology Studies. vol. 5, hal. 250-
252.
Sharma, M and Khlshrestha, S. 2015. Colletotrichum gloeosporioides: an anthracnose causing
pathogen of fruits and vegetables. Biosciences Biotechnology Research Asia. vol 12, hal.
1233-1246.
76