Professional Documents
Culture Documents
Amrulloh11, 120-131 Syarifudin
Amrulloh11, 120-131 Syarifudin
Muhammad Syarifudin1*
1
UIN Mataram; [email protected]
* Correspondence:
Received: 14/12/2021; Accepted: 29/12/2021; Published: 30/12/2021
1. Pendahuluan
Sejak beberapa abad silam, Pulau Lombok telah lama dikenal dalam
sejarah Nusantara. Hal ini sebagaimana dikutip Solichin Salam (1992) dalam
bukunya Lombok Pulau Perawan, bahwa sekitar abad ke 14 oleh pujangga jawa
yang terkenal yaitu Empu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama, nama
pulau ini telah disebut dalam pupuh ke XIV bait ke-3 dan ke-4 sebagai Lombok
Mirah. Sebelum memeluk salah satu agama (Islam, Hindu, Protestan, Katholik
dan Budha), atau meyakini dan melakoni salah satu agama lokal (Sasak-Bude
atau Sasak Wetu Telu), masyarakat Sasak percaya terhadap roh yang selalu
mengelilingi manusia baik di dalam maupun diluar rumah, dan berbagai macam
spirit dan kekuatan ghaib yaitu animisme dan dinamisme (Erni Budiwanti, 2000).
Pada fase-fase berikutnya, berbagai macam suku bangsa datang ke
Lombok yang dengan sendirinya membawa konsekwensi sosiologis yang
mempengaruhi budaya, kultur, peradaban, dan bahkan kepercayaan dan
keagamaan masyarakat setempat. Kondisi ini kemudian mengiring terjadinya
religiosity and cultures restructured mengubah dengan memberikan penambahan
dan pengurangan baru terhadap budaya, adat-istiadat, kepercayaan dan bahkan
keagamaan masyarakat yang sudah baku. Kolaborasi ini mereformulasi kembali
budaya orisinil masyarakat lokal. Selama kurang lebih satu melinium, orang-
orang Makassar, Jawa, Bali, Belanda dan Jepang secara periodik bergantian
menguasai dan menyebarkan pengaruhnya di Lombok. Sekitar abad ke-7 M,
Majapahit Hindu telah memperkenalkan Hindhu-Animis di kalangan orang Sasak.
Kondisi ini meniscayakan keyakinan lokal dalam mempertahankan eksistensinya
untuk berkamuflase dan berevolosi mencari formulasi dan bentuk terbaru agar
tidak terkikis. Perubahan atas keyakinan dan keagamaan lokal ini dipaksa dan
digiring dan digerus sejarah.
Adapun tipe dan kekuatan dari masing-masing budaya baru ini dalam
memberikan pengaruh dan berkonstribusi terhadap pembentukan kepercayaan
dan prilaku keagamaan masyarakat Sasak sangat tergatung dari kekuatan dan
dukungan dari masing-masing budaya yang lambat laun melekat menjadi adat-
istiadat tersebut. Kekuatan dukungan yang dimaksud seperti populasi,
popularitas, tingkat resistensinya terhadap kepercayaan asli hingga pada
dukungan ekonomi dan politik pembawanya. Adanya varian agama dan
kepercayaan serta beragam kultur yang ambil andil dalam memberikan warna
dalam menuai bentuk dalam mereformulasi warna dari kepercayaan,
2.1 PEMBAHASAN
Keberadaan hasil dari tulisan terdahulu sebagai kajian kepustakaan yang
akan memperkaya dalam melengkapi beberapa instrumen teoritis dan analitis
yang menjadi parameter dalam menelusuri setiap akar permasalahan secara
lebih teliti. Berikut beberapa kajian global tentang beberapa kajian sebelumnya:
Pertama, pada tahun 1972, Sven Cederroth, datang ke Lombok dengan
tujuan untuk menyelesaikan tesis antropologinya, yang kemudian melakukan
riset dengan mengambil lokasi penelitian di Bayan Lombok Barat. Ciderroth
menggambarkan religiusitas masyarakat Wetu Telu dan Sasak Bude pada tahun
1972-an yang mana terdapat perbedaan yang significant antara Wetu Telu dan
Sasak Bude dengan agama-agama lainnya seperti Islam, Hindu-Budha
(Tomenos, 1996: 32). Namun dalam uraian ini Cederroth belum menjelaskan
konsepsi orisinil dari kepercayaan/keagamaan masyarakat sasak Lombok, Wetu
Telu dan Sasak Bude dan unsur-unsur apa saja yang mendapatkan pengaruh
dari luar konsepsi dasarnya. Dalam ruang inilah peneliti berkesempatan untuk
menggali dan menjelaskannya secara lebih terperinci.
Kedua, karya Erni Budiwanti, seorang antropolog yang memaparkan
religiusitas masyarakat Sasak-Lombok dalam perspektif etnografis yang
diformulasi dalam sebuah Tesis dan kemudian dibukukan dengan judul: Islam
Sasak “Waktu Telu Versus Waktu Lima” (2000). Mencermati karya Budiwanti,
sekilas konstruksi ini merujuk pada adanya Islam, Hindhu-Budha, yang
berkolaborasi dengan pemahaman dan kepercayaan lokal (indigenous beliefs)
atau kepercayaan asli masyarakat Sasak Lombok.
tema kajian, dibutuhkan suatu kerangka acuan tolak ukur, instrument dalam
analitis data, dan sekaligus pengendali dalam pengambilan kesimpulan,
(kerangka teori). Berikut akan dipaparkan beberapa hipotesa dan teori tentang
beberapa hal seputar tema yang diangkat, sekaligus melalui hasil kajian dan
analisa nantinya akan dibuktikan ketepatan teori dan kebenaran dari hipotesa-
hipotesa tersebut.
Teori tentang Agama dan Keagamaan
Kaitnnya dengan ini ada beberapa hipottesis yang berkembang sehungan
dengan sejarah pertumbuhan agama-agama, di antaranya:
a. Agama merupakan produk dari rasa takut seseorang, keinginan untuk
hidup tenang, aman dan damai di tengah masyarakat.
b. Agama adalah produk kebodohan.
c. Agama tercipta karena manusia mendambakan keadilan dan
keteraturan.
d. Agama diwujudkan sebagai mediasi dalam mempertahankan posisi dan
kelas tertentu (Marxis).
e. Agama tercipta sebagai media dalam pemenuhan berbagai bentuk
kebutuhan sexual (Freud) (Murthadha Muthahhari, 1998).
Merujuk pada uraian di atas, sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang
melatar-belakangi muncul dan perlunya manusi beragama: Pertama, latar
belakang fitrah/naluri manusia (esoteris maupun eksoteris), Kedua, Kelemahan
dan kekurangan manusia, dan Ketiga, tantangan yang dihadapi manusia (Abudin
Nata, 2001). Agama berbeda dengan keyakinan, kepercayaan maupun
keagamaan itu sendiri. Untuk lebih jelasnya bagaimana mereformulasi dan
mengkategorikan apakah keagamaan dan kepercayaan tertentu dapat dikatakan
sebagai sebuah agama atau tidak, berikut beberapa acuan dan rambu-rambu
yang diberikan Ninia Smart.
Teori tentang Sasak Lombok dan adat-istiadat
Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kita
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata “Lombok” dalam bahasa kawi berarti
lurus atau jujur, kata “mirah” berarti permata, kata “Sasak” berarti kenyataan, dan
kata “adi” artinya yang baik atau yang utama. Maka arti keseluruhannya yaitu
kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama (Monografi NTB,
1976: 12). Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat di beberapa versi, salah
satunya yaitu kata “Sasak” secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari
kata “sah” yang berarti pergi dan “shaka” yang berarti leluhur. Berarti pergi ke
tanah leluhur orang Sasak (Lombok). Dari etimologis ini di duga leluhur orang
Sasak adalah orang Jawa. Terbukti pula dari tulisan Sasak yang oleh penduduk
Lombok disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh
kesusastraan Sasak.
Teori Penyebab Konflik
Menurut Fisher (2000) ada beberapa sebab yang menyebabkan dan
menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat: (1) Hubungan Masyarakat,
bahwa sumber konflik berawal dari ketidakpercayaan dan permusuhan antar
kelompok yang berbeda dalam masyarakat. (2) Negosiasi Prinsip, menganggap
bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras, tidak sesuai dan
berbeda dari beragam pihak yang mengalami konflik. (3) Kebutuhan Manusia,
diasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia, yaitu fisik,
mental, dan sosial yang tidak/belum terpenuhi atau dihalangi. Beberapa
kebutuhan tersebut seperti: Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan
otonomi sering merupakan sebuah inti pembicaraan. (4) Ekslusifisme Identitas,
diasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang belum
terselesaikan.
3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, MA., Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada,
Cet. VI, 2001) pp. 16 – 25.
Afandi, Ahmad. Kepercayaan Animisme-Dinamisme serta Adaptasi
Kebudayaan Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli di Pulau
Lombok-NTB. Historis FKIP UMMat, journal.ummat.ac.id, 2018, 1.1: 1-
9.
Ahmad Norma Permata (ed), Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000)., Cet. I, p. 17
Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun
Multikulturalisme Indonesia; http:// www. Kongresbud .budpar.
go.id/58%20ayyumardi%20azra.htm;
Coward, Harold, Pluralisme Tantangan Bagi Agama-agama, kanesius, 1989.
Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative & quantitative approach.
Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage.
Deuteronomy 5:4-14:16New International Version
(NIV),https://www.biblegateway.com/passage/?search=Deuteronomy
%205:4%E2%80%9321:4&version=!
Exodus 20New International Version (NIV), https://www. biblegateway.com
/passage/?search=Exodus%2020:1%E2%80%9317:1&version=!
Hasjmy. A, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Imran Rasyidi, Alif Laam Mim; Kearifan Masyarakat Sasak, (Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana, 2001).
Lubis, AkhyarYusuf.2006.DekonstruksiEpistemologi Modern,Jakarta:Pustaka,
2006.
Lubis, NabilahNaskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, Jakarta: Forum
Kajian Bahasa dan Sastra Arab, 1996